Literatura académica sobre el tema "Fenomeno associativo"

Crea una cita precisa en los estilos APA, MLA, Chicago, Harvard y otros

Elija tipo de fuente:

Consulte las listas temáticas de artículos, libros, tesis, actas de conferencias y otras fuentes académicas sobre el tema "Fenomeno associativo".

Junto a cada fuente en la lista de referencias hay un botón "Agregar a la bibliografía". Pulsa este botón, y generaremos automáticamente la referencia bibliográfica para la obra elegida en el estilo de cita que necesites: APA, MLA, Harvard, Vancouver, Chicago, etc.

También puede descargar el texto completo de la publicación académica en formato pdf y leer en línea su resumen siempre que esté disponible en los metadatos.

Artículos de revistas sobre el tema "Fenomeno associativo"

1

Moscatelli, Valerio. "La cooperazione tra imprese e il contratto di rete". ECONOMIA E DIRITTO DEL TERZIARIO, n.º 1 (octubre de 2011): 33–53. http://dx.doi.org/10.3280/ed2011-001003.

Texto completo
Resumen
La legge n. 5/2009 all'art. 3, comma 4-ter disciplina il contratto di rete, quale forma di cooperazione tra imprese. La rete si configura come contratto associativo plurilaterale (1420) tramite il quale due o piů imprese si obbligano ad istituire un'organizzazione comune, al fine di esercitare in comune un'attivitŕ economica rientrante negli oggetti sociali di ciascuna impresa, allo scopo di accrescere la capacitŕ innovativa e la competitivitŕ sul mercato. La cooperazione tra le imprese č fenomeno diffuso in campo internazionale dove la prassi commerciale evidenzia un atteggiamento sempre piů aperto verso la stipulazione di joint ventures agreements e potrebbe in futuro trovare conveniente applicare anche lo schema del contratto di rete.
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
2

Rezende, Mareio Amaral. "Comportamento associativo de Fregata magnificens (Fregatidae, Aves) e Sula lecogaster (Sulidae, Aves) no litoral centro-norte do Estado de São Paulo". Boletim do Instituto Oceanográfico 35, n.º 1 (1987): 01–05. http://dx.doi.org/10.1590/s0373-55241987000100002.

Texto completo
Resumen
O hábito da fregata (Fregata magnificiens) de roubar peixes do atobã marrom (Sula lecogaster) é bem conhecido na literatura, comportamento este que tem nos levado a classificar a primeira espécie como sendo cleptoparasita da segunda. Este trabalho, no entanto, mostra que a relação entre estas duas espécies é mais complexa e que o comportamento cleptoparasitãrio pode ser interpretado como sendo apenas parte de todo um processo de exploração mutua. Quando estas aves voam no encalço de embarcações pesqueiras, as fregatas localizam a fonte de alimento, sendo então seguidas pelos atobas que aparecem logo apos, apanhando os peixes mortos com muito mais eficiencia, de tal maneira que as fregatas não conseguem mais pescar, tendo que abandonar a atividade, Quando os atobas terminam sua atividade pesqueira, ou mesmo apos um numero deste ciclo, sugere-se que a fregata venha a procurar os atobas, roubando-lhes parte do pescado, fenomeno este bem descrito na literatura. Esta observação conduz a uma revisão da interpretação acerca da relação entre estas espécies, até então, considerada como cleptoparasitismo para a de exploração mútua.
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
3

MacKenney, Richard y Maria Teresa Maiullari. "Storiografia francese ed italiana a confronto sul fenomeno associativo durante xviii e xix secolo: Atti delle giornate di studio promosse dalla Fondazione Luigi Einaudi." Economic History Review 46, n.º 1 (febrero de 1993): 204. http://dx.doi.org/10.2307/2597698.

Texto completo
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
4

., Ngasifudin. "FENOMENA TRANSPORT KOBALT-60 PADA LAPISAN TANAH". Jurnal Forum Nuklir 3, n.º 1 (28 de junio de 2013): 21. http://dx.doi.org/10.17146/jfn.2009.3.1.331.

Texto completo
Resumen
The transport phenomena of cobalt-60 (Co-60) in the soillayer has been investigated using column and batch methods. The association of Co-60 with soil and its components were studied by extraction methods. The concentration profile of Co-60 in the soil column was composed of two logarithmic curves that showing Co-60 would be consist of mobile and immobile fraction. The immobile fraction of Co-60 was adsorbed by soil and was distributed near in the top of column. Although the mobile Co-60 was little sorbed by soil and migrated through the soil column, themaximum concentration of Co-60 in the effluents decreased slightly with increasing length of the soil column. Extraction of Co-60 from the soil and from its components showed that Co-60 was sorbed by manganese oxide and clay minerals. Manganese oxide is one of the soil components that could be decrease the maximum concentration of Co-60 in the effluents. Although the content of manganese oxide in the soil was 0.24-0.29%, manganese oxide is the important component to preventthe migration of Co-60 in the low acidic solution.Keywords : Transport phenomenon, Cobalt-60, soil component Telah dilakukan penelitian tentang fenomena gerakan Kobalt-60 (Co-60) pada lapisan tanah yang dilakukan secara kolom dan batch. Penggabungan Co-60.dengan tanah dan komponennya dipelajari dengan serangkaian teknik ekstraksi. Gambaran konsentrasi Co- 60 di dalam kolom tanah tersusun oleh dua kurva logaritma yang menunjukkan Co-60 terdiri atas fraksi gerak dan tidak-gerak. Fraksi Co-60 tidak-gerak diserap oleh tanah dan didistribusikan di dekat bagian atas kolom. Meskipun Co-60 fraksi gerak hanya sedikit terserap oleh tanah dan di-transportkan melalui kolom tanah, konsentrasi maksimum Co- 60 di dalam efluen sedikit menurun dengan kenaikan panjang kolom tanah. Ekstraksi Co-60 dari tanah dan komponennya menunjukkan bahwa Co-60 diserap oleh mangan dioksida dan komponen lempung. Mangan oksida merupakan salah satu komponen tanah yang dapat menurunkan konsentrasi maksimum Co-60 di dalam efluen. Bahkan kandungan mangan oksida 0,24-0,29% dalam tanah menjadi komponen penting untukmencegah proses transport Co-60 pada larutan keasaman rendah.Kata kunci : Fenomena transport, Kobalt-60, komponen tanah
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
5

