Siga este link para ver outros tipos de publicações sobre o tema: Majlis Tarjih.

Artigos de revistas sobre o tema "Majlis Tarjih"

Crie uma referência precisa em APA, MLA, Chicago, Harvard, e outros estilos

Selecione um tipo de fonte:

Veja os 50 melhores artigos de revistas para estudos sobre o assunto "Majlis Tarjih".

Ao lado de cada fonte na lista de referências, há um botão "Adicionar à bibliografia". Clique e geraremos automaticamente a citação bibliográfica do trabalho escolhido no estilo de citação de que você precisa: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

Você também pode baixar o texto completo da publicação científica em formato .pdf e ler o resumo do trabalho online se estiver presente nos metadados.

Veja os artigos de revistas das mais diversas áreas científicas e compile uma bibliografia correta.

1

Norcahyono, Norcahyono, e Ariyadi Ariyadi. "Pandangan Majlis Tarjih Muhammadiyah Kalimantan Tengah Tentang Tindakan Euthanasia Dalam Pendidikan Waris Islam". Tunas: Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar 5, n.º 1 (27 de dezembro de 2019): 50–61. http://dx.doi.org/10.33084/tunas.v5i1.1192.

Texto completo da fonte
Resumo:
Penelitian ini adalah penelitian normatif yang bersifat deskriptif kualitatif. Yang pengumpulan datanya dilakukan melalui kajian dari berbagai literatur dan juga dari berbagai pendapat majlis tarjih Muhammadiyah Kalimantan Tengah. Setelah pengumpulan dan pengolahan data, kemudian dilakukan analisis kualitatif. Penelitian yang ada dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai sebuah bagian sistem norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma kaidah, dari peraturan perundangan, putusan pengadilan, perjanjian serta doktrin (ajaran). Serta tempat penelitian adalah di Majlis Tarjih Muhammadiyah Palangkaraya. Kesimpulan dalam penelitian ini menurut analisis peneliti Majlis Tarjih Muhammadiyah Palangkaraya tidak memberikan putusan tetapi mereka memberikan pandangan terhadap tindakan eutanasia ditinjau dari hukum waris Islam memiliki beberapa kesimpulan sebagai berikut: 1. Mereka bersepakat hukum umum euthanasia (Aktif) adalah haram apapun alasanya. 2. Pelaku euthanasia tidak mendapatkan harta waris dari orang yang dibunuh. 3. Eeuthanasia (pasif) hukumnya boleh. 4. Mereka berselisih pendapat tentang bagaimana hukum orang yang membunuh si yang terbunuh yang mendapat maaf dari keluarga dengan bersedia membayar fidyad (Denda) apakah mendapat warisan atau tidak.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
2

Safriadi, Safriadi. "Penggunaan Qawā’id Fiqhiyyah sebagai Metodologi Istinbat Hukm oleh Majlis Tarjih Muhammadiyah dan Lajnah Bahsul Masail (LBM) Nahdhatul Ulama (NU)". BUSTANUL FUQAHA: Jurnal Bidang Hukum Islam 5, n.º 1 (12 de abril de 2024): 196–211. http://dx.doi.org/10.36701/bustanul.v5i1.1112.

Texto completo da fonte
Resumo:
Qawā'id Fiqhiyyah has an important role and position in the legal discovery process by the Tarjih Council and LBM NU, as stated in the framework of the Majlis Tarjih and LBM NU. This research focuses on answering 2 important things, 1) the use of the Qawā'id Fiqhiyyah mechanism as a methodological argument, 2) the contribution of Qawā'id Fiqhiyyah to contemporary legal discoveries in Lajnah Bahsul Masail (LBM) Nahdhatul Ulama (NU) and Majlis Tarjih Muhammadiyah. This research is an analytical and qualitative descriptive research with a logical philosophical and empirical approach. The results are first. The mechanism for using Qawā'id Fiqhiyyah as methodological proof is carried out by linking (Ilḥāq) a new case with an old case that already has a legal answer under the basis of Qawā’id Fiqhiyyah . Second, the contribution of Qawā'id Fiqhiyyah in the discovery of contemporary law in the LBM as a reinforcement for the decisions taken, is used as supporting evidence, especially since tanẓīr and ilḥāq are needed to develop the insight of Fiqh, but if the main evidence is that no legal answers are found, Meanwhile, Qawā'id Fiqhiyyah contribusion the Muhammadiyah Tarjih Council is the main evidence for finding/istinbāṭ law. From these two institutions it can be analyzed that Qawā'id Fiqhiyyah is used and required in legal istinbāt, but the proportion is still supporting the main evidence.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
3

Huda, Nurul. "STUDI FATWA MAJELIS TARJIH TENTANG MEROKOK". At-Tuhfah 5, n.º 9 (20 de dezembro de 2017): 134. http://dx.doi.org/10.36840/jurnalstudikeislaman.v5i9.52.

Texto completo da fonte
Resumo:
Kegiatan merokok dipastikan kejelasannya mengakibatkan tidak terlindunginya jiwa umat manusia. Memang orang merokok tidak langsung meninggal dunia, tapi akibatnya perokok mendapatkan penyakit dan mafsadah yang timbulkan lambat laun akan menjadi kenyataan. Berpijak pada pendapat Ibn ‘Ashur bahwa jika suatu tindakan mengandung mafsadah baik dharuriyah maupun khajiyah , maka aktifitas tersebut dapat dihukumi haram. Dengan demikian, menurut hemat penulis, apa yang diputuskan oleh Majlis Tarjih Muhammadiyah sudah tepat. Namun, maslahah yang ditimbulkan oleh rokok ternyata bukan maslahah lazimah, dalam arti manfaat tersebut dapat diganti oleh yang lain. Di sisi lain, mafsadah yang ditimbulkan tidak mu ‘ tabarah . Maka, menurut hemat penulis, fatwa haram terhadap me rokok sangat tidak tepat, tapi fatwa yang tepat adalah mubah.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
4

Abbas, Afifi Fauzi. "Manhaj Tarjih dan Perkembangan Pemikiran Keislaman". AL-IMAM: Journal on Islamic Studies, Civilization and Learning Societies 1 (23 de outubro de 2020): 43–47. http://dx.doi.org/10.58764/j.im.2020.1.23.

Texto completo da fonte
Resumo:
Banyaknya tipologi pemikiran Islam tidak lain adalah sebagai gambaran tentang betapa kayanya respon intelektual keagamaan Islam dalam merespon dan menyikapi berbagai budaya modernitas, yakni budaya yang sangat menggaris bawahi peran ilmu pengetahuan dan teknologi. Yang jelas berbagai tipologi pemikiran itu tidaklah akan mereda atau surut, akan tetapi akan berkembang terus tanpa henti mengikuti perubahan zaman. Budaya modernitas tersebut tidak saja merubah keberadaan dunia lingkungan fisik material, tetapi sekaligus juga merubah mentalitas, cara berfikir dan way of life sekaligus. Makalah disampaikan pada acara Temu Karya Tarjih, Perkembangan Pemikiran Keislaman antara Purifikasi dan Dinamisasi,yang dilaksanakan oleh PSIK UMJ dan Majlis Tarjih PWM DKI Jakarta, Sabtu 15 Juni 1996 di Kampus UMJ Jakarta.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
5

Musoffa, Azzam, Bouhedda Ghalia e Muntaha Artalim Zaim. "Five Cases of Fatwa’s Change in Majlis Tarjih Muhammadiyah". Transformatif 7, n.º 1 (30 de abril de 2023): 59–74. http://dx.doi.org/10.23971/tf.v7i1.6067.

Texto completo da fonte
Resumo:
The purpose of this study is to understand the change of fatwa produced by Majlis Tarjih of Muhammadiyah Association from between their first establishment in 1927 until 2019. The study about the change of fatwa produced by them considered as important study for it may affect the life of not less than 10 million members of Muhammadiyah directly or indirectly. The board has announced 16 methods used in weighting issues including their confirmation of the probability of fatwa to be changed, it made the researcher curious for whether they can keep their own methods or not in case the fatwa has been changed. The researcher has used two methods in answering the problem; the first is analysis method, and it is used to analyze the collected fatwa from books and magazines produced by Majlis Tarjih. After analyzing the change of fatwa, the researcher tried to approach the change of fatwa from the view of Islamic jurisprudential maxims and Islamic control fundamentalist to know whether the cause of change is suitable to Islamic principle or not. The researcher has collected five changes of fatwa produced by them, and they are; 1) Considering matlak to determine the beginning of Arafah fasting, 2) bank’s interest, 3) Hanging the picture, 4) Smoking, 5) and using sitr (cover). The researcher has obtained number of findings; the most important of them is the fact that the change of fatwa in the cases mentioned were following their own methods and were suitable to Islamic principle
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
6

Rasyid, Amhar. "Aplikasi Hermeneutik Dalam Bahtsul Masa'il dan Majelis Tarjih". Al-Risalah 12, n.º 01 (1 de dezembro de 2018): 1. http://dx.doi.org/10.30631/al-risalah.v12i01.426.

Texto completo da fonte
Resumo:
Artikel ini membahas pelaksanaan studi hermeneutika dan secara khusus mengkritik dua metode istimbath al-ahkam (produksi hukum) yang digunakan oleh dua organisasi Islam besar di Indonesia, yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Dua metode produksi hukum yang diterapkan, yaitu Majlis Tarjih Muhammadiyah dan Bahtsul Masail NU, kini terlihat tidak relevan. Hal ini karena kedua metode ini akan menjebak orang muslim dalam ahli hukum hukum masa lalu dengan mengabaikan konteks kontemporer. Oleh karena itu, diharapkan melalui metode hermeneutika para ahli fiqh mampu menangkap nilai-nilai kebenaran yang tersembunyi di balik teks karena teks itu sendiri adalah manifestasi dari bahasa. Dan bahasa ketika berbicara, hal yang diucapkan pada dasarnya bukan tentang dirinya sendiri tapi ini adalah tentang subjek.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
7

Rasyid, Amhar. "Aplikasi Hermeneutik Dalam Bahtsul Masa'il dan Majelis Tarjih". Al-Risalah: Forum Kajian Hukum dan Sosial Kemasyarakatan 12, n.º 01 (1 de dezembro de 2018): 1–28. http://dx.doi.org/10.30631/alrisalah.v12i01.426.

Texto completo da fonte
Resumo:
Artikel ini membahas pelaksanaan studi hermeneutika dan secara khusus mengkritik dua metode istimbath al-ahkam (produksi hukum) yang digunakan oleh dua organisasi Islam besar di Indonesia, yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU). Dua metode produksi hukum yang diterapkan, yaitu Majlis Tarjih Muhammadiyah dan Bahtsul Masail NU, kini terlihat tidak relevan. Hal ini karena kedua metode ini akan menjebak orang muslim dalam ahli hukum hukum masa lalu dengan mengabaikan konteks kontemporer. Oleh karena itu, diharapkan melalui metode hermeneutika para ahli fiqh mampu menangkap nilai-nilai kebenaran yang tersembunyi di balik teks karena teks itu sendiri adalah manifestasi dari bahasa. Dan bahasa ketika berbicara, hal yang diucapkan pada dasarnya bukan tentang dirinya sendiri tapi ini adalah tentang subjek.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
8

ZUHRONI, ZUHRONI. "STUDI KOMPARASI METODOLOGI PENETAPAN HUKUM ISLAM LEMBAGA - LEMBAGA FATWA DI INDONESIA". ADIL: Jurnal Hukum 3, n.º 1 (17 de maio de 2019): 46. http://dx.doi.org/10.33476/ajl.v3i1.834.

