Articles de revues sur le sujet « Indonesia. Balai Konservasi Sumber Daya Alam III »

Pour voir les autres types de publications sur ce sujet consultez le lien suivant : Indonesia. Balai Konservasi Sumber Daya Alam III.

Créez une référence correcte selon les styles APA, MLA, Chicago, Harvard et plusieurs autres

Choisissez une source :

Consultez les 18 meilleurs articles de revues pour votre recherche sur le sujet « Indonesia. Balai Konservasi Sumber Daya Alam III ».

À côté de chaque source dans la liste de références il y a un bouton « Ajouter à la bibliographie ». Cliquez sur ce bouton, et nous générerons automatiquement la référence bibliographique pour la source choisie selon votre style de citation préféré : APA, MLA, Harvard, Vancouver, Chicago, etc.

Vous pouvez aussi télécharger le texte intégral de la publication scolaire au format pdf et consulter son résumé en ligne lorsque ces informations sont inclues dans les métadonnées.

Parcourez les articles de revues sur diverses disciplines et organisez correctement votre bibliographie.

1

Raditya, Ananda. « Protektifitas Satwa Langka di Indonesia Melalui UU No.5 Tahun 1990 ». Jurnal Hukum Pidana dan Kriminologi 4, no 1 (30 avril 2023) : 57–63. http://dx.doi.org/10.51370/jhpk.v4i1.92.

Texte intégral
Résumé :
Perdagangan satwa liar merupakan ancaman besar bagi konservasi satwa liar di Indonesia. Satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal berdasarkan berbagai fakta yang ditemukan di lapangan sebagian besar ditangkap dari alam, bukan dari penangkaran. Balai Konservasi Sumber Daya Alam sebagai lembaga yang memiliki peran strategis penting dalam penyelamatan dan perlindungan satwa langka berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 Perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya Konservasi Satwa Langka di Indonesia Agar Tidak Punah baik dilakukan oleh balai konservasi maupun dari masyarakat.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
2

Hidayat, Angga Arif, Nasrullah Nasrullah et Beni Hidayat. « Peran Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dalam Perlindungan Satwa Dilindungi Di Yogyakarta ». Jurnal Locus Penelitian dan Pengabdian 3, no 7 (24 juillet 2024) : 588–96. http://dx.doi.org/10.58344/locus.v3i7.2991.

Texte intégral
Résumé :
Aktivitas jual beli satwa yang dilindungi secara sah oleh hukum dapat menjadi bahaya besar dalam mengancam keberlangsungan satwa di Indonesia. Balai Konservasi Sumber Daya Alam, merupakan sebuah organisasi dengan perannya yang vital untuk usaha menyelamatkan serta melindungi yang satwa yang mendapat perlindungan. Fokus dalam penelitian bertujuan guna mengevaluasi berbagai usaha yang dilaksanakan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menjaga keberlangsungan satwa di sekitar wilayah daerah tersebut. Metode dalam studi tergolong sebagai penelitian yuridis empiris, yang berarti studi kehukuman untuk memahami bagaimana bagaimana implementasi dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan mengenai melindungi satwa. Untuk menganalisis data, digunakan metode deskriptif kualitatif, yang berfokus pada menjelaskan dan merinci fenomena dengan jelas dan mendalam. Secara umum, meskipun Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta telah menjalankan tugasnya dengan baik, lembaga tersebut masih menghadapi berbagai tantangan dalam upaya pelestarian satwa, baik dari faktor internal seperti masalah organisasi atau sumber daya maupun eksternal seperti ancaman dari luar. Satwa yang dilindungi masih banyak ditemukan di pasar masyarakat, dan perdagangan satwa dilindungi terus berlanjut, terutama melalui internet.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
3

Halimah, Difa. « Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Satwa Dilindungi di Sumatera Utara ». Rechtsnormen Jurnal Komunikasi dan Informasi Hukum 2, no 1 (11 août 2023) : 32–42. http://dx.doi.org/10.56211/rechtsnormen.v2i1.295.

Texte intégral
Résumé :
Bangsa Indonesia dianugrahi Tuhan Yang Maha Esa Kekayaan berupa sumber daya alam yang melimpah, baik di darat, diperairan maupun udara. Salah satunya kekayaan sumber daya alam itu adalah satwanya. Satwa yang ada diIndonesia itu sangat banyak sekali, namun Indonesia tidak bisa menjaga satwa yang dimilikinya, yang menyebabkan satwa itu sendiri terancam punah. Salah satu, faktor utama yang mengancam punahnya satwa itu sendiri adalah perburuan untuk diperdagangkan. Pengaturan hukum tentang tindak perdagangan satwa yang dilindungi diatur dalam Pasal 21 ayat (2) dan Pasal 40 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 dan peraturan pemerintah nomor 8 Tahun 1999. Proses penegakan hukum tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi yaitu melalui aduan dan diselidiki langsung kelapangan. Adapun hambatan dan upaya penegakan hukum perdagangan satwa yang dilindungi adalah jaringan pemetaan harus lebih luas lagi, kurangnya kepedulian masyarakat mengenai perdagangan satwa, dan kurangnyan pemahaman pihak pengadilan mengenai tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi sehingga tidak membuat efek jera kepada pelaku. Peran Lembaga Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dalam proses penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar yang dilindungi adalah sebagai tempat untuk menitipkan barang bukti yaitu satwa liar yang berhasil diamankan dari tangan pelaku. Kesimpulan dari skripsi ini bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi di Sumatera Utara hanya dilakukan oleh BKSDA Sumatera utara,Balai Gakkum dan pihak Kepolisian Sumatera Utara, dengan membawa para pelaku tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi ke dalam proses peradilan yang berlaku. Lembaga Konservasi seperti Balai Gakkum, BKSDA harus lebih bersosialisasi ke masyarakat agar perdagangan satwa yang dilindungi tidak terjadi lagi, dan agar satwa yang dilindungi di Indonesia harus tetap terjaga.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
4

Hanim, Lathifah, Munsharif Abdul Chalim et Jawade Hafidz. « PELAKSANAAN PERLINDUNGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI MENURUT HUKUM INDONESIA DAN HUKUM INTERNASIONAL ». Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 1, no 1 (13 novembre 2020) : 161–68. http://dx.doi.org/10.24967/psn.v1i1.819.