Dewi, Ira Septira y Hairus Salikin. "EFEKTIVITAS SEMANTIK PRIMING DALAM ATASI FENOMENA TIP OF THE TONGUE". Kajian Linguistik dan Sastra 7, n.º 1 (23 de junio de 2022): 92–107. http://dx.doi.org/10.23917/kls.v7i1.16887.

Texto completo
Resumen
The obstacle in accessing words that have been stored in memory is called the Tip of the Tongue phenomenon (ToT). This study aimed to measure the effectiveness of semantic priming techniques and sub lexicon codes in facilitating the process of accessing the lexicon when the subjects are in ToT state. This research is a qualitative descriptive study where the researcher conducted an experiment with a psycholinguistic analysis approach. The data are in the form of target words, prime words, and the success rate of the subject in recalling words. The data were obtained from the experiments, interviews, and observations involving 8 students at the tertiary level with an age range of 18-22 years. The results showed that the effectiveness rate of semantic priming in the process of accessing the lexicon is 67,6%, onset 8,9%, first syllable 23,5%. In addition, there were also factors that influenced the subjects' success in recalling words, such as age, character and intelligence, subject selective processes, inhibiting words, health and word acquisition processes. To conclude, priming associative semantics was quite effective in helping the subject recall words when the subject in the Tip of the Tongue State.
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
6

Adiningsih, Ni Ketut Serna y I. Wayan Bela Siki Layang. "FENOMENA MARAKNYA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN TERHADAP KORBAN PEREMPUAN". Kertha Semaya : Journal Ilmu Hukum 10, n.º 5 (30 de abril de 2022): 1159. http://dx.doi.org/10.24843/ks.2022.v10.i05.p15.

Texto completo
Resumen
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jaminan perlindungan perempuan dengan melihat pengaturan pada Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta implementasi atau penerapan hukum dan menganalisis sebab-sebab terjadinya suatu tindak pidana pencurian dengan kekerasan khususnya terhadap korban perempuan. Studi ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris yang merupakan suatu penelitian hukum dengan melihat data-data di lapangan yang berarti melihat secara nyata dan meneliti bagaimana suatu hukum bekerja di dalam masyarakat. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan fakta (the fact approach) dan pendekatan perundang-undangan (the statute approach). Pencurian dengan kekerasan diatur pada Pasal 365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hasil studi menunjukan bahwa pelaku pencurian dengan kekerasan lebih mengincar korban perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Hal tersebut dikarenakan perempuan sangat jarang melakukan perlawanan, yang berarti penakut dan lemah. Dalam kondisi tersebut membuat rasa takut perempuan terhadap kejahatan (fear of crime) jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan laki-laki. Ini dikarenakan penderitaan yang dialami oleh perempuan jauh baik saat terjadinya suatu kekerasan maupun sudah terjadinya suatu kekerasan memberikan dampak traumatis. Adapun sebab-sebab terjadinya pencurian dengan kekerasan yaitu, faktor ekonomi, pendidikan, pengangguran, kelalaian korban, pergaulan, urbanisasi, keinginan untuk menguasai barang yang dicuri, lifestyle, serta faktor penegak hukum. Dengan demikian, perlu suatu tindakan atau upaya penanggulangan dari pihak berwajib atau pemerintah terhadap maraknya tindak pidana pencurian dengan kekerasan tersebut. The purpose of this study was to determine the guarantee of women's protection by looking at the arrangements in Article 365 of the Criminal Code as well as the application or application of the law and to analyze the causes of the occurrence of a criminal act of theft with violence, especially against female victims. This study uses a type of empirical legal research which is a legal research by looking at the data in the field which means seeing the real and examining how a law works in society. This study use a fact approach and a law approach. Theft with violence is regulated in Article 365 of the Criminal Code. The results of the study show that the perpetrators of theft by pursuing more target female victims than male victims. This is because women rarely fight back, which means they are timid and weak. Under these conditions, the fear of crime is much higher than that of men. This is because the suffering experienced by women is far from the time of violence or violence that has a traumatic impact. The causes of violent theft are economic factors, education, mistakes, victim negligence, association, urbanization, desire to control the stolen goods, lifestyle, law enforcement factors. Thus, it is necessary to take an action or countermeasure from the authorities or the government against the rampant crime of theft with violence.
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
7

Pingani, Luca, Giulia Reali y Paola Carozza. "Lo stigma associato alla malattia mentale: tipologie, conseguenze e strategie per contrastarlo". RIVISTA SPERIMENTALE DI FRENIATRIA, n.º 3 (diciembre de 2021): 134–58. http://dx.doi.org/10.3280/rsf2021-003009.