Texto completo da fonte
Resumo:
<p>Studi ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana Ulama Indonesia, khusus yang<br />tergabung dalam lembaga - lembaga fatwa yang ada di Indonesia, merespon isu -<br />isu kontempoter. Obyek utama studi adalah metodologi penetapan hukum Islam<br />dari organisasi keulamaan di Indonesia yang bersifat nasional di level pusat. Di<br />Indonesia terdapat empat lembaga fatwa yang aktif merespon isu-isu<br />kontemporer, yaitu Lajnah Bahtsul Masail Diniyyah NU, Majlis Tarjih<br />Muhammadiyah, Komisi Fatwa MUI, dan Dewan Hisbah PERSIS. Dari hasil<br />kajian literatur, menunjukkan bahwa berbagai hal yang terkait dengan<br />perkembangan IPTEK mendapatkan perhatian cukup besar dari ulama Indonesia.<br />Dalam menetapkan hukum, terdapat tiga tipologi metode. Pertama,<br />menentukannya berdasarkan kitab - kitab fikih, dilakukan oleh Bahtsul Masail.<br />Tipe kedua, Majlis Tarjih dan Dewan Hisbah, pada kasus yang tidak dapat<br />diselesaikan dengan Alquran dan Sunnah, penyelesaiannya tidak ada pilihan lain<br />maka menggunakan metode yang disusun para mujtahidin. Tipe ketiga, bersifat<br />fleksibel, dapat menggunakan metode yang ada sebagaimana dirumuskan secara<br />akademis, dilakukan oleh MUI.</p>
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
9

Aidil, Andi Muhammad, Kasjim Salenda e Alimuddin Alimuddin. "Pemahaman Dosen FAI Unismuh Makassar Terhadap Fatwa MUI dan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah Tentang Bunga Bank dan Pengaruhnya Terhadap Penggunaan Bank Konvensional". Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam 8, n.º 2 (13 de dezembro de 2021): 46–61. http://dx.doi.org/10.24252/al-qadau.v8i2.19467.

Texto completo da fonte
Resumo:
Penelitian ini membahas tentang bagaimana pemahaman dosen FAI Unismuh Makassar terhadap fatwa MUI dan fatwa majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah mengenai bunga bank dan pengaruhnya terhadap penggunaan bank konvensional dengan sub masalah: 1) Bagaimana kedudukan fatwa MUI dan fatwa Tarjih tentang penggunaan Bank Konvensional. 2) Bagaimanakah persfektif dosen FAI Unismuh Makassar terhadap bank konvensional. 3) Faktor apa saja yang menjadi pendorong penggunaan bank konvensional bagi dosen FAI Unismuh Makassar. Jenis penelitian dalam tesis ini adalah field research kualitatif deskriftif, dengan tiga pendekatan yaitu: Pendekatan syar’i, Pendekatan sosiologis dan Pendekatan yuridis empiris Sumber data utama dalam penelitian ini yaitu wawancara terhadap Dosen di Unismuh Makassar. Selanjutnya pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan wawancara, dan observasi. Sedangkan teknik pengelolahan dan analisis data dilakukan melalui tiga tahapan yaitu: reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1)perspektif dosen Unismuh Makassar terhadap bank konvensional yaitu: Mereka semua paham tentang produk dalam bank konvensional menngandung bunga yang diharamkan dan semuanya setuju akan hal itu, namun bank konvensional memilki keunggulan yang belum bisa dipenuhi oleh lembaga keuanan syariah, seperti fasiltas/kemudahan menjaukau disetiap daerah berbeda dengan lemabaga keuangan syariha hanya ada di kota-kota.2)kedudukan fatwa MUI dan fatwa Majlis Tarjih dan Tajdid tentang penggunaan Bank Konvensional yaitu: fatwa mengenai pengharaman bunga bank diwilayah kampus unismuh Makassar terkhusus untuk dosen FAI Unismuh Makassar mereka semua sepakat tentang fatwa yang ada dan harus dipatuhi, namun ada situasi kondisi tertentu secara individu yang harus jadi pertimbangan dalam penerapan fatwa tersebut.3)Faktor pendorong penggunaan bank konvensional bagi dosen UNISMUH Makassar yaitu: Faktor kemudahan/fasilitas, faktor gaji/pendapatan yang dihasilkan dari luar kampus Unismuh, dan faktor beasiswa menjadi faktor darurat dalam penggunaan bank konvensional.Implikasi Penelitian ini adalah: 1) Hendaknya dosen Unismuh Makassar dalam memahami penggunaan bank konvensional bukan dari sisi manfaatnya saja namun selalu mengedepankan faktor hukum dalam setiap tindakan yang harus dilakukan. 2) Terkait tentang pemahaman kedudukan fatwa MUI dan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid tentang pengharaman bunga bank sekiranya bisa dimaksimalkan bukan hanya dalam wilayah kelembagaan saja namun dalam bentuk perorangan/pribadi. 3) Sehubungan dengan Faktor penggunaan bank konvensional tinggal dimaksimalkan, yaitu dengan cara sebisa mungkin menghindari peraktek bunga yang ada dibank konvensional.Kata kunci : Fatwa, Bunga Bank, Bank Konvensional
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
10

Muthoifin, Muthoifin, Aisha Bahaaeldin Eprahim Ali, Thufail Al-Mutawakkil, Nazar Fadli e Ahmadi Abdul Adzim. "Sharia Views on Music and Songs: Perspective Study of Muhammadiyah and Madzhab Four". Demak Universal Journal of Islam and Sharia 1, n.º 01 (1 de fevereiro de 2023): 10–17. http://dx.doi.org/10.61455/deujis.v1i01.6.

Texto completo da fonte
Resumo:
The purpose of this study was to uncover the law of singing and music according to the decision of the majlis tarjih and tajdid muhammadiyah and the opinions of the scholars of the four Madzhab. This research method is a type of literature, and qualitative model, which relies on the method of content analysis and comparison. The result of the study was that the difference of opinion between the tarjih council and the four Madzhab only occurred on two issues: first, the law of musical instruments, and second, singing that was hummed by certain rules that made the heart fall apart. The council of tarjih and tajdid holds that both are permissible as long as they do not contain things that are forbidden by Shari'a, and stick to the original rule of law, that is, everything is permissible. While the four Madzhab think that such singing is without the legal instrument makruh and reprehensible, either makruh which means better abandoned, as the opinion of jumhur or makruh meaning haram as hanafiyyah opinion, as if accompanied by musical instruments then they agreed on the prohibition, arguing with the evidence of the Quran, sunnah, and ijma'.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
11

Nofialdi, Nofialdi. "Peran Nahdatul Ulama (Nu) dalam Pembangunan Hukum Islam di Indonesia". Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Hukum 17, n.º 1 (23 de setembro de 2019): 11. http://dx.doi.org/10.32694/010660.

Texto completo da fonte
Resumo:
Dalam memberikan fatwa, sebagian ulama Indonesia telah membentuk organisasi dan tiap-tiap organisasi memiliki majlis atau lajnah yang bertugas merespon masalah-masalah yang berkembang di masyarakat. Di antara lembaga Ijtihad Ormas Islam di Indonesia adaiah: (1) Majlis Tarjih Muhammadiyah; (2) Bahsul Masa’il NU; (3) Majlis Fatwa Mathla’ul Anwar; (4) Dewan Hisbah Persis; dan (5) Komisi Fatwa MUl. Pola ijtihad yang dilakukan oleh NU adalah pola bermadzhab, baik bermadzhab secara qauli maupun manhaji. Akan tetapi sebenarnya, mayoritas ulama NU hanya memegang dan mempelajari manhaj imam Syafi’i. Hal ini terlihat dalam kepustakaan mereka dan kurikulum pesantren yang diasuhnya. Kitab-kitab seperti Waraqat, Hujjah al-Wushul, Lam'u al-Jawami’, al-Mushtasyfa, al-Asybah wan al-Nazha’ir dan lain-lain banyak dijumpai pada koleksi kepustakaan mereka dan dibaca (diajarkan) di beberapa pesantren. Perkembangan Hukum Islam di Indonesia tidak dapat dilepaskan dari kontribusi NU sebagai salah satu institusi/ Ormas Islam yang diakui dan diikuti pandangan hukumnya. Hal ini diperkuat sebuah lembaga yang dibentuk oleh NU yang bertugas khusus dalam pengkajian hukum Islam dan pemberi fatwa yaitu bahsul masa’il. Walaupun terdapat banyak perbedaan dalam masalah hukum dengan institusi lain seperti Muhammadiyah, NU sampai sekarang masih tetap bertahan (survive) berkontribusi dalam hukum Islam di Indonesia
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
12

Wahid, Wawan Gunawan Abdul. "PANDANGAN MAJLIS TARJIH DAN TAJDID MUHAMMADIYAH TENTANG NIKAH SIRRI DAN ITSBAT NIKAH: ANALISIS MAQASHID ASY-YARI’AH". Musãwa Jurnal Studi Gender dan Islam 12, n.º 2 (1 de julho de 2013): 215. http://dx.doi.org/10.14421/musawa.2013.122.215-236.

Texto completo da fonte
Resumo:
Among the issues on marriage hotly discussed are the types of marriages frequently causing problems in society. One of these marriages are sirrimarriages, which are still often declared religiously valid by several parties. Observing the problem raised by sirrimarriages, among them dues to its lack of documentation, Muhammadiyah –through MajlisTarjihand Tajdid- views that all marriages must be registered. Meanwhile, Muhammadiyah also holds the view that marital itsbatis a facility prepared by the state only for exceptional circumstances of sirrimarriages prior to the enactment of Law No. 1 of 1974. The analysis on the views of Muhammadiyah will be conducted according to the theory of maqashidasy-syari’ah.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
13

Salvia, Salvia. "BUNGA BANK (STUDI KORFARASI PENDAPAT NAHDATUL Ul-AMA DAN MUHAMMADIYAH)". JURNAL HUKUM EKONOMI SYARIAH 1, n.º 1 (16 de dezembro de 2018): 96–109. http://dx.doi.org/10.26618/j-hes.v1i1.1640.

Texto completo da fonte
Resumo:
Masalah utama dalam penelitian ini yaitu membandingkan antara pendapat nahdatul ulama dan muhammadiyah dalam menentukan bunga bank Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimana pandangan nahdatul ulama dan muhamrrødiyah mengenai hukum bunga bank.Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kajian pustaka dan menggunakan n-etode komparasi antara nahdatul ulama dan muhammadiyah. Prosedur penelitian ini yaitu dengan mengumpulkan karya-karya dari kedua organisasi tersebut. Adapun data primernya dari Nahdatul Ulama yaitu: bahsul masa'il Nahdatul Ulama dan himpunan keputusan majlis tarjih Muhammadiyah. Data primernya diambil dari buku-buku yang dikarang oleh kedua organisasi tersebut dan juga buku-buku Iain yang dapat nendukung pendalaman dan ketajaman dalam analisin penelitianHasil penelitian ini menunjukan bahwa hukum bunga bank yaitu haram, subhat, boieh, sesuai dengan fungsi dari bank yang beroperasi. Berdasarkan hasii peneiitian diatas dapat disimpulkan bunga bank hukumnya haram, boleh,dan subhat.Kata kunci: Bunga Bank, Nahdhatul Ulama, Muhammadiyah
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
14

Cahyani, Risma. "PUTUSAN MUNAS MUHAMMADIYAH MENGENAI KOREKSI KETINGGIAN MATAHARI SUBUH DALAM FIKIH DAN ASTRONOMI". Al-Syakhsiyyah: Journal of Law & Family Studies 3, n.º 2 (11 de dezembro de 2021): 83–103. http://dx.doi.org/10.21154/syakhsiyyah.v3i2.3443.

