Segui questo link per vedere altri tipi di pubblicazioni sul tema: Sago.

Articoli di riviste sul tema "Sago"

Cita una fonte nei formati APA, MLA, Chicago, Harvard e in molti altri stili

Scegli il tipo di fonte:

Vedi i top-50 articoli di riviste per l'attività di ricerca sul tema "Sago".

Accanto a ogni fonte nell'elenco di riferimenti c'è un pulsante "Aggiungi alla bibliografia". Premilo e genereremo automaticamente la citazione bibliografica dell'opera scelta nello stile citazionale di cui hai bisogno: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver ecc.

Puoi anche scaricare il testo completo della pubblicazione scientifica nel formato .pdf e leggere online l'abstract (il sommario) dell'opera se è presente nei metadati.

Vedi gli articoli di riviste di molte aree scientifiche e compila una bibliografia corretta.

1

Nusawakan, Meilisa, Pieter Kunu e Marcus Luhukay. "KONDISI LAHAN TUMBUHAN SAGU DI DESA RUMAHKAY KECAMATAN AMALATU KABUPATEN SERAM BAGIAN BARAT PROVINSI MALUKU". JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN 13, n. 2 (1 dicembre 2017): 84–93. http://dx.doi.org/10.30598/jbdp.2017.13.2.84.

Testo completo
Abstract (sommario):
This study aims to map the condition of land where sago plant grows, to determine the suitability level of sago plant land and to describe the potential of sago and sago consumption patterns by the community. The method used in this research is survey method with distance observation free survey and pit profile observation type. The condition of the land where sago plants grow is quite good. The types of sago found are sagu tuni (Metroxylon rumphii Mart.), Sagu Ihur (Metroxylon sylvestre Mart.) And sagu molat (Metroxylon sagu Rottb.). The size of sago palm in Rumahkay Village is 55.5 Ha, the average number of cutting trees (MT) 24 trees / Ha / yr with average production of wet starch per tree sebesr 700 kg. Total dry starch production at the study site was 449.55 tons. The pattern of community consumption of sago 10 percent, the combination of sago, tuber and banana by 20 percent, the combination of sago, tubers, bananas and rice by 55 percent and rice 10 percent. Types of confectionery and food based sago starch consumed is papeda, sago plate, sinoli and karu-karu. Frequency and time to eat sago as main food and food complement of 65% is as much as 2 times in a day that is time of morning and afternoon. Then 3 times as much as 25% and once as much as 10%. In general, people who consume sago once a day is at breakfast or afternoon in the form of snacks (sago plate, sinoli, karu-karu). Keywords: condition, land, sago ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memetakan kondisi lahan tempat tumbuh tumbuhan sagu, menetapkan tingkat kesesuaian lahan tumbuhan sagu serta mendeskripsikan potensi sagu dan pola konsumsi sagu oleh masyarakat. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan jarak observasi survei bebas dan tipe observasi profil pit. Kondisi lahan tempat tumbuh tumbuhan sagu tergolong baik. Jenis sagu yang ditemukan adalah sagu Tuni (Metroxylon rumphii Mart.), sagu Ihur (Metroxylon sylvestre Mart.) dan sagu Molat (Metroxylon sagu Rottb.). Luas lahan sagu di Desa Rumahkay adalah 55,5 Ha, rata-rata jumlah pohon masak tebang (MT) 24 pohon/Ha/thn dengan rata-rata produksi pati basah per pohon sebesr 700 kg. Total produksi pati kering pada lokasi penelitian adalah 449,55 ton. Pola konsumsi masyarakat terhadap sagu 10 persen, kombinasi sagu, umbian dan pisang sebesar 20 persen, kombinasi sagu, umbian, pisang dan beras sebesar 55 persen serta beras 10 persen. Jenis penganan dan pangan berbahan dasar pati sagu yang dikonsumsi adalah papeda, sagu lempeng, sinoli dan karu-karu. Frekwensi dan waktu makan sagu sebagai pangan utama maupun pangan pelengkap sebesar 65% adalah sebanyak 2 kali dalam sehari yaitu waktu pagi dan siang. Kemudian 3 kali sebanyak 25% dan satu kali sebanyak 10%. Pada umumnya mereka yang mengkonsumsi sagu satu kali dalam sehari adalah pada saat sarapan pagi atau sore hari dalam bentuk penganan (sagu lempeng, sinoli, karu-karu). Kata kunci: kondisi, lahan, sagu
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
2

Sumantri, Sumantri, Dewi Marwati Nuryanti e Hamja Abdul Halik. "Tingkat Kapasitas Pelaku Usaha Pembuatan Tepung Sagu di Desa Langkiddi". Perbal: Jurnal Pertanian Berkelanjutan 12, n. 2 (15 luglio 2024): 164–70. http://dx.doi.org/10.30605/perbal.v12i2.3552.

Testo completo
Abstract (sommario):
Tana Luwu sejak dahulu sudah dikenal sebagai daerah penghasil sagu di Sulawesi Selatan. Industri pembuatan tepung sagu berpotensi meningkatkan pemanfaatan dan pendapatan sagu, maka kapasitas pelaku usaha berperan dalam meningkatkan pemanfaatan sagu dan daya saing sagu. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kapasitas pelaku usaha pembuatan tepung sagu di Desa Langkiddi Kecamatan Bajo Kabupaten Luwu. Waktu penelitian dilaksanakan bulan Januari s/d Februari 2024, dengan analisis data yang digunakan Skala Likert dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kapasitas diri pelaku usaha pembuatan tepung sagu di Desa Langkiddi dikategorikan tinggi, sedangkan kapasitas usaha pelaku usaha sagu dikategorikan tinggi. Kapasitas pelaku usaha tepung sagu berdasarkan kapasitas diri dan kapasitas usaha menunjukkan bahwa pelaku usaha pembuatan tepung sagu memiliki kemampuan untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha, sehingga nilai tambah sagu dapat meningkat dan lebih kompetitif. Tana Luwu has long been known as a sago producing area in South Sulawesi. The sago flour manufacturing industry has the potential to increase sago utilization and income, so the capacity of business actors plays a role in increasing sago utilization and sago competitiveness. This research aims to determine the level of capacity of sago flour manufacturing business actors in Langkiddi Village, Bajo District, Luwu Regency. The research was carried out from January to February 2024, with data analysis using a Likert scale and descriptive analysis. The results of the research show that the level of personal capacity of sago flour manufacturing business actors in Langkiddi Village is categorized as high, while the business capacity of sago business actors is categorized as high. The capacity of sago flour business actors based on personal capacity and business capacity shows that sago starch manufacturing business actors have the ability to improve and develop their business, so that the added value of sago can increase and be more competitive.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
3

Darma, Darma, Reniana Reniana, Budi Santoso e Bertha Mangallo. "Pengembangan industri pengolahan sagu skala rumah tangga di Kabupaten Teluk Wondama Provinsi Papua Barat". IGKOJEI: Jurnal Pengabdian Masyarakat 4, n. 2 (12 luglio 2023): 86–95. http://dx.doi.org/10.46549/igkojei.v4i2.384.

Testo completo
Abstract (sommario):
ABSTRACT Development of small scale of sago processing based on community in West Papua Province has a bright prospect because it is supported by abundant sago palm resources as row material. Teluk Wondama is one of the regency in West Papua Province which has high potential of sago, unfortunately the potency have not utilized optimally. The ovjective of this program was to develop home industry sago processing in Distric Rasiei, Teluk Wondama Regency by application of mechanical sago processing machines. The methods used were introducing mechanical sago processing equipment followed by partner training and assistance to operate the machines for sago starch production. The results had been achieved from this program were (1) partner have new asset i.e. a set of sago processing equipment which consists of sago rasping machine variant-01 and stirrer rotary blade type of sago starch extraction machine, as well as supporting components such as starch sedimentation tank and water pump (2) partner have already changed their method in sago processing, from traditional method to mechanical one, (3) partner were able to operate the machine easily without any difficulties. During training and assistance, the machine was work properly and there was no technical constrains (4) fresh sago starch production capacity increase from 352 kg/week to 2.112 kg/week. Keywords: Home industry; Sago processing machine; Sago rasping machine; Teluk wondama ABSTRAK Papua Barat memiliki prospek yang cerah karena didukung bahan baku yang melimpah berupa sumberdaya sagu. Teluk Wondama merupakan salah satu kabupaten di Papua barat dengan potensi sagu yang tinggi namun belum dimanfaatkan secara optimal. Tujuan dari program ini adalah untuk mengembangkan pengolahan sagu skala industri rumah tangga melalui penerapan mesin pengolahan mekanis di Distrik Rasiei, Kabupaten Teluk Wondama. Metode yang digunakan adalah mengintroduksi peralatan pengolahan sagu mekanis diikuti dengan pelatihan dan pendampingan mitra dalam pengoperasian mesin untuk produksi sagu. Hasil yang dicapai adalah (1) mitra memiliki asset baru berupa 1 paket mesin pengolahan sagu yang terdiri dari mesin parut sagu tipe silinder variant-01 dan mesin ekstraksi pati sagu tipe stirrer rotary blade beserta bagian pendukung berupa bak pengendapan pati dan pompa air, (2) mitra telah merubah metode pengolahan sagu dari cara tradisional ke mekanis, (3) mitra telah terampil mengoperasikan mesin-mesin pengolahan yang diintroduksi dan selama kegiatan berlangsung mesin berfungsi dengan baik tanpa kendala teknis, (4) kapasitas produksi pati sagu meningkat dari 352 kg/minggu menjadi 2.112 kg/minggu. Kata kunci: Industri rumah tangga; Mesin pengolahan sagu; Pemarut sagu; Teluk wondama
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
4

Putri, Amurwani, e Hari Suroto. "JEJAK BUDAYA SAGU DAN TRADISI PENGELOLAAN HUTAN SAGU DI KAWASAN DANAU SENTANI, PAPUA". Naditira Widya 17, n. 1 (18 settembre 2023): 1–16. http://dx.doi.org/10.24832/nw.v17i1.522.

Testo completo
Abstract (sommario):
Hutan sagu dijumpai di kawasan Danau Sentani, di Papua. Tanaman sagu ini sudah ada sejak nenek moyang etnis Sentani tiba pertama kali di kawasan danau ini, dan pengelolaan hutan sagu merupakan identitas masyarakat Sentani. Selain sebagai sumber pangan, sagu juga memiliki nilai filosofis dari segi kearifan lokal yang harus dijaga karena mengandung aspek lingkungan dan budaya. Saat ini, hutan sagu ditantang oleh modernisasi. Persoalan mendasar dari tantangan tersebut adalah bagaimana masyarakat Sentani mampu mempertahankan tradisi pengelolaan hutan sagu. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui keberadaan budaya sagu dan tradisi pengelolaan hutan sagu oleh etnis Sentani di kawasan Danau Sentani. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunakan pendekatan etnoarkeologi yang berupaya untuk mengkaji perilaku masyarakat Sentani dalam mendukung kearifan lokal dalam pengelolaan sagu dan menjawab permasalahan modernisasi yang terjadi di kawasan Danau Sentani. Metode penelitian yang digunakan adalah studi pustaka, wawancara, survei arkeologi, dan observasi lapangan. Bukti arkeologi menunjukkan bahwa pemanfaatan sagu sebagai bahan makanan sudah ada sejak zaman prasejarah. Artefak terkait sagu yang ditemukan dari situs-situs di kawasan Danau Sentani adalah pecahan tembikar dan alat tokok sagu. Pembangunan infrastruktur modern akhir-akhir ini mulai merusak hutan sagu. Kondisi tersebut makin diperparah dengan penggunaan mesin pengolah sagu modern yang lebih efisien, tetapi tidak mempertimbangkan laju pertumbuhan pohon sagu sehingga menyebabkan cepatnya kepunahan tanaman sagu. Tanaman sagu sangat bermanfaat bagi masyarakat Sentani, oleh karena itu perlu dilakukan pelestarian hutan sagu yang berbasis kearifan lokal. Sago forests grow in the Sentani Lake region, in Papua, and the management of sago forests is known as the identity of the Sentani people. Sago conveys a philosophical value of local wisdom concerning environmental and cultural aspects. This research aimed to understand the sago culture and the sago forest management tradition of the Sentani people. An ethnoarchaeological approach and data obtainment was performed through literature study, interviews, archaeological surveys, and field observations. Results show that people have regarded sago as a constituent food since prehistoric periods. Sago-related artifacts recovered from the Sentani sites were potsherds and sago felling tools. Today, the development of modern infrastructure and the use of modern machines have begun to destroy sago forests. Such circumstance causes the rapid extinction of sago plants. Sago plants are beneficial to the people of Sentani. Therefore, it is necessary to preserve sago forests based on local wisdom.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
5

Beding, Petrus Alexander, e Niki Lewaherilla. "INOVASI MODEL BIOINDUSTRI BERBASIS SAGU SPESIFIK LOKASI DI PAPUA". SEPA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian dan Agribisnis 16, n. 2 (29 febbraio 2020): 112. http://dx.doi.org/10.20961/sepa.v16i2.32070.

Testo completo
Abstract (sommario):
<p align="justify"><strong><em>Abstrack :</em></strong> <em>The Sago Bioindustry Agriculture Model produces food raw materials in the form of flour, and sago sugar food ingredients and the use of sago waste into organic fertilizer. The results of the business analysis show that sago starch, sago sugar and fertilizer products provide benefits for increasing farmers' income and are feasible to be developed each with a business feasibility level of R / C sago flour R / C (2.44) efficiency level for venture capital 40 , 8%; sago sugar R / C value of 2.81 with an efficiency level of 22.6% and sago waste organic fertilizer value of R / C 1.3 with a level of business capital efficiency of 76%. The purpose of this research is to disseminate location-specific sago bioindustry technology innovation models in accordance with the SOP of quality sago flour production, sago-based food processing, and utilization of waste for fertilizer</em>.</p><p align="justify"><strong> </strong></p><p align="justify"><strong>Abstrak</strong><strong><em>:</em></strong> Model Pertanian Bioindustri sagu menghasilkan produk bahan baku pangan berupa tepung, dan bahan pangan gula sagu serta pemanfaatan limbah sagu menjadi pupuk organik. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendiseminasikan model inovasi teknologi bioindustri sagu spesifik lokasi sesuai dengan SOP produksi tepung sagu bermutu, pengolahan pangan berbasis sagu, dan pemanfaatan limbah untuk pupuk.<strong> </strong>Hasil analisis usaha menunjukan bahwa produk tepung sagu, gula sagu dan pupuk memberikan nilai manfaat bagi peningkatan pendapatan petani dan layak untuk dikembangkan masing-masing dengan tingkat kelayakan usaha R/C tepung sagu R/C (2,44) tingkat efisensi terhadap modal usaha 40,8%; gula sagu nilai R/C 2,81 dengan tingkat efisiensi 22,6% dan pupuk organik limbah sagu nilai R/C 1,3 dengan tingkat efisiensi modal usaha sebesar 76%. </p>
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
6

Abidin, Zainal, Bungati e Musadar. "ANALISIS KELAYAKAN DAN PERSPEKTIF PENGEMBANGAN PENGOLAHAN SAGU DI SULAWESI TENGGARA". Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 22, n. 3 (22 maggio 2020): 307. http://dx.doi.org/10.21082/jpptp.v22n3.2019.p307-319.

Testo completo
Abstract (sommario):
<p><strong><em>Feasibility and Perspective Analysis of Sagu Processing Development in South Sulawesi</em></strong><em>.</em><em> </em><em>Sago starch has an important role both as a staple food and a material for making various other processed food products. Sago processing can produce both wet sago and dried sago starch. The study was conducted to determine the feasibility of the sago processing business and its development perspective in Southeast Sulawesi. The study was conducted in South Konawe District in March - December 2017. Data were collected through field observations of the Biosagu Sejahtera Farmer Group in Matalamokula Village, North Moramo Sub District which has wet and dry sago production units. The data collected were the production capacity of wet sago and dry sago, the price of sago trees, the price of wet sago and dry sago, the production costs include labor costs, fuel costs, packaging costs as well as the costs of depreciation of tools and machinery. Data were analyzed using a profit equation. The results showed that the production of wet sago starch on a processing scale of 12 sago trees (1 production cycle) was feasible because it provided a profit of 7,314,000 IDR with Production-Break Even Point (PBEP) of 2,359 kg and Price BEP of 1,493 IDR and RCR value was 1.93. Likewise, dry sago production business was feasible with an RCR of 2.18; BEP from the production and price were 460 kg and 7,571 IDR respectively and provided profit of around 6,435,000 IDR. Thus the production of wet sago and dry sago can be alternative non-farm employment in rural areas. Perspective of sago processing in Southeast Sulawesi in the future is quite good due to the several supports such as availability of sago plantation area, the availability of human resources, the technology available as well as policies and regulations from the government. The demand for sago in the future will be influenced by the demand to substitute commodities that are still imported such as wheat and sugar as well as products that have a large domestic use, namely bioethanol. The development of sago in the future needs to respond to changes in demand by changing the management model with conventional management to modern technology.</em><em></em></p><p> </p><p>Tepung sagu memiliki peran penting baik sebagai bahan pangan pokok maupun sebagai bahan pembuatan berbagai produk olahan pangan lainnya. Pengolahan sagu dapat menghasilkan tepung sagu basah dan tepung sagu kering. Kajian dilakukan untuk mengetahui kelayakan usaha pengolahan sagu serta perspektif pengembangannya di Sulawesi Tenggara. Penelitian dilakukan di Kabupaten Konawe Selatan bulan Maret – Desember tahun 2017. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi lapangan terhadap Kelompok Tani Biosagu Sejahtera Desa Matalamokula, Kecamatan Moramo Utara yang memiliki unit produksi sagu basah dan unit produksi sagu kering. Data yang dikumpulkan adalah kapasitas produksi sagu basah dan sagu kering, harga pohon sagu, harga sagu basah dan sagu kering, biaya produksi meliputi biaya tenaga kerja, biaya bahan bakar, biaya kemasan serta biaya penyusutan alat dan mesin, analisis data dilakukan menggunakan persamaan keuntungan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usaha produksi tepung sagu basah pada skala pengolahan 12 pohon sagu (1 siklus produksi) layak diusahakan karena memberikan keuntungan sebesar Rp 7.314.000, dengan nilai Titik Impas Produksi (TIP) dan Titik Impas Harga (TIH) masing-masing 2.359 kg dan Rp 1.493 serta nilai RCR sebesar 1,93. Usaha produksi sagu kering layak dilakukan dengan nilai RCR sebesar 2,18; nilai TIP dan TIH masing-masing 460 kg dan Rp 7.571 serta memberikan keuntungan sebesar Rp 6.435.000. Usaha produksi sagu basah maupun sagu kering dapat menjadi alternatif lapangan kerja <em>non farm</em> di pedesaan. Perspektif pengolahan sagu di Sulawesi Tenggara ke depan cukup baik karena ditunjang ketersediaan areal pertanaman sagu cukup luas, ketersediaan sumberdaya manusia, teknologi hingga dukungan kebijakan dan regulasi. Permintaan sagu ke depan akan dihela oleh permintaan untuk mensubstitusi komoditas-komoditas yang selama ini masih diimpor seperti gandum dan gula maupun produk yang pemanfaatannya dalam negeri cukup besar yaitu bioetanol. Pengembangan sagu juga perlu merespon perubahan-perubahan permintaan tersebut dengan mengubah model pengelolaan dengan teknologi konvensional menjadi teknologi modern.</p>
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
7

Hamid, Umrah, M. Rasyid Ridha e Muh Saleh Madjid. "Pengolahan Sagu di Desa Cenning Kecamatan Malangke Barat Kabupaten Luwu Utara (1982-2017)". Jurnal Pattingalloang 6, n. 3 (23 dicembre 2019): 106. http://dx.doi.org/10.26858/pattingalloang.v6i3.10551.