Texto completo
Resumen
Il presente articolo si propone di approfondire il fenomeno dello stigma nel contesto della salute mentale. In particolare, dopo una introduzione dedicata alle radici storiche del termine "stigma", vengono analizzate le sue diverse tipologie alla luce della più recente letteratura: public stigma, structural stigma, selfstigma, felt or perceived stigma, experienced stigma, label avoidance, courtesy stigma e spiritual stigma. Fra le diverse declinazioni che il fenomeno discriminante può assumere, viene fornita una ampia descrizione di quella iatrogena: la discriminazione perpetrata dai professionisti sanitari nei confronti delle persone con disagio psichico. Proprio su questa tipologia di stigma viene proposta una revisione narrativa e non sistematica della letteratura al fine di permettere al lettore di avere una panoramica esaustiva per l'inquadramento di questa particolare forma di stigma. L'ultima parte dell'articolo è dedicata alle principali strategie, sostenute da evidenze scientifiche, utilizzate per la lotta allo stigma. Oltre alle ormai consolidate metodiche come la formazione, la protesta e il contatto, viene anche presentata la traduzione italiana del manuale "Coming Out Proud" del prof. Corrigan (Illinois Institute of Technology) che si propone come utile strumento per la lotta al selfstigma. Esso è pensato per utenti e promotori della salute pubblica per affrontare il processo di coming out e il tema dell'identità. È articolato in tre parti che affrontano le questioni chiave della rivelazione: soppesare costi e benefici del coming out; considerare i diversi approcci strategici (gradi) per la rivelazione; apprendere un metodo efficace per formulare le storie personali relative all'esperienza di malattia mentale.
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
8

Arbania Fitriani. "FENOMENA KESEHATAN PERKEMBANGAN SEKSUAL DAN PERAN ORANG TUA MILD RETARDATION DALAM PENDIDIKAN SEKS". Psychopedia Jurnal Psikologi Universitas Buana Perjuangan Karawang 5, n.º 1 (1 de junio de 2020): 28–46. http://dx.doi.org/10.36805/psychopedia.v5i1.1004.

Texto completo
Resumen
This Study aims to investigates what is the role of parents with mild retardation child in efforts to provide sex education. Researcher also want to see the health of sexual development as well as the problems that arise in connection with these aspects. The method used in this research is qualitative method. The technique used in collecting data is interview and observation techniques. Data collection tools in this study were interview guidelines, observation sheets, and tape recorders. The number of subjects is 4 people, 3 of them are mothers and 1 subject is significant others / aunts. From the results of the study, it was found that all subjects had implemented sex education within the guidances of the American Association of Pediatrics without them knowing it. The average subject applies democratic parenting and sometimes is over protected. All subject children experienced healthy and normal sexual development. In the sexual aspect, the support needed for children who are female is greater than men. The party most involved in providing sex education is the mother. The factor that makes the subject willing to apply sex education is fear if the child experiences something unpleasant in the aspect of his sexuality. Keywords: Mentally Retarded, Mild Retardation, Sex Education, Parenting, Parents Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki apa peran orang tua dengan anak retardasi ringan dalam upaya memberikan pendidikan seks. Peneliti juga ingin melihat kesehatan perkembangan seksual serta masalah yang muncul sehubungan dengan aspek-aspek ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Teknik yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah teknik wawancara dan observasi. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara, lembar observasi, dan tape recorder. Jumlah subjek adalah 4 orang, 3 di antaranya adalah ibu dan 1 subjek signifikan lainnya / tante. Dari hasil penelitian, ditemukan bahwa semua subjek telah menerapkan pendidikan seks dalam bimbingan American Association of Pediatrics tanpa mereka sadari. Subjek rata-rata menerapkan pola asuh yang demokratis dan terkadang terlalu dilindungi. Semua anak-anak subjek mengalami perkembangan seksual yang sehat dan normal. Dalam aspek seksual, dukungan yang dibutuhkan untuk anak-anak yang perempuan lebih besar daripada laki-laki. Pihak yang paling terlibat dalam memberikan pendidikan seks adalah ibu. Faktor yang membuat subjek mau menerapkan pendidikan seks adalah ketakutan jika anak mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan dalam aspek seksualitasnya. Kata Kunci: Keterbelakangan mental, Keterbelakangan Ringan, Pendidikan Seks, Pengasuhan Anak, Orang Tua.
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
9

Saraswati, Niluh Ayu Sri. "Fenomena Acquired Hemofilia A (AHA) Setelah Infeksi Covid-19: Sebuah Tinjauan Literatur". Majalah Kesehatan Indonesia 2, n.º 1 (5 de abril de 2021): 5–8. http://dx.doi.org/10.47679/makein.202118.