Texto completo da fonte
Resumo:
Secara syar’i sholat merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang telah ditentukan waktunya. Dalam penetapan awal waktu shalat posisi matahari adalah faktor utama yang harus diperhatikan, akibatnya setiap beda hari dan beda tempat, maka waktu shalat juga akan berbeda pula. Perbedaan tersebut juga didapati dalam penetapan awal waktu shalat subuh, Majlis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah pada bulan desember 2020 dalam putusan munasnya yang telah juga ditanhfidz pada bulan Maret 2021 mengoreksi ketinggian matahari subuh yang awalnya -20 derajat dikoreksi menjadi -18 derajat dibawah ufuk. Konsekuensi dari putusan tersebut waktu subuh untuk Muhammmadiyah mundur sekitar 8 menit dari jadwal waktu subuh yang telah ditetapkan oleh Kementrian Agama. Hal ini menimbulkan sedikit polemik bagi sebagian umat muslim karena sholat subuh merupakan kegiatan yang juga mencakup dua ibadah, yakni puasa dan shalat. Sehingga jika ditarik sebuah pertanyaan bagaimana jika seseorang yang masih dalam keadaan sahur kemudian mendengar waktu adzan telah tiba, lantas apakah puasanya dapat dilanjutkan atau tidak. Hal ini dapat dikaji lebih mendalam berdasarkan kacamata fikih dan juga astronomi.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
15

Rohman, Adi Nur. "Hukum Islam dan Perubahan Sosial: Dinamisasi Perkembangan Metode Ijtihad Muhammadiyah". Syaksia : Jurnal Hukum Perdata Islam 22, n.º 1 (19 de julho de 2021): 85–98. http://dx.doi.org/10.37035/syakhsia.v22i1.4877.

Texto completo da fonte
Resumo:
Perubahan sosial menjadi sesuatu yang tak dapat dihindari dalam kehidupan masyarakat. Perubahan sosial yang terjadi di masyarakat dipastikan akan bersinggungan dengan hukum Islam sebagai pranata sosial yang bersentuhan langsung dengan perilaku manusia. Muhammadiyah sebagai organisasi Islam yang besar di Indonesia turut serta dalam melahirkan produk-produk hukum yang progresif serta relevan terhadap tuntutan zaman melalui lembaga Majlis Tarjih dan Tajdid. Tulisan ini mengulas tentang hubungan hukum Islam terhadap perubahan sosial yang terjadi di masyarakat dengan memfokuskan kajian bahasan kepada metode ijtihad Muhammadiyah dalam mengikuti arus kehidupan masyarakat yang mengalir dengan sangat dinamis. Melalui kajian analitis dengan menggunakan pendekatan historis, penulis menilai bahwa metode ijtihad Muhammadiyah dalam menjawab perubahan sosial bersifat dinamis dan progresif dengan mengembangkan tiga pendekatan; bayani, tahlili dan istislahi. Dinamisasi ijtihad Muhammadiyah dapat dilihat dari fatwa-fatwa yang dikeluarkannya yang mengikuti kebutuhan zaman meski dalam beberapa hal kerapkali berseberangan dengan fatwa-fatwa tradisional dalam kitab-kitab klasik. Namun demikian, ia mampu menjawab persoalan-persoalan kontemporer dengan tetap mengikuti prinsip-prinsip dasar syariah Islam di tengah masyarakat yang multicultural.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
16

Kamal, Mustopa, e Ayi Ishak Sholih Muchtar. "The Pattern of Nahdlatul Ulama’s Ijtihad". Istinbath | Jurnal Penelitian Hukum Islam 15, n.º 2 (21 de janeiro de 2017): 153. http://dx.doi.org/10.36667/istinbath.v15i2.24.

Texto completo da fonte
Resumo:
In line with the socio-religious dynamics in society, various problems surrounding fiqh have also developed, most of which have not been absorbed in the legal thinking of the scholars. Concerning issues commonly referred to as masa’il fiqhiyyah al-hadithah, scholars have institutional mechanisms to solve these problems. Nahdlatul Ulama, the most prominent Islamic religious organization in the country, is also concerned with masa’il fiqhiyyah al-hadithah through the Bahtsul Masa’il (BM-NU) mechanism. However, the BM-NU legal istinbath framework is unique, because it is different from the legal istinbath framework that previous scholars had—such as the legal istinbath framework used by Abu Hanifah and Muhammad Ibn Idris al-Syafi’i, also different from the legal istinbath framework with mass organizations. Other Indonesian Islam—such as the legal istinbath framework of the Persis Hisbah Council and the legal istinbath framework of Majlis Tarjih and the Development of Muhammadiyah Islamic Thought. The uniqueness is mainly because the legal istinbath framework adopted by BM-NU tends to present themselves as muttabi’ ulama and does not present themselves as mujtahid clerics as is generally understood by fuqahâ.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
17

Zubair, Zubair, Muhammad Farkhan, Zakiya Darojat, M. Agus Suriadi, Masri Mansoer e Abdul Fattah. "Muhammadiyah's Tajdīd and Sufism between Purification and Modernization". Insaniyat : Journal of Islam and Humanities 7, n.º 2 (31 de maio de 2023): 113–27. http://dx.doi.org/10.15408/insaniyat.v7i2.31505.

Texto completo da fonte
Resumo:
This article aims to reveal the purification or modernization performed by Muhammadiyah in Sufism, especially concerning the practical mysticism in sufi order and philosophical mysticism on the concepts of ittihād, hulūl, and wahdat al wujūd. The research data is gathered from the official document Muhammadiyah records, such as fatwas of Muhammadiyah's Majlis Tarjih and Tajdid, Hamka's thoughts and AR Fakhruddin’s performance as former leaders of Muhammadiyah. This study uses content analysis to determine the position of Muhammadiyah's views on the early Sufi. The result showed that tajdīd performed by Muhammadiyah is called purification and it harmonious with modern life. It differs with the meaning and practices of early Sufism. Muhammadiyah's position towards tarīqa is positive as long as the understanding and practice of Islam are derived from the guidance of the Qur'an and valid Sunnah. As for the concepts of ittihād, hulūl and wahdat al-wujūd, Muhammadiyah rejects them because there is an element of equating God with humans or pantheism, which has no basis in the Qur'an and Sunnah. This rejection is in line with what has been done by early Sufism scholars such as al-Sarrāj, al-Juwairī, al-Syahrastānī, and al-Kalabāżī.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
18

Subli, Mohamad, Kasjim Salenda, Rahmatiah HL e Sainul Rahman. "The Absorptive Capacity of Fatwa Institutions in Indonesia on Contemporary Issues". Al-Adalah: Jurnal Hukum dan Politik Islam 9, n.º 1 (31 de janeiro de 2024): 110–26. http://dx.doi.org/10.30863/ajmpi.v9i1.6047.

Texto completo da fonte
Resumo:
The existence of fatwa institutions is very important because it can provide a roadmap for resolving contemporary legal problems. This research aims to examine the nature and importance of fatwas, the existence of fatwa institutions in Indonesia and their mandate and the absorption capacity of fatwa institutions in Indonesia in responding to current problems. Research was carried out in the literature using a normative-historical approach in analyzing the absorption capacity of fatwa institutions in responding to contemporary issues. The fatwa institutions in question are centered on the Majlis Tarjih Muhammadiyah, Bahtsul Masa'il Nahdlatul Ulama (NU) and by fatwa institutions such as the Indonesian Ulema Council (MUI). The results show that a fatwa is a form of answer from a mufti to a question asked by a mustafti which is based on a compelling case. Remembering that the mufti is the person chosen to be the caliph and successor of the Prophet, as stated by Imam Syatibi. Therefore, fatwas have a strategic and important position in social life to answer contemporary problems. Fatwa plays an important role in answering contemporary problems, especially problems in the era of modernization. One reason is because the majority of Muslims need legal answers that can solve problems. Based on the number of fatwas that have been issued, it shows that fatwa institutions in Indonesia have responded to contemporary legal issues.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
19

Muhaimin, Abdul Wafi. "IJTIHAD ‘VIRTUAL’ DAN FIQIH CORONA: RESPON ULAMA INDONESIA DI MUSIM PANDEMI". Hikmah: Journal of Islamic Studies 16, n.º 2 (29 de dezembro de 2020): 167. http://dx.doi.org/10.47466/hikmah.v16i2.173.

Texto completo da fonte
Resumo:
Abstract Covid-19 has been announced as global pandemic by World Health Organization (WHO). All countries, including Indonesia, implemented the health protocols in preventing the spread of viruses. Among those protocols is social distancing either in lockdown or physical distancing. This policy disrupted the life order and habit, especially in religious ritual. The religious problems should be answered by the ulamas for the law certainty. In the normal situation, the discussion on fatwa is usually held by collective ijtihad (Ijtihad Jama’i). This way is done by MUI and its fatwa commission, NU and Its Bahtsul Masail, Muhammadiyah and Its Majlis Tarjih. Unfortunately, in covid-9 pandemic, the meeting for collective ijtihad is not easy to do because of the healthy protocol. Instead of that, the discussion to determine fatwa should be done as responding religious problems, but by virtual ijtihad via Zoom and others application, such as whatsapp groups. Therefore, this article discuss about the way ulamas responds the law-religious problems during Covid-19 pandemic. Abstrak Covid-19 telah ditetapkan sebagai pandemi global oleh World Health Organization (WHO) sehingga berbagai negara, termasuk Indonesia, menetapkan protokol kesehatan dalam upaya pencegahan penyebaran virus ini. Salah satunya adalah dengan melakukan social distancing baik dengan cara lockdown maupun hanya dengan melakukan physical distancing. Kebijakan ini tentu berpengaruh terhadap tatanan kehidupan manusia, termasuk dalam ritual keagamaan. Tentu persoalan keagamaan harus mendapatkan jawaban dari para ulama agar umat mendapatkan kepastian hukum. Problemnya adalah, setiap persoalan hukum biasanya dalam kondisi normal dilakukan dengan cara kolektif (ijtihad jama’i), baik yang dilakukan oleh MUI dengan komisi fatwanya, NU dengan Lembaga Bahtsul Masailnya, Muhammadiyah dengan Majlis Tarjihnya, dan ormas-ormas lainnya. Namun dalam kondisi seperti sekarang ini (masa pandemi Covid-19) tentu tidak mudah untuk dilakukan. Maka muncullah terobosan baru dengan cara memaksimalkan kecanggihan teknologi, sehingga persoalan keummatan tetap bisa direspon dengan baik melalui ijtihad ‘virtual’, baik dengan cara melalui aplikasi Zoom maupun melalui chatting dengan memaksimalkan group-group Whatsapp (WAG). Oleh karena itu, kajian ini akan membahas tentang bagaimana para kyai (ulama) merespons persoalan hukum selama pandemi Covid-19.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
20

Asmara, Musda. "Komparasi Fatwa Ulama Indonesia dalam Menyikapi Pandemi Coronavirus Disease 2019 (COVID-19)". Al-Manahij: Jurnal Kajian Hukum Islam 16, n.º 1 (30 de maio de 2022): 29–44. http://dx.doi.org/10.24090/mnh.v16i1.6192.

