Artykuły w czasopismach na temat „Kulintang”

Kliknij ten link, aby zobaczyć inne rodzaje publikacji na ten temat: Kulintang.

Utwórz poprawne odniesienie w stylach APA, MLA, Chicago, Harvard i wielu innych

Wybierz rodzaj źródła:

Sprawdź 26 najlepszych artykułów w czasopismach naukowych na temat „Kulintang”.

Przycisk „Dodaj do bibliografii” jest dostępny obok każdej pracy w bibliografii. Użyj go – a my automatycznie utworzymy odniesienie bibliograficzne do wybranej pracy w stylu cytowania, którego potrzebujesz: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver itp.

Możesz również pobrać pełny tekst publikacji naukowej w formacie „.pdf” i przeczytać adnotację do pracy online, jeśli odpowiednie parametry są dostępne w metadanych.

Przeglądaj artykuły w czasopismach z różnych dziedzin i twórz odpowiednie bibliografie.

1

Firmansyah, Dedy, i Awang Kautzar. "KONSEP MAT DALAM MUSIK KULINTANG TARI MILUR". Tonika: Jurnal Penelitian dan Pengkajian Seni 2, nr 2 (9.12.2019): 1–10. http://dx.doi.org/10.37368/tonika.v2i2.111.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
The function of kulintang music for the Komering tribe is as a supporting means to carry out the entire process of customary marriage of the Komering tribe. One of the marriage process in it there is a procession using milur dance accompanied by kulintang music. The concept of mat is a distinctive character as well as a guideline in the kulintang music game, so the writer is interested in studying the concept of mat in the komering kulintang music, especially in accompanying the milur dance. This study also analyzes the shape and structure of the kulintang music mat concept in the stages of the Komering marriage, especially in accompanying the milur dance. The analysis includes musical elements contained in the form and structure of the musical presentation such as phrases, figures and motifs. This study uses qualitative methods and data collection is done by observation, interviews, study of written data and documents. The results of this study conclude that the concept of mat in kulintang music to accompany the milur dance is a guideline for coordinating musical games so that each player can play his musical instruments correctly and appropriately. Whereas the form of kulintang music in accompanying the milur dance always begins with the concept of mat in each of its performances.
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
2

Rumengan, Perry, RA Dinar Sri Hartati, Roy G. A. Massie, Felly Philipus Senewe i Reiner Emyot Ointoe. "Minahasa Kulintang Music (Musicological and Ethnomusicological Studies on Birth History)". International Journal of Religion 5, nr 10 (8.07.2024): 3275–81. http://dx.doi.org/10.61707/28rb4h15.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
This article describes the birth history of the Kulintang music genre or the Minahasa Wooden Kulintang Music Ensemble. Through the qualitative research method, using a multidisciplinary approach with musicology and ethnomusicology as an umbrella approach, it was found that the Wooden Kulintang Music Ensemble was born in Tumantangtang village of Tomohon Minahasa, made by Lodewijk Supit Kaligis in 1947. The entertainment needs of refugees drove the birth of this music genre during turbulent times in Japan. Kulintang Minahasa was a new music genre due to the transmutation of the Portuguese Keroncong music genre.
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
3

Scholz, Scott. "The Supportive Instruments of the Magindanaon Kulintang Ensemble". Asian Music 27, nr 2 (1996): 33. http://dx.doi.org/10.2307/834487.

Pełny tekst źródła
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
4

Posner, Karen L. "A Preliminary Analysis of Style in Maguindanoan Kulintang Music". Asian Music 27, nr 2 (1996): 19. http://dx.doi.org/10.2307/834486.

Pełny tekst źródła
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
5

Pebriyanti, Indah. "Makna Tari Sada-Sabai Dalam Upacara Pernikahan Masyarakat Komering Martapura, OKU Timur". Tanjak: Sejarah dan Peradaban Islam 2, nr 1 (28.01.2022): 46–54. http://dx.doi.org/10.19109/tanjak.v2i1.11976.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
Indonesia merupakan salah satu Negara dengan banyak ragam budaya maupun adat istiadat didalamnya. Salah satunya, Tari Sada Sabay yang merupakan salah satu tarian khas Suku Komering yang ada di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur, Sumatera Selatan. Tarian ini dilaksanakan ketika upacara pernikahan berlangsung, tarian ini tidak hanya dilakukan ketika sesama suku Komering yang menikah. Tari Sada Sabay tetap dilaksanakan dalam tiga kondisi pernikahan yakni perempuan suku Komering dengan laki-laki suku Komering, perempuan suku Komering dengan laki-laki bukan suku Komering, dan perempuan bukan suku Komering dengan laki-laki suku Komering. Tari Sada Sabay ini dilakukan pada saat acara inti dari upacara pernikahan berlangsung, tari ini dilakukan oleh kedua orang tua mempelai pengantin dan posisi pengantin dibelakang mertua masing-masing dengan posisi mengipas ke arah mertua mereka. Tari Sada Sabay ini dimaknai sebagai tari kekelurgaan, tari kebahagiaan, serta wujud rasa syukur telah mendapatkan keluarga baru dari pernikahan anak-anak mereka. Diketahui tarian ini telah dilaksanakan sejak zaman nenek moyang suku Komering terdahulu, hanya saja mengalami perubahan pada musik pengiringnya. Dahulu musik pengiring dari tarian ini masih berupa alat musik tradisional yang bernama Kulintang, seiring perkembangan zaman tari Sada Sabay ini dilakukan dengan iringan musik orgen tunggal tetapi masih ada dibeberapa tempat yang melaksanakan tari Sada Sabay ini dengan iringan musik tradisional Kulintang.
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
6