Texto completo
Resumen
Acquired hemophilia A (AHA) is a rare autoimmune disease caused by circulating autoantibodies directed against the clotting factor VIII (FVIII) that leads to bleeding. It is often associated with pregnancy, autoimmune, malignancy, drugs, or infection – including COVID-19. Recently, there are 2 reported cases of AHA following COVID-19 infections. This study aims to examine the results of various studies from several journals about the association between COVID-19 infection and AHA. Those studies were collected and reviewed then written as a literature review study. As AHA is included into coagulation disorders, which also known as coagulopathy, is associated with thrombotic complications, and is well described as one of the COVID-19 complications. So, it is possible that COVID-19 infection leading to AHA due to its thrombotic complications. Moreover, COVID-19 infection is causing immune dysregulation, rising the FVIII autoantibodies which also contributes to caused AHA. So, it is important for the clinician to know that COVID-19 infections could trigger the emerging of AHA, as it is one of the thrombotic complications in COVID-19 infection. Further study about this phenomenon is needed. ABSTRAK: Acquired hemofilia A (AHA) merupakan sebuah penyakit autoimun langka yang disebabkan oleh antibodi di dalam tubuh yang menyerang faktor VIII (FVIII. AHA seringkali berkaitan dengan kehamilan, autoimun, keganasan, penggunaan obat-obatan, serta infeksi – termasuk COVID-19. Belakangan ini terdapat 2 buah kasus AHA yang dilaporkan terjadi setelah pasien mengalami infeksi COVID-19. Studi ini bertujuan untuk mengamati hasil studi dari berbagai jurnal mengenai hubungan antara infeksi COVID-19 dengan AHA. Studi tersebut dikumpulkan dan ditelaah, kemudian dituangkan kembali dalam bentuk studi review literatur. AHA merupakan kelainan koagulasi yang disebut juga sebagai koagulopati, yang berhubungan dengan komplikasi thrombosis, salah satu manifestasi komplikasi dari infeksi COVID-19. Oleh karena itu, infeksi COVID-19 dapat menginduksi terjadinya AHA sebagai salah satu komplikasi thrombosis yang ditimbulkan. Infeksi COVID-19 juga menimbulkan disregulasi imun yang meningkatkan pembentukan autoantibodi terhadap FVIII sehingga menjadi kontributor terjadinya AHA. Oleh karena itu, perlu diketahui bahwa infeksi COVID-19 dapat mencetuskan terjadinya AHA sebagai salah satu komplikasi thrombosis yang ditimbulkan. Studi lebih lanjut mengenai fenomena tersebut masih diperlukan untuk mengetahui lebih dalam mengenai kaitan antara AHA dengan infeksi COVID-19.
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
10

Rigano, Francesco. "Libertà individuale e rapporti sociali: lo statuto costituzionale del Terzo settore". DIRITTO COSTITUZIONALE, n.º 2 (junio de 2021): 137–58. http://dx.doi.org/10.3280/dc2021-002007.

Texto completo
Resumen
Nel periodo repubblicano gli enti privati non lucrativi sono stati oggetto di leggi speciali e di favore. Questa legislazione ha ricevuto un consolidamento con l'adozione del Codice del Terzo settore, che pone a sistema la nozione di ente del Terzo settore, determina gli strumenti di raccordo con la pubblica amministrazione, disciplina i controlli. Il Codice trova legittimazione nella cornice del pluralismo aperto qualificato dalla indifferenza dei fini associativi, ma orientato dal principio di solidarietà prefigurato dalla Costituzione repubblicana. La corretta collocazione costituzionale del fenomeno aiuta ad affrontare la questione della limitazione dell'autonomia privata nelle scelte di organizzazione e in particolare dei rapporti tra ente e aderenti all'ente.
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.

Tesis sobre el tema "Fenomeno associativo"

1

Benincampi, Luisa. "I KOINA' di Rodi". Doctoral thesis, Università degli studi di Trieste, 2009. http://hdl.handle.net/10077/3123.