Texte intégral
Résumé :
Perlindungan satwa liar diatur dalam instrument Hukum Internasional seperti Convention on International Trade in Endangered Species of wild Fauna and Flora (CITES) . Di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan peraturan pelaksanaan lainnya mengatur perlindungan jenis satwa liar atau hidupan liar. Rumusan masalahnya adalah 1. Bagaimana Perbandingan Bentuk Perlindungan Satwa Liar Menurut Hukum Indonesia dan Hukum Internasional ? 2. Apa hambatan-hambatan dan solusi dalam pelaksanaan perlindungan satwa liar menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ?. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Hasil Penelitiannya adalah : 1. Pelaksanaan Perlindungan Satwa Liar Menurut Hukum Indonesia dan Hukum Internasional yaitu Perlindungan satwa liar diatur dalam instrument Hukum Internasional seperti Convention on International Trade in Endangered Species of wild Fauna and Flora (CITES) . Instrumen Hukum Internasional perlindungan dan pemanfaatan satwa liar yang dilindungi (wilslife spesies) antara lain adalah Daftar Merah Spesies yang terancam Punah IUCN dan CITES 1973. Indonesia meratifikasi CITES melalui Keputusan Presiden No.43 tahun 1978.CITES mengategorikan spesies dalam 3 (tiga) kelas yaitu spesies yang termasuk di dalam Appendix I, II dan III (NonAppendix). Di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan peraturan pelaksanaan lainnya mengatur perlindungan jenis satwa liar atau hidupan liar. 2. Hambatan-hambatan dan solusi dalam pelaksanaan perlindungan satwa liar menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ? Instrumen hukum nasional yang melindungi satwa dan tumbuhan liar belum memiliki kelengkapan ketentuan yang mengacu pada CITES sepenuhnya, dan ancaman sanksi yang ada juga tidak menimbulkan efek jera pelaku kejahatan. Perlu dilakukan perubahan perundang-undangan dibidang konservasi, perlindungan satwa atau tumbuhan liar yang sejalan dengan perkembangan instrument hukum Internasional.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
5

Darmansyah, Ramlan, et Raja Muhammad Amin. « Kearifan Lokal Desa Buluh Cina (Studi Kasus Koordinasi Lembaga Adat, Pemerintahan Desa Dan BBKSDA Riau Dalam Melindungi Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina) ». Nakhoda : Jurnal Ilmu Pemerintahan 18, no 1 (22 novembre 2019) : 35. http://dx.doi.org/10.35967/jipn.v18i1.7804.

Texte intégral
Résumé :
Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina lahir dari kearifan lokal, dimana hutan ini memiliki usia yang sudah ratusan tahun yang berada ditengah-tengah budaya keikhlasan warga masyarakat Desa Buluh Cina. Sebelum dinamai Hutan Taman Wisata Alam dahulu disebut sebagai Hutan Adat. Penelitian ini dilakukan di Desa Buluh Cina Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar. Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina dilindungi dan dijaga oleh Lembaga Adat, Pemerintahan Desa dan BBKSDA Riau. Hutan Taman Wisata Alam ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 3587/ Menhut-VII/KUH/2014 dengan luas _+1.000 hektar. BBKSDA adalah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam yang memiliki fungsi pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam berdasarkan asas dekonsentrasi. Ada beberapa masalah yang diangkat dalam penelitian ini (1). Bagaimana koordinasi Lembaga Adat, Pemerintah Desa dan BBKSDA Riau dalam melindungi Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina? (2). Apa faktor yang mempengaruhi koordinasi Lembaga Adat, Pemerintah Desa dan BBKSDA Riau dalam melindungi Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana koordinasi Lembaga Adat, Pemerintah Desa dan BBKSDA Riau dalam melindungi Hutan Taman Wisata Alam. Pengambilan data penelitian dilakukan secara wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini adalah koordinasi Lembaga Adat, Pemerintah Desa dan BBKSDA Riau masih kurang optimal, baik dalam kebijakan maupun kerja sama. Koordinasi yang dilakukan Lembaga Adat, Pemerintah Desa dan BBKSDA Riau adalah untuk melindungi dan menjaga kearifan lokal Hutan Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
6

Krismono, Adriani Sri Nastiti Sri Nastiti. « DATA BASE KEANEKARAGAMAN HAYATI PERIKANAN PERAIRAN UMUM DARATAN DI SULAWESI ». BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap 2, no 4 (7 février 2017) : 143. http://dx.doi.org/10.15578/bawal.2.4.2009.143-150.

Texte intégral
Résumé :
Data base keanekaragaman hayati perikanan perairan umum daratan di Sulawesi dibangun dengan tujuan mengumpulkan dan mengorganisasi data keanekaragaman hayati perikanan perairan umum daratan Sulawesi, agar data base tersebut mudah diakses dan dimanfaatkan sebagai bahan informasi keanekaragaman hayati perairan umum daratan di Indonesia. Metode pembangunan data base keanekaragaman hayati tersebut disusun dalam sebuah aplikasi program Microsoft Access 2000, dan didukung oleh referensi standar taxon list flora dan fauna, batas administrasi Indonesia, dan referensi geografi atau georeference. Berdasarkan pada metode ini, informasi yang dihasilkan dapat ditumpang tindihkan (overlay) untuk memperoleh gambaran, baik secara tekstual maupun secara spasial dengan lokasi yang menjadi cor. Sumber data berasal dari laporan penelitian Pusat Riset Perikanan Tangkap, Perguruan Tinggi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan, Badan Konservasi Sumber Daya Alam di lingkup Kabupaten Sulawesi Selatan, karya tulis mahasiswa Universitas Ratulangi Manado. Aktual data base keanekaragaman hayati perikanan perairan umum daratan Sulawesi diperoleh dari sejumlah badan air yang sudah diteliti sekitar 214 buah yang terdiri atas 175 buah sungai dan rawa dengan persentase sungai yang terbanyak di Sulawesi Selatan, danau di Sulawesi Utara, sedangkan perairan waduk hanya dilakukan di satu lokasi yaitu Waduk Bili-Bili di Sulawesi Selatan yang dilengkapi dengan data ikan, plankton, bentos, serangga air, tumbuhan air, dan kualitas air. Berdasarkan pada aplikasi data base diketahui bahwa perlu melengkapi data keanekaragaman hayati perairan sungai, data kualitas air yang baru tercatat sekitar 29 badan air dari 214 badan air.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
7