Testo completo
Abstract (sommario):
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Modernisasi Pengolahan Sagu di Desa Cenning Kecamatan Malangke Barat Kabupaten Luwu Utara (1982-2017) dengan mengungkap pengolahan sagu sebelum modernisasi, proses modernisasi pengolahan sagu serta dampak dari modernisasi.. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengolahan sagu sebelum adanya modernisasi masih bergantung pada alat-alat tradisional. Modernisasi pada proses pengolahan sagu ditandai dengan penggunaan mesin yang diperkenalkan oleh Muh. Majid pada tahun 1982. Pada proses perkembangannya secara perlahan alat modern menggantikan alat tradisional. Modernisasi memberi dampak pada peningkatan hasil produksi, peningkatan tenaga kerja, dan efisiensi waktu pengolahan. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa dengan penggunaan teknologi modern pada proses pengolahan sagu lebih efektif dan efisien di banding dengan menggunakan alat-alat tradisional. Penelitian ini menggunakan metodologi penelitian sejarah yang meliputi heuristik yaitu tahapan pengumpulan data, kritik sumber bertujuan menilai dan menentukan sumber, interpretasi yaitu menafsirkan data dan tahap historiografi atau penyajian atau penulisan sejarah. Metode pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian lapangan terdiri dari wawancara (Petani Sagu) dan literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian ini. This study aims to study the modernization of sago prosessing in the village og Cenning, Malangke Barat Sub-district, West Luwu District (1982-2017). By revealing the processing of sago before modernization, the proccess of medernization and impact of modernization. Research result show that sago processing before modernization still depends on tradisional tools. Modernization in the rocessing of the sagoo is maked by yhe use of machines introduced by the Muh. Majid in 1982. In the process of development slowly modern tools replace traditional tools. Modernization has an impact on increasing production output, increasing labor and processing time efficiency. Baced on the results of the study it can be concluded that the use of modern technology in theprocessing og the sago is more effective and afficient compared to using traditional tools. This research uses historical research methodologies which include heuristics namely the stages of data collection, source criticism aimed at assessing and determining sources , interpretation, namely interpreting data and historiographic stages or presenting or writing history. The data collection method was carried out by means of field research consisting of interviews (sago farmers) and the literature relating to this research.Keywords: Sago, Processing, Cenning
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
8

Huwae, Barney, e Pamella Papilaya. "ANALISIS KADAR KARBOHIDRAT TEPUNG BEBERAPA JENIS SAGU YANG DIKONSUMSI MASYARAKAT MALUKU". BIOPENDIX: Jurnal Biologi, Pendidikan dan Terapan 1, n. 1 (20 ottobre 2014): 61–66. http://dx.doi.org/10.30598/biopendixvol1issue1page61-66.

Testo completo
Abstract (sommario):
Background: Sago is one type of traditional food ingredient Maluku area that has a high carbohydrate content. In Maluku, there are various sago species in their respective habitats and are consumed by the local people. Several types of sago growing in the Maluku region and have a high economic value is Sagu Tuni, Ihur, Molat, Makanaru and Duri Rotan. Method: Measurement of carbohydrate content of some sago type using spectrophotometer to calculate absorbance value and using linear regression formula to calculate carbohydrate content value. Result: Content of carbohydrate flour Sagu Tuni (Metroxylon rumphii) amounted to 89,13%, Sagu Ihur flour (Metroxylon sylvester) equal to 77,4% and Sagu Molat flour (Metroxylon sagus Rottbol) equal to 88,6%. Conclusion: Further research on sago tubing and any potential contained therein is needed, especially sago flour in order to be a perfect product.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
9

Kusdarianto, Indra, e Harmita Sari. "PENGOLAHAN SAGU MENJADI SINOLEDENGANVARIAN RASA DI MASYARAKAT TANA LUWU: SEBAGAI UPAYA PENAMBAHAN EKONOMI SELAMA PANDEMI COVID-19". SELAPARANG Jurnal Pengabdian Masyarakat Berkemajuan 4, n. 3 (27 ottobre 2021): 829. http://dx.doi.org/10.31764/jpmb.v4i3.5389.

Testo completo
Abstract (sommario):
ABSTRAKTepung sagu adalah tepung yang berasal dari teras batang pohon sagu. Tepung sagu biasa digunakan sebagai salah satu bahan baku kue atau penganan lainnya. Pembuatan kue, sagu biasanya digunakan sebagai bahan pengental karena tepung ini bersifat lengket. Tepung sagu kaya dengan karbohidrat (pati) namun sangat miskin gizi lainnya. Ini terjadi akibat kandungan tinggi pati di dalam teras batang maupun proses pemanenannya. Sagu merupakan makanan pokok bagi masyarakat Indonesia seperti Maluku, Papua yang tinggal di pesisir dan banyak dijumpai di daerah Sulawesi Selatan khususnya di kota Palopo, dan Kabupaten Luwu yang dikenal dengan nama Sagu. Sagu dimakan dalam bentuk papeda, semacam bubur, atau dalam bentuk-bentuk yang lain. Sagu sendiri dijual sebagai tepung curah maupun yang dipadatkan dan dikemas dengan daun pisang. Selain itu, saat ini sagu juga diolah menjadi kue berbagai rasa seperti sinole. Jika usaha ini ditekuni dengan baik, maka akan memberikan kontribusi pendapatan bagi masyarakat Luwu dimasa pandemi Covid-19. Untuk itu, dalam memberikan kontribusi kepada masyarakat, semoga dengan adanya edukasi pengolahan sagu ini, mampu memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa sagu bisa diolah menjadi berbagai varian rasa sehingga hal ini menjadi referensi bagi masyarakat agar dapat memanfaatkan Sumber Daya Alam yang ada di daerahnya yaitu sagu menjadi nilai ekonomi. Kata Kunci: tepung sagu; sinole; penambahan ekonomi. ABSTRAKSago flour is flour that comes from the terrace of the sago palm tree. Sago flour is commonly used as a raw material for cakes or other snacks. In making cakes, sago is usually used as a thickening agent because this flour is sticky. Sago flour is rich in carbohydrates (starch) but very poor in other nutrients. This occurs due to the high starch content in the stem terraces and the harvesting process. Sago is a staple food for Indonesian people such as Maluku, Papua who live on the coast and can be found in South Sulawesi, especially in the city of Palopo, and Luwu Regency which is known as Sago. Sago is eaten in the form of papeda, a kind of pulp, or in other forms. Sago itself is sold as bulk flour or compressed and packed with banana leaves. In addition, at this time sago is also processed into cakes of various flavors such as sinole. If this business is weel pursued, it will contribute to income for the people of Luwu during the Covid-19 pandemic. For this reason, in contributing to the community, hopefully with this education on sago processing, it will be able to provide an understanding to the community that sago can be processed into various flavors so that this becomes a reference for the community so that they can take advantage of the existing natural resources in their area, namely sago. economic value. Keywords: sago flour; sinole; economic income.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
10

Lestari, Purnama, Wiwin Tyas Istikowati, Sunardi Sunardi, Dede Heri Yuli Yanto, Widya Fatiasari e Riska Surya Ningrum. "ANALISIS KANDUNGAN KIMIA KULIT BATANG SAGU (Metroxylon sagu Rottb.)SEBAGAI BAHAN BAKU PULP DAN KERTAS". Jurnal Sylva Scienteae 5, n. 2 (30 aprile 2022): 187. http://dx.doi.org/10.20527/jss.v5i2.5371.

Testo completo
Abstract (sommario):
South Kalimantan is a province with a fairly large wetland area so that the population of non-timber forest products such as sago (Metroxylon sagu Rottb.) Is widely found. Sago are found along the rivers, especially swamps. A good environment for sago growth is a muddy area, where breath roots aren’t submerged, rich in minerals and organic matter, groundwater is brown and reacts slightly acidic. Freshwater sago growth requires several substances, including potassium, phosphate, calcium and magnesium. Sago is a humid tropical lowland species, which can naturally be found on land with an altitude of up to 700masl. The best growing conditions are at an average temperature of 26°C, relative humidity at 90%, and solar radiation around 9MJ/m2/day. Sago grow well at an altitude of up to 400masl. Above 400masl, sago growth is stunted and starch levels are low. At an altitude above 600masl, the height of the sago is about 6 meters. Utilization of sago in Kalimantan is still not optimal, especially in the midrib and bark of sago palms, sago leaves mostly are only used as a substitute for rope. Sago fronds and bark are cellulose producers can be used for other purposes, however, research related to the use of sago fronds and bark hasn’t been widely carried out. Therefore, in this research, chemical content analysis, making pulp and pulp sheets will be carried out as well as physical testing of the resulting pulp sheets to see their suitability as a source of raw materials for pulp and paperKalimantan Selatan merupakan provinsi dengan luasan lahan basah yang cukup besar sehingga populasi hasil hutan bukan kayu seperti tanaman sagu (Metroxylon sagu Rottb.) banyak ditemukan. Tanaman sagu banyak ditemukan di sepanjang sungai Kalimantan terutama daerah rawa-rawa. Daerah berlumpur merupakan lingkungan yang baik untuk tanaman sagu, yang dimana tidak terendam akar napasnya, kaya akakn mineral dan bahan organik, air tanah berwarna coklat dan bereaksi agak asam. Sagu air tawar memerlukan beberapa zat yaitu potasium, fosfat, kalsium, dan magnesium. Tanaman sagu merupakan spesies tumbuhan daerah tropis yang lembab, secara alamiah dapat ditemui pada lahan dengan ketinggian hingga 700 m dpl. Pertumbuhan tanaman sagu yang baik adalah pada suhu rata-rata 26oC, kelembaban relative level 90%, dan radiasi matahari sekitar 9 MJ/m2 per hari. Sagu juga dapat tumbuh baik dengan ketinggian hingga 400 m dpl. Lebih dari 400 m dpl pertumbuhan sagu agak terhambat karena kadar patinya rendahkadar patinya rendah. Pada ketinggian di atas 600 m dpl, tinggi tanaman sagu sekitar 6 m. Pemanfaatan tanaman sagu di Kalimantan masih kurang optimal terutama di bagian pelepah dan kulit batang sagu, sebagian besar pelepah sagu hanya digunakan sebagai bahan pengganti tali. Pelepah dan kulit batang sagu merupakan penghasil selulosa yang bisa dimanfaatkan untuk keperluan lain, akan tetapi penelitian terkait pemanfaatan pelepah dan kulit batang sagu masih belum banyak dilakukan. Oleh karea itu, dalam penelitian ini, akan dilakukan analisis kandungan kimia, pembuatan pulp, dan lembaran pulp serta pengujian fisik lembaran pulp yang dihasilkan untuk melihat kesesuaiannya sebagai sumber bahan baku pulp dan kertas
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
11

Suripatty, Batseba Alfonsina. "Hubungan Pertumbuhan Varietas Sagu (Metroxylon sago Rottb) dengan Faktor Lingkungan di Desa Seget Papua Barat". JURNAL BUDIDAYA PERTANIAN 14, n. 1 (1 luglio 2018): 8–13. http://dx.doi.org/10.30598/jbdp.2018.14.1.8.

Testo completo
Abstract (sommario):
A good environment for sago plants is muddy, mineral-rich and organic material, brown groundwater and slightly acidic. Sago lives in the form of clumps, where in one clump there are various growth rates ranging from young plants to fruiting. The optimal amount of rainfall for growth between 2000-4000 mm/year, which is spread evenly throughout the year. This study aims to have inventory and to know the relationship between sago growth factors. Sago inventory results obtained 4 varieties namely Metroxylon sago Rottb var. wahna, M. sago Rottb var. wamda, M. sago Rottb var. wirere and M. sago Rottb var. wafok. The relationships between growth and environmental factors such as soil porosity, water pH, moisture, light, and vegetation produced that in general water has an influence on growth while the humidity factor for all types of places of growth i.e in the flooded areas, temporary areas and dry areas does not affect growth. Keywords: environmental factor, inventory, sago variety, Seget ABSTRAK Lingkungan yang baik untuk tumbuhan sagu adalah daerah yang berlumpur, kaya mineral dan bahan organik, air tanah berwarna coklat dan bersifat agak asam. Sagu hidup dalam bentuk rumpun, dimana dalam satu rumpun terdapat berbagai tingkat pertumbuhan mulai dari tumbuhan muda sampai berbuah. Jumlah curah hujan yang optimal bagi pertumbuhan antara 2.000-4.000 mm/tahun, yang tersebar merata sepanjang tahun. Penelitian ini bertujuan untuk menginventarisasi dan mengetahui hubungan faktor-faktor pertumbuhan sagu. Hasil inventarisasi sagu diperoleh 4 varietas yaitu Metroxylon sago Rottb varietas wahna, M. sago Rottb varietas wamda, M. sago Rottb varietas wirere dan M. sago Rottb varietas wafok. Hubungan pertumbuhan dengan faktor lingkungan porositas tanah, pH air, kelembapan, cahaya, dan vegetasi dihasilkan bahwa secara umum air mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan sedangkan faktor kelembaban untuk semua tipe tempat tumbuh yakni pada daerah tergenang, daerah temporer dan daerah kering tidak mempengaruhi pertumbuhan. Kata kunci: faktor lingkungan, inventory, Seget, varietas sagu
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
12

SYAKIR, MUHAMMAD, M. H. BINTORO, H. AGUSTA AGUSTA e HERMANTO HERMANTO. "PEMANFAATAN LIMBAH SAGU SEBAGAI PENGENDALIAN GULMA PADA LADA PERDU". Jurnal Penelitian Tanaman Industri 14, n. 3 (25 giugno 2020): 107. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v14n3.2008.107-112.

Testo completo
Abstract (sommario):
ABSTRAK<br />Limbah sagu di samping dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan<br />organik juga potensial digunakan sebagai amelioran dan herbisida nabati.<br />Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh limbah sagu dan cara<br />penyiangan gulma terhadap populasi gulma dan pertumbuhan lada<br />perdu. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan (KP) Institut Pertanian<br />Bogor (IPB) dan Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Obat dan<br />Aromatik Balittro) dari bulan Mei 2003 sampai April 2004. Penelitian<br />menggunakan rancangan petak terbagi yang disusun secara faktorial. Cara<br />penyiangan gulma (S) sebagai petak utama dan komposisi limbah sagu<br />(L) sebagai anak petak. Susunan perlakuan sebagai berikut: S 1 =<br />penyiangan bersih dan S 2 = penyiangan terbatas. Komposisi limbah<br />sagu terdiri dari L 0 = tanpa bahan organik; L 1 = 100% limbah sagu, L 2<br />= 100% limbah sagu, dekomposisi 1 bulan, L 3 = 100% limbah sagu<br />dekomposisi 2 bulan; L 4 = 75% limbah sagu + 25% kompos; L 5 = 75%<br />limbah sagu + 25% kompos, dekomposisi 1 bulan; L 6 = 75% limbah<br />sagu + 25% kompos, dekomposisi 2 bulan; L 7 = 50% limbah sagu +<br />50% kompos; L 8 = 50% limbah sagu + 50% kompos, dekomposisi 1<br />bulan; L 9 = 50% limbah sagu + 50% kompos, dekomposisi 2 bulan;<br />L 10 = 25% limbah sagu + 75% kompos; L 11 = 25% limbah sagu + 75%<br />kompos, dekomposisi 1 bulan; dan L 12 = 25% limbah sagu + 75%<br />kompos, dekomposisi 2 bulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa<br />kandungan limbah sagu 75% limbah sagu + 25% kompos dekomposisi<br />2 bulan meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas lada perdu.<br />Limbah sagu dengan 100% dalam bentuk segar dan dekomposisi<br />sampai 2 bulan efektif dalam menekan populasi gulma.<br />Kata kunci: Limbah sagu, gulma, lada perdu<br />ABSTRACT<br />The use of sago palm waste in controlling weed on<br />dwarf pepper<br />Sago palm waste can be used as a source of organic matter;<br />in addition, it can also be used as ameliorant and natural<br />herbicide. The objective of the research was to find out the<br />effect of sago palm waste and weeding method on the growth of<br />dwarf pepper and weed population. The research was conducted<br />at the experimental garden of the Bogor Agriculture Institute and<br />the Indonesian Medicinal and Aromatic Crops Research Institute<br />from May 2003 to April 2004. The research was arranged<br />factorially in split-plot design. The main plot was weeding<br />methods (S) and a composition of sago palm waste (L) as the sub<br />plot. The treatments were as follows: S 1 = clean weeding and S 2<br />= limited weeding. The composition of sago waste were Lo =<br />non organic matter; L 1 = 100% sago waste; L 2 = 100% sago<br />waste of one month decomposition; L 3 = 100% sago waste of two<br />months decomposition ; L 4 = 75% sago waste + 25% compost; L 5<br />= 75% sago waste + 25% compost of one month decomposition;<br />L 6 = 75% sago waste + 25% compost of two months<br />decomposition; L 7 = 50% sago waste + 50% compost; L 8 = 50%<br />sago waste 50% compost of one month decomposition; L 9 = 50%<br />sago waste + 50% compost of 2 months decomposition; L 10 =<br />25% sago waste + 75% compost’ L 11 = 25% sago waste + 75%<br />compost of one month decomposition; and L 12 = 25% sago waste<br />+ 75% compost of two months decomposition. The result showed<br />that the composition of 75% sago waste + 25% compost of two<br />months decomposition increase the growth and productivity of<br />dwarf pepper. The fresh (75 - 100%) sago palm waste of one<br />month decomposition was effective in decreasing weed<br />population.<br />Key words : Sago palm waste, weed, bushy black pepper
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
13

Assa, Jan Rudolf, Lucy C. Mandey e Tasya V. Lagarinda. "The Effect Of Sago Flour And Red Bean Substitution On Crysty Level and Protein Levels Of Dry Pia." Jurnal Agroekoteknologi Terapan 3, n. 2 (14 dicembre 2022): 257–60. http://dx.doi.org/10.35791/jat.v3i2.44329.