Kalanduyan, Danongan S. "Magindanaon Kulintang Music: Instruments, Repertoire, Performance Contexts, and Social Functions". Asian Music 27, nr 2 (1996): 3. http://dx.doi.org/10.2307/834485.

Pełny tekst źródła
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
7

Santaella, Mayco A. "Kulintang Kultura: Danongan Kalanduyan and Gong Music of the Philippine Diaspora". Ethnomusicology 66, nr 3 (1.10.2022): 542–45. http://dx.doi.org/10.5406/21567417.66.3.16.

Pełny tekst źródła
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
8

Terada, Yoshitaka. "Variational and Improvisational Techniques of Gandingan Playing in the Magindanaon Kulintang Ensemble". Asian Music 27, nr 2 (1996): 53. http://dx.doi.org/10.2307/834488.

Pełny tekst źródła
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
9

Hariandi, Ahmad, Chika Orsalia Yovita Sari, Denisya Zahara, Hasta Purwindah Hapsari i Lailatul Badriatul Mubarokah. "Nilai-Nilai Moral Terkandung dalam Tradisi Arakan Sahur di Kabupaten Tanjung Jabung Barat". Jurnal Ilmiah Religiosity Entity Humanity (JIREH) 5, nr 1 (30.06.2023): 83–96. http://dx.doi.org/10.37364/jireh.v5i1.133.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
The people of Kuala Tungkal are characterized by this culture in their own unique way. The Arakan Sahur tradition is one that originates from Kuala Tungkal. In this tradition, members of the public play Malay musical instruments such as drums, kulintang, tambourines and bells to prepare food for the procession, which have been passed down from generation to generation. Today, this tradition is part of the annual calendar of West Tanjung Jabung Regency. As a result, researchers are interested in lifting this tradition to investigate its moral principles. An emic approach to qualitative research is used in this study. The findings of this study indicate that the Arakan Sahur tradition which has existed since the time of our ancestors and is still practiced today contains moral principles. Religious Values, Social Values, Cultural Values, Educational Values, and Cultural Values are the four moral values. This tradition must be protected and strengthened by continuing to carry out the Sahur Arakan tradition consistently during the holy month of Ramadan as a sign of Kuala Tungkal City residents and a form of appreciation for being given the opportunity to feel the atmosphere of Kuala Tungkal City. this fasting month. Masyarakat Kuala Tungkal dicirikan oleh budaya ini dengan caranya sendiri yang unik. Tradisi Sahur Arakan adalah salah satu yang berasal dari Kuala Tungkal. Dalam tradisi ini, anggota masyarakat memainkan alat musik Melayu seperti gendang, kulintang, rebana, dan genta untuk menyiapkan makanan arakan telah diwariskan secara turun-temurun. Hari ini, tradisi ini menjadi bagian dari kalender tahunan Kabupaten Tanjung Jabung Barat. Akibatnya, para peneliti tertarik untuk mengangkat tradisi ini untuk menyelidiki prinsip-prinsip moralnya. Pendekatan emic untuk penelitian kualitatif digunakan dalam penelitian ini. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa tradisi Sahur Arakan yang telah ada sejak zaman nenek moyang dan masih dipraktikkan hingga saat ini mengandung prinsip-prinsip moral. Nilai Religius, Nilai Sosial, Nilai Budaya, Nilai Pendidikan, dan Nilai Budaya adalah empat nilai moral. Tradisi ini harus dilindungi dan dikukuhkan dengan terus melaksanakan tradisi Sahur Arakan secara konsisten selama bulan suci Ramadhan sebagai tanda warga Kota Kuala Tungkal dan bentuk penghargaan karena masih diberi kesempatan untuk merasakan suasana Kota Kuala Tungkal. bulan puasa ini.
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
10