Mondolu, Sri Ester, Novriest Umbu Walangara Nau et Roberto Cornelis Seba. « KERJASAMA INDONESIA-JERMAN DALAM PELESTARIAN KAWASAN TAMAN NASIONAL LORE LINDU MELALUI FOREST PROGRAMME III SULAWESI TAHUN 2018-2022 ». Administraus 7, no 2 (31 mai 2023) : 130–45. http://dx.doi.org/10.56662/administraus.v7i2.202.

Texte intégral
Résumé :
ABSTRACT Deforestation and degradation of natural resources are the main problems in the management of the Lore Lindu National Park area. Social and economic activities carried out around the area can threaten the sustainability of the Lore Lindu National Park area (TNLL). natural. With the collaboration between Indonesia and Germany through the presence of Sulawesi's forest program III, it can contribute to forest conservation and rehabilitation to reduce emissions and improve the livelihoods of communities around the National Park area. The research method used in this study is a qualitative method and in this writing, the author will describe how the collaboration between Indonesia and Germany in the Preservation of the Lore Lindu National Park Area through the Sulawesi Forest Program III, Cooperation between Indonesia and Germany in the environmental field through the Sulawesi Forest Program III has making a significant contribution to the preservation of the TNLL area. This collaboration has produced a positive impact which can be seen from the marketing market which is achieved through the intervention activities carried out. Overall the collaboration between Germany through FP III Sulawesi has succeeded in strengthening efforts to conserve and manage the area. Keywords: Sulawesi Forest Program III, Indonesian-German Cooperation, Area Conservation, Lore Lindu National Park (TNLL) ABSTRAK Deforestasi dan degradasi sumber daya alam menjadi permasalahan pokok dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Aktivitas sosial dan ekonomi yang dilakukan di sekitar kawasan dapat mengancamcam kelestarian kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti pangan, pemukiman, dan penyediaan lapangan kerja, masyarakat sekitar kawasan sebagian melakukan pencurian dan mengeksploitasi sumber daya alam. Dengan adanya kerjasama antara Indonesia dan Jerman melalui kehadiran forest programme III Sulawesi dapat memberikan kontribusi terhadap konservasi hutan dan rehabilitasi untuk mengurangi emisi dan memperbaiki penghidupan masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan dalam Penulisan ini, penulis akan mendeskripsikan bagaimana kerjasama Indonesia dan Jerman dalam Pelestarian Kawasan Taman Nasional Lore Lindu melalui Forest Programme III Sulawesi, Kerjasama antara Indonesia dan Jerman dalam bidang lingkungan melalui Forest Programme III Sulawesi telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pelestarian kawasan TNLL kerjasama ini telah menghasilkan dampak positif yang dapat dilihat dari indikator keberhasilan yang di capai melalui intervensi kegiatan yang dilakukan. Secara keseluruhan kerjasama antara Jerman melalui FP III Sulawesi berhasil memperkuat upaya pelestarian dan pengelolaan kawasan. Kata kunci: Forest Programme III Sulawesi, Kerjasama Indonesia-Jerman, Pelestarian Kawasan, Taman Nasional Lore Lindu (TNLL)
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
8

Hayadin et P. R. Yuniarto. « Sustainable harvest : exploring sugar palm trees as a green economy catalyst in Bukit Kaba Natural Park, Bengkulu, Indonesia ». IOP Conference Series : Earth and Environmental Science 1267, no 1 (1 décembre 2023) : 012007. http://dx.doi.org/10.1088/1755-1315/1267/1/012007.

Texte intégral
Résumé :
Abstract Conservation areas are synonymous with protected areas and is prohibited for social and industrial activities that damage the environment. How ever, this research found in which at Bukit Kaba, the use of conservation areas could support the preservation of the natural environment. This article explained that by finding niche commodities, conservation areas can generate many economic benefits for the surrounding community and preserve the natural environment at the same time. This research was environmental qualitative research conducted at conservation area of the Bukit Kaba, Bengkulu, Indonesia. Data were obtained through observation, interviews, document studies, and focus group discussion with the Bukit Kaba conservation area stakeholders. The research team stayed for 20 days in Rejang Lebong district and visited community groups while conducting observations and interviews. The research concluded that the agreement between farmer groups and the Balai Konservasi Sumber Daya Alam (Nature Conservation Agency) to maintain and cultivate sugar palm trees at Bukit Kaba conservation area is an excellent green economic practice. The agreement stipulated the palm trees growing in the Bukit Kaba conservation area as a niche commodity because it can provide multiple benefits. On the one hand, palm trees provide economic benefits to residents around the conservation area. On the other hand, palm trees help maintain land and soil resilience in the Bukit Kaba area.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
9

Darniwa, Adisty Virakawugi, Ida Kinasih et Nurul Aulia Fitri. « Diet, Feed Preferences, and Nutritional Intake of Hylobates albibarbis in Transit Cage BKSDA Kalimantan Tengah ». Al-Kauniyah : Jurnal Biologi 16, no 2 (27 octobre 2023) : 386–94. http://dx.doi.org/10.15408/kauniyah.v16i2.27817.