Testo completo
Abstract (sommario):
Pia is a popular snack food, the main raw material is wheat flour which is still an imported material in the form of wheat seeds. Imports of Indonesian wheat seeds tend to increase from 2010 to 2020. To reduce the use of wheat flour, especially in dry pia, it is necessary to substitute sago flour, the addition of sago flour is also related to the level of crispness. The problem is that the protein content of sago flour is low, so it is necessary to substitute red bean flour which has a high protein content. This study substituted sago flour and red bean flour with the following proportions: Wheat Flour 70%: Sago Flour 10%: Red Bean Flour 20% (T0); Wheat Flour 60%: Sago Flour 20%: Red Bean Flour 20% (T1); Wheat Flour 50%: Sago Flour 30%: Red Bean Flour 20% (T2); Wheat Flour 40%: Sago Flour 40%: Red Bean Flour 20% (T3). The results showed that protein content decreased with an increasing proportion of sago flour and dry pia crispness increased with the increasing proportion of sago flour. Keywords: Dried pia, substitution, level of crispness, protein Abstrak Pia merupakan makanan ringan yang digemari masyarakat, bahan baku utamanya adalah tepung terigu yang saat ini masih merupakan bahan import dalam bentuk biji gandum. Import biji gandum Indonesia cenderung meningkat dari tahun 2010 sampai 2020. Untuk mengurangi penggunaan tepung terigu khususnya pada pia kering perlu substitusi tepung sagu, penambahan tepung sagu juga berhubungan dengan tingkat kerenyahan. Masalahnya kadar protein tepung sagu rendah sehingga perlu juga substitusi tepung kacang merah yang kadar proteinnya tinggi. Penelitian ini melakukan substitusi tepung sagu dan kacang merah dengan proporsi: Tepung Terigu 70% : Tepung Sagu 10% : Tepung Kacang Merah 20% (T0); Tepung Terigu 60% : Tepung Sagu 20% : Tepung Kacang Merah 20% (T1); Tepung Terigu 50% : Tepung Sagu 30% : Tepung Kacang Merah 20% (T2); Tepung Terigu 40% : Tepung Sagu 40% : Tepung Kacang Merah 20% (T3). Hasil penelitian menujukkan kadar protein menurun dengan meningkatnya proporsi tepung sagu dan tingkat kerenyahan pia kering meningkat dengan bertambahnya proporsi tepung sagu. Kata kunci: Pia kering, substitusi, tingkat kerenyahan, kadar protein.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
14

Kapojos, Lindsay Vanessa, Feti Fatimah e Vanda Selvana Kamu. "Uji Toksisitas, Kolesterol, dan Aktivitas Antioksidan Minyak Ulat Sagu (Rhynchophorus ferrugineus) Sebelum dan Sesudah Pengolahan". CHEMISTRY PROGRESS 16, n. 2 (4 dicembre 2023): 133–40. http://dx.doi.org/10.35799/cp.16.2.2023.47711.

Testo completo
Abstract (sommario):
Ulat sagu di kota Manado pada umumnya digunakan untuk dikonsumsi serta dipakai sebagai bahan memancing atau kail. Ulat sagu sulit didapatkan karena tidak semua masyarakat mengkonsumsi atau memanfaatkan hewan ini dan banyak orang juga tidak mengetahui kelebihan lain dari ulat sagu seperti kandungan minyak yang didapati dari tubuh ulat sagu. Tujuan penelitian ini untuk menguji toksisitas, kadar kolesterol dan nilai aktivitas antioksidan dari minyak ulat sagu sebelum dan sesudah pengolahan. Hasil penelitian dari uji toksisitas in vivo menggunakan larva udang (Artemia Salina L.) menunjukkan nilai LC50 sebelum dan sesudah pengolahan minyak ulat sagu berturut-turut sebesar 1,494 ppm dan 4,587 ppm. Minyak ulat sagu sebelum dan sesudah pengolahan terdeteksi tidak mengandung kolesterol. Pengujian aktivitas antioksidan melalui metode DPPH menunjukkan bahwa aktivitas antioksidan tertinggi untuk minyak ulat sagu sebelum pengolahan adalah 28,38% dan sesudah pengolahan adalah 54,95%. Sago caterpillars in Manado are generally used for consumption and fishing or hook material. Sago caterpillars are difficult to find because not many people consume this animal and many people also do not know about the other advantages of sago caterpillars, such as the oil content found in the bodies of sago caterpillars. This research aimed to test the toxicity, cholesterol levels, and antioxidant activity values of sago caterpillar oil before and after processing. In vivo toxicity tests using shrimp larvae (Artemia Salina L.) showed LC50 values before and after processing sago caterpillar oil of 1,494 ppm and 4,587 ppm, respectively. Sago caterpillar oil before and after processing was detected to contain no cholesterol. Testing antioxidant activity using the DPPH method showed that the highest antioxidant activity for sago caterpillar oil before processing was 28.38% and after processing was 54.95%.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
15

Ruhulessin, Cleopatriza T. F. "Pelatihan dan pendampingan pembuatan mie bakso dari tepung sagu sebagai upaya pengembangan ekonomi jemaat pada ibu-ibu persekutuan wanita jemaat GKI Maranatha Kampung Yoboi, Klasis GKI Sentani, Kabupaten Jayapura". IGKOJEI: Jurnal Pengabdian Masyarakat 4, n. 2 (12 luglio 2023): 61–71. http://dx.doi.org/10.46549/igkojei.v4i2.356.

Testo completo
Abstract (sommario):
ABSTRACT The GKI Inri Pulende congregation is one of the congregations on the shores of Lake Sentani. The use of sago as a local commodity for the economic development of families and congregations is one of the problems currently being faced. Sago is the staple food of the Sentani people, which is processed into a variety of foods in order to maintain this local food for the welfare of the people. One of the resistances carried out to maintain the religious and economic cultural values ​​of this local commodity is training and mentoring in the use of sago for the Women's Fellowship of the GKI Inri Pulende Congregation. The production of meatball noodles from sago flour is the right choice to deal with various food traps that can weaken the existence of sago as a cultural identity for the Sentani people in the modernization era. Meatball noodles from sago flour as traditional food with high cultural taste is very popular among various groups of village people. Two targets to be achieved from this activity are: Production of meatball noodles from sago flour as a substitute for ordinary flour and Creating a sago meatball stall business to improve the economy of families and congregations. Women who were trained in the process of making sago flour into the basic ingredient for making noodles actively participated in the activity until the end. They have been able to make meatball noodles from sago flour and tilapia fish meatballs with basic ingredients from sago flour. Keywords: Congregational economy; Making meatball noodles; Sago flour; Training ABSTRAK Jemaat GKI Inri Pulende merupakan salah satu jemaat yang berada di pesisir danau Sentani. Pemanfaatan sagu sebagai komoditas lokal bagi pengembangan ekonomi keluarga dan jemaat merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi saat ini. Sagu menjadi makanan pokok masyarakat Sentani, yang diolah menjadi aneka ragam pangan guna mempertahankan pangan lokal ini demi kesejahteraan masyarakat. Salah satu resistensi yang dilakukan untuk mempertahankan nilai kultur religi dan ekonomi dari komuditas local ini adalah pelatihan dan pendampingan pemanfaatan sagu kepada Persekutuan Wanita Jemaat GKI Inri Pulende. Produksi mie bakso dari tepung sagu, menjadi pilihan yang tepat untuk menghadapi berbagai jebakan-jebakan pangan yang dapat memperlemah eksistensi sagu sebagai identitas kultur orang Sentani di era modernisasi. Mie bakso dari tepung sagu sebagai pangan tradisional yang bercita rasa budaya tinggi sangat digemari oleh berbagai kalangan masyarakat kampung. Ada dua target yang ingin dicapai dari kegiatan ini adalah: a. Produksi mie bakso dari tepung sagu penganti tepung biasa, b. Membuat usaha warung bakso sagu untuk meningkatkan ekonomi keluarga dan jemaat. Ibu-Ibu yang dilatih proses pembuatan tepung sagu menjadi bahan dasar pembuatan mie aktif mengikuti sampai dengan akhir dari kegiatan. Mereka sudah dapat membuat mie bakso dari tepung sagu dan bakso ikan mujair dengan bahan dasar tepung sagu. Kata Kunci: Ekonomi jemaat; Pelatihan; Pembuatan mie bakso; Tepung sagu
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
16

Suroto, Hari, Rini Maryone e Marlyn Salhuteru. "BUDAYA SAGU DI PAPUA DARI MASA PRASEJARAH HINGGA MASA KINI". Naditira Widya 17, n. 1 (6 novembre 2023): 57–66. http://dx.doi.org/10.24832/nw.v17i1.526.

Testo completo
Abstract (sommario):
Sagu merupakan bahan makanan pokok masyarakat Papua dan banyak ditemukan di lingkungan sekitar permukiman mereka. Aktivitas mengolah sagu tidak memerlukan pengeluaran yang banyak, baik tenaga, biaya, dan waktu serta resikonya kecil, dibandingkan dengan aktivitas berburu atau menangkap ikan. Oleh karena itu, tanaman sagu menjadi salah satu karakteristik kebudayaan Papua sekarang, yaitu sebagai penanda identitas, batas wilayah, bahkan memiliki fungsi dalam aktivitas adat. Sejumlah ahli arkeologi telah membahas tentang eksistensi sagu yang berkaitan dengan wadah-wadah tanah liat. Tujuan penelitian ini adalah memahami perkembangan budaya sagu di Papua sejak masa prasejarah hingga masa kini. Penelitian ini menggunakan metode studi pustaka, observasi, wawancara dan pendekatan etnoarkeologi. Hasil penelitian menunjukan bahwa sagu merupakan tanaman penting orang Papua. Kebudayaan yang berkaitan dengan sagu di Papua sudah dikenal sejak sekitar 30.000 tahun yang lalu. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya asosiasi antara fragmen forna atau tungku pemanggang, serta fragmen periuk dan tempayan dan pengolahan sagu di situs-situs hunian prasejarah. Budaya sagu juga masih berlangsung hingga saat ini di Papua, hal ini terlihat pada tradisi menokok sagu, rumah gaba-gaba, peralatan sehari-hari berbahan pohon sagu, kuliner sagu, serta ritual yang berkaitan dengan sagu.. The environment around the Papuan settlements provides abundant sago for their staple food. Therefore, sago has become one of the characteristics of Papuan culture today, whether as an identity marker and territorial boundaries or a means of traditional activities. This research aims to understand the development of sago culture in Papua from prehistoric periods to the present. This research uses literature study, observation, interviews, and an ethnoarchaeological approach. Research results suggest that the Papuan people have known culture related to sago in Papua since around 30,000 years ago. Archaeologically, this is evident from fragments of ‘forna’ or roasting stoves and sherds of pots and jars found at prehistoric settlement sites. The sago culture continues today in Papua, which can be seen in the tradition of sago felling, ‘gaba-gaba’ houses, daily utensils, sago culinary delights, and rituals related to sago.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
17

., Mubekti. "SPATIAL STATISTICS FOR ESTIMATING SAGO STOCK IN WEST PAPUA, INDONESIA = Statistika Spasial untuk Estimasi Stok Sagu di Papua Barat, Indonesia". Jurnal Teknologi Lingkungan 14, n. 2 (1 dicembre 2016): 95. http://dx.doi.org/10.29122/jtl.v14i2.1427.

Testo completo
Abstract (sommario):
Sagu sawit adalah salah satu Genus Metroxylon dari keluarga Palmae , yang mengakumulasi sejumlah besar pati di batangnya. Sebagai sumberdaya makanan bertepung, sagu bisa menjadi peran penting sehubungan dengan kemungkinan kekurangan pangan di dunia di masa depan. Sagu sawit adalah tanaman tropis yang tidak hanya tumbuh di lahan kering, tetapi juga tumbuh dengan adaptasi yang tinggi terhadap lahan basah seperti rawa air tawar, rawa gambut ataubrakish. Asal-usul sagu diyakini membentang dari Maluku dan Papua dari Indonesia ke New Guinea. Namun, perhatian untuk mengeksplorasi penyebaran dan potensi sagu belum dilakukansecara memadai di Papua. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan metode statistik spasial untuk pemetaan dan memperkirakan saham sagu di Inanwatan District, Kabupaten SorongSelatan, Papua Barat. Kerangka sampling area berupa metode segmen persegi yang diterapkan untuk memperkirakan stok sagu, yang melibatkan beberapa tahapan, yaitu, (1) Stratifikasi daerahpenelitian dengan menggunakan resolusi tinggi dari data satelit, (2) Desain survei kerangka sampel, (3) Survei lapangan untuk truthing tanah, dan (4) analisis data. Hasil menunjukkan bahwa totaldaerah penelitian adalah 13.315 ha terdiri dari 2.892 ha hutan non - sagu dan 10,423 ha hutan sagu. Hutan sagu dibagi menjadi 3 strata, yaitu kepadatan rendah, kepadatan sedang, dan kepadatantinggi, yang memiliki luas wilayah 630 ha, 392 ha, dan 9.401 ha. Populasi sagu matang di kepadatan rendah , kepadatan sedang , dan kepadatan tinggi 22,680 berdiri , 32,928 berdiri , dan 549,018berdiri sebesar 4.930 ton , 7,226 ton , dan 109,044 ton pati sagu , masing-masing. Sehingga , total saham sagu di daerah penelitian adalah seluruh 121,200 ton pati sagu. Kata Kunci : statistik spasial, area kerangka sampling, penginderaan jauh, sagu sawitAbstractSago palm is one of Genus Metroxylon belonging to Family Palmae, that accumulates a huge amount of starch in its stem.As invaluable resouces of starchy food, sago palm could be an important role inrespect to possible food shortage in the world in future. Sago palm is a tropical plant which not only grows in the dry lands but also grows with high adaption to low-lying wetlands such as fresh waterswamp, peat swamp or brakish water. The origin of sago palm is believed to be the area extending from Moluccas, and Papua of Indonesia to New Guinea. However, the attention to explore spreadand potential of sago stock has not been done adequately in Papua. The Objective of this study is to develop spatial statistics method for mapping and estimating sago stock in Inanwatan District,Sorong Selatan Regency, West Papua. Area frame sampling of square segment method is applied for estimating sago stock, which involves some stages, i.e., (1) Stratification of study area by usinghigh resolution of satellite data, (2) Design of sample frame survey, (3) Field survey for ground truthing, and (4) Data analysis. The Results show that the total of study area is 13,315 ha consistedof 2,892 ha non-sago forest and 10.423 ha sago forest. Sago forest is divided into 3 strata, namely low density, medium density, and high density, which has area of 630 ha, 392 ha, and 9,401 harespectively. The population of ripe sago palm in low density, medium density, and high density are 22.680 stands, 32.928 stands, and 549.018 stands equal to 4.930 tons, 7.226 tons, and 109.044 tonsof sago starch, respectively. So that, the total sago stock in the whole study area is 121.200 tons of sago starch. Keywords: spatial statistics, area frame sampling, remote sensing, sago palm
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
18

Saputra, Indra, Kissinger Kissinger e Daniel Itta. "SPOT SEBARAN DAN PEMANFAATAN SAGU (Metroxylon sagu) DI KABUPATEN BANJAR KALIMANTAN SELATAN". Jurnal Sylva Scienteae 5, n. 2 (30 aprile 2022): 212. http://dx.doi.org/10.20527/jss.v5i2.5355.

Testo completo
Abstract (sommario):
The distribution and utilization of sago plants need to be known in order to be more optimal in its management. The purpose of this study was to analyze the distribution of sago plants in Banjar Regency based on geographic position and habitat type and to analyze the use of sago plants by the community around the sago stand locations in Banjar Regency. The method of determining respondents usingmethod purposive sampling of 14 respondents from 7 districts in Banjar Regency. Primary data were obtained from interviews with respondents and field observations about the distribution of sago plants based on their habitat type. The data were then analyzed by means of data tabulation and descriptive analysis. The distribution of sago plants in Banjar Regency is located in 7 (seven) sub-districts, namely Aluh-aluh, Astambul, Gambut, Martapura, Simpang Empat, Sungai Tabuk and Karang Intan sub-districts with 23 distribution spots. Habitat types are in the form of peatlands, swamps or riverbanks that are affected by tides. Sago is used by the community in Banjar district, especially on the stems and leaves. Sago stems are generally used as animal feed, the leaves are used for roof processing. The use of sago stalks to process sago flour is only done by people in the Sungai Tabuk sub-district in Banjar Regency. The management of sago production by the community is managed independently with the provision of socialization from the local government and the products are sold using online mediaPersebaran dan pemanfaatan Tumbuhan Sagu perlu untuk diketahui agar lebih optimal dalam pengelolaannya. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk menganalisis sebaran tumbuhan sagu di Kabupaten Banjar berdasarkan posisi geografis dan tipe habitat serta menganalisis pemanfaatan tumbuhan sagu oleh masyarakat sekitar lokasi tegakan sagu di Kabupaten Banjar. Metode penentuan responden menggunakan metode Purposive Sampling sebesar 14 responden dari 7 Kecamatan di Kabupaten Banjar. Data primer diproleh dari wawancara kepada responden dan observasi lapangan tentang persebaran tanaman Sagu bedasarkan tipe habitatnya. Data kemudian dianalisis dengan cara tabulasi data dan analisis deskriptif. Persebaran tumbuhan sagu di Kabupaten Banjar terletak di 7 (tujuh) kecamatan yaitu kecamatan Aluh-aluh, Astambul, Gambut, Martapura, Simpang Empat, Sungai Tabuk dan Karang Intan dengan 23 spot sebaran. Tipe habitatnya berupa lahan gambut, rawa atau dipinggiran sungai yang terkena pasang surut. Sagu dimanfaatkan masyarakat di kabupaten Banjar terutama pada bagian batang dan daunnya. Batang sagu umumnya digunakan sebagai pakan ternak, daunnya dimanfaatkan untuk pengolahan atap. Pemanfaatan batang sagu untuk mengolah tepung sagu hanya dilakukan oleh masyarakat di kecamatan Sungai Tabuk di Kabupaten Banjar. Pengelolaan produksi sagu oleh masyarakat dikelola secara mandiri dengan bekal sosialisasi dari pemerintah setempat dan hasil produk dijual menggunakan media online
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
19

Gaspersz, Nelson, Erwin Ubwarin e Jacobus Cliff Diky Rijoly. "PENERAPAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SAGU UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI SAGU MERAH-PUTIH DI DESA PORTO". LOGISTA - Jurnal Ilmiah Pengabdian kepada Masyarakat 4, n. 2 (11 novembre 2020): 70. http://dx.doi.org/10.25077/logista.4.2.70-77.2020.