Kaunang, Meyny S. C. "Penerapan Manajemen Pembelajaran Seni Musik pada Masa Pandemi (Studi Kasus di SMA-Manado Independent School (MIS) Manado)". Syntax Literate ; Jurnal Ilmiah Indonesia 6, nr 5 (21.05.2021): 2358. http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v6i5.2729.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keunggulan dalam pengelolaan Pembelajaran Seni Musik (Manajemen). Adapun manajemen pembelajarannya dilihat pada Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan dan Pengendalian. Penelitian ini Menggunakan Pendekatan Deskriptif Kualitatif, dengan Tekhnik pengumpulan data Observasi, Wawancara dan Studi Dokumentasi, semua dilakukan di lingkungan SMA-MIS (Manado Independen School) Manado. Penelitian ini dilaksanakan di SMA-MIS (Manado Independen School), SMA-MIS yang merupakan satu-satunya sekolah yang memiliki keunggulan dibidang pembelajaran seni musik yang terdiri dari piano, vokal choir, alat tiup, band, drum, dan musik daerah kulintang. Pada masa Pandemi ini tidak ada perubahan baik kualitas maupun prestasi yang masih tetap unggul dari sekolah lainnya. Penekanan penelitian ini difokuskan pada penggunaan Ilmu Manajemen Analisis Pembelajaran Seni Musik pada masa Pandemi Covid 19 saat ini. Penelitian ini menggambarkan pelaksanaan dan pengelolaan manajemen pembelajaran Seni Musik dimasa Pandemi Covid 19 yang mendukung Proses Perencanaan, Pengorganisasian, Pengarahan dan Pengendalian Seni di SMA.
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
11

Destrianti, Sindi. "Etnomatematika dalam Seni Tari Kejei Sebagai Kebudayaan Rejang Lebong". Jurnal Equation: Teori dan Penelitian Pendidikan Matematika 2, nr 2 (24.09.2019): 116. http://dx.doi.org/10.29300/equation.v2i2.2316.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
Matematika adalah salah satu bentuk budaya, yang sesungguhnya telah terintegrasi pada setiap unsur kehidupan masyarakat. Budaya yang pada hakekatnya merupakan hasil pikiran dan karya manusia, mempengaruhi perilaku individu dalam memahami perkembangan pendidikan termasuk pembelajaran matematika. Salah satu budaya khas Kabupaten Rejang Lebong yang masih dilestarikan sampai saat ini adalah Tari Kejei. Tari Kejei merupakan tarian sakral dengan gerakan sederhana dan berbeda dengan gerakan pada umumnya, serta diiringi oleh alat musik khas Rejang Lebong yang memiliki alunan berulang. Penelitian ini bertujuan untuk 1) mengetahui hubungan antara alat musik pengiring dengan konsep matematika, dan 2) mengetahui hubungan gerakan Tari Kejei dengan konsep matematika. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif fenomenologi. Sumber data dari penelitian ini adalah Tari Kejei itu sendiri dan beberapa narasumber yaitu Ketua Adat, Pelatih Tari, dan Penari. Pengumpulan data dilakukan melalui metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Data tersebut dianalisis mulai dari tahap reduksi data, penyajian data, dan penyimpulan data atau verifikasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1) hubungan antara alat musik pengiring Tari Kejei dengan konsep matematika adalah bentuk alat musik berupa gong, kulintang, dan redap yang memenuhi konsep bangun ruang yaitu tabung. 2) hubungan antara gerakan Tari Kejei dengan konsep matematika diantaranya adalah konsep geometri seperti kesejajaran, garis lurus, rotasi, dilatasi, segitiga, segiempat, dan konsep pola hitungan.
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
12

Faturohim, Ikhsan, Triyanto Triyanto i Joko Daryanto. "Character Education Based on Javanese Culture in Surakarta Palace at Kasatriyan Elementary School, Surakarta". Social, Humanities, and Educational Studies (SHES): Conference Series 7, nr 1 (7.02.2024): 140. http://dx.doi.org/10.20961/shes.v7i1.84302.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
<p><em>The research aims to describe the management of character education based on Javanese culture of Surakarta Kasunanan Palace in Kasatriyan Surakarta Elementary School, with a descriptive qualitative research type, in the form of a single case study strategy. Data collection techniques used participatory observation, in-depth interviews, documentation, and field notes. The results of the study concluded that the management of Javanese culture-based character education of Surakarta Palace in the form and implementation of the program. In terms of program form based on: The vision, mission and goals of the school, that the school implements Javanese culture-based education. Through its vision, SD Kasatriyan Surakarta wants to produce students who are knowledgeable, faithful, devoted to God Almighty and have noble character. Through its objectives, it wants to preserve regional culture through Local Content of Regional Language and it is expected that 75% of students are able to speak Javanese properly and correctly. In the school's mission, which is to promote education and establish partnerships with related agencies in order to prepare quality resources for common welfare. The teaching program through character education integrates Javanese culture, such as intracurricular programs. Extracurricular programs: karawitan, dranband and kulintang. Habituation teaching programs, such as: neatness of dress, good manners, shaking hands, speaking Javanese to communicate, especially during Javanese language lessons.</em></p>
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
13