Texto completo da fonte
Resumo:
The COVID-19 pandemic has not ended yet; in fact it mutated and gave rise to a new variant which was later known as omicron. COVID-19 has threatened various sectors of life including religious life; religious rituals during the pandemic are limited and must follow health protocols to avoid the spread of the virus. Religious authorities play an important role in responding to this situation, including in issuing fatwas regarding guidelines for the implementation of worship during the COVID-19 period. Therefore, this article discusses the guidelines for the implementation of worship issued by these religious authorities. The focus of this article is to compare the fatwas of religious authorities regarding guidelines for the implementation of worship during the COVID-19 period; the fatwas referred to here are limited to the fatwas of the Indonesian Ulema Council (MUI), the fatwas of the Majlis Tarjih Muhammadiyah, and the fatwas of Lajnah Bahsul Masail Nahdlatul Ulama. This research is a library research with a comparative descriptive approach. The results of the study show that the fatwas related to the guidelines for the implementation of worship during the pandemic issued by the three religious authorities synergize, cooperate with and support each other in dealing with the COVID-19 pandemic. Unlike MUI and Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah responded with concrete actions, namely establishing the Muhammadiyah COVID-19 Command Center (MCCC) with the main task of coordinating various programs in the context of dealing with the COVID-19 pandemic.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
21

Ulya, Nurun Najmatul, e Ahmad Yasir Amrulloh. "Analisa Metodologi Tafsir Al-Quran Berbasis Ormas di Indonesia Perspektif Metodologi Islah Gusmian". Al-Fahmu: Jurnal Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir 2, n.º 1 (30 de março de 2023): 15–29. http://dx.doi.org/10.58363/alfahmu.v2i1.34.

Texto completo da fonte
Resumo:
This article examines Indonesian commentary books compiled by Indonesian Community Organizations (ORMAS) or their representatives, namely Tafsir Al-Wa'ie Selected Verses by Hizbut Tahrir Indonesia and Tafsir At-Tanwir by Majlis Tarjih and Tajdid PP Muhammadiyah. The type of research method is library research, because the source of the analysis is based on library data, namely the work of interpretation by the two ORMAS and the formulation of the methodology developed by Islah Gusmian, "New Directions of Study Methodology on Al-Qur'an Interpretation." In particular, the 11 variables Gusmian analyzed to dissect Indonesian commentary works. Namely: (1) the systematic presentation of the interpretation (2) the form of presentation of the interpretation (3) the style of language in which the interpretation is written (4) the form of writing the interpretation (5) the nature of the commentator (6) the scholarship of the interpreter (7) the origins of the commentary literature (8) the sources reference sources (9) Interpretation method (10) nuances of interpretation (11) interpretation approach. After conducting a study of the two interpretations, it was concluded that the methodology used by these two ORMAS interpretation books has similarities and differences. The similarities can be seen in the systematic presentation of interpretations, forms of presentation, forms of writing, style of language, origins of literature, sources of reference, nuances of interpretation and approach. Meanwhile, the other three variables, namely the nature of the interpreter, the knowledge of the interpreter, and the method of interpretation show different results. For this reason, similar research can be developed to dissect the works of Archipelago interpretations in Indonesia, so that the methodology used will add variants to the treasures of Nusantara interpretation studies.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
22

Makmur, Jamal. "PERAN FATWA MUI DALAM BERBANGSA DAN BERNEGARA". Wahana Akademika: Jurnal Studi Islam dan Sosial 5, n.º 2 (30 de janeiro de 2019): 41. http://dx.doi.org/10.21580/wa.v5i2.3226.

Texto completo da fonte
Resumo:
<p>Fatwa memegang peranan kunci di Indonesia. Mayoritas umat Islam membutuhkan jawaban hukum yang solutif dan kontekstual. Majlis Ulama Indonesia (MUI) lewat Komisi Fatwa selama ini sudah membimbing umat lewat fatwa-fatwa hukum dalam semua bidang, baik akidah, ekonomi, politik, dan sosial. Fatwa MUI menjadi rujukan umat lintas sektoral yang ada di berbagai organsiasi masyarakat (ormas) di Indonesia.</p><p>Metode fatwa MUI berpijak pada empat hal. Pertama, meninjau pendapat para imam madzhab dalam masalah yang dikaji secara serius berikut dalil-dalilnya. Kedua, masalah-masalah yang jelas hukumnya (qath’iyyat) ditetapkan apa adanya. Ketiga, dalam masalah yang diperselisihkan ulama madzhab, diselesaikan dengan dua cara, yaitu: menemukan titik temu dengan metode al-jam’u wa at-taufiq, dan menggunakan tarjih (memilih pendapat yang paling kuat argumentasinya) melalui metode perbandingan madzhab dengan menggunakan kaidah ushul fiqh perbandingan. Keempat, masalah yang tidak ditemukan hukumnya dalam madzhab ditetapkan dengan ijtihad jama’i (kolektif) dengan metode bayani, ta’lili (qiyasi, istihsani, ilhaqi), istishlahi, dan sad adz-dzari’ah. Kelima, fatwa harus selalu memperhatikan kemaslahatan umum dan tujuan syariat Islam (maqasidus syariah).</p><p>Melihat metode penetapan hukum MUI di atas, maka MUI sudah menerapkan talfiq manhaji, yaitu: menggabungkan metode penetapan hukum para imam madzhab untuk menghasilkan hukum yang kontekstual dan solutif. Produk fatwa MUI yang berkaitan dengan ekonomi syariah misalnya dilengkapi dengan al-Qur’an, hadis, ijma’, qiyas, kaidah fiqh, dan pendapat para ulama lintas madzhab. Semua dasar itu berorientasi kepada kemaslahatan umum dan tujuan syariat Islam.</p><p>Talfiq manhaji yang dikembangkan Komisi Fatwa MUI ini merupakan terobosan paradigmatik yang bisa digunakan untuk merespons problematika kontemporer yang membutuhkan jawaban yang cepat, tepat, dan akurat yang bisa dipertanggungjawabkan secara normatif dan sosial sekaligus. Tidak ada fanatisme madzhab dan absolutisme pemikiran. Inklusivitas dan obyektivitas yang dikedepankan untuk memajukan umat di berbagai aspek kehidupan.</p>
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
23

Falah, Maslahul. "PENERAPAN KAIDAH FIKIH DALAM HIMPUNAN PUTUSAN TARJIH MUHAMMADIYAH". Jurnal Staika: Jurnal Penelitian dan Pendidikan 6, n.º 1 (10 de fevereiro de 2023): 1–12. http://dx.doi.org/10.62750/staika.v6i1.78.

Texto completo da fonte
Resumo:
Identitas Muhammadiyah sebagaimana dalam Anggaran Dasar merupakan Gerakan Islam, Dakwah Amar Ma’ruf Nahi Munkar dan Tajdid, bersumber pada Al-Qur`an dan As-Sunnah. Sebagai sebuah gerakan, Muhammadiyah sudah mempunyai perangkat untuk mengembangkan maksud dan tujuan serta usahanya, baik dalam diri Pimpinan Persyarikatannya maupun unsur pembantu pimpinan. Dalam konteks unsur pembantu pimpinan ini, Majelis Tarjih dan Tajdid menjalankan sebagian tugas pokok Muhammadiyah, yang salah satunya adalah menghasilkan produk pemikiran yang menjadi rujukan warga dan gerakan Muhammadiyah. Sejak berdirinya Majelis Tarjih, sudah banyak produk pemikirannya yang berbentuk Putusan, Fatwa dan Wacana. Di antaranya adalah Tuntunan Seni Budaya Islam ini, yang merupakan keputusan Musyawarah Nasional Tarjih ke-27 di Malang Jawa Timur pada tahun 2010. Tuntunan ini tidak bisa dilepaskan dari Putusan Tarjih tahun 1995 dan Keputusan Muktamar Muhammadiyah ke-44 di Jakarta tahun 2000 tentang Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. Perumusan dan memproduk beberapa Putusan, fatwa dan wacana Tarjih, Majelis Tarjih menggunakan kaidah kaidah ijtihad yang sering disebut dengan Manhaj Tarjih. Dalam Manhaj Tarjih hasil secara jelaskan dinyatakan bahwa Sumber Ajaran Islam adalah al-Qur’an dan as-Sunnah al-Maqbulah. Tulisan ini hendak menelisik produk hukum berupa Putusan Tarjih yakni Tuntunan Seni dan Budaya Islam; apakah Majelis Tarjih menggunakan dan menerapkan Kaidah Fikih dalam perumusan Tuntunan ini. Metode yang digunakan untuk menelisik tema ini adalah menggunakan studi pustaka (library research), yang peneliti mengumpulkan data dengan cara membaca, mempelajari, dan menganalisis Putusan Tarjih, jurnal, buku, artikel untuk sumber pokok dan obyek penelitian juga untuk kepentingan penelitian terdahulu. Dari penelitian ini dketahui bahwa Majelis Tarjih menggunakan dan menerapkan Kaidah Fikih dan Kaidah Fikih ini menjadi dalil pelengkap bagi dalil dalil Al-Qur`an dan As Sunnah.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
24

Siti Lailatul Qomariyah dan Muhammad Dwi Toriyono. "QUNUT DALAM KACAMATA MUHAMMADIYAH: STUDI PEMAHAMAN HADIS DALAM FATWA MAJELIS TARJIH". al Dhikra | Jurnal Studi Qur'an dan Hadis 2, n.º 2 (26 de setembro de 2022): 199–208. http://dx.doi.org/10.57217/aldhikra.v2i2.781.

Texto completo da fonte
Resumo:
Artikel ini bertujuan untuk meneliti pemahaman hadis yang digunakan sebagai argument fatwa Majelis Tarjih yang tidak membenarkan pengkhususan membaca qunut dalam shalat shubuh.Putusan ini tidak sepaham dengan sebagian mazhab di Indonesia, yakni mazhab Imam Syafi’i yang juga menggunakan hadis sebagai dasar hukum. Artikel ini ditulis menggunakan metode analisisdiksriptis terhadap pemahaman hadis yang digunakan oleh Majelis Tarjih. Sebagai hasil, didapati kesimpulan bahwa hadis yang dijadikan landasan hukum oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah benar-benar sahih. Hadis tersebut secara terang tidak melarang membaca qunut dalam shalat shubuh. Namun pelarangan atau tidak membenarkan adanya qunut dalam shalat shubuh merupakan suatu pemahaman Majelis Tarjih Muhammadiyah yang berlandaskan pada bahwasannya jika ada suatu amalan yang diperselisihkan hukumnya, maka tidak dibenarkan untuk mengamalkannya. Sementara itu, didapatkan bahwasannya dalil yang dikemukakan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah merupakan suatu dalil yang umum tentang utamanya shalat dengan membaca qunut. Dalil ini mestinya memperkuat dalil yang disampaikan oleh Syafi’i sebagaimana dipaparkan dalam hadis sebelumnya bahwasannya membaca qunut dalam shalat shubuh hukumnya adalah sunnah.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
25

Tohari, Chamim. "Methodological and Sociological Analysis About The Fatwa Of Majelis Tarjih Muhammadiyah Concerning To The Muslim Marriage With An Ahl Al-Kitab". Jurnal Ilmiah Al-Syir'ah 16, n.º 2 (26 de dezembro de 2018): 161. http://dx.doi.org/10.30984/jis.v16i2.744.