Testo completo
Abstract (sommario):
Sagu tumbuh dan berkembang sangat banyak di daerah Maluku. Sagu memiliki potensi yang paling besar untuk digunakan sebagai pengganti beras. Keuntungan sagu dibandingkan dengan sumber karbohidrat lainnya adalah tanaman sagu atau hutan sagu sudah siap dipanen bila diinginkan dan memiliki nilai kandungan gizi dan ekonomis yang tinggi namun belum dikelola secara baik sesuai permintaan pasar. Oleh karena itu, melalui Program Produk Teknologi yang Diseminasikan ke Masyarakat diharapkan ada tranformasi learning yang diberikan untuk mengembangkan masyarakat khususnya di Desa Porto, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah yang mempunyai usaha yang belum sesuai standar pasar. Metode pelaksanaan dilakukan melalui sosialisasi atau penyuluhan kepada mitra, memberikan keterampilan teknis pembuatan peralatan pengolahan sagu, dan pelatihan partisipatif. Sosialisasi dilakukan secara berkelompok dan penggalian solusi masalah dengan teknik Focus Group Discussion. Hasil yang didapat berupa penerapan teknologi tepat guna oleh mitra diantaranya pembuatan alat pemarut batang sagu termodifikasi yang mampu menghasilkan empulur sagu yang lebih halus, alat ekstraksi pati sagu termodifikasi yang dapat memaksimalkan proses ekstraksi sehingga sagu mentah yang dihasilkan lebih banyak, dan alat pemanggang pati sagu untuk pembuatan “Sagu Merah-Putih”. Masyarakat berharap kegiatan ini tidak berhenti sampai disini, tetapi ada bantuan untuk memfasilitasi pengadaan peralatan atau teknologi ini ke depan. Kata kunci: Desa Porto, Sagu, Teknologi, Produk Merah-Putih ABSTRACT Sago grows and develops well in Maluku region. Sago has the greatest potential as a rice substituted. Sago has more benefit if compared to other carbohydrate sources because it ready to harvested if we want, has high nutritional and economic value, but has not been properly managed according to the market demand. Therefore, through The Technology Product Program that is Disseminated to the Community, hopely that there will be a learning transformation provided to develop the community, especially in Porto Village, Saparua District, Central Moluccas Regency. Socialization was carried out in groups and the exploration of problem solving using the Focus Groups Discussion technique. The results obtained were application of appropriate technology by partners including production of the modified sago stem gratertoolthat capable to produced finer sago pith, a modified sago starch extraction tool that maximizes the extraction process so that more raw sago is produced, and a sago starch roaster tool for production of "SaguMerah-Putih" product. The community hopes that activity doesn’t stop here, but there is acollaborated to facilitated the procurement of this equipments or technologies in the future. Keywords: Porto Village, Sago, Technology, Merah-Putih Products
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
20

Tarigan, Elisa Putri, Lidya Irma Momuat e Edi Suryanto. "Karakterisasi dan Aktivitas Antioksidan Tepung Sagu Baruk (Arenga microcarpha)". Jurnal MIPA 4, n. 2 (6 maggio 2015): 125. http://dx.doi.org/10.35799/jm.4.2.2015.9036.

Testo completo
Abstract (sommario):
Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari karakteristik kimia tepung sagu baruk yang mengandung senyawa fitokimia dan mempelajari aktivitas antioksidan dari ekstrak tepung sagu baruk. Tepung sagu baruk diekstrak dengan pelarut etanol 50% dengan cara maserasi selama 24 jam. Setelah itu, tepung sagu diuji proksimat, ekstrak dianalisis kandungan fitokimia fenolik, flavonoid dan tanin terkondensasi. Pengujian aktivitas antioksidan menggunakan radikal bebas DPPH dan daya reduksi dengan spektrofotometer UV/Vis. Hasil penelitian menunjukkan pada pengujian proksimat bahwa tepung tepung sagu baruk memenuhi syarat Standar Nasional Indonesia, tetapi berbeda dengan kadar serat kasar. Total kandungan fenolik dan flavonoid menunjukkan bahwa tepung sagu akuades (SA) lebih tinggi daripada tepung sagu komersial (TSBK). Hasil radikal bebas sagu tepung sagu SA lebih tinggi dari TSBK sama halnya dengan kemampuan daya reduksi SA jauh lebih tinggi dari TSBK. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa tepung sagu baruk memiliki kandungan fitokimia fenolik dan flavonoid yang dapat berpotensi sebagai antioksidan.Objectives of this research were to study the chemical characteristics of sago baruk flour containing phytochemicals and antioxidant activity of sago baruk flour extract. Sago baruk flour was extracted with 50% ethanol by maceration for 24 hours. Afterward, sago flour was tested for proximate and the extract was analyzed for phenolic, flavonoids, and condensed tanin. DPPH free radical was used to examine antioxidant activity and spectrophotometry method was used to determine the reduction ability. The result for proximate test showed that sago flour extract meets Indonesian Nasional Standard requirements. Total phenolic and flavonoid contents in the flour extracted with aquadest (SA) were higher than that in commercial flour (TSBK). Free radical scavenging activity of sago flour SA was higher than that of TSBK, as well as the reduction ability of SA that was much higher than of TSBK. It was concluded that sago baruk flour possess phytochemical content of phenolic and flavonoid which were potential as antioxidant.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
21

Novarianto, Hengky, Ismail Maskromo, Meity A. Tulalo, Elsje T. Tenda, Jeanette Kumaunang, Donata S. Pandin e Sukmawati Mawardi. "Karakteristik dan Potensi Produksi Pati Varietas Sagu Bestari [Characteristics and Starch Production Potential of Sago Bestari Variety]". Buletin Palma 21, n. 1 (2 luglio 2020): 29. http://dx.doi.org/10.21082/bp.v21n1.2020.29-37.

Testo completo
Abstract (sommario):
<p>Sago development requires plant material as superior seedlings for rehabilitation and replanting. Until 2016 two superior sago varieties were released, namely Molat sago varieties from Maluku in 2011 and Selatpanjang Meranti sago varieties from the Meranti Islands Regency, Riau in 2013. Indragiri Hilir Regency, Riau Province is one of the areas of natural sago growth, and producing sago starch . This district has the opportunity to develop sago palms as a potential and regional producer. In connection with that, a research has been conducted which aims to find out and obtain superior sago species from Indragiri Hilir Regency, from 2015 to 2017. The research method was conducted by observing the sago population with high yield potential. For the observation, 10 sample trees every year were selected in each location/village in Gaung Anak Serka District, Indragiri Hilir Regency, Riau Province. Data observations were carried out on the morphological characteristics of sago and suckers, sago starch production potential, and proximate analysis. Observation data were analyzed for diversity, standard deviation and coefficient of variance. Morphological observations and production of Bestari sago starch obtained an average leaf length of 8.00 m, diameter of the diameter of bottom stem 47.37 cm, circumference of the bottom stem 148.52 cm, the number of leaf scars on the leaf-free stem 53.23 scars, the number leaves on the crown 16.98 strands, the distance of leaf scar 12.42 cm, the length of the petiole 231.00 cm, the width of the petiole 9.25 cm, the thickness of the petiole 3.93 cm, the length of the rachis 660.33 cm, the length of the leaflets 155.59 cm, leaflets width 9.39 cm, and dry starch yield 254.94 kg per palm. Proximate analysis results on Bestari sago starch obtained an average water content of 13.00%, ash content of 0.60%, fat content of 0.83%, protein content of 0.84%, crude fiber content of 0.29%, and carbohydrate content was 84.34%, with 350 calories, Vitamin C 0.96 mg/100 gr sago starch, and total sugar around 1.43%. Hoping that sago Bestari variety will become the suckers resources for sago development in Indragiri Hilir Region, Riau Province and other region of Indonesia.</p><p> </p><p><strong>ABSTRAK </strong></p><p>Pengembangan sagu membutuhkan bahan tanaman sebagai bibit unggul untuk rehabilitasi dan penanaman kembali. Sampai tahun 2016 telah dilepas dua varietas sagu unggul, yaitu varietas sagu Molat asal Maluku tahun 2011 dan varietas sagu Selatpanjang Meranti asal Kabupaten Kepulauan Meranti, Riau tahun 2013. Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau adalah salah satu daerah pertumbuhan sagu alami dan penghasil pati sagu. Kabupaten ini memiliki peluang untuk dikembangkan tanaman sagu sebagai potensi dan penghasilan daerah. Sehubungan dengan itu, maka telah dilakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui dan mendapatkan jenis sagu unggul asal Kabupaten Indragiri Hilir, sejak tahun 2015 sampai tahun 2017. Metode penelitian dilakukan dengan observasi terhadap populasi sagu potensi hasil tinggi. Untuk pengamatan telah dipilih sebanyak 10 pohon contoh setiap tahun di setiap lokasi/Desa di Kecamatan Gaung Anak Serka, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau. Pengamatan data dilakukan terhadap karakteristik morfologi tanaman sagu dan anakan, potensi produksi pati sagu, dan analisis proksimat. Data pengamatan dianalisis keragaman, simpangan baku dan koefisien keragamannya. Hasil pengamatan morfologi dan produksi pati sagu Bestari diperoleh rata-rata panjang bebas daun 8,00 m, diameter batang bawah 47,37 cm, lingkar batang bawah 148,52 cm, jumlah bekas pelepah daun pada batang bebas daun 53,23 buah, jumlah daun pada mahkota 16,98 helai, jarak antar pelepah 12,42 cm, panjang pelepah 231,00 cm,lebar pelepah 9,25 cm, tebal pelepah 3,93 cm, panjang daun 660,33 cm, panjang anak daun 155,59 cm, lebar anak daun 9,39 cm, dan produksi pati kering 254,94 kg per pohon. Hasil analisis proksimat pada pati sagu Bestari diperoleh rata-rata kadar air 13,00%, kadar abu 0,60%, kadar lemak 0,83%, kadar protein 0,84%, kandungan serat kasar 0,29%, dan kadar karbohidrat adalah 84,34%, dengan 350 kalori, Vitamin C 0,96 mg/100 gr pati sagu, dan total gula sekitar 1,43%. Diharapkan varietas sagu Bestari menjadi sumber benih untuk pengembangan sagu di Kabupaten Indragiri Hilir, Riau dan daerah Indonesia lainnya</p>
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
22

Abidin, Zainal. "Analisis Kelayakan Finansial Pengolahan Gula Cair Pati Sagu Di Kabupaten Konawe Selatan [Financial Analysis Of Processing Sago Liquid Sugar At South Konawe Regency]". Buletin Palma 19, n. 2 (31 dicembre 2018): 117. http://dx.doi.org/10.21082/bp.v19n2.2018.117-126.

Testo completo
Abstract (sommario):
<p>Sugar is a one of commodity that goverment already decided to reach national self sufficient in 2019. One effort that was conducted is using sago starchto produce liguid sugar. Research was done in Lamokula Village, North Moramo Sub Distric, South Konawe Regency at July – October 2016. The research was conducted to know the economic analysis and organoleptic test of producing liquid sugar from sago starch. Research usedtesting of producion sago liquid sugar in home scale. Besides that organoleptic test was conducted using questionare for 85 panelists that threat the taste, color and smell of sago liquid sugar and also application of sago liquid sugar in drinks. The result of research showed that producing sago liquid sugar from sago starch with capacity 200 kg was feasible with value of RCR 1,79 and net income reach Rp. 1.590.000, with BEP from production side 112 liters and BEP from price side Rp. 10.050. Production of sago liqud sugar still feasible even price of wet sago increase until 30%, gas fuel until 10%, labour and packaging until 20% eventhoug production decrease 10% but price of sago liquid sugar increase minimum 10%. The yield of organoleptic test show that sago liquid sugar have taste, color and smell that can be good accepted by community. Even that if sago liquid sugar apply in fruit ice drinks, the taste and smell of fruit ice drinks is good. For the next sago liquid sugar can substitute sugar cane and also other sweetener and support the the effort to reach national self sufficient of sugar.</p><p> </p><p align="center"><strong>ABSTRAK</strong></p><p align="center"><strong> </strong></p><p>Swasembada gula telah dicanangkan oleh pemerintah untuk dicapai tahun 2019. Penelitian dilakukan di Desa Lamokula Kecamatan Moramo Utara Kab. Konawe Selatan pada bulan Juli – Oktober 2016. Penelitian dilakukan untuk mengetahui aspek ekonomi pembuatan gula cair pati sagu dan penerimaan masyarakat terhadap gula cair pati sagu. Penelitian menggunakan uji coba pembuatan gula cair pati sagu. Uji organoleptik dilakukan oleh 85 orang panelis yang menguji tentang rasa, warna dan bau gula cair pati sagu serta pemanfaatannya pada minuman es teler. Hasil analisis menunjukkan bahwa usaha gula cair pati sagu dengan skala 200 kg per bulan layak secara ekonomi dengan nilai RCR 1,79dengan pendapatan bersih per bulan sekitar Rp. 1.590.000, dan nilai TIP sebesar 112 liter dan TIH sebesar Rp. 10.050. Produksi gula cair sagu tetap layak dilaksanakan meskipun terjadi perubahan harga input berupa bahan baku sagu naik hingga 30%, bahan bakar gas hingga 10%, tenaga kerja dan kemasan hingga 20% meskipun produksi turun hingga 10%, akan tetapi harga naik minimal 10%. Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa gula cair sagu memiliki rasa, warna dan bau yang dapat di terima baik oleh masyarakat. Demikian pula halnya jika gula cair sagu digunakan dalam minuman es teler dengan parameter rasa dan bau, di anggap baik oleh panelis. Ke depan gula cair sagu dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif dalam upaya pencapaian swasembada gula.</p><p> </p><em> </em>
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
23

Vita, Vita. "Etnobotani Sagu (Metroxylon sagu) warisan Budaya Masa Sriwijaya di Lahan Basah Air Sugihan, Sumatera Selatan." KALPATARU 26, n. 2 (30 aprile 2018): 107–22. http://dx.doi.org/10.24832/kpt.v26i2.314.

Testo completo
Abstract (sommario):
Abstract. Sago (Metroxylon sagu) is one of potential carbohydrate source which had been used by people since pra-Sriwijaya (2-5 masehi century). Unfortunately at the moment, The community of sago vegetation is rare to be found in Air Sugihan site. Why did that happen. Could sago did not important anymore or the ignorant of people about the advantages of sago. or may be this vegetation could not growth anymore in present environment. Therefore, Field survey and Ethnobotany study have to be done by describing/grouping (taxonomy plants) habitat and benefit of sago. The result of this study shown that people had change the growth area of sago into paddy field /plantation. Sago is included in Arecacceae (palmae) group. It has typical form and habitat. Beside that it also has a lot of advantages, its leave could be used as roof house and house wares, its midribs for house wall, its pith for food as sago flour. The skin rod for fuel and house floor. The young rod for fodder, even the former slash could be used as the media of sago caterpillar. From this discussion, could be concluded that Sago Plant is important in preserving the balance of environment, especially in the ground water. All parts of this plant also have an advantages not only in daily living but also in modern industry. Key word : Ethonobotany, taxonomy plants, environment, habitat Abstrak. Sagu (Metroxylon sagu) merupakan salah satu sumber karbohidrat potensial yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat sejak pra-Sriwijaya (abad ke-2-5 Masehi), tetapi saat ini disalah satu wilayah bekas kerajaan Sriwijaya yaitu Situs Air Sugihan komunitas tumbuhan sagu sudah jarang ditemukan. Mengapa hal tersebut bisa terjadi. Apakah mungkin sagu tidak begitu penting lagi, ataukah masyarakat kurang mengetahui manfaat sagu (Metroxylon sagu) dalam kehidupan, ataukah jenis ini tidak dapat tumbuh dan berkembang lagi dengan keadaan lingkungan sekarang. Untuk itu diperlukan survei lapangan dan studi etnobotani melalui pendekripsian/pengelompokan (taksonomi tumbuhan), habitat dan manfaat tumbuhan sagu. Dari hasil pengamatan ini diketahui bahwa masyarakat telah merubah lahan tempat tumbuhnya sagu menjadi areal persawahan / perkebunan. Sagu yang masuk dalam kelompok Arecacceae (Palmae) ini mempunyai bentuk dan habitat yang khas serta berbagai manfaat seperti daunnya untup atap rumah, peralatan rumah tangga; pelepah untuk dinding rumah; empulur untuk bahan makanan berupa tepung sagu; kulit batangnya untuk bahan bakar dan lantai rumah; batang muda untuk makanan ternak dan bekas tebangannyapun sebagai media ulat sagu. Dari bahasan ini disimpulkan bahwa tumbuhan sagu berperanan penting dalam menjaga keseimbangan lingkungan, terutama dalam menjaga kestabilan air tanah, seluruh organ dari tumbuhan inipun mempunyai manfaat baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam industri modern saat ini. Kata kunci: Etnobotani, Taksonomi tumbuhan, Lingkungan, Habitat
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
24

Rahmawati, Linda, Zuliyan Agus Nur Muchlis Majid, Dewi Amelia Widiyastuti e Baimy Alexander. "Pengembangan Usaha Produksi Olahan Sagu Di Desa Pemakuan Kecamatan Sungai Tabuk". Sasambo: Jurnal Abdimas (Journal of Community Service) 4, n. 3 (22 agosto 2022): 432–40. http://dx.doi.org/10.36312/sasambo.v4i3.777.

Testo completo
Abstract (sommario):
Salah satu mata pencaharian warga desa Pekauman Kecamatan Sungai Tabuk adalah sebagai petani sagu sekaligus memproduksi tepung sagu dan pengolah tepung sagu menjadi produk sagu setengah jadi. Petani sagu banyak dipilih sebagai alternatif jika warga belum memiliki pekerjaan, hal ini disebabkan melimpahnya tanaman sagu di desa Pemakuan. Namun karena kemasan yang sangat sederhana dan tidak tahan lama, maka konsumen pun kurang tertarik untuk membeli olahan sagu setengah jadi tersebut. Tujuan dari pengabdian pengembangan usaha ini adalah untuk menjadikan produk sagu dapat bertahan lama dan struktur amilum tidak rusak maka sagu dikeringkan pada suhu < 600C dan kemas menggunakan plastik vakum, dengan alat pengering berupa box yang terbuat dari aluminium dilengkapi dengan elemen pemanas di bagian bawah dan samping, pengatur suhu serta kipas exhaust di bagian atas. Box pengering berukuran panjang 100m, lebar 80cm dan tinggi 80cm dengan rak berjumlah 5 tingkat. Sosialisasi pada pengembangan usaha produksi olahan sagu ini dihadiri oleh 23 orang peserta yeitu, petani dan pengolah sagu, ibu rumah tangga dan mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN). Metode pelaksanaan yang dilakukan adalah survey lokasi, survey terhadap warga pembuat sagu, pembuatan/rancang bangun alat, uji coba alat, sosialisasi dan pemasaran. Hasil pada pembuatan rancang bangun alat pengering dan kemasan secara keseluruhan adalah pada tahap uji coba alat, pemanas tidak mencapai suhu maksimal yaitu 400C dan kipas mengalami kerusakan. Untuk itu dilakukan penggantian kipas. Pada uji coba suhu menggunakan 300C, bau, warna, bentuk dan rasa sagu tidak berubah dan masih bisa langsung direbus untuk dilakukan pengolahan lebih lanjut. Sagu Processed Production Business Development In Pemakuan Village, Sungai Tabuk District One of the livelihoods of being a resident of Pekauman Village, Sungai Tabuk Subdistrict, is as a sago farmer as well as producing sago flour and processing sago flour for semi-finished sago products. Many sago farmers are chosen as an alternative if residents do not have jobs, this is due to the abundance of sago plants in Pemakuan village. However, because the packaging is very simple and not durable, consumers are less interested in buying the semi-finished sago processed product. The purpose of this service is to make sago products durable and the starch structure is not damaged, so it is dried at a temperature of < 600C and packaged using vacuum plastic, with a dryer in the form of a box made of aluminum equipped with heating elements at the bottom and sides, temperature control and an exhaust fan at the top. Drying Box measuring 100m long, 80cm wide, and 80cm high with shelves opened 5 levels. The socialization on the business development of processed sago production was attended by 23 participants, namely, sago farmers and processors, housewives, and real work college students (KKN). The method of implementation carried out is a site survey, a survey of the residents of sago makers, the manufacture/design of tools, testing of tools, socialization, and marketing. The results in the overall design of the drying and packaging equipment are at the testing stage of the tool, the heater does not reach the maximum temperature of 400C and the fan is damaged. For this reason, a fan was replaced. In the temperature test using 300C, the smell, color, shape, and taste of sago did not change and could still be directly developed for further processing
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
25

Mulizani, Mulizani, Yanti Meldasari Lubis e Normalina Arpi. "Pengaruh Lama Fermentasi Alami Pati Sagu terhadap Mutu Sensori Mi Basah dengan Substitusi Tepung Non Terigu (Mocaf, Tepung Ubi Jalar Kuning Terfermentasi, Tepung Kacang Hijau)". Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian 2, n. 4 (1 novembre 2017): 464–70. http://dx.doi.org/10.17969/jimfp.v2i4.5487.