Traspe, Arlyn Carbon. "DEFINING PAG-IPAT: A MULTIMODAL SEMIOTIC ANALYSIS OF MAGUINDANAON’S HEALING RITUAL". International Journal of Asia Pacific Studies 20, nr 1 (31.01.2024): 77–97. http://dx.doi.org/10.21315/ijaps2024.20.1.4.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
Pag-ipat (ritual against disease) is a traditional healing ritual of the Maguindanaon people in the southern Philippines. Devoid of Islamic components, it is based on numerous ideas such as possession, invisible spirits, mythological history, and the offering of sacrifice. This study explores the signs and symbols incorporated in pagipat. Through a multimodal semiotic analysis, specifically ethnographic observation, this research determines the meanings conveyed by the semiotic resources used, expounds on how semiotic resources are orchestrated to communicate meaning, and rationalises the ideology expressed in the ritual performance. Findings reveal that the resources utilised in the performance of pag-ipat communicate gratitude and love, recognition, honour, appreciation, journey, generosity, kindness, recognition of their ancestor, invitation to the neighbours and the community, healing, enlightenment, freedom from darkness, identity marker, greediness, and life. Through the manner of installing the pandala (flags), the presence of the sambulayang (set of flags), the quantity of food, the quality of the cloth, the number of days spent in the ritual, the design of the food and clothing material, the dance movement of the medium, and the kulintang music produced by the performers, the healing rite manifests social standing and artistic skill of the performers. The practise of pag-ipat tells us that regardless of Maguindanaon’s observance of Islam as official religion, some believe in the existence of ancestral spirits, mythological entities, and spirit animals which has a significant impact on their beliefs and behaviour. Thus, ritual elements increase signification and meaning-making potentials in the discourse environment because of their iconicity, indexicality, and meaning-making potentiality.
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
14

Talusan, Mary. "Kulintang: Gong Music from Mindanao in the Southern Philippines (2011, 23 minutes) and Maranao Culture at Home and in the Diaspora (2012, 33 minutes)". Asian Music 48, nr 1 (2017): 135–39. http://dx.doi.org/10.1353/amu.2017.0011.

Pełny tekst źródła
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
15

Pala, Fransiskus Xaverius, Sena Radya Iswara Samino i Florentianus Dopo. "KAJIAN ORGANOLOGI ALAT MUSIK GAA LI DI SANGGAR MURI MASA KECAMATAN AIMERE KABUPATEN NGADA". Jurnal Citra Pendidikan 2, nr 2 (30.04.2022): 421–35. http://dx.doi.org/10.38048/jcp.v2i2.411.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan data yang jelas, akurat dan faktual mengenai latar belakang terciptanya alat musik Gaa Li di Sanggar Muri Masa Kecamatan Aimere Kabupaten Ngada. Penelitian ini juga bertujuan untuk memberikan informasi seputar ukuran, alat dan bahan yang digunakan, serta proses atau tahapan dalam pembuatannya. Karena alat musik Gaa Li ini belum banyak diketahui oleh masyarakat. Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu medeskripsikan mengenai latar belakang terciptanya alat musik Gaa Li diantaranya mengenai sejarah dari alat musik Gaa Li, lokasi penelitian, alat-alat serta bahan yang diperlukan dalam membuat alat musik Gaa Li, proses pengolahan bahan serta proses perakitan hingga proses terahir atau finishing. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini adalah metode observasi, metode wawancara, metode dokumentasi dalam hal ini melibatkan Bapak Klemens Wewe sebagai narasumber utama dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukan Alat musik ini dibuat menyerupai alat musik kolintang, hanya yang menjdi perbedaannya adalah alat musik kulintang terbuat dari kayu dan mempunyai ruang resonansi yang cukup besar dan panjang dan mempunyai nada dengan oktaf yang lebih banyak. Sedangkan alat musik Gaa Li memiliki enam bentuk fisik yang sama namun memiliki ukuran dan karakter bunyi yang berbeda ketika dimainkan. Semua nada yang dihasilkan dalam ke enam Gaa Li dalam tonalitas do=F, karena lagu-lagu daerah yang ada di Kabupaten Ngada kebanyakan menggunakan tonalitas do= F. Ide pembuatan alat musik ini muncul pada tahun 2010 dan mulai diperkenalkan pada tahun 2012. Bahan utama pembuatan alat musik ini adalah bheto (bambu petung) yang tersebar cukup banyak di wilayah Kabupaten Ngada. Walaupun dikatakan baru, alat musik Gaa Li ini sudah sering digunakan dalam acara-acara kepemerintahan dan acara-acara kesenian lainnya yang ada di kabupaten Ngada. Tercatat sudah 23 melakukan pertunjukan di Daerah Kabupaten Ngada dan Kabupaten Nagekeo.
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
16