Texto completo
Resumen
2007/2008
L’isola di Rodi, dal sinecismo (408/7 a. C.) in poi, attraversa fasi politiche alterne e turbolente, rappresentate dall’avvicendarsi al potere ora del partito democratico ora di quello oligarchico, fino allo stabilizzarsi, in età ellenistica, di un governo democratico nelle istituzioni, ma oligarchico nella configurazione dei rapporti di potere: un’apparente contraddizione riconoscibile nella gestione della cosa pubblica da parte dalle famiglie aristocratiche più ricche e potenti dell’isola, che, quasi “ereditariamente”, ricoprono le cariche pubbliche di maggior prestigio (i sacerdozi eponimi di Halios, Athana Ialysia, Athana Lindia; il demiurgato a Kameiros; la navarchia, la pritania, etc.). Altro aspetto, probante della coesistenza delle due tendenze politiche, è il trattamento del territorio: in esso, accanto alla suddivisione in demi tipicamente democratica, si conservano le antiche partizioni territoriali, come le ktoinai, e i raggruppamenti di evidente natura aristocratica, quali synnomai e diagoniai, la cui funzione era quella di mantenere saldi i legami fra gene un tempo uniti anche nel territorio e ora distribuiti nei vari demi del’isola (tale esigenza si riscontra anche nel ricorso frequentissimo all’adozione, talvolta usata per trasferire membri della stessa famiglia da un demo all’altro, probabilmente al duplice scopo di aggirare le regole di rotazione per l’elezione alle cariche pubbliche e di mantenere, ereditando, la proprietà dei beni di famiglia). L’equilibrio, esistente tra conservatorismo e apertura politica, si riscontra soprattutto nella conformazione della compagine sociale di Rodi: oltre ai cittadini con pieni diritti troviamo moltissimi stranieri residenti (e di passaggio), considerati secondo classificazioni differenti e spesso tanto sfumate da rendere complicatissima l’individuazione delle differenze sostanziali. Tra gli status sociali degli stranieri, oltre alla metoikia, ricordiamo l’epidamia (associata talvolta alla concessione straordinaria del diritto di enktesis ges kai oikias), in virtù della quale i beneficiari, residenti a tutti gli effetti, garantivano la naturalizzazione in Rhodioi ai propri discendenti (da non confondere con i Rhodioi, cittadini con pieni diritti, che, per il loro mestiere di artisti, preferivano identificarsi con l’etnico anziché con il demotico per ottenere fama e visibilità anche oltre i confini dell’isola). L’elaborazione della complessa (e molto mobile) stratificazione sociale riservata agli stranieri, entro cui essi, se meritevoli, guadagnavano diritti sempre maggiori, si rivela una strategia vincente al fine di alimentare la potenza economica e politica di Rodi, attirando commercianti e manodopera straniera, il cui contributo incrementava, tramite il mercenariato, la forza dell’esercito di terra (stanziato nei territori della Perea) e la marina, impegnata nella difesa delle acque del Mediterraneo contro i pirati. Inoltre una politica di apertura allo straniero favoriva il consolidamento delle relazioni internazionali e, dunque, la centralità dell’isola in tema di traffici e scambi commerciali (Rodi fino al 167 a. C. restò il portofranco più importante del Mediterraneo, il punto di snodo centrale dei commerci tra Occidente e Oriente). In questo contesto di floridezza economica e benessere sociale, all’interno del quale gli stranieri capaci potevano conquistare posizioni di prestigio, si sviluppa in proporzioni eccezionali – uniche per il mondo antico – il fenomeno associativo, attestato dalle fonti epigrafiche a partire dalla fine del IV sec. a. C. Il fenomeno in sé è conosciuto e diffuso in tutto il Mediterraneo antico, in particolare nelle poleis (come Atene, Delo, Alessandria) la cui funzione di porto commerciale attirava folti gruppi di stranieri, ma esso assume a Rodi dimensioni senza confronti: nell’isola e nei territori della sua Perea è documentata la presenza, allo stato attuale dei rinvenimenti, di circa duecento koinà. La maggior parte di essi è rappresentata da associazioni di tipo “eranos”, ovvero gruppi organizzati e di carattere stabile, i cui affiliati, accanto ai cittadini, erano principalmente stranieri (epidamoi, meteci, schiavi) provenienti dai più importanti empori del Mediterraneo e dell’Egeo. Gli eranoi, i cui nomi derivano sostanzialmente da teonimi (in molti casi sono attestati nomi multipli) e da fondatori, presidenti o riformatori, avevano una struttura interna molto articolata, basata sul modello della polis: le cariche interne di presidente, tesoriere, vari archontes, epistati e di segretario venivano annualmente rinnovate dall’Assemblea di tutti i membri dell’associazione che approvava anche l’accettazione stessa di nuovi affiliati, previa constatazione delle qualità morali del candidato e giuramento sullo statuto del koinon. Una volta accolto, il nuovo iscritto doveva versare una quota fissa in denaro secondo le scadenze stabilite e, occasionalmente, era chiamato a partecipare volontariamente a sottoscrizioni, promosse dall’associazione, per coprire le necessità o le emergenze economiche del proprio eranos di appartenenza (i motivi potevano essere i più vari: dal bisogno di liquidità per l’acquisto o la ristrutturazione di sedi e spazi comunitari all’allestimento di adeguate onoranze funebri per soci di spicco; la sottoscrizione volontaria era un sistema, praticato anche dalla polis, per fronteggiare spese improvvise di qualsiasi tipo); naturalmente il denaro donato, secondo le possibilità di ciascuno, non era reso, bensì dato a titolo di doreà. Spesso la composizione dell’associazione era mista, ovvero vi partecipavano sia stranieri residenti che cittadini; il koinon, secondo la legge della polis, diversamente dagli stranieri in quanto singoli, aveva il diritto di acquistare beni immobili come case (ad uso di sede), terreni ove intraprendere attività agricole o edifici ad uso commerciale, purché i guadagni ricavati costituissero capitale sociale e non individuale; ancora, molte associazioni, specialmente quelle con un gran numero di affiliati, possedevano spazi circoscritti nelle necropoli dove seppellire i propri soci e dove celebrare vere e proprie festività di carattere funerario. La maggior parte delle iscrizioni in nostro possesso rivelano che una delle attività fondamentali dei koinà era quella onoraria, ovvero la possibilità di decretare onori ufficiali a cittadini importanti o membri del gruppo per le occasioni più varie; tale partecipazione consisteva nell’acquisto di corone e nella collocazione di stele onorarie a spese dell’associazione. Tale consuetudine, quando destinata a politici di spicco (non necessariamente affiliati dell’associazione), rivela uno stretto legame esistente tra le associazioni private e la polis, entrambe le quali traevano reciprocamente grandi vantaggi sia di natura economica che in termini di visibilità sociale. Gli eranoi, a differenza degli altri tipi di associazione (come quelle dei veterani, dei giovani legati al ginnasio, dei gene, dei magistrati o dei sacerdoti) disponevano di capitali ingenti, provenienti sia da quote associative e donazioni che dagli introiti delle attività esercitate in comunità; essi rappresentavano dunque una garanzia di ricchezza e protezione sia per gli affiliati (spesso appunto stranieri che, diversamente, non avrebbero potuto investire in beni immobili né conquistare ruoli importanti i società) che per la polis, la quale beneficiava della loro prosperità non soltanto in termini finanziari - se si pensa, ad esempio, ai contributi privati delle associazioni per la costruzione di edifici pubblici o per l’allestimento di festività che chiamavano commercianti da tutto il Mediterraneo – ma anche in vista di rapporti politici con altre città, che avrebbero accordato la loro preferenza a Rodi sotto l’aspetto commerciale, garantendole un continuo afflusso di ricchezza e il sostegno per il mantenimento di una politica di neutralità. Concludendo, il fenomeno associativo rodio, oltre alle conseguenze più evidenti legate ai risvolti economici, deve la sua ampia diffusione a molti altri fattori, primi fra tutti al rapporto di stretta reciprocità e collaborazione con la polis e alla sua versatilità nel rendersi parte integrante e necessaria della società rodia; i koinà non erano comunità indipendenti o estranee alla compagine sociale i cui interessi rimanevano “privati” e limitati ai soli soci, bensì il collante tra cittadini e stranieri che creava una forte osmosi da cui tutti, polis compresa, traevano vantaggi di ogni tipo.
XX Ciclo
1979
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
2