Texte intégral
Résumé :
AbstractHylobates albibarbis is a type of small primate that lives on the island of Borneo with a characteristic black face and white hair on the eyebrows, cheeks, and chin that resembles a beard. H. albibarbis feeding management is important in conservation efforts on ex-situ conservation because of animal welfare. This study aims to determine the composition of the diet, feed preferences and nutritional intake of feed given to H. albibarbis in transit cage at the Palangka Raya-Central Kalimantan Office for Conservation of Natural Resources (named Balai Konservasi Sumber Daya Alam-BKSDA) under the Directorate of Conservation of Natural Resources and Ecosystems of the Ministry of Environment & Forestry of the Republic of Indonesia. The methods used are focal animal sampling and restricted feeding observed in individual male adult and infant of H. albibarbis. The observations show that the feed preferred by adult H. albibarbis was the Ambon banana (98.21%) and the least preferred was the Kepok banana (74.26%). Otherwise, in infants H. albibarbis the most preferred feed was papaya (93.43%), and the least preferred feed was Ambon banana (58.10%). The average daily feed intake for adult H. albibarbis was 658.52 g, and for infant was 378.16 g. H. albibarbis in transit cage at the Palangka Raya BKSDA office, Central Kalimantan had good growth and healthy physical condition assumed from their body weight and length.AbstrakHylobates albibarbis merupakan kera kecil yang hidup di Pulau Kalimantan dengan ciri khas wajah berwarna hitam dan rambut berwarna putih pada alis, pipi, dan dagu yang menyerupai janggut. Pengelolaan pakan H. albibarbis penting dalam upaya konservasi dengan konservasi ex-situ untuk kesejahteraan hewan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi pakan, preferensi pakan, dan asupan nutrisi pakan yang diberikan pada H. albibarbis di kandang transit kantor BKSDA Palangka Raya Kalimantan Tengah. Metode yang digunakan adalah focal animal sampling dan restricted feeding pada individu jantan dewasa dan jantan bayi H. albibarbis. Observasi dilakukan dalam durasi 12 jam selama 31 hari. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pakan yang disukai H. albibarbis dewasa adalah pisang Ambon (98,21%) dan yang tidak disukai adalah pisang Kepok (74,26%). Pakan yang disukai bayi H. albibarbis adalah pepaya (93,43%) dan yang tidak disukai adalah pisang Ambon (58,10%). Total asupan pakan harian untuk H. albibarbis dewasa adalah 658,52 g. Total asupan pakan harian untuk H. albibarbis bayi adalah 378,16 g. H. albibarbis di kandang transit kantor BKSDA Palangka Raya Kalimantan Tengah memiliki pertumbuhan yang baik dan kondisi fisik yang sehat berdasarkan berat badan dan panjang tubuhnya.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
10

Haksama, Setya, Diansanto Prayoga, Syifa’ul Lailiyah et Jayanti Dian Eka Sari. « CAPACITY BUILDING PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH WISATA KABUPATEN BANYUWANGI DALAM RANGKA MENDUKUNG DESA/ KELURAHAN TANGGUH BENCANA (DESTANA) TAHUN 2017 ». Jurnal Layanan Masyarakat (Journal of Public Services) 2, no 2 (10 juin 2020) : 72. http://dx.doi.org/10.20473/jlm.v2i2.2018.72-77.

Texte intégral
Résumé :
Banyuwangi district was hit by a tsunami in 1994 with a height of 13.9 m due to the 7.2 SR earthquake at a depth of 33 km. Banyuwangi district included high grade class with national rank 163 based on Indonesia Disaster Prone Index 2011. Besides the development of tourism in Banyuwangi district, it was also worth noting also the Index of Disaster Prone. Community participation was needed to support District/Sub-district/ Village of Disaster Resilience. The purpose of this activity was to provide education and demonstrate about community participation in disaster management in tourist area of Banyuwangi District to support Disaster Resilience Village (DESTANA). Methods was training activities. The participants of this training consisted of village from Licin, Kalipuro and Wongsorejo sub-districts; and tour guides (Tour Guide) from Travel Agency (Tourism Travel Agency). The activity was held at Banyuwangi District Public Service Training Center. Data were collected through pretest, post test and observation. Data were analyzed descriptively. The training was divided into two stages, namely the stage of material exposure and simulation. The speakers came from Airlangga University, Culture and Tourism Office of Banyuwangi District, Natural Resource ConservationCenter (KSDA) and Regional Disaster Management Agency (BPBD) of Banyuwangi District. The success rate of community service activities was the achievement of the first objective “Providing education about community participation in disaster management in Banyuwangi District to support DESTANA” by 90% and second goal “Demonstrate about community participation in disaster management in Banyuwangi District tourism area for supporting DESTANA “by 107%. Community service activities were able to improve the knowledge and skills of the community in the tourist area about the participation of the community in disastermanagement in the tourist area of Banyuwangi District to support DESTANA.AbstrakKabupaten Banyuwangi diterjang tsunami pada tahun 1994 dengan ketinggian 13,9 m akibat gempa 7,2 SR pada kedalaman 33 km. Kabupaten Banyuwangi termasuk kelas rawan tinggi dengan peringkat 163 Nasional berdasarkan Indeks rawan bencana Indonesia 2011. Disamping berkembangnya pariwisata di Kabupaten Banyuwangi, perlu diperhatikan juga Indeks Rawan Bencana tersebut. Peran serta masyarakat dibutuhkan untuk mendukung Kabupaten/Kecamatan/Desa Tangguh Bencana. Tujuan kegiatan ini adalah Memberikan edukasi dan mendemonstrasikan tentang peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana di daerah wisata Kabupaten Banyuwangi untuk mendukung Desa/ Kelurahan Tangguh Bencana (DESTANA). Metode kegiatan melalui pelatihan. Peserta pelatihan ini terdiri dari perangkat Desa/Kelurahan dari Kecamatan Licin, Kalipuro, dan Wongsorejo; dan pemandu wisata (Tour Guide) dari Agen Perjalanan Wisata (Tourism Travel Agency). Kegiatan dilaksanakan di Balai Diklat PNS Licin Kabupaten Banyuwangi. Data dikumpulkan melalui pretest, post test dan observasi. Data dianalisis secara deskriptif. Pelatihan ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap paparan materi dan simulasi. Narasumber berasal dari Universitas Airlangga, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banyuwangi. Tingkat keberhasilan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yaitu tercapainya tujuan pertama “Memberikan edukasi tentang peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana di daerah wisata Kabupaten Banyuwangi untuk mendukung DESTANA” sebesar 90% dan tujuan kedua “Mendemonstrasikan tentang peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana di daerah wisata Kabupaten Banyuwangi untuk mendukung DESTANA” sebesar 107%. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat di daerah wisata tentang peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana di daerah wisata Kabupaten Banyuwangi untuk mendukung DESTANA.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
11