Sarah Rahmawani i Susmiarti. "Bentuk Penyajian Tari Kejai Nyambei Pada Pesta Pernikahan Di Kelurahan Kampung Jawa Kecamatan Lebong Utara Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu". Avant-garde: Jurnal Ilmiah Pendidikan Seni Pertunjukan 1, nr 3 (10.10.2023): 355–63. http://dx.doi.org/10.24036/ag.v1i3.57.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan mendeskripsikan bagaimana Bentuk Penyajian Tari Kejai Nyambei Pada Pesta Pernikahan di Kelurahan Kampung Jawa Kecamatan Lebong Utara Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu. Jenis penelitian yaitu penelitian kualitatif menggunakan metode deskriptif. Instrumen yang digunakan adalah peneliti sendiri di bantu oleh instrumen pendukung seperti alat tulis, kamera, handphone, flashdisk. Jenis data menggunakan data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka, observasi, wawancara, dan dokumentasi. Langkah-langkah dalam menganalisis data adalah pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tari Kejai Nyambei dalam acara pesta pernikahan pada tanggal 06 Mei 2023 pukul 10:30 WIB di Kelurahan Kampung Jawa Kecamatan Lebong Utara Kabupaten Lebong Provinsi Bengkulu merupakan tarian adat yang sakral dengan bentuk penyajian non representasional dipercaya tari ini digunakan sebagai ritual untuk keselamatan pengantin dalam menjalankan rumah tangga. Unsur-unsur bentuk penyajian Tari Kejai Nyambei yaitu: (1) Terdiri dari gerak sambah sambei awal, gerak memulai menari, gerak siap berkenalan, gerak memberi dan menerima, gerak patah dayung, gerak melingkar, gerak sambah sambei akhir, gerak penutup, (2) Pola lantai menggunakan pola lantai dua garis lurus horizontal dengan beberapa arah hadap yang berbeda, (3) Musik tari ini menggunakan tiga alat musik tradisional yaitu kulintang, redap, dan gong, (4) Rias penari perempuan menggunakan rias cantik dan penari laki-laki tidak menggunakan riasan apapun, (5) Kostum yang di gunakan oleh penari laki-laki menggunakan baju teluk belango hitam, celana dasar hitam, culau, bros bunga, tapis, selendang songket. Penari perempuan menggunakan baju kurung bludru merah, kain songket, teratai, jilbab jaring, sanggul, ikat pinggang, kalung, gelang, anting-anting, sunting bunga, bunga emas, kote-kote,jurai-jurai, bulat-bulat, (6) Penari berpasangan dengan jumlah 14 orang 7 penari laki-laki dan 7 penari perempuan, (7) Properti yang di lakukan merupakan kain panjang batik, (8) Ditampilkan di arena pada pagi hari ketika acara resepsi pernikahan dimulai dengan durasi penampilan tari 16 menit 15 detik.
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
17

Jupin, Norezan, Nor Atikah Dolhan, Easther Indang i Qistina Donna Lee Abdullah. "AWARENESS OF SOCIAL MEDIA BASIS AS A PROMOTIONAL MEDIUM FOR KULINTANGAN TRADITIONAL MUSIC OF SUNGAI TRIBES AT PAITAN". International Journal of Applied and Creative Arts 4, nr 1 (30.11.2021): 40–54. http://dx.doi.org/10.33736/ijaca.3553.2021.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
This article discussed the awareness level of Sungai Tribes on using social media as a promotional medium for Kulintangan traditional music at Paitan. This study used a Quantitative approach through a survey of 377 people who expert in playing Kulintangan traditional music and owned various social media (Facebook, YouTube, Instagram, and WhatsApp). Based on the findings, the level of awareness of the Paitan cult on promoting Kulintangan via social media is moderate with a total average mean of 3.154 with a 1.302 standard deviation. The awareness of Sungai tribes on the usage of social media is more inclined to Whatsapp (ranking number 1 in overall mean and percentages) followed by Facebook, Instagram, and Youtube. Sungai tribes were also found to rarely share the Kulintangan music on social media account. Therefore, the SABAS and Sungai cult should increase the sharing of Kulintangan music via Whatsapp.
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
18