Bandini, Matteo. "Modellazione fisico-matematica di fenomeni aerodinamici associati al volo in formazione di uccelli migratori". Bachelor's thesis, Alma Mater Studiorum - Università di Bologna, 2013. http://amslaurea.unibo.it/5553/.

Texto completo
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
3

Ahlbin, Oskar y Marcus Svensson. "Kommersialism, mer än bara ett fenomen : En studie av kommersialismen inom svenska herrelitföreningar och om den miljö de verkar i, i förhållande till yttre partners". Thesis, Linnéuniversitetet, Institutionen för idrottsvetenskap (ID), 2020. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:lnu:diva-96557.

Texto completo
Resumen
Abstrakt Syftet med studien är att undersöka herrelitföreningarnas beroende av yttre partners. Samtidigt lyfta fram elitföreningarnas användning av kommersiell verksamhet och hur det påverkar deras ekonomi. Studien kommer också att diskutera fördelar och nackdelar som de undersökta föreningarna ser med införandet av idrottsaktiebolag, eftersom idrottsföreningens går mot ett mer företagsliknande förhållningssätt. Studien är förankrad i den osäkra miljön som bildas när kommersialisering och det ideella idealet ställs mot varandra inom svensk idrott. Forskning instämmer i att idrotten måste skapa en balans mellan kommersialisering och ideell idealet. Å andra sidan råder en viss oenighet om kommersiella intäkter handlar om vinstmaximering eller nyttomaximering. Resource Dependence Theory används för att förklara hur partners minskar deras beroende och osäkerheter i miljön de arbetar i förhållande till yttre partners. Metoden som används är en blandning av kvantitativ och kvalitativ forskning, genom ett frågeformulär som innehåller frågor i en blandning av enkätfrågor och semistrukturerade intervjufrågor. Sexton respondenter deltog i studien. Studien visar att herrelitföreningar tycker att samarbete med externa partners är något att sträva efter, men att det också skapar ett beroende av dessa externa partners. Det verkar också som om beroendet är oförändrat oavsett sammansättningsform.
Abstract The purpose of the study is to investigate the dependence of associations on external organizations. At the same time highlight the sports associations' use of commercial activities and how it affects their finances. The study will also discuss the advantages and disadvantages that the surveyed associations see with the incorporation of sports associations, as the sports associations world is moving towards a more corporate-like approach. The study is rooted in the uncertain environment that is formed when commercialization and the non-profit ideal are set against each other within Swedish sports. Research agrees that sport needs to strike a balance between commercialization and the non-profit ideal. On the other hand, there is disagreement as to whether commercial revenue is about profit maximization or utility maximization. Resource Dependence Theory is used to explain how organizations reduce their dependence and uncertainties in the environment they operate in relation to external partners. The method applied is a mixture of quantitative and qualitative research, through a questionnaire containing questions in a mixture of survey and semi-structured interview questions. Sixteen respondents participated in the study. The study shows that elite sports associations find that collaboration with external organizations is something to strive for, but that it also creates a dependency on these external organizations. It also appears that the dependency is unchanged regardless of the form of association.
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
4

Asensi, Moisés Isabel. "Les bandes de música a Sant Carles de la Ràpita a partir de mitjans del segle XIX". Doctoral thesis, Universitat Autònoma de Barcelona, 2016. http://hdl.handle.net/10803/382642.