Testo completo
Abstract (sommario):
Abstrak. Pemanfaatan pangan lokal sagu dapat mengurangi konsumsi terigu dalam pembuatan mi. Tujuan penelitian ini untuk mempelajari pembuatan mi basah dari pati sagu terfermentasi dan substitusi tepung (MOCAF, tepung ubi jalar fermentasi, dan tepung kacang hijau). Penelitian pembuatan mi basah menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama, lama fermentasi pati sagu yang terdiri atas tiga taraf yaitu FI= 7 hari, F2=14 hari, dan F3= 21 hari. Faktor ke dua adalah substitusi pati dengan tepung (80%:20%), dengan tiga taraf yaitu S1=pati sagu fermentasi:MOCAF, S2=pati sagu fermentasi:tepung ubi jalar kuning fermentasi, dan S3=pati sagu fermentasi:tepung kacang hijau. Analisis yang dilakukan adalah uji organoleptik secara deskriftif yaitu kelengketan, elastisitas,warna, aroma, dan overall mi basah. Pembuatan mi basah menunjukkan bahwa perlakuan lama fermentasi pati sagu F1(7 hari) menghasilkan nilai elastisitas mi basah yang lebih tinggi (lebih baik) (P≤0,05), dibandingkan mi basah dari pati sagu F2 (14 hari) dan F3 (21 hari), walaupun kelengketan, dan aroma asam mi basahnya rendah (kurang baik) (P≤0,05). Produk mi basah terbaik yaitu mi yang terbuat dari pati sagu yang difermentasi 7 hari (F1) dengan substitusi tepung ubi jalar fermentasi, kelengketan 2,05 (lengket), elastisitas 2,43 (tidak elastis), warna 2,30 (tidak cerah) aroma asam 2,80 (tidak asam), rasa asam 2,88 (tidak asam), overall 2,60 (baik).Effectts of Natural Sago Starch Fermentation Quality Sensory of Wet Noodles Made by Substituted no wheat Flour (Mocaf, Fermented Sweet Potato Flour, Mung Bean)Abstract. Utilization of local food sago can reduce the consumption of wheat in the manufacture of noodles. The purpose of this research was to study making wet noodles of fermented sago starch and the use of flour substitution (mocaf, fermented sweet potato flour, and mung bean flour) in the manufacture of wet noodles. A randomized block design with 2 factors was use in the manufacture of wet noodles. First factor is sago starch fermentation period consist of three levels ie FI = 7 days, F2 = 14 days, and F3 = 21 days. Second factor is the substitution of sago starch with flour (80%: 20%), there are three levels ie S1 = fermented sago starch : mocaf, S2 = fermented sago starch : fermented yellow sweet potato flour, and S3 = fermented sago starch: mung bean flour. Analysis of the sago starch and substituted flour include descriptive organoleptic tests stickiness, elasticity, color, flavor, and overall of wet noodles. Manufacture of wet noodles showed that sago starch fermentation time F1 resulted in higher (better) (P≤0,05) breaking test and elasticity wet noodles compared to wet noodles from sago starch F2 and F3, although the adhesiveness and the sour aroma of the wet noodles were low (worse) (P≤0,05). descriptive organoleptic values of stickiness 2.05 (sticky), elasticity 2.43 (inelastic), color 2,30 (not bright), sourness aroma 2.80 ( not sour), sourness taste 2.88 (not sour), overalls 2.60 (good).
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
26

Murod, Mamun, Cecep Kusmana, Mochamad H. Bintoro, Nfn Widiatmaka e Endang Hilmi. "Analisis Struktur Kendala dalam Pengelolaan Sagu Berkelanjutan di Kabupaten Kepulauan Meranti Provinsi Riau [Structure Analysis of the Contstraint Sago Sustainable Management in Kepulauan Meranti Regency Riau Province]". Buletin Palma 19, n. 2 (31 dicembre 2018): 101. http://dx.doi.org/10.21082/bp.v19n2.2018.101-116.

Testo completo
Abstract (sommario):
<p>Sago (<em>Metroxylon sp</em>.) has an important role and society economy in Meranti Island Regency. The development of sago business in the regency in the future has a promising aspect, because the development of the sago industrialization area has not been optimal. Currently the sago platns have wide area around 53.456 ha or 43% from the exist area. Cultivation sago is still conventional, it is only produce starch sago. In 2017 the starch sago has 205,051 ton. The development of downstream still limited that are noodle, vermicelli, and crackers. The by-product are waste from pulp (repu) and peel (uyung) is not be used optimaly yet. In order to develop sago to be sustainable, that required structure constraint design. Those model has done with method Interpretative Structural Modelling (ISM). Method ISM is the strategic model technic that can be seen system condition comprehensively. This research is purpose to set the appropriate strategy based on structure constraint design that has an effect in sustainable sago development in Meranti Island Regency, Riau Province. The result of ISM analysis shows that sustainable sago development has 6 sub element of key constraint, there are : (1) Waste utilization and management; (2) Ijon system; (3) Availability, distribution, and market segmentation; (4) Water management; (5) processing of derivative product and packaging design, and (6) price stability, (7). To reach the sustainable cultivation sago, it is required support from every stakeholders both governments, academics, entrepreneurs, farmers, financial insitutions and non-governmental organization so that, sago cultivation run well and sustainable.</p><p> </p><p align="center"><strong>ABSTRAK</strong><strong></strong></p><p>Tanaman sagu (<em>Metroxylon</em> sp.) memiliki peran penting dalam kehidupan dan perekonomian masyarakat di Kabupaten Kepulauan Meranti. Pengembangan usaha sagu di Kabupaten ini pada masa yang akan datang memiliki prospek yang menjanjikan, karena pengembangan industrialisasi sagu belum optimal pelaksanaannya. Tanaman sagu saat ini luasnya 53.456 ha atau 43% dari lahan yang tersedia. Pengolahan sagu masih berjalan secara konvensional, yaitu hanya menghasilkan produk berupa pati sagu. Produksi pati sagu pada tahun 2017 sebesar 205,051 ton. Pengembangan produk hilirnya masih terbatas yaitu hanya mie, sohun dan kerupuk. Produk sampingnya berupa limbah dari ampas (repu) dan kulit (uyung) belum dimanfaatkan secara optimal. Desain struktur kendala diperlukan dalam rangka mengembangkan sagu agar berkelanjutan. Pemodelan struktur kendala dilakukan dengan menggunakan<em> Interpretative Structural Modelling</em> (ISM). ISM adalah teknik pemodelan strategis yang dapat memotret kondisi sistem secara komprehensif. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi yang tepat berdasarkan analisis struktur kendala yang berpengaruh dalam pengelolaan sagu berkelanjutan di Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau. Hasil analisis ISM menunjukkan bahwa dalam pengelolaan sagu berkelanjutan terdapat 6 sub elemen kendala kunci, di antaranya: (1) Pemanfaatan dan pengolahan limbah; (2) Sistem ijon ; (3) Ketersediaan, distribusi dan segmentasi pasar; (4) Tata kelola air, (5) Pengolahan produk turunan dan desain kemasan; dan (6) Stabilitas harga. Dukungan dari semua stakeholders terkait baik dari pemerintah, akademisi, pengusaha, petani, lembaga keuangan dan lembaga swadaya masyarakat (LSM), diperlukan agar pengelolaan sagu berjalan secara baik dan berkelanjutan.</p>
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
27

Zulmansyah, Nina Sawitri e Partini. "ANALISIS USAHA PENGOLAHAN SAGU BASAH DI DESA HARAPAN MAKMUR KECAMATAN GAUNG ANAK SERKA (STUDI KASUS KILANG H. BAHTIAR )". JURNAL AGRIBISNIS 13, n. 1 (8 giugno 2024): 79–87. http://dx.doi.org/10.32520/agribisnis.v13i1.3222.

Testo completo
Abstract (sommario):
Sagu merupakan tanaman perkebunan yang banyak dikembangkan oleh masyarakat di Kabupaten Indragiri Hilir, salah satunya Kecamatan Gaung Anak Serka. Salah satu produk turunan sagu adalah tepung sagu basah. Salah satu usaha pengolahan tepung sagu basah di Desa Harapan Makmur adalah usaha pengolahan sagu basah milik H.Bahtiar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besarnya biaya, penerimaan, keuntungan dan efisiensi usaha dari pengolahan sagu basah Pak H.Bahtiar. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis biaya, analisis penerimaan, analisis keuntungan dan analisis efisiensi usaha. Hasil penelitian menunjukan bahwa: (1) Biaya total usaha sagu basah adalah sebesar Rp. 71.939.555,5/bulan, (2) Total penerimaan diperoleh adalah sebesar Rp. 82.744.200,00/bulan, (3) Keuntungan yang diperoleh sebesar Rp. 10.804.644,5/bulan, (4) Usaha pengolahan sagu basah kilang H. Bahtiar efisien dengan nilai RCR sebesar 1,15 Sago is a plantation crop that has been widely developed by people in Indragiri Hilir Regency, one of which is Gaung Anak Serka sub-district. One of the sago derivative products is wet flavor sago. One of the largest wet sago processing business in Harapan Makmur Village is Mr. H. Bahtiar . The purpose of this study was to determine the cost, revenue, profit and business efficiency of Mr. H. Bahtiar wet sago processing. The method used are cost analysis, revenue analysis, profit analysis and business efficiency analysis. The results of the study show that: (1) The total cost was Rp. 71.939.555,5/month, (2) The total revenue was Rp. 82.744.000,00/month, (3) The profit is Rp. 10.804.644,5/month, (4) The H. Bahtiar refinery’s wet sago processing business is efficient with an RCR value of 1,15.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
28

Reta, Siti Nurmiah e Zaimar. "PENERAPAN TEKNOLOGI PENGEMASAN PADA PENGOLAHAN TEPUNG SAGU KERING DI UKM “ENGKA SAGU AL-FURQAN” MAKASSAR SULAWESI SELATAN". Jurnal Dinamika Pengabdian (JDP) 6, n. 1 (18 ottobre 2020): 133–40. http://dx.doi.org/10.20956/jdp.v6i1.11518.

Testo completo
Abstract (sommario):
One of the productive potentials of sago is in the eastern part of South Sulawesi, namely in North Luwu and East Luwuk. Sago flour can be used widely as a substitute in the manufacture of other foods, such as noodles, bread, biscuits, cakes, flavoring foods, and various types of high fructose syrup drinks. Therefore, sago is a non-rice alternative commodity that is calculated to support the food diversification program launched by the Government. Considering high potential of sago, it is necessary to cultivate, process and market sago products and build a partnership between cultivation and processing / packaging SMEs of sago products. The problem with Engka Sagu SMEs is the limited production capacity to meet market demand with sufficient quantity and quality. The processing and packaging process is done manually so that the quality and capacity is very low, only around 360-500 kg per month. Meanwhile, the potential market demand could reach 2,500 kg (2.5 tons) per month. The problem-solving method used is the introduction and training of dry sago starch processing techniques and packaging to labeling. The results showed that the activities of counseling, training and mentoring on dry sago flour packaging techniques went well and according to the plan where the Engka Sagu SME was able to produce the dry sago flour properly. The packaging and labeling of the product can be done well and produce a product with an attractive identity and appearance and can be sold on line. Keywords: Sago fluor, Engka Sagu SMEs, capacity, packaging. ABSTRAK Potensi Sagu yang sudah produktif salah satunya adalah Sulawesi Selatan bagian Timur yakni di Luwu Utara dan Luwu Timur. Tepung sagu dapat digunakan secara luas sebagai subsitusi dalam pembuatan makanan lain, seperti mie, roti, biskuit, kue, makanan penyedap, dan berbagai jenis minuman sirup berkadar fruktosa tinggi. Oleh karena itu, sagu merupakan komoditas alternatif non beras yang diperhitungkan dalam mendukung program diversifikasi pangan yang dicanangkan oleh pemerintah. Melihat potensi Sagu yang sangat tinggi maka perlu usaha budidaya, pengolahan dan pemasaran produk Sagu dan kemitraan antara UKM budidaya dan UKM pengolahan/ pengemasan produk sagu tersebut. Permasalahan UKM Engka adalah keterbatasan kemampuan produksi untuk memenuhi permintaan pasar dengan jumlah dan kualitas yang tercukupi. Proses pengolahan dan pengemasan dilakukan secara manual sehingga kualitas dan kapasitasnya sangat kurang hanya sekitar 360-500 kg per bulan. Sedangkan potensi permintaan pasar bisa mencapai 2.500 kg (2,5 Ton) per bulan. Metode pemecahan masalah yang digunakan berupa pengenalan dan pelatihan teknik pengolahan tepung sagu kering dan pengemasan sampai pada pelabelannya. Hasil yang didapatkan bahwa kegiatan penyuluhan, pelatihan serta pendampingan pada teknik pengemasan tepung sagu kering berjalan dengan baik dan sesuai rencana dimana UKM Engka Sagu sudah mampu memproduksi tepung sagu kering dengan baik. Pengemasan dan pelabelan pada produkpun sudah dapat dikerjakan dengan baik dan dihasilkan produk dengan identitas dan penampilan yang menarik serta sudah dapat dijual online buka lapak. Kata Kunci; Tepung Sagu, UKM Engka Sagu, Kapasitas, Pengemasan.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
29

Jading, Abadi, Eduard Tethool, Paulus Payung e Sarman Gultom. "KARAKTERISTIK FISIKOKIMIA PATI SAGU HASIL PENGERINGAN SECARA FLUIDISASI MENGGUNAKAN ALAT PENGERING CROSS FLOW FLUIDIZED BED BERTENAGA SURYA DAN BIOMASSA". Reaktor 13, n. 3 (9 giugno 2011): 155. http://dx.doi.org/10.14710/reaktor.13.3.155-164.

Testo completo
Abstract (sommario):
PHYSICOCHEMICAL CHARACTERISTICS OF SAGO STARCH OBTAINED FROM FLUIDIZED BED DRYING USING SOLAR AND BIOMASS POWERED CROSS FLOW FLUIDIZED BED DRYER. The research aim is to study the comparative quality of sago starch drying results using cross flow fluidized bed dryer powered by solar and biomass in conventional drying, particularly the chemical composition and physicochemical characteristics. This research was conducted through a drying phase of wet sago starch using a cross flow fluidized bed dryer, and drying in conventional as well as dried sago starch quality testing results are drying. The results of this study indicate that dry sago starch which has been drained by means of cross flow fluidized bed dryer has a chemical composition that does not vary much with starch which is dried by conventional drying, so that the dried sago starch produced by the dryer is very good. On the other hand the use of dryers is the more correct because the physicochemical properties of sago starch using a low drying temperature and drying time is short. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari perbandingan kualitas pati sagu hasil pengeringan menggunakan alat pengering cross flow fluidized bed bertenaga surya dan biomassa dengan pengeringan secara konvensional, khususnya komposisi kimia dan karakteristik fisikokimia. Penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu pengeringan pati sagu basah menggunakan alat pengering cross flow fluidized bed, pengeringan secara konvensional serta pengujian kualitas pati sagu kering hasil pengeringan. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pati sagu kering yang telah dikeringkan dengan alat pengering cross flow fluidized bed memiliki komposisi kimia yang tidak berbeda jauh dengan pati yang dikeringkan dengan cara pengeringan secara konvensional, sehingga pati sagu kering yang dihasilkan oleh alat pengering tersebut sangat baik. Di sisi lain penggunaan alat pengering ini semakin memperbaiki sifat fisikokimia pati sagu sebab menggunakan suhu pengeringan yang rendah dan waktu pengeringan yang singkat. Kata Kunci: pengering unggun terfluidakan; fisikokimia; pati sagu
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
30

SYAKIR, M., M. H. BINTORO e H. AGUSTA. "PENGARUH AMPAS SAGU DAN KOMPOS TERHADAP PRODUKTIVITAS LADA PERDU". Jurnal Penelitian Tanaman Industri 15, n. 4 (25 giugno 2020): 168. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v15n4.2009.168-173.