Texto completo da fonte
Resumo:
Relation between the different of religion comunity in the multicultural nation as in Indonesia be a natural phenomenon that it cannot be avoided. As to one of the problem that had appeared in this case is about wedding problem betweena moslem with the difference religion womans. Majority of the Indonesia religious scholars as scholar in Majelis Tarjih Muhammadiyah had been prohibiting wedding like that with various reason. while a part little of the contemporary moslem scholars have been permiting the wedding. The points which will discussed in this research is how is opinion of Majelis Tarjih Muhammadiyah about the law of wedding with the woman from Ahl Al-Kitab and its ijtihad methodology. This research should analyze the argumentation of the Majelis Tarjih that make forbidding a muslem married with the difference religion womans. This research using library research approach dan content analysis. The results of this research are: (1) Majelis Tarjih of Muhammadiyah forbidding the wedding with sad al-dzari’ah as its argumentation; (2) Majelis Tarjih’s opinion has been irrelevant because two reason, the mistake of methodology and the change of the Indonesian contemporary society (based on an empiric data). Keywords: Ahlu Kitab; Majelis Tarjih; Different Religion Marriage
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
26

Fauzi, Niki Alma Febriana, e Ayub Ayub. "Fikih Informasi : Muhammadiyah’s Perspective on Guidance in Using Social Media". Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies 9, n.º 2 (25 de dezembro de 2019): 267–93. http://dx.doi.org/10.18326/ijims.v9i2.267-293.

Texto completo da fonte
Resumo:
This paper examines a recent product of Muhammadiyah’s collective ijtihad, namely Fikih Informasi (fiqh of information). Fikih Informasi is one of the outcomes of the 30th National Meeting of Majelis Tarjih dan Tajdid (Muhammadiyah’s Council of Religious Affairs). Fikih Informasi represents Muhammadiyah’s attempt to provide guidance for its members and the Muslim community at large, on a usage of social media whch is based on Islamic teachings. The term fikih is an Indonesian word adapted from Arabic word fiqh and Majelis Tarjih’s understanding of the term does not entirely resemble the classical concept of fiqh as understood by majority of Muslim jurists. For this reason, in the first instance this article will explore Majelis Tarjih’s conception of the word fikih then will proceed to examine its application in the context of social media usage. During this process, the paper will argue that Majelis Tarjih employs the term fikih in its literal and Qur’anic meaning rather than using it in its technical sense. As a result, instead of merely referring fikih as the body of legal provisions which it represents, Majelis Tarjih presents fikih as a comprehensive guidance tool, consisting of three level of hierarchically structured norms. As a consquence, Fikih Informasi is not only contains “dos and donts” but also the philosophical principles and sets of values to which users of social media should adhere. In these contexts, this paper critically discusses the limitations of Fikih Informasi, both in its framework and as well as in its content.. Makalah ini membahas produk ijtihad kolektif Muhammadiyah baru-baru ini, yaitu Fikih Informasi. Fikih Informasi adalah salah satu hasil dari Pertemuan Nasional ke-30 Majelis Tarjih dan Tajdid (Dewan Urusan Agama Muhammadiyah) ke-30. Fikih Informasi mewakili upaya Muhammadiyah untuk memberikan panduan bagi para anggotanya dan komunitas Muslim pada umumnya, tentang penggunaan media sosial yang didasarkan pada ajaran Islam. Istilah fikih adalah kata Indonesia yang diadaptasi dari kata Arab fiqh dan pemahaman Majelis Tarjih tentang istilah itu tidak sepenuhnya menyerupai konsep klasik fiqh sebagaimana dipahami oleh mayoritas ahli hukum Islam. Untuk alasan ini, dalam contoh pertama artikel ini akan mengeksplorasi konsepsi Majelis Tarjih tentang kata fikih kemudian akan melanjutkan untuk memeriksa penerapannya dalam konteks penggunaan media sosial. Selama proses ini, makalah ini akan berpendapat bahwa Majelis Tarjih menggunakan istilah fikih dalam arti literalnya dan al-Qur’an daripada menggunakannya dalam pengertian teknis. Akibatnya, alih-alih hanya menyebut fikih sebagai badan ketentuan hukum yang diwakilinya, Majelis Tarjih menghadirkan fikih sebagai alat panduan yang komprehensif, yang terdiri dari tiga tingkat norma terstruktur secara hierarkis. Sebagai konsekuensinya, Fikih Informasi tidak hanya berisi “dos and don’ts” tetapi juga prinsip-prinsip filosofis dan serangkaian nilai yang harus dipatuhi oleh pengguna media sosial. Dalam konteks ini, makalah ini secara kritis membahas keterbatasan Fikih Informasi, baik dalam kerangka kerjanya maupun dalam kontennya.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
27

Anwar, Syamsul. "Fatwā, Purification and Dynamization: A Study of Tarjīh in Muhammadiyah". Islamic Law and Society 12, n.º 1 (2005): 27–44. http://dx.doi.org/10.1163/1568519053123894.

Texto completo da fonte
Resumo:
AbstractI examine here contemporary iftā practices in Muhammadiyah, Indonesia ' s leading organisation for modernist Muslims, with special attention to Majelis Tarjih, the body charged with issuing its fatwās since 1927. After explaining Muhammadiyah's ideology, and the working method of Majelis Tarjih and the authority of its decisions, I examine and discuss several fatwās relating to syncretic practices in Indonesia and one fatwā about whether a woman may serve in a position of authority over men. I argue that the fatwās issued by Majelis Tarjih demonstrate how Muhammadiyah promotes a more dynamic understanding of religion among its members and within Indonesian society at large, an understanding that often differs from traditionalist views espoused in classical fiqh books.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
28

Iswahyudi, Iswahyudi. "The Maslahat Epistemology in Cigarette Law: Study on The Fatwa Law on Cigarettes Between Sheikh Ihsan Jampes and The Majelis Tarjih of Muhammadiyah". Justicia Islamica 17, n.º 2 (31 de outubro de 2020): 243–60. http://dx.doi.org/10.21154/justicia.v17i2.1970.

Texto completo da fonte
Resumo:
Shaykh Ihsan Jampes gave the fatwa of the cigarette law as makrūh, while Majelis Tarjih gave the fatwa ḥarām. Although Sheikh Ihsan’s fatwa is individual, this fatwa deserves to be a comparison for the collective fatwa of the Majelis Tarjih. This is because the Sheikh Ihsan’s fatwa is a complete picture of the NU fatwa in general. This paper is based on two important questions, which the arguments are used by the two fatwas in formulating the cigarette law and whether there are conceptual differences from these arguments or not. To answer these two questions, the method used is descriptive-critical-analysis with a critical hermeneutic approach. This article finds that both fatwa of Sheikh Ihsan Jampes and Majelis Tarjih have the same argument in deciding the cigarette law, namely the argument of utility or usefulness (maşlaḥat). However, the two fatwas are different in formulating the maşlaḥat model used. Shaykh Ihsan used maşlaḥat taḥsīniyyāh while Majelis Tarjih put it in the shade of maşlaḥah darūriyyah. This article implies, not only from the various variants of the different choices of cigarette law but also providing insight into the epistemology that underlies these differences in law. This article educates smokers to choose between continuing or leaving smoking. Epistemology, as is well known, is the opening door to one's actions. This article also provides a perspective for policy-makers between legalizing or banning cigarettes based on the theory of maşlaḥat.Syeikh Ihsan Jampes memberi fatwa hukum rokok sebagai makrūh, sementara Majelis Tarjih memberi fatwa ḥarām. Walau fatwa Syeikh Ihsan bersifat individual, fatwa ini layak menjadi pembanding bagi fatwa Majelis Tarjih yang kolektif. Hal ini disebabkan karena fatwa Syeikh Ihsan adalah gambaran lengkap bagi fatwa NU pada umumnya. Tulisan ini dilandasi oleh dua pertanyaan penting yaitu argumentasi apakah yang digunakan oleh kedua fatwa tersebut dalam merumuskan hukum rokok serta apakah ada perbedaan konseptual dari argumentasi tersebut. Untuk menjawab dua pertanyaan tersebut, metode yang digunakan adalah diskriptif-analisis-kritis dengan pendekatan hermeneutika kritis. Artikel ini menemukan jawaban bahwa fatwa Syeikh Ihsan Jampes dan fatwa Majelis Tarjih memiliki argumen yang sama dalam memberi hukum rokok yaitu argumentasi utilitas atau kebermanfaatan (maşlaḥat). Hanya saja, kedua fatwa tersebut berbeda dalam merumuskan model maşlaḥat yang digunakan. Syeikh Ihsan menggunakan maşlaḥah taḥsīniyyāh sementara Majelis Tarjih meletakkannya dalam naungan maşlaḥah darūriyyah. Artikel ini memberi implikasi, tidak saja dari berbagai varian pilihan hukum rokok yang berbeda, tetapi juga memberi pengetahuan tentang epistemologi yang melatari perbedaan hukum tersebut. Artikel ini mencerdaskan para perokok untuk mengambil pilihan antara melanjutkan merokok atau meninggalkannya. Epistemologi, seperti diketahui, adalah pintu pembuka bagi tindakan seseorang. Artikel ini juga memberi perspektif bagi pengambil kebijakan antara melegalkan rokok atau melarangnya yang didasarkan kepada teori maşlaḥat.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
29

Rachmadhani, Fajar, Mualimin Mochammad Sahid e Ahmad Wifaq Mokhtar. "IMPLEMENTATION OF THE ISLAMIC LAW TRANSFORMATION’S RULE (TAGHAYYUR AHKĀM) DURING COVID-19 PANDEMIC IN THE PERSPECTIVE OF MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH IN INDONESIA". Malaysian Journal of Syariah and Law 10, n.º 1 (1 de junho de 2022): 108–17. http://dx.doi.org/10.33102/mjsl.vol10no1.345.