Texto completo
Resumen
La tesi doctoral que es presenta mostra la llarga tradició de bandes de música locals que hi ha hagut a Sant Carles de la Ràpita. Des del darrer terç del segle XIX amb la presència de dues bandes de música a la població, s’han anat succeint aquest tipus d’agrupacions. Una d’aquestes primeres bandes estava dirigida per Tomàs Pujol Companyó, un torrer que havia adquirit els seus coneixements musicals a l’exèrcit. L’any 1887 una crònica de festes majors qualifica la presència de la banda de música en una ubicació determinada de la plaça de bous com a inveterada, terme que designa un costum molt arrelat. A les darreries de segle XIX i principis del XX, també hi ha notícies de la contractació ocasional de bandes, cobles o grups de dolçaina i tabal de poblacions veïnes per tal de donar encara més lluïment a les festes. Abans de la Guerra Civil Espanyola es té testimoni de multitud de bandes a la localitat: la banda dirigida pel mestre Leopoldo, que era un moliner; la dirigida pel secretari de l’Ajuntament, el mestre Higinio Domingo Romeu; i la banda del sindicat agrícola que dirigia el mestre Montfort, de professió rellotger. Totes elles van amenitzar les festes en alguna ocasió. Contemporània a la banda del sindicat agrícola, hi havia la banda vinculada al sindicat Sant Telm, i el director Leopoldo Segarra. Malauradament, amb la guerra l’activitat de les bandes locals es paralitza. L’interès del consistori i la bona disposició del mestre Guillermo Cantallops Barceló, el qual arriba a la localitat des de Mallorca, destinat com a mestre de l’Escola Nacional Graduada, seran fonamentals per recuperar l’activitat bandística. Es va contactar amb els músics de les antigues agrupacions, es van formar nous músics, es van comprar instruments i la banda sortia de nou al carrer per festes majors l’any 1944. Tot i que la banda havia començat sent municipal, al cap d’un temps es va crear l’Agrupació Musical Rapitenca (AMR) per vetllar pels seus interessos. Diferents mestres s’han succeït en el càrrec de director de la banda: Sixto Mir Baldrich, Joaquín J. Amela Guillot, José Pascual Sanchiz, Rafael Cárcel Pinach, Vicent Sunyer Garcia, Josep Fuster Martinez, Vicente Jorge Adriá, Enric Naval Llorca i Antoni J. Alburquerque Subirats. Tots ells van aportar la seva experiència a la banda local, aconseguint millorar amb el temps la cultura musical de la localitat. L’entitat oferia formació a les persones que estiguessin interessades en tocar a la banda. En un principi, el propi director era el mestre de l’escola i poc a poc es va anar ampliant el nombre de professors fins arribar als quinze de l’actualitat. La construcció de l’escola de música actual és una de les fites assolides més importants en la llarga història de l’AMR i ha permès donar resposta a la forta demanda d’ensenyament musical de la població. La banda de l’AMR amb la resta de bandes de la comarca, evidencien el fort arrelament que aquest tipus d’agrupació té en el territori. Alguns dels elements que expliquen aquest moviment són: la importància de la seva funcionalitat amenitzant tota mena d’actes civils i religiosos; la projecció de la localitat a l’exterior; la seva tasca de cohesió social amb grups heterogenis; el foment de la cultura i el gust per la música. Aquest fort fenomen bandístic ha estat comú en altres zones del món, servint la ciutat d’Edimburg i les seves poblacions veïnes per analitzar les similituds i diferències amb la realitat de la banda de l’AMR.
La tesis doctoral que se presenta muestra la larga tradición de bandas de música locales que ha habido en Sant Carlos de la Rápita. Desde el último tercio del siglo XIX con la presencia de dos bandas de música en la población, se han ido sucediendo este tipo de agrupaciones. Una de estas primeras bandas estaba dirigida por Tomàs Pujol Companyó, un torrero que había adquirido sus conocimientos musicales en el ejército. El año 1887 una crónica de fiestas mayores califica la presencia de la banda de música en una ubicación determinada de la plaza de toros como inveterada, término que designa una costumbre muy arraigada. A finales del siglo XIX y principios del XX, también hay noticias de la contratación ocasional de bandas, coblas o grupos de dulzaina y tamboril de poblaciones vecinas para dar aún más brillo a las fiestas. Antes de la Guerra Civil Española se tiene testimonio de multitud de bandas en la localidad: la banda dirigida por el maestro Leopoldo, que era molinero; la dirigida por el secretario del Ayuntamiento, el maestro Higinio Domingo Romeu; y la banda del sindicato agrícola que dirigía el maestro Montfort, de profesión relojero. Todas ellas amenizaron las fiestas en alguna ocasión. Contemporánea a la banda del sindicato agrícola, hubo la banda vinculada al sindicato Sant Telmo, y el director Leopoldo Segarra. Desgraciadamente con la guerra la actividad de las bandas locales se paraliza. El interés del consistorio y la buena disposición del maestro Guillermo Cantallops Barceló, el cual llegó a la localidad desde Mallorca destinado como maestro de la Escuela Nacional Graduada, serán fundamentales para recuperar la actividad bandística. Se contactó con los músicos de las antiguas agrupaciones, se formaron nuevos músicos, se compraron instrumentos y la banda salía de nuevo a la calle por fiestas mayores el año 1944. Aunque la banda había empezado siendo municipal, al cabo de un tiempo se creó la Agrupación Musical Rapitense (AMR) para velar por sus intereses. Diferentes maestros se han sucedido en el cargo de director de la banda: Sixto Mir Baldrich, Joaquín J. Amela Guillot, José Pascual Sanchiz, Rafael Cárcel Pinach, Vicent Sunyer Garcia, Josep Fuster Martinez, Vicente Jorge Adriá, Enric Naval Llorca y Antoni J. Alburquerque Subirats. Todos ellos aportaron su experiencia a la banda local, consiguiendo mejorar con el tiempo la cultura musical de la localidad. La entidad ofrecía formación a las personas que estuvieran interesadas en tocar en la banda. En un principio, el propio director era el maestro de la escuela y poco a poco se fue ampliando el número de profesores hasta llegar a los quince actuales. La construcción de la escuela de música actual es uno de los hitos conseguidos más importantes en la larga historia de la AMR y ha permitido dar respuesta a la fuerte demanda de enseñanza musical de la población. La banda de la AMR con el resto de bandas de la comarca, evidencian el fuerte arraigo que este tipo de agrupación tiene en el territorio. Algunos de los elementos que explican este movimiento son: la importancia de su funcionalidad amenizando todo tipo de actos civiles y religiosos; la proyección de la localidad en el exterior; su labor de cohesión social con grupos heterogéneos; el fomento de la cultura y el gusto por la música. Este fuerte fenómeno bandístico ha sido común en otras zonas del mundo, sirviendo la ciudad de Edimburgo y sus poblaciones vecinas para analizar las similitudes y diferencias con la banda de la AMR.
This thesis presents the long tradition of the banding movement in Sant Carles de la Ràpita. Since the last third of the 19th century, when two wind bands co-existed in the locality, several musical groups have maintained this movement alive. Tomàs Pujol Companyó was the conductor of one of the first local bands in the town. He learned music in the army and after serving his duties, became a lighthouse keeper in Sant Carles de la Ràpita. In 1887, a newspaper covering the local festivals stated that the band was playing in the inveterate place of the stands of the bullring. This term refers to a firmly established habit. In the late 19th and early 20th centuries, other news explain that wind bands, cobles and musical groups with dolçaina and tabal were hired to give more importance to the local festivals. Before the Spanish Civil War, several local wind bands played in the festivals of the town: the band conducted by Leopoldo, a miller; the band conducted by Higinio Domingo Romeu, the secretary of the city council; and the band of the agricultural union conducted by Montfort, a watchmaker. Contemporary to this last band, there was a second band of the union of Sant Elm, and a conductor called Leopoldo Segarra. Unfortunately, the war stopped the banding movement in the town. Some years later, the interest of the city council and the willingness of Guillermo Cantallops Barceló were fundamental to recover the banding activity in the town. Guillermo was an educator from Mallorca that arrived to work as a teacher in the National Graduate School of the town. Musicians from old groups were contacted, new musicians were taught, instruments were bought, and finally the band marched again for the local festivals of 1944. Although the band originally started as a municipal band, very soon the Agrupació Musical Rapitenca (AMR) was founded to protect the interests of the band. Since then, several conductors have directed the band: Sixto Mir Baldrich, Joaquín J. Amela Guillot, José Pascual Sanchiz, Rafael Cárcel Pinach, Vicent Sunyer Garcia, Josep Fuster Martinez, Vicente Jorge Adriá, Enric Naval Llorca and Antoni J. Alburquerque Subirats. All of them contributed with their experience to the success of the band, progressively improving the musical culture of the town. The entity offered musical lessons to anyone interested in joining the wind band. At the beginning, the conductor of the band was in charge of teaching these students. Gradually, the number of teachers increased until reaching fifteen teachers nowadays. The current building of the School of Music is one of the main achievements in the history of the AMR, allowing to offer enough music classes to the high demand in the town. The wind band of the AMR together with the other local bands are a clear evidence of the strong roots of these musical groups in the territory. Some of the elements that explain this movement are: the importance of its functionality entertaining civil and religious events; the projection of the town abroad; cohering heterogeneous social groups; the promotion of culture and taste for music. This strong movement is common in other places around the world. The bands in Edinburgh and its surroundings will serve to identify the main similarities and differences with the band of the AMR.
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
5