Hamdan, Sinin, Ahmad Faudzi Musib, Khairul Anwar Mohamad Said, Saiful Hairi Othman i Marini Sawawi. "Investigation of Acoustic and Vibrational Properties Using Laser Doppler Vibrometry (LDV) and Electronic Speckle Pattern Interferometry (ESPI) of the Kulintangan Instruments". Pertanika Journal of Science and Technology 31, nr 2 (20.03.2023): 1105–20. http://dx.doi.org/10.47836/pjst.31.2.24.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
This study visualises the mode of the vibration of kulintangan using Electronic Speckle Pattern Interferometry (ESPI) to reveal the modes. It was found that the production of sound by the kulintangan was dominated by a particular mode which may be the (0,1), (1,1), (2,2), (3,2), and (4,2) of free edge circular gong. The spectrum distribution from the strike on the kulintangan showed it. The small gong A-H has an approximately harmonic spectrum with a fundamental frequency of 1240, 1055, 934, 792, 705, 624, 474, and 422 Hz. The gong does not display a similar occurrence of harmonics due to the ruggedness of the surface texture of the gong. This finding can be of great importance to facilitate a better understanding of the mechanisms involved in the sound production of musical instruments. Our research is visualising the sound sonically through PicoScope oscilloscopes and ESPI.
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
19

Abdul Rahman, Nurfarain, Mohd Sohaimi Esa, Saifulazry Mokhtar i Sharifah Darmia Sharif Adam. "THE ART OF MUSICAL INSTRUMENT SYMBOL OF THE MALAY TRADITION OF BRUNEI MEMBAKUT, SABAH". Journal of Tourism, Hospitality and Environment Management 7, nr 30 (15.12.2022): 136–47. http://dx.doi.org/10.35631/jthem.730011.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
This article discusses the art of traditional musical instruments of the Bruneian Malays on the west coast, Sabah. Touching on the artistic aspect, it is part of a culture rich in homogeneity and beauty. These tribes have their own arts according to their respective cultures and religions. For people who are Muslims, they use the art of musical instruments for purposes that do not conflict with religion and thus symbolize the life traditions of a race, especially the Bruneian Malays on the west coast of Sabah. Kulintangan and gambus have been considered as a traditional musical instrument for the people. This musical instrument has long been known by other races, and it is often played during weddings, festivals and so on. The musical instruments of Brunei's Malays have similarities and differences from other races in Sabah. However, the scope of the study is focused on the west coast of Sabah because this area still preserves musical instruments as a traditional art form of Brunei Malays. In this study, a qualitative method approach was applied as a methodology to obtain findings. Therefore, this article will discuss the perception of the Malays in accepting the art of musical instruments as a tradition and the efforts made by the Malays of Brunei as well as the efforts of the Malays of Brunei and stakeholders to preserve the tradition of kulintangan and gambus as an art of musical instruments.
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
20

Santamaria, Matthew Constancio Maglana. "Music, Dance and the Sama-Bajau ‘Diaspora’: Understanding Aspects of Links among Communities through Ethnochoreomusicological Perspectives". Journal of Maritime Studies and National Integration 2, nr 2 (1.02.2019): 86. http://dx.doi.org/10.14710/jmsni.v2i2.3708.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
Rituals in establishing the cultural as well as links among Sama-Bajau communities across Nusantaraor the region that we know as maritime Southeast Asia. Ritual, however, cannot be fully understood unless it is broken into component parts of tangible (material) and intangible (non-material) properties. In this paper, I argue that an ethnochoreo-musicological approach, particularly through the examination of specific music pieces and dance forms or styles, can help scholars understand how the seemingly disparate and widely-spread Sama-Bajau communities in Nusantaraare related to each other. Three cases are presented revolving around ritual, music, and dance. The first case is about the magpai-bahauor ritual of the new rice which is shared by most Sama-Bajau communities in the Sulu-Sulawesi region. Rice from one community is passed on to another, constituting a virtual chain link that reaffirms the bonds between two groups of people. Corollary to this shared ritual practice is the shared repertoire of music(s) and dance(s). The second case concerns the musical model of Titik Tabawan, a kulintangan(aka tagunggo’an) graduated bossed-gong ensemble music piece composed of a distinct combination of melodic and rhythmic patterns that is observed as a ‘universally-shared’ intangible property in the central region of Nusantara. Although known by different names across communities, this music piece, which is used for accompanying secular forms belonging to the Sama-Bajau igalor pansak(aka pamansak) dance traditions, retains its distinct qualities of rhythmic patterns and remains discernible as a musical model to both practitioners and scholars alike. Finally, the third case illustrates how variants of Igal Tarirai, a percussive dance using bamboo clappers called bola’-bola,’ may be used to glean relative distance or proximity in terms of dance performance practice.
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
21