Texto completo da fonte
Resumo:
The study entitled " Implementation Of The Islamic Law Transformation’s Rule (Taghayyur Ahkām) During Covid-19 Pandemic In The Perspective Of Majelis Tarjih Muhammadiyah In Indonesia" aims to uncover and analyze one of the methods and rules of law-making (istinbāth ahkām) carried out by the Muhammadiyah fatwa institution, the Majelis Tarjih dan Tajdid, or known as "Manhaj Tarjih Muhammadiyah." One of the many methods used by Majelis Tarjih in issuing legal decisions and fatwas is the Rules of Islamic Law Transformation (taghayyur ahkām). The research also attempts to contextualize the rules of Islamic law transformation with the decisions or guidelines for the implementation of worship (Ibadah) that have been issued by the Muhammadiyah Central Leadership through the Majelis Tarjih, especially during the current Covid-19 pandemic. The results of this study are beneficial both practically and theoretically. The practical benefit of this research is that it may provide guidelines for the implementation of worship during the Covid-19 pandemic based on argumentative arguments and the principles and objectives of Islamic law, one of which is guarding religion (Hifz ad-Dīn) and guarding human lives (Hifz an-Nafs). Meanwhile, the theoretical benefits from this research are to expand the knowledge and discourse of Islamic scholarship, especially in the field of Islamic law. Thus, Islam can manifest in the midst of mankind to provide real solutions to existing problems. This research uses qualitative research focusing on library research with descriptive analysis. Consequently, the researchers applied the Ijtihād of Majelis Tarjih’s Method known as "Manhaj Tarjih Muhammadiyah" written by Syamsul Anwar as well as based on the results of the Tarjih National Assembly (Munas) XXX in Makassar in 2018, also the decision of the Muhammadiyah Central Leadership No. 02/EDR/1.0/E/2020 regarding Guidelines for Worship in Covid-19 Emergency conditions and several other Tarjih fatwas related to guidelines for carrying out worship during the Covid-19 pandemic as primary data. In addition, the secondary data are from various sources, such as fiqh books, ushul fiqh, and maqaṣid as-syarī'ah. Besides, the study uses a content analysis approach to bring up the messages objectively and systematically.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
30

Fikri, Yudistia Teguh Ali, Ida Abdul Gopar, Esty Faatinisa e Mochamad Faizal Almaududi Azis Dachlan. "MENGENAL METODE ISTINBATH HUKUM MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH". FASTABIQ: JURNAL STUDI ISLAM 3, n.º 2 (22 de junho de 2022): 94–103. http://dx.doi.org/10.47281/fas.v3i2.120.

Texto completo da fonte
Resumo:
This article introduces the legal istinbath method of the tarjih muhammadiyah council. The tarjih council was born in the decision of the Pekalongan congress in 1927 the function to consider and resolve all problems that arise is debated by Muhammadiyah people to know the opinion chosen because it is bold and its postulates based on the Qur'an and As-Sunnah. This article aims to find out how the istinbath method used by Muhammadiyah in establishing law, using a qualitative approach, by adding data from secondary data sources, previous research, or existing data in organizations or agencies. The istinbath tarjih muhammadiyah method is based on the Al-Quran and As-Sunnah, The ijtihad method with Bayani, Burhani, and Irfani Muhammadiyah approaches solves problems that occur in society.Keywords: Istinbath, Islamic Law, Tarjih Council, Muhammadiyah
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
31

Miswanto, Agus. "Tanawu’ Al-Ibadah Di Muhammadiyah: Studi Terhadap Konsep Haji Tamattu’ Dengan Satu Sa’i Hasil Ijtihad Kh. Zen Fanani Magelang". Cakrawala: Jurnal Studi Islam 11, n.º 1 (27 de junho de 2016): 51–75. http://dx.doi.org/10.31603/cakrawala.v11i1.100.

Texto completo da fonte
Resumo:
Kajian dalam tulisan berfokus pada fenomena tanawu’ul ibadah yang terjadi di lingkungan Muhammadiyah. Objek kajian ini adalah tentang haji tamattu’ yang merupakan hasil ijtihad dan istinbath KH Zen Fanani Magelang terhadap Alqur’an dan sunnah. Beliau seorang aktivis Muhammadiyah yang dalam konteks praktek haji tamattu’ beliau berbeda dengan fatwa majelis tarjih Muhammadiyah. Hal ini menunjukkan bahwa ternyata di lingkungan Muhammadiyah praktek ibadah tidak selamanya harus persis sama sebagaimana yang difatwakan oleh majelis tarjih. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa fatwa di Muhammadiyah adalah tidak menjadi keputusan mengikat, hal ini berbeda dengan Putusan tarjih yang mengikat secara organisatoris. Dengan demikian, ulama-ulama Muhammadiyah di daerah memiliki independensi dalam hal-hal tertentu; serta mereka bisa memiliki pendapat atau ijtihad yang berbeda dengan hasil fatwa tarjih karena fatwa tarjih berfungsi sebagai irsyad atau bimbingan, tidak mengikat kepada setiap anggota. Fenomena demikian juga menunjukkan bahwa dinamika ijtihad di lingkungan Muhammadiyah tidak didominasi oleh fatwa atau putusan lembaga tarjih tingkat pusat, tetapi ulama-ulama Muhammadiyahdi daerah dan wilayah mempunyai kemerdekaan untuk menentukan pendapat yang didasarkan pada argumentasi atau dalil yang jelas.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
32

Ramadhani, Lulu Firdauz, e Hamidullah Mahmud. "Riba dan Bunga Bank Prespektif Majelis Tarjih Muhammadiyah dan Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama". Buletin Pengabdian Multidisiplin 1, n.º 2 (27 de novembro de 2023): 108–16. http://dx.doi.org/10.62385/budimul.v1i2.61.

Texto completo da fonte
Resumo:
Tujuan – Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kesimpulan atas riba dan bunga bank serta hubungan antara keduanya dengan menggunakan prespektif Majelis tarjih Muhammadiyah dan juga Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama. Metode – Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang dapat diartikan sebagai rangkaian proses menjaring informasi suatu objek dan dihubungkan dengan pemecahan suatu masalah, baik dari sudut pandang teoritis maupun praktis. Hasil – Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Majelis tarjih Muhammadiyah dan Lajnah Bahtsul Masail NU keduanya membedakan antara riba dan bunga bank.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
33

Mutmainah, Nurul Afiyah Hikmatul. "The Majelis Tarjih Muhammadiyah’s Fatwa on the Pregnant Marriage: A Maqāṣid Approach". Ulumuddin Journal of Islamic Legal Studies 1, n.º 1 (17 de julho de 2020): 68. http://dx.doi.org/10.22219/ulumuddin.v1i1.12867.

Texto completo da fonte
Resumo:
This study aims to analyse the Majelis Tarjih Muhammadiyah’s fatwa on the case of pregnant marriage applying the maqāṣid al-sharī’ah approach. There are three rationales why this research is important. First, this issue is considered controversial as opinions regarding the law of pregnant marriage among Islamic scholars are quite diverse. Second, Muhammadiyah as an Islamic organisation in the largest Muslim majority country (Indonesia) has a semi-authoritative body, namely the Majelis Tarjih Muhammadiyah; to provide religious views for its members. Third, this research is important to examine the council’s fatwa whether it is in accordance with maqāṣid al-sharī’ah. Based on the author’s analysis, it has been argued that the Majelis Tarjih Muhammadiyah’s fatwa on the law of pregnant marriage is in accordance with maqāṣid al-sharī’ah. This research also studies various opinions and methods used by Muhammadiyah. Finally, this research concludes that pregnant women should not be married except by men who cause pregnancy or by their ex-husbands.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
34

Fauzi, Niki Alma Febriana, e Ayub Ayub. "Fikih Informasi : Muhammadiyah’s Perspective on Guidance in Using Social Media". Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies 9, n.º 2 (25 de dezembro de 2019): 267–94. http://dx.doi.org/10.18326/ijims.v9i2.267-294.

Texto completo da fonte
Resumo:
This paper examines a recent product of Muhammadiyah’s collective ijtihad, namely Fikih Informasi (fiqh of information). Fikih Informasi is one of the outcomes of the 30th National Meeting of Majelis Tarjih dan Tajdid (Muhammadiyah’s Council of Religious Affairs). Fikih Informasi represents Muhammadiyah’s attempt to provide guidance for its members and the Muslim community at large, on a usage of social media whch is based on Islamic teachings. The term fikih is an Indonesian word adapted from Arabic word fiqh and Majelis Tarjih’s understanding of the term does not entirely resemble the classical concept of fiqh as understood by majority of Muslim jurists. For this reason, in the first instance this article will explore Majelis Tarjih’s conception of the word fikih then will proceed to examine its application in the context of social media usage. During this process, the paper will argue that Majelis Tarjih employs the term fikih in its literal and Qur’anic meaning rather than using it in its technical sense. As a result, instead of merely referring fikih as the body of legal provisions which it represents, Majelis Tarjih presents fikih as a comprehensive guidance tool, consisting of three level of hierarchically structured norms. As a consquence, Fikih Informasi is not only contains “dos and donts” but also the philosophical principles and sets of values to which users of social media should adhere. In these contexts, this paper critically discusses the limitations of Fikih Informasi, both in its framework and as well as in its content.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
35

Syahida, Lubabah Shobrina, Yasinta Dwi Permata Sari e M. Irsyad Bayhaqi. "Hukum Shalat Jumat Secara Daring Pada Masa Pandemi Covid-19 Menurut Prof. Wawan Gunawan Dan Hasil Fatwa Majelis Tarjih Wa Tajdid Muhammadiyah". Komparatif: Jurnal Perbandingan Hukum dan Pemikiran Islam 3, n.º 1 (21 de novembro de 2023): 68–97. http://dx.doi.org/10.15642/komparatif.v3i1.1935.

Texto completo da fonte
Resumo:
Penelitian ini berjudul Studi Komparatif Hukum Shalat Jumat secara Daring pada Masa Pandemi Covid-19 Menurut Prof. Wawan Gunawan dan Hasil Fatwa Majelis Tarjih wa Tajdid Muhammadiyah. Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan Bagaimana analisis pendapat Profesor Wawan Gunawan Abdul Wahid terhadap Hukum pelaksanaan Sholat Jum’at secara online saat pandemi. Bagaimana analisis Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah terhadap Hukum pelaksanaan Sholat Jum’at secara online saat pandemi. Dan Bagaimana analisis komparatif terhadap kehujjahan dalil yang digunakan oleh Profesor Wawan Gunawan Abdul Wahid dengan Fatwa Majelis Tarjih Muhammadiyah. Penelitian ini berjenis penelitian pustaka (library research). Sifat penelitian ini yakni deskriptif analitis dengan menggunakan metode pendekatan komparatif. Sumber data yang digunakan yaitu data primer dan sekunder. Dengan teknik pengolahan data dokumentasi yang kemudian diatur, disunting dan dianalisis induktif. Hasil penelitian mendapatkan dua kesimpulan. Pertama, menurut Wawan pelaksanaan Shalat Jumat pada masa pandemi covid-19 memperbolehkan dengan cara streaming (daring) dengan berlandaskan maqāṣid al-shāri’ah, yaitu ḥifdh al-nafs (menjaga jiwa). Hal ini sebagai upaya menjembatani para pihak yang kurang puas dengan himbauan mengganti Shalat Jumat dengan Shalat Zuhur dan dilaksanakan di rumah. Kedua, menurut MTT Muhammadiyah, tidak diperbolehkan mengadakan sesuatu yang baru dalam cara-cara beribadah, termasuk pelaksanaan sholat jum’at yang dilakukan secara daring. Perbedaan pendapat yang terjadi antara Wawan dengan Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah adalah suatu hal kewajaran. Meskipun Wawan adalah bagian didalamnya sebagai anggota, namun tidak menutup kemungkinan akan ada perbedaan pendapat yang signifikan. Persoalan fiqh yang terjadi juga membutuhkan respon yang cepat dan sesuai dengan fakta yang terjadi dilapangan. Maka dalam merespon masalah-masalah fiqh yang ada, seharusnya Wawan menggunakan dalil-dalil yang sesuai dengan Hukum Islam, bukan menyesuaikan dalil atas fakta namun fakta yang didudukkan sesuai dengan Syariat. Seperti halnya penjelasan yang disampaikan oleh pihak MTT Muhammadiyah.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
36

Wahid, Wawan Gunawan Abd. "Kepemimpinan Perempuan Dalam Kajian Majelis Tarjih Muhammadiyah (Telaah Analisis Gender)". Musãwa Jurnal Studi Gender dan Islam 3, n.º 1 (29 de março de 2004): 93. http://dx.doi.org/10.14421/musawa.2004.31.93-114.