Houda, Přemysl. "Folk jako společenský fenomén v čase tzv. normalizace". Doctoral thesis, 2011. http://www.nusl.cz/ntk/nusl-299596.

Texto completo
Resumen
Summary: The thesis "Folk As a Social Phenomenon in the Time of So Called Normalization" does not take folk primarily for a music style but it intends to demonstrate its limits the Communist power in Czechoslovakia had set for independent cultural activities in 1970s and 1980s. That is why the thesis is not a musicological one but a political and historic one. The text is based on a wide basis of sources: studies in archives, the analysis of valid legislation of that time, studies of contemporary press, interviewing the contemporary witnesses and using the witnesses' private archives and last but not least the lyrics of the songs themselves have been selected as important sources The text focuses on important milestones having the information value about the folk in 1970s and 1980s. There is provided an analysis of qualification tests which should have "cleansed" the official stages from "defective" musicians (and from a lot of folk singers as well). The demonstration of possibilities is given here showing the fact the folk could survive and balance on the edge of the public life in spite of all legislation barriers and this either in the form of circumventing the law and using the gaps in the law (folk singers' union Šafrán (Saffron)) or in the form of "hacking" the system, i.e. gaining influence in an...
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.

Libros sobre el tema "Fenomeno associativo"

1

Marano, Venerando. Il fenomeno associativo nell'ordinamento ecclesiale. Milano: A. Giuffrè, 2003.

Buscar texto completo
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
2

Rivetti, Giuseppe. Il fenomeno associativo nell'ordinamento della Chiesa tra libertà e autorità. Milano: Giuffrè, 2008.

Buscar texto completo
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
3

Teresa, Maiullari Maria y Fondazione Luigi Einaudi, eds. Storiografia francese ed italiana a confronto sul fenomeno associativo durante XVIII e XIX secolo: Atti delle giornate di studio promosse dalla Fondazione Luigi Einaudi (Torino, 6 e 7 maggio 1988). Torino: Fondazione Luigi Einaudi, 1990.

Buscar texto completo
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
4

Conference, International Association for Scandinavian Studies Study. Modernismen i skandinavisk litteratur som historisk fenomen og teoretisk problem: Foredrag på den XVIII Studiekonferanse i International Association for Scandinavian Studies (IASS), arrangert av Nordisk institutt, Universitetet i Trondheim 29. juni-3. august 1990. [Trondheim]: Nordisk institutt, AVH, Universitetet i Trondheim, 1991.

Buscar texto completo
Los estilos APA, Harvard, Vancouver, ISO, etc.
Ofrecemos descuentos en todos los planes premium para autores cuyas obras están incluidas en selecciones literarias temáticas. ¡Contáctenos para obtener un código promocional único!

Pasar a la bibliografía