CAMPOS, FREDELIZA. "Music in the Life of a Balbalasang Village, Northern Philippines. 2015. Production supervised by Terada Yoshitaka and Michiyo Yoneno-Reyes. 26 minutes. Colour. DVD. Distributed by National Museum of Ethnology, Japan. - Sounds of Bliss, Echoes of Victory: A Kalinga Wedding in the Northern Philippines. 2014. Production supervised by Terada Yoshitaka and Michiyo Yoneno-Reyes. 26 minutes. Colour. DVD. Distributed by National Museum of Ethnology, Japan. - Kulintang Gong Music from Mindanao in the Southern Philippines. 2012. Production supervised by Terada Yoshitaka and Usopay Hamdag Cadar. 23 minutes. Colour. DVD. Distributed by National Museum of Ethnology, Japan. - Maranao Culture at Home and in Diaspora. 2012. Production supervised by Terada Yoshitaka and Usopay Hamdag Cadar. 33 minutes. Colour. DVD. Distributed by National Museum of Ethnology, Japan." Yearbook for Traditional Music 51 (listopad 2019): 313–15. http://dx.doi.org/10.1017/ytm.2019.34.

Pełny tekst źródła
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
22

Firmansyah, Dedy. "BENTUK DAN STRUKTUR PENYAJIAN MUSIK KULINTANG PADA PROSES ARAK-ARAKAN DALAM ADAT PERNIKAHAN SUKU KOMERING DI OKU TIMUR". Besaung : Jurnal Seni Desain dan Budaya 1, nr 3 (21.09.2016). http://dx.doi.org/10.36982/jsdb.v1i2.131.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
This research tittle is the Form And Strucuture Of Presentation Of Music In Process Kulintang Procession Komering Interest In Traditional Wedding In Oku East. Kulintang music is means of a tribal society of komering in marriage. That staging in customery marriage are parade process, milur dance, giving the customery law, and sada sabai dance. But in its development nowadays the existence of kulintang music is declining in customery marriage.Based on the fact, this research aims to reveal the factors that affect the existence of kulintang music in East OKU. Besides, this research to do the description of analysis form and structure of kulintang music in every stage of the komering family marriage. Analysis includes the elements of musical the form and structure of the prersensation of kulintang music. The technique of collecting data to do with an observation, interviews, study says and documents. For analysis then used the method of analysis form and structure of music. In addition to the existence and the dynamics of the music kulintang not justbe descriptive, then this research will borrow the concepts of culture, music, and social community to have a perspective that is analytical. The study conclude that the cause of the decrease existence of the kulintang music in east OKU is because the disappearance of clan system in 1979. Clans system that change into district made there was no more loyality to the customery marriage process that use kulintang music. Internal and external factor are also influence thing to the existence of kulintang music. That internal and external factor consist of management, less of capability to play kulintang, motivation, finance, government role, and influence goreign culture. Keywords: kulintang; customery marriage; dynamics; form and structure music
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
23

Ellorin, Bernard. "Maguindanao Kulintang Aesthetic in the Diaspora: Honoring the Legacy of Danongan Kalanduyan". Alon: Journal for Filipinx American and Diasporic Studies 1, nr 1 (10.03.2021). http://dx.doi.org/10.5070/ln41152427.

Pełny tekst źródła
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
24

Markhipolito P. Galingana, Rikka Klaire V. Galingana, Patrick B. Apolonio, Charlene T. Ariola, Zeecel Jhiane E. Daracan, Kazzandra Mae B. Daquioag i Princess Lei D. Gasmin. "Knowledge, Attitude, and Practices of Mothers on Child’s Immunization Among Selected Barangays of Alicia, Isabela". International Journal of Advanced Research in Science, Communication and Technology, 7.07.2023, 175–88. http://dx.doi.org/10.48175/ijarsct-12028.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
The number of births in the year 2020 did not tally to the number of vaccinated children in Alicia, Isabela. A total of 960 live births occurred in that year, but statistical data revealed that only 842 babies received and complied with the Hepatitis B vaccination, leaving 118 infants unvaccinated. This study was conducted to determine the level of knowledge, attitude, and practices of mothers on child’s immunization among selected Barangays of Alicia, Isabela. A questionnaire was adopted from previous research with the title Knowledge, Attitude, Practices of Maguindanaoan Mothers on Child’s Immunization in Selected Barangays in Batulawan, Pikit, North Cotabato (Kulintang, 2017). The study utilized non-probability purposive sampling with 50 respondents and were given to mothers with children ages 0-5 years old. The data was analyzed using frequency counts, mean, percentages, Analysis of Variance (ANOVA), and Independent Sample T-Test. The result indicated that the respondents have a high level of knowledge on childhood immunization. They also have a good attitude which was shown by their agreement with the positive effects of childhood immunization. In addition, they always practice good habits in terms of immunizing their children
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
25