Testo completo
Abstract (sommario):
<p>ABSTRAK</p><p>Ampas sagu berpotensi sebagai sumber bahan organik untukmeningkatkan kesuburan tanah. Pengaruh ampas sagu terhadap kesuburantanah ditentukan oleh tingkat dekomposisi dan komposisinya. Penelitianini bertujuan untuk mengetahui tingkat dekomposisi ampas sagu terhadappertumbuhan dan produksi lada perdu. Penelitian dilaksanakan di KebunPercobaan Institut Pertanian Bogor dan Balai Penelitian Tanaman Rempahdan Obat pada bulan Mei 2003 sampai April 2004. Tanaman yangdigunakan adalah tanaman lada perdu umur 4 tahun yang ditanam dibawah tanaman karet. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok(RAK), dengan 3 ulangan dan 6 tan/perlakuan yang menguji perlakuankombinasi antara tingkat dekomposisi ampas sagu(W) dan komposisinyadengan kompos (A), terdiri dari : W 0 = ampas sagu dekomposisi 0 bulan,W 1 = ampas sagu dekomposisi 1 bulan, dan W 2 = ampas sagu dekomposisi2 bulan dan A 1 = 100% ampas sagu, A 2 = 75% ampas sagu + 25% kompos,A 3 = 50% ampas sagu + 50% kompos dan A 4 = 25% ampas sagu + 75%kompos. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan mulsa ampassagu 100 % dalam bentuk segar dekomposisi 1 bulan ternyata menghambatpertambahan jumlah cabang tersier lada perdu hingga akhir penelitian.Dibandingkan dengan kontrol terjadi perbedaan pengaruh yang nyataterhadap komponen produksi, sebagai respon terhadap kombinasiperlakuanW 2 A 2 , W 2 A 1, W 1 A 3 pada panjang tandan (9,13; 9,03; 8,70 cm),dan W 2 A 2 , W 2 A 1, W 0 A 4 pada jumlah biji/tandan (46,67; 43,00; 41,73biji/tandan), serta W 2 A 2 , W 2 A 1, W 2 A 3 pada bobot kering buahlada/tanaman (323,20; 314,90; 297,85 g/tanaman). Pemberian ampas sagu75% + 25% kompos (W 2 A 2 ) dan 100% (W 2 A 1 ) dekomposisi 2 bulanmampu meningkatkan jumlah biji 91 - 107% dan menghasilkan bobotkering buah yang tinggi sebesar 323,20 dan 314,90 g per tanaman.</p><p>Kata kunci: Ampas sagu, mulsa, lada perdu, produktivitas</p><p>ABSTRACT</p><p>Use of Sago Waste and Compost to Increase theProductivity of Bushy Black Pepper</p><p>As a source of organic matter to improve soil fertility, sago wastecan also be used as an ameliorant and natural herbicide. The effect of sagoand compost on soil fertility is determined by the grade of decompositionand its compositions. An experiment was conducted at the experimentalgarden of Bogor Agricultural University Bogor and Indonesian Medicinaland Aromatic Crops Research Institute, from May 2003 to April 2004.Plant material used was bushy black pepper of the Petaling variety, 4 yearsold, planted under rubber trees. The treatments used were A 1 W 0 = 100%sago waste without decomposition; A 1 W 1 = 100% sago waste after 1month decomposition; A 1 W 2 = 100% sago waste after 2 monthsdecomposition; A 2 W 0 = 75% sago waste + 25% compost, withoutdecomposition; A 2 W 1 = 75% sago waste + 25% compost, after 1 monthdecomposition; A 2 W 2 = 75% sago waste + 25% compost, after 2 monthsdecomposition; A 3 W 0 = 50% sago waste + 50% compost, withoutdecomposition; A 3 W 1 = 50% sago waste + 50% compost, after 1 monthdecomposition; A 3 W 2 = 50% sago waste + 50% compost, after 2 monthsdecomposition; A 4 W 0 = 25% sago waste + 75% compost, withoutdecomposition; A 4 W 1 = 25% sago waste + 75% compost, after 1 monthdecomposition; A 4 W 2 = 25% sago waste + 75% compost, after 2 monthsdecomposition; TBO = without organic matter (control). The experimentwas performed with a randomized block design, with 3 replicates and 6plants/plot. The results showed, that 100% sago palm waste after 1 monthdecomposition hampered number of tertiary branch until the end ofresearch. The real difference on the productivity components as a respondof combination sago waste treatments wereW 2 A 2 , W 2 A 1, W 1 A 3 for lengthof stem (9.13; 9.03; 8.70 cm), and W 2 A 2 , W 2 A 1, W 0 A 4 for number ofberries/spike (46.67; 43.00; 41.73 kernels/spike), and W 2 A 2 , W 2 A 1, W 2 A 3for dry weight of berries/plant (323.20; 314.90; 297.85 g/plant).Extension of 75% sago palm waste+ 25% compost (W 2 A 2 ) and 100%(W 2 A 1 ) after 2 months decomposition were able to increase amount ofseed 91 - 107 % and dry weight of berries /plant which were323.20 and314.90 g per plant.</p><p>Key words: Sago waste, mulch, bushy pepper black, productivity</p>
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
31

Yusuf, D. N., Muhidin, G. A. K. Sutariati, T. C. Rakian, Arman, S. Leomo, D. Erawan e S. Alam. "Characteristics of sago growth and production in two sago-producing centers in the Kendari Peninsula, Southeast Sulawesi". IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 977, n. 1 (1 giugno 2022): 012009. http://dx.doi.org/10.1088/1755-1315/977/1/012009.

Testo completo
Abstract (sommario):
Abstract Sago is an alternative food source crop, especially in Southeast Sulawesi. From year to year, the area of sago crops tends to decrease due to conversion and limited cultivation levels. Therefore, to preserve sago, it is necessary to identify and characterize sago growing in Kendari Peninsula. This study aims to identify and describe morphologically the types of sago found in sago-producing centers in the Kendari peninsula, Southeast Sulawesi. Observations were made on the different types of sago growing at two locations of sago planting centers. Parameter measurements were carried out on stem height, bark thickness, leaf width, leaf length, stem diameter, harvest age, and production per stem. The results showed that there were four types of sago found, namely roe (Metroxylon sagu R.), runggamanu (Metroxylon rumphii M.), and barowila (Metroxylon longispinum M.) and sago rui (Metroxylon microcantum). There are differences in sago vegetative and generative growth due to differences in growing environmental conditions and local climate. In general, the dominant types of sago in both locations were sago roe (Metroxylon sagus R.) and sago runggamanu (Metroxylon rumphii M.).
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
32

Senewe, Rein Estefanus, Hermanu Triwidodo, Nfn Pudjianto, Aunu Rauf e Marietje Pesireron. "Gejala dan Intensitas Serangan Serangga Fitofagus pada Sagu [The Symptoms and Intensity Attacks of Phytophagous Insects on Sago]". Buletin Palma 20, n. 1 (23 giugno 2019): 57. http://dx.doi.org/10.21082/bp.v20n1.2019.57-68.

Testo completo
Abstract (sommario):
<p>The growth and development of sago palm naturally interact with the organism such as insects. The symptoms of damage to the plant canopy sago indicate a relationship between insects and plants. This study aims to identify phytophagous insects, symptoms of damage and attack rates on sago plants. The study was conducted in the village of Rutong and Tulehu in Maluku, starting in June until September 2016. There are 10 plants/sago clump in each observations in each location determined by purposive sampling. Each sago clump in the growth phase (seedlings, tillers, a trunk stage, and stems / trees), observed symptoms of damage to leaflets and leaf midribs. The results showed four symptoms of attack on the sago canopy with an average intensity of mild attacks. The highest incidence of attack was 37.5% in the phase of a trunk stage with the symptoms of cutout attacks on the leaves. Then seven species phytophag insects were obtained which were associated with sago canopy. Each of the insect imago phases leads to leaf damage with distinctive features, which can potentially cause severe damage to the canopy of the sago plant.</p><p align="center"><strong>ABSTRAK</strong></p><p>Pertumbuhan dan perkembangan tanaman sagu secara alami berinteraksi dengan organisme diantaranya serangga. Gejala kerusakan tajuk tanaman sagu menunjukkan adanya hubungan antara serangga dan tanaman. Tujuan penelitian adalah untuk mengidentifikasi serangga fitofag, gejala kerusakan dan tingkat serangan pada tanaman sagu. Penelitian dilakukan pada areal sagu di Desa Rutong dan Tulehu Provinsi Maluku, dimulai bulan Juni – September 2016. Tersedia 10 tanaman/rumpun sagu ditiap lokasi pengamatan yang ditentukan secara <em>purposive sampling</em>. Setiap rumpun sagu pada fase pertumbuhan (semai, anakan, sapihan, dan batang/pohon), diamati gejala kerusakan anak daun dan pelepah daun. Hasil penelitian menunjukkan empat gejala serangan pada tajuk tanaman sagu dengan rata-rata intensitas serangan ringan. Insidensi serangan tertinggi (37.5%) pada fase sapihan dengan gejala serangan bentuk guntingan pada daun. Selanjutnya diperoleh tujuh jenis serangga fitofagus yang berasosiasi dengan tajuk tanaman sagu. Masing-masing fase imago serangga menimbulkan kerusakan daun dengan ciri khas berbeda, sehingga dapat berpeluang menimbulkan kerusakan berat pada tajuk tanaman sagu.</p>
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
33

Pratama, Agief Julio, Mochamad Hasjim Bintoro Djoefrie, Agus Budiyanto e Muhammad Iqbal Nurulhaq. "OPTIMASI PERBANDINGAN AIR DAN ENZIM DALAM PROSES PEMBUATAN GULA CAIR SAGU ASAL SORONG SELATAN". Jurnal Sains Terapan 12, n. 1 (29 luglio 2022): 43–53. http://dx.doi.org/10.29244/jstsv.12.1.43-53.

Testo completo
Abstract (sommario):
Sago is one of the plantation crops that has the potential to be developed as food and non food for the people of Indonesia. Sago as a high source of starch can be used for liquid sugar production. This study aims to get an optimal ratio between water and enzymes in the production of sago liquid sugar from South Sorong. The study was conducted at the Center for Research and Development of Post -Harvest Agriculture, Bogor. Experiments were arranged in the split split plot design with a complete random design (RAL). Comparison of water with sago starch as the main plot, the α-amylase enzyme as a plot child and the glucoamilase enzyme as a plot child. Research is divided into two experiments, (1) ratio of water and sago starch (2) comparison of enzymes and sago starch. The results showed the ratio of starch and water, the dose of the α-amylase enzyme and glucoamylase had an effect on the value of brix, color and total sugar levels in both types of sago. The ratio of starch and water 1 : 4 with the dose of α-amylase enzyme 1 ml/kg starch and the enzyme glucoamilase 1 ml/kg starch is an optimal condition for making liquid sugar from the Fasampe sago starch. The ratio of starch and water 1 : 4 with the dose of α-amylase enzyme 1.2 ml/kg of starch and the glucoamilase enzyme 1.2 ml/kg of starch is an optimal condition for making liquid sugar from Fafion sago starch. Fasampe sago starch have a better appearance of liquid sugar colors than Fafion sago starch. ABSTRAKSagu merupakan salah satu tanaman perkebunan yang memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai bahan pangan dan non pangan bagi masyarakat Indonesia. Sagu sebagai sumber pati yang tinggi dapat dimanfaatkan untuk produksi gula cair. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan perbandingan optimal antara air dan enzim pada produksi gula cair sagu asal Sorong Selatan. Penelitian dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian, Bogor. Percobaan disusun dalam rancangan split split plot dengan rancangan acak lengkap (RAL). Perbandingan air dengan pati sagu sebagai petak utama, enzim α-amilase sebagai anak petak dan enzim glukoamilase sebagai anak petak. Penelitian terbagi atas dua percobaan yaitu : (1) perbandingan air dan pati sagu serta (2) perbandingan enzim dan pati sagu. Hasil penelitian menunjukkan perbandingan pati dan air, dosis enzim α-amilase dan glukoamilase memberikan pengaruh terhadap nilai brix, warna dan kadar gula total pada kedua jenis sagu. Perbandingan pati dan air 1 : 4 dengan dosis enzim α-amilase 1 ml/kg pati dan enzim glukoamilase 1 ml/kg pati merupakan kondisi optimal untuk membuat gula cair dari sagu Fasampe. Perbandingan pati dan air 1 : 4 dengan dosis enzim α-amilase 1,2 ml/kg pati dan enzim glukoamilase 1,2 ml/kg pati merupakan kondisi optimal untuk membuat gula cair dari sagu Fafion. Jenis sagu Fasampe memiliki tampilan warna gula cair yang lebih baik dari sagu Fafion.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
34

KAROUW, STEIVIE, FEBY J. POLNAJA e RINDENGAN BARLINA. "Formulasi Beras Analog Berbahan Pati Sagu". Buletin Palma 16, n. 2 (9 settembre 2016): 211. http://dx.doi.org/10.21082/bp.v16n2.2015.211-217.

Testo completo
Abstract (sommario):
<p><span style="font-size: medium;">ABSTRAK </span></p><p>Kebutuhan beras yang makin meningkat mendorong dilakukannya penelitian untuk menghasilkan produk pangan alternatif seperti beras analog. Beras analog adalah beras yang diolah dari bahan non padi yang memiliki kandungan karbohidrat hampir sama atau lebih dari beras. Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi warna, sifat fisikokimia dan kekerasan beras analog sagu yang diolah menggunakan pati sagu dengan perlakuan penambahan protein pada beberapa variasi konsentrasi. Penelitian ini diawali dengan melakukan penentuan rasio pati sagu : air yang dapat tergelatinisasi dan dicetak. Variasi rasio pati sagu : air yang dilakukan yaitu 1:1, 1:3, 1:5 dan 1: 7. Rasio pati sagu : air yang tergelatinisasi sempurna dan menghasilkan beras analog yang terpisah sempurna selanjutnya digunakan untuk diuji pada variasi penambahan protein (0%, 2,5%, 5,0%, 7,5% dan 10,0%). Analisis dilakukan untuk mengevaluasi warna, sifat fisikokimia dan kekerasan beras analog sagu. Hasil penelitian diperoleh bahwa rasio pati sagu : air (1:3) merupakan rasio terbaik untuk menghasilkan beras analog sagu. Pada rasio tersebut pati sagu dapat tergelatinisasi sempurna, adonannya dapat dicetak dan hasil ekstrusi terpisah sempurna. Perlakuan penambahan protein menghasilkan beras analog sagu yang berwarna kekuningan. Penambahan protein sebesar 2,5% menghasilkan beras analog sagu yang memiliki kekerasan hampir sama dengan beras komersial. Sifat fisikokimia beras analog yang diformulasi dengan kondisi tersebut, yaitu kadar air (8,94%), abu (0,43%), lemak (0,56%), protein (1,66%) dan karbohidrat (88,62%).</p><p>Kata kunci: Pati, sagu, beras analog.</p><p> </p><p><span style="font-size: medium;"><span style="color: black; line-height: 115%; letter-spacing: -0.35pt; font-family: 'Arial Bold'; font-size: 14pt; mso-bidi-font-family: 'Arial Bold'; mso-font-width: 94%; mso-fareast-font-family: 'Times New Roman'; mso-ansi-language: IN; mso-fareast-language: IN; mso-bidi-language: AR-SA;">Formulation of Sago Starch-Based Analogue Rice </span></span></p><p><span style="font-size: medium;">ABSTRACT </span></p><p>The increasing of rice demand was the main reason to conduct some researchs for making analogue rice. Principally, analogue rice was an artificial rice which having properties, especially carbohydrate content similar to commercial rice. The objectives of this research were to evaluate visual appearance (color), physichochemical properties and texture of sago starch-based rice which prepared from sago starch and added with various concentration of protein. The research were designed to obtained ratio of sago starch : water which could be properly gelatinized, extruded and high quality sago starch-based rice. The best rasio of sago starch : water was then used for processing of sago starch-based rice in various of protein addition (0%, 2.5%, 5.0%, 7.5% and 10.0%). The products were evaluated for its color, physichochemical properties and texture. The research results showed that the best product was obtained on ratio of sago starch : water (1:3). On this condition the sago starch could be gelatinized and extruded properly. The appearance of sago starch-based rice was yellow in color due to the addition of protein. The sago starch-based rice which was prepared by addition of 2.5% of protein having texture close to commercial rice. The physicochemical composition of the product were moisture (8.94), ash (0.43%), fat (0.56%), protein (1.66%) and carbohidrate (88.62%).</p>Keywords: Starch, sago, analogue rice.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
35

Ayu, Srida Mitra, Dewi Marwati Nuryanti, Hamja Abdul Halik e Intisari Intisari. "Peningkatan Kapasitas Perempuan melalui Pelatihan Berbagai Olahan Sagu di Desa Malimbu Kecamatan Sabbang Kabupaten Luwu Utara". Jurnal Pengabdian Pada Masyarakat 9, n. 2 (19 maggio 2024): 363–72. http://dx.doi.org/10.30653/jppm.v9i2.692.

Testo completo
Abstract (sommario):
Sumberdaya mutlak diperlukan untuk menunjang kebutuhan manusia. Ketersediaan sumberdaya harus didukung oleh kemampuan untuk mengolahnya sehingga dapat menciptakan produk yang memiliki nilai tambah dan ekonomis, sehingga perlu didukung dengan ilmu pengetahuan dan keterampilan. Sagu komoditi pangan yang sangat mudah didapatkan di Desa Malimbu, namun masyarakat hanya menjualnya dalam bentuk sagu basah, hal ini disebabkan masyarakat belum mengetahui cara mengolah sagu dalam bentuk lain seperti dange dan kue sagu, sehingga mereka membeli di pasar setiap akan mengonsumsinya. Padahal jika sagu yang melimpah tersebut diolah berbagai olahan sagu, maka dapat menjadi sumber pendapatan baru. Oleh sebab itu, diperlukan kegiatan penyuluhan dan pelatihan berbagai olahan sagu bagi perempuan/ibu rumah tangga yang ada di Desa Malimbu. Kegiatan ini bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu rumah tangga dalam berbagai olahan sagu serta terbentuk lapangan usaha baru.. Metode yang digunakan adalah (1) Sosialisasi, Penyuluhan dan Pelatihan Berbagai Olahan Sagu; (2) Pelatihan Manajemen Usaha; (3) Kemasan dan Pemasaran; (4) Pemberian bantuan peralatan; dan (5) Pendampingan. Hasil kegiatan ini adalah (1) Sosialisasi, penyuluhan, pelatihan berjalan lancar dan diterima baik oleh mitra dan masyarakat; (2) Mitra dapat membuat pembukuan sederhana; (3) Mitra dapat mengemas produk dengan menarik serta memasarkannya dipasar lokal dan medsos; (4) Penyerahan bantuan bahan dan peralatan olahan sagu; (5) Mitra dapat menjalankan semua kegiatan dengan baik. Resources are absolutely necessary to support human needs. The availability of resources must be supported by the ability to process them so that they can create products that have added value and are economical, it needs to be supported by knowledge and skills. Sago is a food commodity that is very easy to get in Malimbu Village, but people only sell it in the form of wet sago, this is because people don't know how to process sago in other forms such as dange and sago cakes, so they buy it at the market every time they want to consume it. In fact, if the abundant sago is processed into various sago preparations, it can become a new source of income. Therefore, outreach and training activities on various sago preparations are needed for women/housewives in Malimbu Village. This activity aims to increase the knowledge and skills of housewives in various sago preparations and create new business opportunities. The methods used are (1) Socialization, Counseling and Training on Various Sago Processes; (2) Business Management Training; (3) Marketing and Packaging; (4) Providing equipment assistance; and (5) Mentoring. The results of this activity are (1) Socialization, counseling, training runs smoothly and is well received by partners and the community; (2) Partners can make simple bookkeeping; (3) Partners can package products attractively and market them in local markets and social media; (4) Delivery of sago processing materials and equipment; (5) Partners can carry out all activities well.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
36

Hehanussa, Sylvia Ch H., Tabita N. Ralahalu e Christine C. E. Latupeirissa. "Kinerja Produksi dan Kualitas Karkas Itik yang Diberi Ransum Mengandung Ampas Sagu". AGRITEKNO, Jurnal Teknologi Pertanian 7, n. 1 (1 aprile 2018): 1–8. http://dx.doi.org/10.30598/jagritekno.2018.7.1.1.