Aini, Nur, Arif Satria, Ekawati Sri Wahyuni et Dietrich G. Bengen. « PROGRAM STRATEGIS DALAM MENGATASI KENDALA KELEMBAGAAN PENGELOLAAN EKOWISATA BAHARI DI RAJA AMPAT (Studi Kasus : Kampung Wisata Distrik Meos Mansar) ». Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 11, no 2 (27 décembre 2021) : 127. http://dx.doi.org/10.15578/jksekp.v11i2.9655.

Texte intégral
Résumé :
Raja Ampat merupakan kawasan potensial ekowisata bahari di jantung segitiga terumbu karang dunia dan untuk mengembangkan potensi tersebut, pemerintah setempat menetapkan pembentukan kampung-kampung wisata di sejumlah lokasi. Dalam perkembangannya, kelembagaan pengelolaan kampung-kampung wisata ini tidak terlepas dari tantangan untuk mengakomodasikan berbagai kepentingan dan pengaruh para pemangku kepentingan. Penelitian ini bertujuan untuk: (i) mengkaji kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan yang ada, (ii) mengidentifikasi kendala kelembagaannya, dan (iii) merumuskan program strategis yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan kampung-kampung wisata tersebut. Lokasi penelitian mencakup Kampung Arborek, Yenbuba dan Sawinggrai Distrik Meos Mansar Kabupaten Raja Ampat. Penelitian dilaksanakan pada bulan September hingga Oktober 2020, dengan dua pendekatan analisis yaitu Interpretative Structural Modeling (ISM) dan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah, Dewan Adat Suku Maya, dan Conservation International Indonesia berada pada posisi key player, dengan kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap pengelolaan ekowisata bahari di kampungkampung wisata. Kelompok masyarakat dan swasta berada pada posisi subyek dengan kepentingan yang tinggi terhadap sumber daya alam tinggi, namun memiiki pengaruh yang rendah dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya kendala kelembagaan dalam pengelolaan kampung wisata, yaitu konflik pemanfaatan ruang dalam sistem pengelolaan tarif Kartu Jasa Lingkungan (KJL). Penelitian ini merekomendasikan sebuah intervensi kebijakan berupa program strategis yang terdiri dari beberapa level dan diprioritaskan pada: (i) pengembangan pengelolaan kolaboratif antar stakeholders, (ii) pemberdayaan masyarakat, (iii) peningkatan efektivitas konservasi, dan (iv) pendistribusian akses yang adil kepada masyarakat. Title: Strategic Programs for Overcoming Institutional Obstacles of Marine Ecotourism Management in Raja Ampat (Case Study: Tourism Villages in Meos Mansar District )Raja Ampat is a potential marine tourism area located in the coral triangle. In 2009, the Raja Ampat Regency Government designated several villages as tourism villages to encourage economic growth in the community in the tourism sector. The management of marine ecotourism in Raja Ampat Tourism Village is inseparable from several institutional obstacles. Every stakeholder involved in management has an interest and influence. This study aims to examine stakeholder mapping, institutional constraints, and strategic programs needed for marine ecotourism management in tourist villages. The research location is in Arborek Village, Yenbuba and Sawinggrai, Meos Mansar District, Raja Ampat Regency. The analysis technique used is Interpretative Structural Modeling (ISM) and qualitative descriptive analysis. The results showed that the government, the Maya tribe Adat Council, and Conservation International Indonesia are the key players who had a high interest and influence on marine ecotourism management. Community and private groups are in subjects position who had a high interest in natural resources, but their influence in decision-making is low. The management of marine ecotourism in the tourist village of Raja Ampat has several institutional obstacles. The main obstacle is conflict over space utilization in the environmental service card tariff management system. To overcome the obstacles, it is necessary to implement strategic programs effectively. This study suggests a strategic program consisting of several levels. The strategic programs that are prioritized are the development of collaborative management among stakeholders, community empowerment, increasing conservation effectiveness, and distributing access to the community.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
12

Komara, Liris Lis, Erny Poedjirahajoe et Iin Sumbada Sulistyorini. « LAND SUITABILITY ANALYSIS FOR MANGROVE CONSERVATION AREA IN LOMBOK BAY ON KUTAI NATIONAL PARK, EAST KALIMANTAN INDONESIA ». Science Proceedings Series 1, no 3 (4 juin 2019) : 19–22. http://dx.doi.org/10.31580/sps.v1i3.872.