Texto completo da fonte
Resumo:
Within the world of patriarchy, it is very important to examine the issue of the leadership of women. This very issue, which was latent within the Islamic tradition, reappears in line with the emerging awareness on the needs of women to gain wider roles in the public sphere. The issue of women leadership is responded by various individuals and institutions. Amongst the institutions concern with the issue is the Majelis Tarjih and the division of the Development of Islamic Thought of the Muhammadiyah, These institutions pay special attention to the issue of the leadership of women within the areas of mu 'amalah and 'ibadah, One proof of the appreciation of the Majelis Tarjih on this issue is their attempts to examine various religious issues within the frame of gender analysis.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
37

Wijaya, Abdi. "MANHĀJ MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH DALAM TRANSFORMASI HUKUM ISLAM ( FATWA )". Al-Risalah Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum 19, n.º 1 (21 de julho de 2019): 66. http://dx.doi.org/10.24252/al-risalah.v19i1.9688.

Texto completo da fonte
Resumo:
Muhammadiyah dalam mengeluarkan fatwa menggunakan manhaj dan pendekatan yang variatif sesuai dengan substansi masalah yang muncul. Dan tidak dinafikan, Muhammadiyah telah berkontribusi dalam transformasi hukum Islam dalam bentuk fatwa terkait dengan masalah yang ada dalam masyarakat.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
38

Samsuri, Samsuri, e Iffah Nur Hayati. "Kajian Tematis Keputusan-keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah tentang Perempuan". Millah 5, n.º 2 (8 de fevereiro de 2006): 243–60. http://dx.doi.org/10.20885/millah.vol5.iss2.art7.

Texto completo da fonte
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
39

Hidayat, Ilham, Yaswirman Yaswirman e Mardenis Mardenis. "Problems Arising from Talak Divorce Outside the Court". International Journal of Multicultural and Multireligious Understanding 6, n.º 10 (23 de julho de 2019): 138. http://dx.doi.org/10.18415/ijmmu.v6i10.919.

Texto completo da fonte
Resumo:
The birth of the Marriage Law No. 1 of 1974, especially the breakup of marriage has led to the dualism of Islamic law in Indonesia. Regarding Divorce on the one hand, Muslims are taught in Islamic fiqh that Divorce is the right of a husband, where if a wife is mentally ill even without a witness, then the divorce falls, while the marriage law in Indonesia, including the Islamic ummah, is specifically regulated in the Law Compilation Islam, determines that divorce can only be done before a religious court after going through a trial. Moreover, two Islamic organizations in Indonesia, namely Muhammadyah and Nahdlatul Ulama have different opinions. On the one hand, NU in the 28th Congress in Yogyakarta in 1989 gave a legal decision that Divorce was the husband's prerogative which could be dropped anytime and anywhere even without reason. If the husband has dropped divorce outside the Religious Court, then the divorce is valid. While the Majlis Tarjih Muhammadiyah in his fatwa that was tried on Friday, 8 Jumadal Ula 1428 H / 25 May 2007 M gave a ruling that divorce must be carried out through a court examination process, divorce carried out outside the court was declared invalid. The views of NU and Muhammadiyah above reflect a contradiction. Therefore the Indonesian Ulema Council based on the MUI IV 2012 Fatwa gave a fatwa as a middle way to resolve these differences with its fatwa that divorce outside the legal court is valid provided there is a syar'i reason that the truth can be proven in court. Iddah Divorce is calculated since husband drops divorce and for the benefit of benefit and guarantees legal certainty, divorce outside the court must be reported (ikhbar) to the religious court. With the Normative Juridical research method, the author tries to discuss the problem, namely trying to find the problems that arise as a result of these rules and find a way out how the MUI fatwa can be applied. From the results of the study, the authors conclude that the unrecognized Divorce legality outside the court causes legal chaos due to uncertain laws for the Islamic ummah, namely in terms of when the fall of divorce and the end of the iddah period, concerning triple divorce, concerning the validity of the status of children born after the fall Divorce and concerning the validity of the second marriage and the status of the child that was born which could damage the religion and descent of the Islamic ummah in Indonesia. If Marriage is legal according to the religion, then Divorce should also be valid if carried out according to the religious law. Factors that cause divorce outside the court include economic factors, juridical factors, sociological factors and customs factors, regarding the distribution of marital assets due to divorce outside the court, in general, the community resolves issues regarding marital property in a family manner by including local ulama and traditional leaders.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
40

Fikri, Ali. "HUKUM QADA SALAT UNTUK ORANG MENINGGAL (STUDI KOMPARATIF FATWA LAJNAH BAHTSUL MASAIL NAHDLATUL ULAMA DAN MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH)". Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum 7, n.º 1 (1 de junho de 2019): 35. http://dx.doi.org/10.14421/al-mazaahib.v7i1.1878.

Texto completo da fonte
Resumo:
Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah memiliki fatwa yang berbeda terkait dengan qada salat untuk orang meninggal. Menurut fatwa Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama, qada salat untuk orang meninggal itu boleh dikerjakan oleh orang lain, apabila masih ada hubungan famili atau izin famili. Apabila qada itu telah dikerjakan, maka tidak boleh dikerjakan lagi. Lain halnya dengan Majelis Tarjih Muhammadiyah, dalam fatwanya yaitu qada salat untuk orang meninggal tidak dibenarkan untuk dilakukan. Ada beberapa dalil yang digunakan oleh Lajnah Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama dan Majelis Tarjih Muhammadiyah yang masih umum, namun sudah dikhususkan oleh dalil-dalil lainnya. Istinbat hukum dari kedua ormas tersebut hasilnya berbeda, namun sesuai dengan kaidah fiqh yang dikemukakan ulama Hanafiyyah yaitu “mengamalkan kedua dalil itu lebih baik dari pada meninggalkan salah satu diantaranya”. Dengan demikian, dalil dari Istinbat hukum oleh kedua ormas tersebut hasilnya boleh diamalkan.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
41

Mursalin, Supardi. "AKOMODASI BUDAYA LOKAL DALAM PUTUSAN TARJIH MUHAMMADIYAH". Jurnal Ilmiah Mizani: Wacana Hukum, Ekonomi Dan Keagamaan 5, n.º 2 (1 de outubro de 2019): 159. http://dx.doi.org/10.29300/mzn.v5i2.1444.

Texto completo da fonte
Resumo:
The cultural appreciation in Muhammadiyah seemed to be unfavorable. Muhammadiyah residents are considered to have anti-cultural tendencies, and in reality Muhammadiyah is known as a missionary movement that is very anti against popular religious cultures such as tahlilan, yasinan, and istighasah. This impression is not entirely true, because one of the institutions in Muhammadiyah, Majelis Tarjih and Tajdid, discussed religious issues that emerged in the community to find solutions, solutions or answers. The issue of the Veil in the Tarjih Muhammadiyah Decision has somewhat revealed a desire to accommodate local culture with the verdict applied. This accommodation, textually the verdict is considered still shy, but in the field in general it has adjusted to the local culture or even with the progress of civilization.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
42

Solikin, Asep. "Internalisasi Pemahaman Beragama Melalui Kitab Himpunan Putusan Tarjih pada Jamaah Masjid Mujahidin". Bijaksana: Jurnal Pengabdian Masyarakat 2, n.º 1 (26 de junho de 2024): 1–5. http://dx.doi.org/10.33084/bijaksana.v2i1.6446.

Texto completo da fonte
Resumo:
Kegiatan yang diselenggarakan dalam Pengabdian Masyarakat Program Kemitraan Masyarakat Stimulus (PKMS) ditujukan untuk Jamaah Masjid Mujahidin. ”Internalisasi Pemahaman Beragama Melalui Kitab Himpunan Putusan Tarjih Pada Jamaah Masjid Mujahidin, sebagai solusi permasalahan yang dihadapi jamaah yang sedang mencari panduan yang menyatukan segala perbedaan paham dan praktek amal ibadah. Himpunan Putusan Tarjih merupakan produk intelektual tertinggi Majelis Tarjih Muhammadiyah yang sifatnya resmi dan mengikat bagi internal (tidak dipaksakan ke luar organisasi). Disusul produk di bawah Putusan berupa Fatwa dan Wacana. HPT yang terdiri dari bilah Bahasa Arab dan Bahasa Indonesia ini memuat Kitab Iman, Thaharah, Shalat, Shalat Jama’ah dan Jum’ah, Kitab Zakat, Shiyam, Haji, Jenazah, Waqaf, Masalah Lima, Kitab Beberapa Masalah (hukum tentang mengimani Nabi setelah Muhammad, gambar, aurat, wanita tanpa mahram, hisab, bank Muhammadiyah, dan seterusnya
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
43

Maesyaroh, Maesyaroh, e Erni Zuhriyati. "PENEGUHAN IDIOLOGI MELALUI PELATIHAN HISAB SEBAGAI METODE PENENTUAN IBADAH UMAT ISLAM". Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat MEMBANGUN NEGERI 6, n.º 2 (29 de outubro de 2022): 35–46. http://dx.doi.org/10.35326/pkm.v6i2.2635.

Texto completo da fonte
Resumo:
Aisiyah merupakan gerakan ortom Muhammadiyah, gerakan Islam, gerakan dakwah dan tadjdid untuk terwujudnya ajaran Islam yang sebenar-benarnya didasarkan pada Al-qur’an dan As-sunnah. Sebagai gerakan tajdid Aisiyah maupun Muhammadiyah dikenal sebagai ahli hisab khususnya dalam penentuan awal bulan Kamariah. Meski demikian tiap awal Ramdhan majelis tarjih Tajdid Pimpimanan Majelis Tarjih Tajdid Pimpinan Muhammadiyah untuk penguatan idiologinya selalu melakukan sosialiasi ke daerah-daerah, nampaknya pemahaman hisab belum semua tersentuh hingga grossroad. Tidak hanya pemahaman mereka tentang hisab, kader ahli hisab dari kalangan Aisiyah juga jarang. Untuk menjawab permasalahan mitra tersebut, maka pengabdian ini bertujuan memberikan penguatan hisab sebagai idiologi Muhammadiyah serta pelatihan hisab awal bulan. Pelatihan ini diikuti oleh pimpinan cabang Aisiyah dan pimpinan daerah Aisiyah sebanyak 18 orang. Metode yang dilakukan yaitu refreshing peneguhan idiologi dalam aspek hisab Muhammadiyah dan praktek menghitung awal bulan dengan menggunakan scientific Kalkulator FX Casio MS. Hasil pelatihan menunjukkan pra pelatihan pemahaman peserta hampir 80 persen cukup, namun setelah diadakan pelatihan dan pemahaman terkait hisab Muhammadiyah meninggkat menjadi lebih baik.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
44

Haq, Muh Al-Fatih Izzul, Nazhif Ali Murtadho, Piston Yunan Setyo e Sivana Amanda Diamita Syndo. "Praktik Ajaran Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah". Ma’mal: Jurnal Laboratorium Syariah dan Hukum 2, n.º 1 (2 de fevereiro de 2021): 89–107. http://dx.doi.org/10.15642/mal.v2i1.83.