Testo completo
Abstract (sommario):
The aim of the study was to determine the effect sago waste in the rations on performance and carcass quality of duck as meat producer. The treatments of this experiment were R0 (0% sago waste/control diet), R1 (5% sago waste), R2 (10% sago waste), and R3 (15% sago waste). The experimental died contained 16% crude protein and 2900 kcal /kg metabolizable energy. Ducks used in this experiment was 6 weeks old male of ducks Mojosari and Pekin cross breed. The research design use was a complete Randomized Design using 4 feeding treatment, 5 replications, and 3 ducks per replication pens. The parameters measured were: feed intake, weight gain, feed conversion, carcass weight, carcass percentage and abdominal fat percentage. The results showed that the used of sago waste had no significant effect on feed consumption, weight gain, feed conversion, carcass weight, carcass and abdominal fat percentage. It can be concluded that used of sago waste up to 20% has no negative effects on performance and carcass quality of ducks. Keywords: abdominal fat, carcass quality, duck, sago waste ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penggunaan ampas sagu dalam ransum terhadap kinerja produksi dan kualitas karkas itik sebagai penghasil daging. Perlakuan pakan yang dicobakan dalam penelitian ini adalah R0 (tanpa ampas sagu), R1 (ampas sagu 5%), R2 (ampas sagu 10%), dan R3 (ampas sagu 15%). Ransum disusun mengandung protein kasar 16% dan energi metabolis 2900 kkal/kg. Itik yang digunakan adalah itik jantan persilangan Mojosari dan Pekin berumur 6 minggu. Rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan acak lengkap pola searah dengan 4 perlakuan pakan dengan 5 ulangan, dan 3 ekor itik untuk tiap ulangan. Parameter yang diamati adalah: konsumsi ransum, pertambahan berat badan, konversi ransum, berat karkas, persentase karkas dan persentase lemak abdominal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan ampas sagu tidak berpengaruh signifikan terhadap konsumsi ransum, pertambahan bobot badan, konversi ransum, berat karkas, persentase karkas dan lemak abdominal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan ampas sagu sampai taraf 20% tidak berpengaruh negatif terhadap kinerja produksi dan kualitas karkas itik. Kata kunci: ampas sagu, itik, kualitas karkas, lemak abdominal
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
37

Tanda, La, Haslianti Haslianti e Suwarjoyowirayatno Suwarjoyowirayatno. "KARAKTERISTIK OGANOLEPTIK DAN KIMIA BAKSO IKAN BARAKUDA (Sphyraena jello) DENGAN SUBTITUSI TEPUNG SAGU (Metroxylon sagu)". Jurnal Fish Protech 4, n. 1 (16 maggio 2021): 72. http://dx.doi.org/10.33772/jfp.v4i1.18145.

Testo completo
Abstract (sommario):
ABSTRACT The aim of this study was to determine the effect of sago starch (Metroxylon sago)adding on the organoleptic and proximate value of barracuda fish balls (Sphyraena jello). The design used in this experiment was a completely randomized design (CRD) with three times replication. The parameters observed were sensory teste (appearance smell, taste, and texture) and proximate analysis or chemical teste (water content, ash content, fat content, protein, and carbohydrate content). The results of this study indicate that based on the analysis of various treatments with research were P1=50% sago flour: 50% tapioca starch, P2=65% sago flour: 65% tapioca starch, P3=75% sago flour: 25% tapioca starch dan P4=85% sago flour: 15% tapioca starch. Did not show a significant effect on the sensory and chemical quality of barracuda (Sphyraena jello) fish Meatballs but had different mean in each treatment that shows the best quality of fish meatball treatment P3=75% sago flour: 25% tapioca flour with an appearance value of 4,05, odor 4,26, taste 4.01 and texture 4,00. Keywords: Barakuda fish, meatball, sagoABSTRAKTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung sagu (Metroxilon sagu) terhadap nilai organoleptik dan nilai proksimat bakso ikan barakuda (Sphyraena jello). Penelitian in imenggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan pengulangan sebanyak tiga kali. Parameter yang diamati yaitu uji sensori (kenampakan, bau, rasa dan tekstur) dan analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan karbohidrat). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan dengan penelitian (P1= tepung sagu 50%: tepung tapioka 50%), (P2= tepung sagu 65%: tepung tapioka 35%), (P3= tepung sagu 75%: tepung tapioka 25%) dan (P4= tepung sagu 85%: tepung tapioka 15%) tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap kualitas sensori dan kimia bakso ikan barakuda (Sphyraena jello) namun memiliki rerata yang beragam pada masing-masing perlakuan. Perlakuan yang menunjukkan kualiatas bakso ikan yang terbaik yaitu perlakuan (P3= tepung sagu 75%: tepung tapioka 25%) dengan nilai kenampakan 4,05, bau 4,26, rasa 4,01%dan tekstur 4,00.Kata kunci: Bakso, Ikan barakuda, sagu
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
38

Tanda, La, Haslianti Haslianti e Suwarjoyowirayatno Suwarjoyowirayatno. "KARAKTERISTIK OGANOLEPTIK DAN KIMIA BAKSO IKAN BARAKUDA (Sphyraena jello) DENGAN SUBTITUSI TEPUNG SAGU (Metroxylon sagu)". Jurnal Fish Protech 4, n. 1 (16 maggio 2021): 72. http://dx.doi.org/10.33772/jfp.v4i1.18145.

Testo completo
Abstract (sommario):
ABSTRACT The aim of this study was to determine the effect of sago starch (Metroxylon sago)adding on the organoleptic and proximate value of barracuda fish balls (Sphyraena jello). The design used in this experiment was a completely randomized design (CRD) with three times replication. The parameters observed were sensory teste (appearance smell, taste, and texture) and proximate analysis or chemical teste (water content, ash content, fat content, protein, and carbohydrate content). The results of this study indicate that based on the analysis of various treatments with research were P1=50% sago flour: 50% tapioca starch, P2=65% sago flour: 65% tapioca starch, P3=75% sago flour: 25% tapioca starch dan P4=85% sago flour: 15% tapioca starch. Did not show a significant effect on the sensory and chemical quality of barracuda (Sphyraena jello) fish Meatballs but had different mean in each treatment that shows the best quality of fish meatball treatment P3=75% sago flour: 25% tapioca flour with an appearance value of 4,05, odor 4,26, taste 4.01 and texture 4,00. Keywords: Barakuda fish, meatball, sagoABSTRAKTujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung sagu (Metroxilon sagu) terhadap nilai organoleptik dan nilai proksimat bakso ikan barakuda (Sphyraena jello). Penelitian in imenggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat perlakuan dan pengulangan sebanyak tiga kali. Parameter yang diamati yaitu uji sensori (kenampakan, bau, rasa dan tekstur) dan analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein dan karbohidrat). Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan dengan penelitian (P1= tepung sagu 50%: tepung tapioka 50%), (P2= tepung sagu 65%: tepung tapioka 35%), (P3= tepung sagu 75%: tepung tapioka 25%) dan (P4= tepung sagu 85%: tepung tapioka 15%) tidak menunjukkan pengaruh nyata terhadap kualitas sensori dan kimia bakso ikan barakuda (Sphyraena jello) namun memiliki rerata yang beragam pada masing-masing perlakuan. Perlakuan yang menunjukkan kualiatas bakso ikan yang terbaik yaitu perlakuan (P3= tepung sagu 75%: tepung tapioka 25%) dengan nilai kenampakan 4,05, bau 4,26, rasa 4,01%dan tekstur 4,00.Kata kunci: Bakso, Ikan barakuda, sagu
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
39

Jamaludin, Aliyah, e Che Ku Mohammad Faizal. "GREEN SYNTHESIS OF SILVER NANOPARTICLES USING SAGO (METROXYLON SAGU) VIA AUTOCLAVING METHOD". IIUM Engineering Journal 19, n. 1 (1 giugno 2018): 178–84. http://dx.doi.org/10.31436/iiumej.v19i1.815.

Testo completo
Abstract (sommario):
Sago (metroxylon sagu) is a polysaccharide bio resource, which is biodegradable and low in toxicity that can be found in large scale in Mukah, Sarawak. A simple green method of synthesizing silver nanoparticles (AgNPs) has been developed using sago dissolved in water as the reducing agent. The mixture of dissolved sago and silver nitrate (AgNO3) were autoclaved at 121 °C for 20 minutes. The size, morphology and structures of the AgNPs formed in the sago solution were investigated through UV-Vis spectrophotemeter, XRD and FESEM analysis. The synthesized AgNPs were spherical in shape and well distributed with average particle sizes of 19.3 ± 2.7 nm.ABSTRAK: Sago (Pokok Rumbia) adalah sumber bio polisakarida yang bioterurai dan rendah ketoksikan yang boleh didapati dalam skala yang besar di Mukah, Sarawak. Satu kaedah hijau yang mudah untuk mensintesis nanopartikel perak telah dihasilkan dengan menggunakan sagu yang larut dalam air sebagai ejen penurunan. Campuran sagu yang dilarutkan dan perak nitrat (AgNO3) telah autoklaf pada suhu 121°C selama 20 minit. Saiz, morfologi dan struktur nanopartikel perak yang terhasil di dalam larutan sago telah disiasat melalui analisis spektrofotometer UV-Vis, XRD dan FESEM. Nanopartikel perak yang dihasilkan adalah berbentuk bulat dengan purata saiz partikel 19.3 ± 2.7 nm.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
40

Ahmad, Fendri, Mochamad Hasjim Bintoro e Supijatno Supijatno. "Morfologi dan Produksi Beberapa Aksesi Sagu (Metroxylon spp.) di Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika, Papua / Morphology and Production of Some Sago Palm Accessions in Iwaka, Mimika District, Papua Province". Buletin Palma 17, n. 2 (18 ottobre 2017): 115. http://dx.doi.org/10.21082/bp.v17n2.2016.115-125.

Testo completo
Abstract (sommario):
<p>Sago is a carbohydrate-producing palm witharea about 382.198 ha in Mimika Regency. So far, research on the characterization of sago palm in this area has not existed, therefore it is necessary to do. The diversity of sago accessions in Mimika District is expected to be a source of germplasm and superior sago selection to support sago development. This study aims to obtain information about morphological characters and starch production of some sago accessions. The study was conducted using observation method of seven sago accessions, namely Mbupuri, Monepikiri, Mbapare, Tuwae, Aute, Iyaremeta and Bakaketemeta in Iwaka District, Mimika Regency, Papua Province. The result showed that the seven accessions sago differed based on morphological character namely stem, leaves and spine, and starch production. The Monepikiri accession has the longest stem and large stem diametre, namely 13.75 m and 59.00 cm, respectively. Accession Mbupuri has more leaves and wider leaves than the others. Accession Monepikiri has a production potential of more than 300 kg’s dried starch/palm and accession Mbupuri more than 200 kg’s dried starch/palm. Both accessions of this sago can be further investigated the stability of yield starch to be released as superior varieties. The morphological characters, especially the length of the stem affect the starch production because the starch is present in the pith of the stem.</p><p><strong>ABSTRAK</strong></p><p>Sagu merupakan tanaman sumber karbohidrat dengan luas areal di Kabupaten Mimika 382.198 ha. Penelitian tentang karakterisasi aksesi sagu di Kabupaten ini belum ada, oleh karena itu perlu dilakukan. Keragaman aksesi sagu di Kabupaten Mimika diharapkan menjadi sumber plasma nutfah sagu, dan untuk seleksi sagu unggul untuk menunjang pengembangan sagu. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai karakter morfologi dan produksi pati beberapa aksesi sagu. Penelitian menggunakan metode observasi terhadap tujuh aksesi sagu, yaitu Mbupuri, Monepikiri, Mbapare, Tuwae, Aute, Iyaremela dan Bakaketemeta. Penelitian dilakukan di Distrik Iwaka, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketujuh aksesi tersebut berbeda karaktermorfologinya, yaitu batang, daun dan duri. Aksesi Monepikiri memiliki batang yang paling panjang dan diameter paling besar berturut-turut, yaitu 13,75 cm dan 59,00 cm. Aksesi Mbupuri memiliki jumlah daun paling banyak dan daun paling luas.Aksesi Monepikiri memiliki potensi produksi lebih dari 300 kg pati kering/pohon dan aksesi Mbupuri &gt;200 kg pati kering/pohon. Kedua aksesi ini dapat diteliti lebih lanjut kestabilan hasilnya untuk dilepas sebagai varietas unggul. Karakter morfologi khususnya panjang batang mempengaruhi produksi, karena pati terdapat dalam empulur batang.</p>
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
41

Nompo, Sumarni, Anja Meryandini e Titi Candra Sunarti. "PRODUKSI ENZIM SELULASE OLEH AKTINOMISET MENGGUNAKAN FROND SAGU". Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian 16, n. 2 (30 settembre 2019): 80. http://dx.doi.org/10.21082/jpasca.v16n2.2019.80-89.

Testo completo
Abstract (sommario):
<p>Fround Sagu adalah pucuk batang sagu yang masih dibungkus oleh pelepah dan tidak diamnfaatkan oleh industri pengolahan sagu. Fround sagu memiliki kandungan serat dengan kandungan selulosa yang tinggi serta berpotensi dijadikan bahan baku untuk produksi selulase. Enzim selulase diproduksi melalui kultivasi substrat cair frond sagu oleh Aktinomiset. Subtart berupa tepung sagu dan ampas frond sagu, diinokulasi oleh isolat HJ4 (3b) dan HJ5 (4b). Kedua isolat diremajakan dalam medium ISP-4 selama 5 hari, kemudian diinokulasikan ke dalam media tepung frond sagu dan ampas frond dan diinkubasi dalam shaker pada suhu runag selama 9 hari. Kedua isolat Aktinomiset mampu menghasilkan enzim selulase pada kedua substrat dan metode kultivasi. Isolat HJ4 (3b) dan HJ4 (5b) pada perlakuan kultivasi substrat padat ampas frond sagu menghasilkan aktivitas spesifik yaitu endoglukase (CMCase) tertinggi yaitu 0.314 U mg-1 dan 0.294 U mg-1 dan aktivitas spesifik enzim eksoglukanase (FPase) yaitu 0.269 U mg-1 dan 0.258 U mg-1, sedangkan pada perlakuan kultivasi substat padat menggunakan tepung frond sagu dihasilkan aktivitas spesifik endoglukanase masing-masing sebesar 0.258 U mg-1 dan 0.254 U mg-1 serta aktivitas spesifik eksoglukanase 0.205 U mg-1 dan 0.198 U mg-1.</p><p> </p><p><strong>Production of Cellulase Enzyme by Actinomycet Using Sago Frond</strong></p><p>Sago frond is the upper part of sago trunk which is still wrapped by leaflet, and is not used by the sago processing industry. Sago frond contains fiber with high cellulose content that could potentially be used by as raw material for cellulase production. Cellulase enzymes were produced through both solid-state and submerged cultivation of sago frond by Actinomicycetes. Two substrates, sago frond flour and pulp of sago fronds, were inoculated by isolate HJ4 (3b) and HJ4 (5b). Both isolates were rejuvenated in Sp-4 medium for 5 days, then were inoculated into substrate of frond flour and hampas, and were incubated in a shaker at room temperature for 9 days. Both Actinomycetes isolates were able to produce cellulase enzymes by using both substrates and cultivation methods. The isolates of HJ4 (3b) and HJ4 (5b) by using pulp and solid-state cultivation produced the highest endoglucanase (CMCase) specific activity of 0.294 U mg-1 and 0.276 U mg-1 and exoglucanase (FPase) substrate specific activity os 0.252 U mg-1 and 0.241 U mg-1, while in the solid-state cultivation and by using sago fronds flour resulted in specific endoglucanase activities which were 0.242 U mg-1 and 0.238 U mg-1 and exoglucanase specific activities 0.192 U mg-1 and 0.185 U mg-1, respectively.</p>
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
42

Dimara, Petrus Abraham, e Amilda Auri. "Effect of Landform on the Distribution of Metroxylon sagu Habitat in Yapen Islands, Papua Province, Indonesia". Jurnal Sylva Lestari 11, n. 1 (15 gennaio 2023): 79–97. http://dx.doi.org/10.23960/jsl.v11i1.633.

Testo completo
Abstract (sommario):
Sago palm (Metroxylon sagu) plays a vital role in the Papuan indigenous community’s social, economic, and cultural life. It is a source of staple food, household income, and embedded cultural values. This research aimed to determine the extent of sago palm habitat spread using spatial data. The classification method and multispectral imaging were used by employing satellite imagery (Landsat 8 and Quick Bird) and field surveys. The sago forest coverage in Yapen islands was 87.73%, located between 9–50 masl, covering 9,456.26 ha. The results revealed that 43.53% of the habitat lies in the inclination of 2–8% (extreme gentle slope), covering 4,692.45 ha. Sago forest was found in a gleysol soil type with precipitation of 3,000-3,100 mm. The sago forest distances of 0–250 m and 251–500 m to the coastline showed that the habitat covers an area of 153.87 ha and 368.19 ha. The preferable area in this category is Raimbawi Subdistrict, followed by Kosiwo, and the less suitable area, or the marginal land, is in Windesi Subdistrict. Keywords: Alternative crop, Metroxylon sagu, sago, spatial distribution, Yapen Islands
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
43

Anisa Mair, Abdul Rais e Marlia Muklim. "Faktor Pendorong Alih Fungsi Lahan Sagu Menjadi Komoditi Padi di Desa Tirowali Kecamatan Ponrang Kabupaten Luwu". Perbal: Jurnal Pertanian Berkelanjutan 11, n. 2 (15 luglio 2023): 230–37. http://dx.doi.org/10.30605/perbal.v11i2.2723.

Testo completo
Abstract (sommario):
Alih fungsi Lahan atau biasa disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian atau seluruh kawasan lahan sagu menjadi lahan sawah. Pada dasarnya konversi lahan terjadi akibat adanya ketidakpuasan petani dalam peningkatan hasil panen. Adapun permasalahan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa produktivitas tanaman sagu mulai menurun dari tahun ke tahun, ini disebabkan karena areal lahan perkebunan sagu mengalami konversi menjadi tanaman padi. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif kualitatif. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 20 petani dan 1 penyuluh pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konversi lahan sagu menjadi tanaman padi ini didukung oleh beberapa faktor diantranya faktor umur tanaman sagu, faktor produksi, faktor harga, faktor pendapatan, serta faktor lingkungan. Faktor tersebut sangat berperan penting dalam mempengaruhi petani untuk melakukan alih fungsi lahan sagu menjadi lahan persawahan di Kecamatan Ponrang. Land conversion or commonly referred to as land conversion is a change in the function of part or all of the sago land area into paddy fields. Basically land conversion occurs due to farmer dissatisfaction with increasing crop yields. The problems in this study indicate that the productivity of sago plants has begun to decline from year to year, this is because the area of ​​sago plantations has been converted into rice plants. The analytical method used in this study is descriptive qualitative analysis. Sampling used a purposive sampling technique with a total sample of 20 farmers and 1 agricultural extension worker. The results showed that the conversion of sago land into rice plants was supported by several factors, including the age of sago plants, production factors, price factors, income factors, and environmental factors. These factors play an important role in influencing farmers to convert sago land into rice fields in Ponrang District.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
44

Senewe, Rein Estefanus, Hermanu Triwidodo, Pudjianto Pudjianto e Aunu Rauf. "Komunitas Hymenoptera Parasitoid pada Areal Hutan Sagu (Metroxylon spp.) di Maluku [Community of Hymenopterous Parasitoid on Sago Forest Area (Metroxylon spp.) in Maluku]". Buletin Palma 18, n. 1 (28 ottobre 2017): 9. http://dx.doi.org/10.21082/bp.v18n1.2017.9-21.