Texte intégral
Résumé :
1. Along with the times and community needs for land, the carrying capacity of mangrove forests as conservation areas must be evaluated regularly.2. Despite defragmentation and degradation, the Lombok bay mangrove forests in Kutai National Park still have high potential.3. The suitability of the mangrove forest area of ​​the Gulf of Lombok is still appropriate and worthy of being maintained as a conservation area, even though there are demands for regional development in the area.4. The importance of environmental education for the surrounding community must be continuously monitored, in order to increase awareness of the role of mangrove ecosystems in supporting people's lives. Key results: Conformity, conservation, ecosystem, mangrove ___________________________________________________________________________ Research Objectives Mangrove forests provide a valuable ecosystem services for coastal communities, but these ecosystems are very sensitive to environmental changes (1). The pressure of Kutai National Park (KNP) mangrove forests has continue to increase because of the human activities for settlement, agriculture, and other activities (2) The existence of mangrove forest areas in KNP is increasingly threatened as the expanded of land use, the issue of enclaves for regional development by the local government. The Lombok bay mangrove area of Kutai National Park in the East Kutai Regency should be evaluated on its carrying capacity periodically. The area needs to be re-zoned in order to reduce the risk of the land clearing threats, especially for ponds and to accommodate local interests, especially the communities around the mangrove area. Based on that reason, data and information are needed. This study is to answer the latest phenomena related to regional development in the area of Lombok bay mangrove forests which continue reduce, and find out whether mangroves in the Lombok bay are worth of being preserved as conservation areas. This study objective was to determine and assess land suitability based on the vegetation condition and the mangrove forest environment carrying capacity. Materials and Methods This study was carried out in the coastal area of ​​the mangrove forest in the Lombok bay, Kutai National Park in south Sangatta District, East Kutai Regency, East Kalimantan province, Indonesia. This study used an observation method and GPS was used to determine the sampling point coordinates. Sampling location choose based on consideration of characteristics, location access, and the mangroves distribution. The sampling was carried out at 6 stations, each station consisting of 12 sampling points / plots, so there are 72 plots in total. Direct observation was done at each station to collect the data of vegetation condition, salinity, tides, pH, main substrate and current velocity. The mangroves thickness is measured by GIS. The data was analyze using descriptive quantitative method. Land suitability analysis to determine the mangrove conservation area was analyzed based on the mangrove vegetation condition and several environmental parameters quality with four land suitability classes. The formula used to determine the suitability level based on several ecosystem components uses calculations (3) as follows: Regional suitability index / Final value is a sum of Weight of each criterion times by the Value of land suitability level. And than the value of suitability class were descripted. Results The total number of mangrove species found was 12 species from 5 families. The highest tree density was found at station 4 with 127 individual total number and 1,058 trees/ha total density. The mangroves thickness in each location was varies. Mangrove forests that have the highest thickness are found at station 1 (1.44 km) and a low thickness found at station 2 (0.40 km). Although at station 1 has the highest thickness but the number of individuals found is very small , it shows that the forest has a lot of disturbance. The mangrove forests of Lombok bay have experienced an extensive land conversion. This is related to accessibility where the coastal settlements of KNP are generally located close to rivers and creeks i.e., Sangatta estuary, Lombok bay and Sangkima (4). Degradation of mangrove forests is still ongoing in some coastal or coastal areas, and continues to increase due to the surrounding community in fulfilling their daily needs (5). Based on the characteristics of the mangrove environment carrying capacity, it is known that at six stations belong to the class of suitability, which is appropriate (S2) with RSI ranging from 151 to 225.The mangrove trees density needs to be increased. Findings 12 mangrove species were found with 1.058 trees/ha mangroves density and 1,437 m mangroves thickness. The main substrate is clay, sand and sandy clay. The Tides was 0.90 to 1.55, pH was 9.37 to 10.89, current velocities was 0.25 to 0.56 m/sec, salinity was 2.81 to 4.18 ‰. The Conservation Suitability Index of six stations is classified as appropriate (S1) with the main limiting factor are tree density, pH and salinity. The level of land suitability for mangrove conservation has a possibility to be improved by mangroves planting to increase the mangroves thickness, density, and other environmental conditions. Acknowledgement The author would like to thank the Kutai National Park management unit for supporting and giving the opportunity for the author to carry out this research. The author also thanks to the lecturers and students of East Kutai STIPER in Sangatta who were really helpful in the field survey. References Eddy S, Ridho MR, Iskandar I, Mulyana A. Community-Based Mangrove Forests Conservation for Sustainable Fisheries. Journal of Tropical Silviculture. 2016;7(3):S42-S7. Sayektiningsih T, Gunawan W, editors. Kondisi Sosial Masyarakat di sekitar Hutan Mangrove Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur. Proceedings of the Samboja Cambodia BPTKSDA Research Results Seminar, Research Institute for Natural Resources Conservation; 2012; Samboja, Indonesia: Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam, Kementerian Kehutanan. Wardhani MK. Analisis Kesesuaian Lahan Konservasi Hutan Mangrove di Pesisir Selatan, Kabupaten Bangkalan. Jurnal Kelautan. 2014;7(2):69-74. Budiarsa AA, Rizal S. Mapping and Deforestation Level of Mangrove Forest in Kutai National Park Base on Data Satelite Image of Landsat ETM and Vegetation Density. Journal of Tropical Fisheries Sciences. 2013;19(1):54-61. Asyari M, Udiansyah., Agyoyanuwiadi., Rayes ML. Management Policy Formulation of Teluk Kelumpang Natural Reserve Related With Mangrove Forest Degredation at South Borneo, Indonesia. International Journal of Conservation Science. 2017;8(1):157-64.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
13

Alfiannur, Muhammad, Ilyas Nuryasin et Zamah Sari. « INTEGRASI SISTEM PERIJINAN KANTOR CABANG KE PUSAT BALAI BESAR KELESTARIAN SUMBER DAYA ALAM (BBKSDA) JAWA TIMUR ». Jurnal Repositor 4, no 3 (10 mai 2022). http://dx.doi.org/10.22219/repositor.v4i3.1465.

Texte intégral
Résumé :
Dinas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) merupakan salah satu Dinas Pemerintah yang bergerak dibidang Konservasi Budidaya Sumber Daya Alam yang terletak di Surabaya sebagai kantor pusat di Jawa Timur. Dinas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) memiliki kantor cabang yang dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu : wilayah I (Madiun), wilayah II (Gresik), dan wilayah III (Jember). Dengan perkembangan zaman saat ini dan sebagai upaya pemerintahan dalam perbaikan pelayanan perijinan mewajibkan pemerintah untuk menerapkan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)[1]. Dinas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) telah memiliki sistem informasi berbasis web. Namun, belum terintegrasi dengan kantor cabang. Permasalahan yang terjadi ialah pemohon yang berada kantor cabang harus melakukan proses perijinan secara manual dan data yang ada di cabang tidak langsung masuk ke pusat. Sehingga proses perijinan dan pendataan kurang efisien. Berdasarkan permasalahan yang dimiliki oleh Balai Besar Konservasi Daya Alam (BBKSDA) penulis mencoba memberikan solusi untuk mengembangkan sistem informasi berbasis web yang saling terintegrasi. Dalam pengembangan sistem informasi berbasis website ini menggunakan metode reuse-oriented, Bahasa pemrograman menggunakan PHP, Database berupa MySQL, Framework yang digunakan yaitu CodeIgniter, dan pengujian system menggunakan Black-Box dan UAT. Dengan pengembangan sistem informasi pelayanan ini, diharapkan akan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada, sehingga dapat memudahkan dan meningkatkan kinerja terhadap proses pelayanan perijinan penangkaran
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
14

Alfiannur, Muhammad, Ilyas Nuryasin et Zamah Sari. « Integrasi Sistem Perijinan Kantor Cabang Ke Pusat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur ». Jurnal Repositor 3, no 4 (23 janvier 2024). http://dx.doi.org/10.22219/repositor.v3i4.31074.