Barnawi, Erizal. "Pelatihan Alat Musik Talo Balak Lampung pada Forum Karang Taruna Palapa Tiyuh Panaragan untuk Mengiringi Tarian Sigeh Penguten Sebagai Prosesi Penyambutan Tamu-Tamu Agung di Tiyuh Panaragan Kabupaten Tulang Bawang Barat". Jurnal Sumbangsih 2, nr 1 (29.12.2021). http://dx.doi.org/10.23960/jsh.v2i1.41.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
Pengamatan dari tim pengabdian bahwa sebagai bagian dari media kerterampilan seni dan budaya yang ada di Forum Karang Taruna Palapa Tiyuh Panaragan, Kabupaten Tulang Bawang Barat yang selama ini kurang memenuhi tingkat kreatifitas dan pengembangan seni budaya Lampung. Pelajaran biasanya sekedar diisi dengan bernyanyi klasikal dilanjutkan individual, kurang menyiratkan unsur-unsur musik yang sedemikian kaya terutama unsur irama dan unsur melodi. Alat musik Talo Balak Lampung merupakan salah satu alat musik tradisi yang sangat komplek, sangat memungkinkan para muda mudi Karang Taruna Palapa Tiyuh Panaragan menggunakan alat musik tersebut sebagai media pembelajaran dan menguntungkan dalam upaya meningkatkan penguasaan pemuda dalam hal unsur-unsur irama dan unsur-unsur melodi tersebut. Jika para muda mudi Tiyuh Panaragan mampu memainkan Talo Balak Lampung lambat laun akan mempunyai nilai tambah karena bisa dan mampu mengirinngi tarian persembahan untuk tamu-tamu yang berkunjung baik ke Kampung sendiri maupun di tingkat kecamatan. Kegiatan ini dibatasi pada pelatihan memainkan ansambel Talo Balak yang terdiri dari (Kulintang, Pepetuk, Gelitak, Gujih, Canang, Gindir, Tawa-Tawa, Kempyang, Talo, dan Gindang) dengan beberapa lagu yaitu: tabuh Gupek dan tabuh Tari dalam iringin tari Sigeh Penguten. Serta, beberapa motif tabuhan gindang dalam pemegang ritme ketukan di ansambel Talo Balak. Metode ceramah oleh pelaksana untuk menjelaskan manfaat kemampuan bermain ansambel Talo Balak, bagian-bagian Talo Balak, dan cara bermain menabuh ansambel Talo Balak yang baik dan benar. Serta, memperagakan secara langsung oleh pelaksana pengabdian untuk memberikan contoh memainkan tiap-tiap instrumen di dalam ansambel Talo Balak.
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
26

Gabu, Adsone Matthew Mitty Gabu. "KULINTANGAN: A STUDY OF PRODUCTION PROCESS". International Journal of Heritage, Art and Multimedia, 10.07.2019, 80–89. http://dx.doi.org/10.35631/ijham.25007.

Pełny tekst źródła
Streszczenie:
The main purpose of this study is to document the production process of Kulintangan. Data collection was conducted through interviews and observations. The Kulintangan, an idiophone categorized musical instrument is a set of small kettle gongs positioned straight in a single row on two cords in a small wooden frame. There is no traditional system to notate the Kulintangan as music is passed down by tradition from generation to generation. Distinctions are found in different combinations of instruments, varying dance, tempos, tunings, and production process. While other musical instruments in Sabah are made from a natural material, the Kulintangan is made from either zinc or bronze. The process of producing Kulintangan is a highly skilled process, handed down through generation. Five tools are used to produce a set of Kulintangan. There are 6 processes in the production of the Kulintangan, from the selection of raw material to the final product. Documenting the production process provides documented information and demonstration of the Kulintangan. Thus, revive and continues intangible cultural heritage for the future.
Style APA, Harvard, Vancouver, ISO itp.
Oferujemy zniżki na wszystkie plany premium dla autorów, których prace zostały uwzględnione w tematycznych zestawieniach literatury. Skontaktuj się z nami, aby uzyskać unikalny kod promocyjny!

Do bibliografii