Testo completo
Abstract (sommario):
<p>Sago (<em>Metroxylon sagu</em> Rottb) in Maluku grow naturally to form sago forest ecosystem. Hymenoptera in the sago forest ecosystem has not been studied. This study aims to examine the diversity of Hymenopterous parasitoids in sago forests in Maluku. The research was conducted in Ariate, Eti, Waisamu, Rutong, Tawiri, and Tulehu in September 2015 - October 2016. Hymenopterous parasitoids were collected through swing nets, light traps, yellow pan traps, and pitfall traps. Results the abundance of hymenopterous parasitoids in six sago areas in Maluku was found to be 14 families and 32 species. The morphoses of morphospecies are 68 morphospecies of Sago Ariate forest 32 morphospecies, Eti 37 morphospecies, Waisamu 9 morphospecies, Rutong 11 morphospecies, Tawiri 19 morphospecies, and Tulehu 37 morphospecies. The high diversity index (2.18 - 3.55) per location, Morphospesies wealth of Tulehu is higher than other location, while the individual abundance of Ariate is higher than other villages. The average relative abundance of Scelionidae, Scoliidae and Ichneumonidae families was higher by 26.46%, 15.95%, and 10.89%, respectively. There are three families with high morphospecies and individual abundance in each sago area ie Scoliidae in sago forest area of Ariate and Waesamu, Scelionidae on Rutang, Eti, and Tawiri sago wood area, while Eulophidae on sago Tulehu area. There are 12 unique species or species with only certain locations and none in other locations, each Ariate (2 species), Eti (2 species), and Tulehu (8 species).</p><p>ABSTRAK</p><p><br />Sagu (Metroxylon spp.) merupakan tanaman sosial, budaya dan ekonomi di Maluku dengan potensi hutan sagu cukup tersedia. Teridentifikasi gejala kerusakan empulur pati dan tajuk tanaman sagu akibat serangga. Kebijakan pengendalian hayati melalui pelepasan parasitoid dalam sistem aplikasi Pengendalian Hama Terpadu merupakan salah satu alternatif. Hymenoptera parasitoid pada ekosistem hutan sagu penting untuk dipelajari morfospesiesnya sebagai data dan informasi ilmiah dalam menunjang program pengembangan agens hayati dalam pengelolaan serangga herbivor tanaman sagu. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji keanekaragaman Hymenoptera parasitoid pada hutan sagu di Maluku. Dalam penelitian ini dipilih tiga lokasi di Pulau Ambon dan tiga lokasi di Pulau Seram, kemudian masing-masing lokasi dipilih tiga rumpun sagu contoh secara acak. Setiap rumpun sagu dalam lingkaran radius 5m dari pohon sagu utama seluas 100m2 dilakukan pengambilan serangga melalui jaring serangga, perangkap lubang, dan perangkap nampan kuning, sedangkan perangkap lampu dilakukan pada satu titik disetiap lokasi. Pengambilan serangga dilakukan pada musim kemarau dan hujan dibulan September 2015 – Oktober 2016. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan Hymenoptera parasitoid pada enam lokasi hutan sagu diperoleh sebanyak 14 famili dan 30 morfospesies. Kekayaan morfospesies disetiap lokasi berkisar antara 5-21 morfospesies, dengan proporsi koleksi serangga melalui penggunaan jaring serangga lebih tinggi. Indeks keanekaragaman tinggi (2.18 – 3.55) per lokasi, kelimpahan individu di Ariate dan kekayaan morfospesies di Tulehu masing-masing lebih tinggi dari lokasi lainnya. Rata-rata kelimpahan relatif famili Scelionidae, Scoliidae, dan Ichneumonidae masing-masing 26.46%, 15.95%, dan 10.89%. Terdapat 12 spesies unik masing-masing Ariate (dua spesies), Eti (dua spesies), dan Tulehu (delapan spesies). Scelionidae, Scoliidae, Ichneumonidae dan Eulophidae merupakan kelompok parasitoid telur-larva potensial yang terindikasi berasosiasi dengan serangga herbivor pada tanaman sagu dari ordo Coleoptera dan Orthoptera.</p><p> </p><p> </p>
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
45

Sagrim, Meky, Agus Irianto Sumule e Deny Anjelus Iyai. "KEHADIRAN PERUSAHAAN DAN POTENSI KONFLIK AGRARIA DALAM PEMANFAATAN HUTAN SAGU ALAM DI WILAYAH IMEKKO KABUPATEN SORONG SELATAN PAPUA BARAT-INDONESIA (The Presence of Sago Company and The Potential of Agrarian Conflict in The Natural Sago Consesion of Imekko at Sorong Selatan Regency, West Papua Indonesia)". Jurnal Manusia dan Lingkungan 26, n. 2 (8 ottobre 2020): 62. http://dx.doi.org/10.22146/jml.27147.

Testo completo
Abstract (sommario):
AbstrakHutan sagu alam saat ini memiliki manfaat yang besar ditinjau dari bahan pangan, substitusi pangan maupun bahan baku industri. Di kawasan timur Indonesia, sagu telah dimanfaatkan secara luas sebagai bahan pangan pokok oleh masyarakat Maluku dan Papua. Tujuan penelitian adalah mengkaji intervensi eksternal dari perusahaan terhadap jaminan subsistensi dan pendapatan masyarakat di kawasan hutan sagu alam Imekko. Penelitian ini dilaksanakan pada empat distrik, yaitu Inanwatan, Metemani, Kais, dan Kokoda (Imekko) kabupaten Sorong Selatan. Distrik dipilih secara purposif dengan pertimbangan memiliki karakteristik lokasi yang sesuai dengan lingkup penelitian, yaitu: (a) merupakan wilayah sebaran hutan sagu alami yang menjadi sasaran pemanfaatan oleh perusahaan; dan (b) masyarakat yang bermukim di sekitarnya yang merupakan pemilik hak ulayat atas hutan sagu alami/dusun sagu tersebut, (c) masyarakat yang terganggu jaminan subsistensi dan pendapatan akibat intervensi kedua perusahaan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat memiliki 8 jenis hak akses dan pemanfaatan dan dusun sagu untuk memenuhi kebutuhan subsistensi dan pendapatan masyarakat pemilik hak ulayat, yakni hak mengakses, memungut hasil, menggunakan, menguasai, mengelola, mengalihkan, memperoleh kembali, dan hak milik. Kehadiran kedua perusahaan, hak-hak tersebut menjadi terbatas hanya pada hak mengakses, penggunaan terbatas, dan memungut hasil secara terbatas. Kehadiran perusahaan berdampak terhadap terbatasnya pemenuhan kebutuhan subsistensi dan pendapatan masyarakat. Potensial terjadinya konflik, baik antara masyarakat dengan perusahaan dalam kaitan dengan akses masyarakat untuk memanfaatkan dusun sagu di dalam areal konsesi perusahaan yang yang dienklavekan maupun antar masyarakat dalam kaitan dengan masyarakat pemilik hak ulayat dusun sagunya telah masuk sebagai areal konsesi perusahaan sehingga untuk memenuhi kebutuhan subsistensi dan pendapatan terpaksa harus memanfaatkan HSA/dusun sagu milik masyarakat di luar kawasan konsesi perusahaan.AbstractNatural sago forests currently have great benefits in terms of food, substitution of food and raw materials for industries. In Eastern Indonesia, sago has been used extensively as a staple food by the people of Mollucans and Papuan. The research objective was to study the external intervention of the company to guarantee the subsistence and income of the Imekko community in the forest area of natural sago. The research was conducted in four districts, namely Inanwatan, Metemani, Kais and the Kokoda (Imekko) Sorong Selaatan regency. Districts selected purposively by considering having characteristics suitable locations, i.e. an area of distribution of Sago Natural Forest-targeting utilization by the company; and (b) people who live nearby and owners of customary rights over the Sago Natural Forests/sago villages, (c) community having disturbed the subsistence and income guarantee due to the intervention of both companies. The findings of this research showed that there were eight types of rights of access and use and sago villages to meet the needs of subsistence and incomes owners of customary rights, i.e. the right to access, collect the produce, use, control, manage, assign, reclaim, and property rights. These rights are limited only to the right of access, limited use and collect the produce due to the presence of both companies. Potential conflict, either between the company in terms of community access to the sago villages in the concession company that are in enclaving areas or among the public in relation to the customary communities that natural sago villages has been entered as a concession company. Therefore, to meet subsistence and income the communities now have to utilize the natural sago forest/sago village belonging to the community in outside the company's concession area.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
46

RIYANTO, RIBUT, IMAM WIDODO e BARAHIMA ABBAS. "Morphology, growth and genetic variations of sago palm (Metroxylon sagu) seedlings derived from seeds". Biodiversitas Journal of Biological Diversity 19, n. 2 (1 marzo 2018): 632–38. http://dx.doi.org/10.13057/biodiv/d190241.

Testo completo
Abstract (sommario):
Riyanto R, Widodo I, Abbas B. 2018. Morphology, growth and genetic variations of sago palm (Metroxylon sagu) seedlings derived from seeds. Biodiversitas 19: 632-638. Propagations of Sago palm using seeds will result in large variations of seedlings due to segregation resulting in the genetic diversity. The objectives of this study are to observe the morphology, growth and genetic variations of sago palm seedlings derived from seeds resulted from natural pollination. Morphological diversities of sago palm seedlings showed in high variations with the similarity coefficient ranging from 10% to 69%. Growth patterns of sago palm seedlings were divided into three categories i.e slow, medium, and fast growth. Genetic characters of sago palm seedlings showed that sago palm seedlings were varied with coefficients ranging from 23.6-74.5% and seedlings samples were separated into three groups of 49% the differentiation level. Based on the morphological, growth, and genetic characteristics of sago palm seedlings derived from seeds, it is predicted that sago palms in the natural condition may occur because of cross-pollination.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
47

Tajuddin, Teuku, Karyanti ., Tati Sukarnih e Nadirman Haska. "A REVISED METHOD FOR SUCKER STERILIZATION TO SUPPORT THE IN VITRO PROPAGATION OF SAGO PALM (Metroxylon sagu Rottb.)". Jurnal Bioteknologi & Biosains Indonesia (JBBI) 1, n. 1 (26 dicembre 2014): 21. http://dx.doi.org/10.29122/jbbi.v1i1.548.

Testo completo
Abstract (sommario):
Hutan sagu (Metroxylon sagu Rottb.) dapat ditemukan dalam area yang cukup luas di wilayah Maluku dan Papua. Besarnya keanekaragaman hayati dari pohon sagu dapat dilihat di areal ini. Pohon sagu tumbuh secara alami terutama di daerah dataran atau rawa dengan sumber yang air melimpah. Tanaman sagu dapat diperbanyak dengan metode generatif melalui biji, dan vegetatif melalui tunas anakan. Dalam rangka mendukung perbanyakan pohon induk yang unggul secara in vitro dalam skala besar, perbaikan metode sterilisasi tunas anakan mutlak diperlukan. Tunas anakan muda (15-20 cm) yang diperoleh dari Propinsi Papua digunakan sebagai eksplan. Tujuan percobaan sterilisasi ini dilakukan untuk mendukung perbanyakan pohon sagu secara in vitro. Pada percobaan ini antibiotik digunakan untuk membersihkan jaringan internal eksplan dari jamur dan bakteri. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa campuran alkohol dan antibiotik dapat menekan pertumbuhan kontaminan.Kata kunci: Antibiotik, kontaminan jamur dan bakteri, kultur in vitro, metode sterilisasi, sagu ABSTRACTNatural sago (Metroxylon sagu Rottb.) forest can be found in large area in Maluku and Papua regions. There are wide genetic diversities of sago palm found in these areas. This palm grows along riverbanks and in swampy areas which are not suitable for other crops. Sago palm is propagated generatively by seed and vegetatively by suckers. With the purpose of establishing the in vitro culture method for a large-scale of mass clonally propagation of superior genotypes of sago palm, generating sterilized explants are very important. Young suckers (15-20 cm) obtained from areas of Papua Province were used as explants. The sterilization experiments were carrying out to support the tissue culture of sago palm. Sterilization was conducted using antibiotics in order to get rid of fungi and bacteria from inner part of explants tissues. The results showed that from all sterilization methods tested, the best result was treatment using alcohol and antibiotic as disinfectant agents.Keywords: Antibiotics, fungi and bacteria contaminants, in vitro culture, sterilization method, sago palm
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
48

Apriyanto, Apriyanto. "Penentuan Harga Premium Asuransi Tanaman Sagu di Kabupaten Luwu Menggunakan Copula FGM". JURNAL ILMIAH SAINS 20, n. 2 (22 agosto 2020): 100. http://dx.doi.org/10.35799/jis.20.2.2020.28631.

Testo completo
Abstract (sommario):
Fokus utama penelitian ini adalah menghitung harga premium asuransi menggunakan Copula FGM. Adapun tujuan utama dari penelitian ini yaitu menentukan harga premium asuransi yang ideal untuk tanaman Sagu di Kabupaten Luwu. Penelitian ini merupakan penelitian terapan (applied approach) dengan menggunakan data kuantitatif untuk luas lahan dan hasil produksi Sagu di Kabupaten Luwu yang bersumber dari data Badan Pusat Statistik (BPS). Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini dimulai dengan melakukan studi kepustakaan untuk mengkaji konsep dasar Copula dan konsep Copula FGM beserta sifat-sifatnya; mengumpulkan data kuantitatif luas lahan (X) dan hasil produksi Sagu (Y); mengukur dependensi antara luas lahan dan hasil produksi Sagu menggunakan Copula FGM; dan terakhir menentukan harga premium asuransi pertanian (crop insurance) yang ideal. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini yaitu: (1) Harga premium yang ideal berada pada kisaran harga Rp. 24.000 - Rp. 60.000 per Ha; (2) Harga premium asuransi yang ideal untuk tanaman Sagu di Kabupaten Luwu sangat bergantung pada besarnya deductible; dan (3) Harga premium untuk deductible dengan range kecil menghasilkan harga yang relatif lebih murah dibandingkan range deductible yang besar.Kata kunci: Copula FGM; Crop Insurance; Premium Asuransi; Sagu. Determination of Insurance Premium Price for Sago Plant in Luwu Regency Using FGM CopulasABSTRACTThe main focus of this study is to calculate the price of insurance premiums using FGM Copulas. The main objective of this research is to determine the ideal prices of insurance premium for Sago plants in Luwu Regency. This research is an applied approach using quantitative data for land area and Sago production in Luwu Regency sourced from the Central Statistics Agency Data. The stages carried out in this study began by conducting a literature study to examine the basic concepts of Copulas, the concept of FGM Copulas and their properties; collect quantitative data on land area (X) and Sago Production (Y); measure dependencies between land area and Sago production using the FGM Copulas; and finally determine the ideal price of insurance premium for Sago plants. The results of this study are: (1) The ideal premium is in the range of IDR 24,000 to IDR 60,000 per Ha; (2) The ideal premium for Sago plant in Luwu Regency is very dependent on amount of the deductible; (3) The premium for deductibles with small range relatively lower than large range.Keywords: FGM Copulas; Crop Insurance; Insurance Premiums; Sago.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
49

Sahetapy, Lepinus, e Ritha L. Karuwal. "VARIASI KARAKTER MORFOLOGIS LIMA JENIS SAGU (Metroxylon sp) DI PULAU SAPARUA". BIOPENDIX: Jurnal Biologi, Pendidikan dan Terapan 1, n. 2 (14 marzo 2015): 105–11. http://dx.doi.org/10.30598/biopendixvol1issue2page105-111.

Testo completo
Abstract (sommario):
Background: Sago (Metroxylon sp) is one of food commodities that contains many carbohydrates, so it serves as a staple food for some regions in Indonesia such as Maluku, Papua and Sulawesi. Sago can also be used as raw material for food industry such as bagea, sago pearl, pastry, wet cake, noodle, biscuit, cracker and vermicelli. Various uses of sago cause attention in terms of development and conservation. Saparua Island is one of the areas in the Maluku archipelago with sago potential that is wide enough. There are 5 types of sago in the area such as sago tuni, sagu molat, sago eataru, sagu ihur, and sago thorn rattan.Methods: This research took place in February-March 2014 by conducting exploration on location and samples selected by proposive sampling. For each quantitative parameter such as height, length, width, using a measuring instrument of ruler, roll meter while qualitative parameters such as shape, color can be observed visually.Results: Exploration was conducted on February-March 2014 with morphological character parameters on vegetative and generative organs of 70 characters. The results of the study showed a varied morphological appearance in each variety. Visually, variations of morphological characters in the vegetative organ seen in the trunk character are height, surface, circumference, color. Leaf character has variation in leaf sponge, leaf bone flexibility, midst of base of midrib, midrib, midrib, midrib, midlet, child length, upper surface. Morphological characters in generative organs appear to vary in flower, ie, the length and width of the stem, the diameter of the flower. Variations in fruits such as shape, amount, and color while on the seeds are the color and weight.Conclusion: There are variations of morphological characters in the five varieties of sago on Saparua Island in shape, size, and color, appearance of each organ either on stems, leaves, flowers, fruits and seeds.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
50

Thoriq, Ahmad, e Agus Sutejo. "Desain dan Uji Kinerja Mesin Pemarut Sagu Tipe TPB 01". Agritech 37, n. 4 (19 marzo 2018): 453. http://dx.doi.org/10.22146/agritech.12789.

Testo completo
Abstract (sommario):
Sago processing conducted by the people of Papua have used grater, but it lacks of attention on food safety because one of iron part (corrosion) having contact to the sago. However, it may affect the quality of sago starch. This study aimed to design and to test the performance of machine grater use stainless steel grade eyes. The method used was through the engineering design approach consists of problem identification, formulation and refinement of the design concept, design analysis and work drawing, machinery manufacturing, functional testing and performance testing. The results showed that the designed sago grater machines has a capacity of 649.38 kg/h at a speed of 1400 rpm rotary cylinder grate, and the sago pith loss rate of 6.71%. ABSTRAKPengolahan sagu yang dilakukan kelompok masyarakat di Pulau Papua hanya menggunakan mesin pemarut. Namun mesin pemarut yang digunakan kurang memperhatikan faktor keamanan pangan karena ada bagian alat yang kontak dengan empulur sagu yang terbuat dari besi yang mudah berkarat. Hal ini tentunya akan mempengaruhi mutu dan kualitas pati sagu yang dihasilkan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan desain dan uji kinerja mesin pemarut sagu dengan mata parut stainless steel. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu melalui pendekatan rancangan teknik yang terdiri atas indentifikasi masalah, perumusan dan penyempurnaan konsep desain, analisis desain dan gambar teknik, pembuatan mesin, uji fungsional, dan uji kinerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mesin pemarut sagu hasil rancangan memiliki kapasitas 649,38 kg/jam pada kecepatan putar silinder parut 1400 rpm, dan tingkat kehilangan empulur sagu sebesar 6,71%.
Gli stili APA, Harvard, Vancouver, ISO e altri
Offriamo sconti su tutti i piani premium per gli autori le cui opere sono incluse in raccolte letterarie tematiche. Contattaci per ottenere un codice promozionale unico!

Vai alla bibliografia