Texte intégral
Résumé :
Dinas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) merupakan salah satu Dinas Pemerintah yang bergerak dibidang Konservasi Budidaya Sumber Daya Alam yang terletak di Surabaya sebagai kantor pusat di Jawa Timur. Dinas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) memiliki kantor cabang yang dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu : wilayah I (Madiun),wilayah II (Gresik), dan wilayah III (Jember). Dengan perkembangan zaman saat ini dan sebagai upaya pemerintahan dalam perbaikan pelayanan perijinan mewajibkan pemerintah untuk menerapkan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)[1]. Dinas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) telah memiliki sistem informasi berbasis web. Namun,belum terintegrasi dengan kantor cabang. Permasalahan yang terjadi ialah pemohon yang berada kantor cabang harus melakukan proses perijinan secara manual dan data yang ada di cabang tidak langsung masuk ke pusat. Sehingga proses perijinan dan pendataan kurang efisien. Berdasarkan permasalahan yang dimiliki oleh Balai Besar Konservasi Daya Alam (BBKSDA) penulis mencoba memberikan solusi untuk mengembangkan sistem informasi berbasis web yang saling terintegrasi. Dalam pengembangan sistem informasi berbasis website ini menggunakan metode reuse-oriented, Bahasa pemrograman menggunakan PHP, Database berupa MySQL,Framework yang digunakan yaitu CodeIgniter, dan pengujian system menggunakan Black-Box dan UAT. Dengan pengembangan sistem informasi pelayanan ini, diharapkan akan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada, sehingga dapat memudahkan dan meningkatkan kinerja terhadap proses pelayanan perijinan penangkaran.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
15

Endah Anggraeni, Henny, Miftakhul Sulistian et Winantika Aprilia. « KASUS SCALY FACE PADA KAKATUA PUTIH (Cacatua alba) DI TAMAN KONSERVASI MADIUN UMBUL SQUARE ». Jurnal Nasional Teknologi Terapan (JNTT) 4, no 1 (13 juin 2022). http://dx.doi.org/10.22146/jntt.v4i1.4805.

Texte intégral
Résumé :
Scaly face is an infestation by burrowing mites Knemidocoptes pilae. It is frequently encountered in birds, where the mite affects featherless tracts, most commonly the beak, and eyelids. Losses due to ectoparasite infestation in birds was decreased appetite, hair loss, hyperkeratosis, alopecia, itching and death. The purpose of writing a case study is provides information about the management of the scaly face in the white parrot (Cacatua alba) in the Madiun Umbul Square Conservation Park. East Java, Indonesia, on 20 July - 20 August 2020. Observations were directly, by assisting in handling and treatment in isolation cages. A white parrot weighs 600 grams, from Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) showed hair loss and keratosis around the eyes and. Handling bird placement in isolation cages, skin scraping examination, found Knemidocoptes pilae, treatment with 0.02 ml of 1% ivermectin and 0.1 ml of Vetadryl® subcutaneously 3 times on 30 July, 10 and 17 August 2020. The results of treatment show healing such as appetite increases, keratosis disappears, and fine hairs grow around the eyes.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
16

Setyabudi, Agung. « MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAERAH PENYANGGA KAWASAN SUAKA ALAM (STUDI KASUS DI KAWASAN CAGAR ALAM WAIGEO BARAT, KABUPATEN RAJA AMPAT, PROPINSI PAPUA BARAT) ». Jurnal Good Governance 17, no 2 (10 novembre 2021). http://dx.doi.org/10.32834/gg.v17i2.337.

Texte intégral
Résumé :
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan menentukan model pemberdayaan masyarakat kampung Saporkren sebagai daerah penyangga Kawasan Suaka Alam (KSA) berupa Kawasan Cagar Alam Waigeo Barat di Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat. Mengingat Cagar Alam dengan keterbatasan akses pemanfaatannya, maka model ini akan membentuk sinergi atau “symbiosis mutualism” (saling menguntungkan) antara masyarakat dengan keberadaan Cagar Alam dimaksud. Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dan diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga antara lain aspek target masyarakat yang diberdayakan, tingkat keterlibatannya serta strategi dalam pendekatannya. Elemen masyakat yang menjadi target pemberdayaannya adalah masyarakat yang mata pencahariannya sebanyak 58% dari kegiatan merambah kawasan untuk bertani, berburu satwa liar, menebang pohon di dalam kawasan untuk dijual kayunya (illegal logging); masyarakat dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimilikinya rendah serta kesejahteraannya berada di bawah garis kemiskinan.Bentuk keterlibatan masyarakat kampung Saporkren dalam pemberdayaan masyarakat utamanya adalah kemauan. Sebanyak 90,9% masyarakat mempunyai kemauan untuk dilibatkan dalam usaha kegiatan pemberdayaannya untuk meningkatkan ekonominya.Untuk melakukan pendekatan kelompok dalam pemberdayaan masyarakat Kampung Saporkren harus dianalisa dengan beberapa metode pendekatan (Rapid Rural Appraisal/RRA, Participatory Rapid Appraisal/PRA, Focus Group Discussion/FGD, Participatory Learning and Action/PLA). Berdasarkan hasil Analisa metode yang cocok digunakan adalah metode PRA (Participatory Rapid Appraisal) yg dicirikan dengan langsung melibatkan masyarakat untuk mempelajari kondisi dan kehidupan kampung dari, dengan, dan oleh masyarakat, meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan kampung.Terdapat beberapa jenis kegiatan pemberdayaan masyarakat yaitu pemberdayaan masyarakat yang berbasis lahan hutan antara lain agroforestry, tumpang sari, hutan kemasyarakatan, hutan rakyat dan sebagainya dan yang berbasis non lahan hutan antara lain penangkaran satwa, pemanfaatan hasil hutan, ekowisata dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian jenis kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis non lahan dengan pola usaha ekowisata sesuai dengan potensi sumber daya alam yang dimilikinya yaitu: wisata bahari (snorkling/diving), wisata pengamatan burung Cenderawasih, pengelolaan homestay, wisata pantai dan persewaan peralatan snorkling/diving serta perahu/speedboat. Komitmen dan pendampingan para pihak yaitu pengelola Kawasan (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat dan para mitra (Fauna dan Flora Indonesia serta Conservation Internatioanal Indonesia) serta Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat mutlak diperlukan dalam mengelola usaha bidang ekowisata dengan mempertimbangkan daya dukungnya, mulai perencanaan, kelembagaan, monitoring dan evaluasi serta pemenuhan sarana prasarananya. Peningkatan kapasitas masyarakat Saporkren dalam berbahasa Inggris, pengenalan jenis flora dan fauna, manajemen homestay dan persewaan amenities serta informasi teknologi (IT) merupakan tanggung jawab para pihak untuk kemandirian usahanya.Kata kunci: pemberdayaan masyarakat, daerah penyangga, cagar alam, ekowisata.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
17