Texto completo da fonte
Resumo:
Abstract: Islamic organizations become a forum for channeling aspirations in society. In its development in Indonesia, two Islamic organizations are mostly followed by the community, namely Nahdlatul Ulama (NU) and Muhammadiyah. In the practice of the teachings of the two Islamic organizations which are both based on ahlus sunah wal jamaah, there are slight differences. This writing was made to know the history of the development of the Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah organizations, the typical teaching practices of Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah, the background and concept of Bahsul Masail Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah Tarjih Council. By using the scientific method (based on facts, analysis results, and existing theories) it can be concluded that: First, Nahdlatul Ulama and Muhammadiyah are organizations based on the concept of ahlus sunah wal jamaah which were formed during the national movement as a forum for people's aspirations. Second, in practice, NU teachings also follow the opinion of a mazhab ulama, whereas Muhammadiyah only adheres to the Koran and hadith. Third, Bahsul Masail is a form of NU's distinctive scientific tradition which discusses problems in society from the perspective of the pesantren. Fourth, the Tarjih Council is an institution under the auspices of Muhammadiyah that deals with khilafiyah issues and also issues for which there are no legal provisions that regulate in the Koran and Sunnah. Keywords: Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Bahsul Masail, Tarjih Council. Abstrak: Organisasi Islam menjadi suatu wadah dalam penyaluran aspirasi yang ada di masyarakat. Dalam perkembangannya di Indonesia terdapat dua organisasi Islam yang mayoritas diikuti oleh masyarakat, yakni Nahdlatul ulama (NU) dan Muhammadiyah. Dalam praktik ajaran dua organisasi Islam yang sama-sama berlandaskan pada ahlus sunah wal jamaah ini terdapat sedikit perbedaan. Penulisan ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui sejarah perkembangan organisasi Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, praktik ajaran Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, belakang dan konsep Bahsul Masail Nahdlatul Ulama, dan Majelis Tarjih Muhammadiyah. Dengan menggunakan metode ilmiah (berdasarkan fakta, hasil analisis, serta teori yang ada) dapat disimpulkan bahwasanya: Pertama, Nahdlatul ulama dan Muhammadiyah merupakan organisasi berasaskan paham ahlus sunah wal jamaah yang dibentuk dalam masa pergerakan nasional sebagai wadah aspirasi rakyat. Kedua, Dalam praktik ajaran NU juga mengikuti pendapat suatu ulama madhzab sedangkan Muhammadiyah hanya berpegang pada al-Qur'an dan hadis. Ketiga, Bahsul Masail merupakan suatu bentuk tradisi keilmuan khas NU yang di dalamnya membahas permasalahan-permasalahan di masyarakat dalam perspektif pesantren. Keempat, Majelis Tarjih merupakan suatu lembaga di bawah naungan Muhammadiyah yang menangani persoalan khilafiyah dan juga masalah yang belum ada ketentuan hukum yang mengatur di dalam al-Qur'an dan Sunnah. Kata kunci: Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Bahsul Masail, Majelis Tarjih.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
45

Aswar, Aswar, e Nashruddin Nashruddin. "RAMBU-RAMBU BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM (PERSPEKTIF MAJELIS TARJIH MUHAMMADIYAH)". Scientia: Jurnal Hasil Penelitian 5, n.º 2 (25 de dezembro de 2020): 45–55. http://dx.doi.org/10.32923/sci.v5i2.1391.

Texto completo da fonte
Resumo:
Sepak terjang gerakan Muhammadiyah di Indonesia telah berlangsung sebelum masa kemerdekaan bangsa Indonesia. Hingga hari ini telah berkontribusi banyak dalam memajukan bangsa ini dengan dakwah di berbagai lini kehidupan, salah satunya di bidang pendidikan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dan mendeskripsikan rambu-rambu bimbingan dan konseling Islami dalam buku Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan tipe riset analisis hermeneutika bersusun dan teknik triangulasi sumber data, metode dan peer review. Hasil penelitian ditemukan sejumlah rambu-rambu dalam penyelengaraan bimbingan dan konseling Islami di antaranya: berawal dari wold view konselor muslim; grooming konselor muslim; dan rambu-rambu layanan bimbingan dan konseling Islami. Wold view konselor muslim ditemukan pada kitab masalah lima yang menyoal tentang agama, dunia, sabilillah, ibadah, dan qiyas. Grooming konselor muslim ditemukan batasan pada berpakaian, batasan aurat dan larangan memakai cincin emas. Adapun rambu-rambu layanan bimbingan dan konseling Islami perlu memperhatikan batasan pemajangan gambar dalam ruang BK, penggunaan musik, tidak berkhalwat dengan lawan jenis, penggunaan hijab, hingga batasan penerapan teknik sandiwara (sosio-psiko drama) dalam layanan BK.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
46

ZTF, Pradana Boy. "Jalan Moderasi Pemikiran Hukum Islam Muhammadiyah (Analisis atas “Risalah Akhlak Islami Filosofis” Majelis Tarjih)". MAARIF 16, n.º 1 (31 de agosto de 2021): 42–59. http://dx.doi.org/10.47651/mrf.v16i1.133.

Texto completo da fonte
Resumo:
Moderasi keagamaan merupakan sebuah wacana dan gerakan baru dalam konteks keberagamaan di Indonesia. Tidak semua pihak menyambut gerakan ini dengan positif. Muhammadiyah merupakan gerakan Islam yang merespon positif gerakan ini. Artikel ini hendak menunjukkan bahwa Muhammadiyah merupakan gerakan Islam moderat dalam hal sistem pemikiran dan gerakannya. Untuk membuktikan hal tersebut, artikel ini menganalisis salah satu produk pemikiran Majelis Tarjih yang dikeluarkan pada Musyawarah Nasional Tarjih tahun 2020. Produk pemikiran itu bernama “Risalah Akhlak Islam Filosofis.” Dengan menggunakan kerangka teori moderasi, analisis atas dokumen tersebut menunjukkan bahwa Muhammadiyah melakukan moderasi dalam dua konteks, yaitu tataran teoretis dan praktis.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
47

Ichsan, Yazida, Unik Hanifah Salsabila e Difa'ul Husna. "TRANFORMASI DAN AKTUALISASI MAJELIS TARJIH DALAM PENDIDIKAN ISLAM DI SEKOLAH MUHAMMADIYAH". Muaddib : Studi Kependidikan dan Keislaman 12, n.º 1 (10 de junho de 2022): 38–61. http://dx.doi.org/10.24269/muaddib.v12i1.3830.

Texto completo da fonte
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
48

Ni'mah, Siar, Amir Hamzah, Hawirah Hawirah, Umar Umar e Saifuddin Amin. "THE URBAN MUSLIM THOUGHT IN THE AGE OF INFORMATION: THE MUHAMMADIYAH’S DIGITAL QUR’ANIC INTERPRETATION". Akademika : Jurnal Pemikiran Islam 27, n.º 2 (6 de dezembro de 2022): 205. http://dx.doi.org/10.32332/akademika.v27i2.5296.

Texto completo da fonte
Resumo:
The advances in information technology change human movement in all aspects, especially urban Muslim communities. The urban Muslim communities such as the Muhammadiyah respond to the technological movements by doing the digital interpretation. This research analyzes the interpretation of the Muhammadiyah which focuses on Tafsir at-Tanwir through the Tarjih Channel of Majelis Tarjih and Tajdid PP. Muhammadiyah. The research addresses two points, namely: the method and the character of digital interpretation by Muhammadiyah presented in Tarjih Channel YouTube. This research uses the descriptive analytical Qualitative in analysing the data. The Data were collected by data condensation, reduction, presentation, and data conclusion. The results of the research show that: 1) a new form or a new media of interaction with the Qur’an in digital era, 2) the tahlily and the maudhu’i methods which are contained in presenting Tafsir at-Tanwir, and 3) the Tafsir at-Tanwir takes part in the development of contemporary interpretations, especially in the dissemination of interpretations digitally. in addition, another contribution is Muslims are now closer and easier in accessing in Qur’anic interpretation than before. These findings indicate that the urban Muslims, especially the Muhammadiyah, contribute to da'wah through the interpretation of Qur'anic verses in digital media on the tarjih channel.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
49

Fanani, Ahwan. "Moderasi Pemikiran Fikih Hubungan Antarumat Beragama di Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah". SHAHIH : Journal of Islamicate Multidisciplinary 2, n.º 1 (21 de junho de 2017): 53. http://dx.doi.org/10.22515/shahih.v2i1.705.

Texto completo da fonte
Resumo:
Muhammadiyah is credited as moderate islamic organization due to its long and familiar encounter with national and social issues in Indonesia. The question on how Muhammadiyah position on the issues of religious relationship and on how Muhammadiyah formulates its view on the issue lead to the question on religious opinion produced by official body of Muhammadiyah that is in charge to give answer. The formulation of Muhammadiyah’s stance related to the relationship between moslems and nonmoslems is under authority of Majelis Tarjih and Tajdid (MTT), formal board in Muhammadiyah issuing fatwas or religious opinions related to religious and social problems faced by Muhammadiyah’s members. From this board’s decisions, the official stance of Muhammadiyah can be analyzed using the spectacle of moderatism. Muhammadyah has two different stances in dealing with religious issues. It has clear and relatively strict position on akida (belief) and ibada (ritual) but it has loose and open position in muamala (daily relationship) to other people. However, Muhammadiyah develops broader approach in understanding Islamic text and accepting more diverse legal sources, such as sadd dzariah and maslahah. In sum, the stance of Muhammadiyah to the relationship between moslems with other religious people will be influenced by the division between akida-ibada and muamalah aspects, which it will be more flexible to the later. This divison enables it to develop more moderat view or legal opinion related to the relationship between moslems and other religious people.
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
50

Kamto, Kamto. "Bunga Bank Perspektif DSN-MUI dan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah". Kosmik Hukum 22, n.º 3 (29 de setembro de 2022): 221. http://dx.doi.org/10.30595/kosmikhukum.v22i3.15648.

Texto completo da fonte
Resumo:
The prohibition of bank interest has been widely discussed in recent times and is also the conclusion of various conferences, scientific seminars, and decisions in several fields, including research institutes in various parts of the Islamic and non-Islamic world. With this prohibition, Allah certainly prepares other things in the form of halal as a replacement. So it is certain that behind the prohibition there are other things that are given by Allah as substitutes that are lawful and good. This is a general rule without exceptions. This study aims to find out what bank interest is and what the law is from the perspective of MUI fatwa and Muhammadiyah fatwa. This type of research is library research with a normative approach and is supported by primary and secondary data in its review. This research provides an answer that in the MUI fatwa what is called bank interest is money interest, so any form in the name of interest whether carried out by institutions, banks, insurance, capital markets, pawnshops, cooperatives or other institutions and or carried out by individuals is called usury and the law is unclean. According to the Muhammadiyah fatwa, what is called riba means addition to the principal capital lent and this addition is binding and agreed upon. However, when what happens is not binding and is not agreed upon, it is not called usury. Unfortunately, the Muhammadiyah Fatwa does not explicitly mention the law of usury, but only recommends dealing with sharia principles. Keywords: Media, in Sharia Banking Disputes, in the Religious Courts
Estilos ABNT, Harvard, Vancouver, APA, etc.
Oferecemos descontos em todos os planos premium para autores cujas obras estão incluídas em seleções literárias temáticas. Contate-nos para obter um código promocional único!

Vá para a bibliografia