Mugiono, Is. « Pembelajaran Pengelolaan Hutan di Pulau Jawa (Studi di KPH Yogyakarta, TN Gunung Halimun Salak, dan TN Gunung Ciremai) ». Jurnal Good Governance 17, no 1 (29 avril 2021). http://dx.doi.org/10.32834/gg.v17i1.255.

Texte intégral
Résumé :
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Pencapaian tujuan tersebut dilakukan melalui pengelolaan hutan dengan membagi kawasan hutan di Indonesia tidak terkecuali di Pulau Jawa menjadi 3 yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Kebijakan perubahan fungsi kawasan hutan dari hutan produksi menjadi hutan lindung atau hutan produksi dan hutan lindung menjadi hutan konservasi membuka ruang bagi pengelola untuk melakukan inovasi kebijakan di wilayahnya. Tulisan ini bertujuan: 1) mengetahui implementasi kebijakan pengelolaan hutan tingkat tapak di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), dan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), dan 2) mengetahui faktor kunci keberhasilan pengelolaan hutan di Pulau Jawa. Metode kajian dilakukan secara diskriptif kualitatif dengan pendekatan model Goerge C. Edwards III (1980) bahwa aspek komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap implementasi kebijakan. Data dikumpulkan dengan studi dokumentasi, wawancara mendalam informan kunci, dan observasi lapangan. Hasil kajian pada 3 lokasi studi setelah adanya kebijakan perubahan fungsi 1): mendorong kemandirian pengelolaan di KPH Yogyakarta, melahirkan era baru pemanfaatan panas bumi di kawasan konservasi TN Gunung Halimun Salak, dan menciptakan perubahan aktivitas masyarakat dari berbasis lahan menjadi jasa lingkungan atau wisata alam di TN Gunung Ciremai, dengan faktor kunci 2): sumber daya manusia yang inovatif dengan dukungan pemerintah daerah di Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta, harmonisasi kebijakan pemanfaatan panas bumi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan gaya kepemimpinan yang adaptif di Taman Nasional Gunung Cermai.Kata Kunci: perubahan fungsi hutan, implementasi kebijakan, jasa lingkungan, dan tingkat tapak
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
18

Subeno, Subeno, Satyawan Pudyatmoko, Muhammad Ali Imron et Tri Satya Mastuti Widi. « The importance of regulatory compliance in wildlife captive breeding : Case study from deer captive breeding in Indonesia ». Biodiversitas Journal of Biological Diversity 23, no 12 (30 décembre 2022). http://dx.doi.org/10.13057/biodiv/d231206.

Texte intégral
Résumé :
Abstract. Subeno, Pudyatmoko S, Imron MA, Widi TSM. 2022. The importance of regulatory compliance in wildlife captive breeding: Case study from deer captive breeding in Indonesia. Biodiversitas 23: 6128-6136. Indonesia has five deer species that the Indonesian government protects. Among these deer, Javan deer (Rusa timorensis) and sambar deer (Rusa unicolor) have received conservation attention through captive breeding. Despite this conservation approach being applied for these two species, a review on captive breeding implementation is still lacking. This research aimed to assess the management of captive breeding of two deer species, which will support the natural population of endangered species in Indonesia. A triangulation method is used to collect secondary data (documents), interviews, and field observations in Parengan of East Java for Javan deer and Dumai of Riau for sambar deer. Then we assessed the management aspect and the ability of captive breeding to contribute to the release program using descriptive qualitative analysis. The Pertamina RU 2 Dumai sambar deer captive breeding has been carried out since 2016. However, during four years of management, the documents required for captive management, assessed by the Nature Resources Conservation Agency (Balai Konservasi Sumber Daya Alam/BKSDA), were not fully available. Consequently, the population increment in captive breeding could not participate in the release program. The Parengan Javan deer captive breeding was built in 2014. Management documents, population and habitat management were carried out intensively. As a result of the assessment by BKSDA East Java, this captive breeding received an excellent value (A). The population development showed an increasing trend. The results of this population development are then taken 10% to be released into the wild. In 2018, 4 captive-breed Javan deer were released in their natural habitat of Tahura R. Soeryo, East Java. The implication is that captive breeding, which is managed through proper management of population, habitat, and infrastructure, can contribute to supporting the addition of wildlife populations in their natural habitats.
Styles APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
Nous offrons des réductions sur tous les plans premium pour les auteurs dont les œuvres sont incluses dans des sélections littéraires thématiques. Contactez-nous pour obtenir un code promo unique!

Vers la bibliographie