Journal articles on the topic 'Taman Nasional Gunung Leuser (Indonesia)'

To see the other types of publications on this topic, follow the link: Taman Nasional Gunung Leuser (Indonesia).

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Taman Nasional Gunung Leuser (Indonesia).'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Siregar, Ameilia Zuliyanti, Diana Rahmi, and Suzanna Fitriany Sitepu. "KEANEKARAGAMAN SERANGGA DI PERTANAMAN KECOMBRANG (Etlingera elatior JACK) PADA ZONA PENYANGGA KAWASAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER." AGRIFOR 19, no. 2 (September 22, 2020): 191. http://dx.doi.org/10.31293/af.v19i2.4629.

Full text
Abstract:
Keanekaragaman Serangga di Pertanaman Kecombrang (Etlingera elatior Jack) pada Zona Penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Kecombrang merupakan tanaman rempah - rempah asli Indonesia. Sampai saat ini belum ada penelitian keanekaragaman serangga pada tanaman kecombrang dan juga belum terdeteksinya status peran serangga pada tanaman kecombrang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi mengenai keanekaragaman serangga di pertanaman kecombrang pola tanam monokultur dan polikultur di zona penyangga Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Penelitian dilaksanakan menggunakan metode survei dengan 4 kali pengamatan di lapangan dan identifikasi serangga dilakukan sampai tingkat famili. Penelitian ini menggunakan 4 jenis perangkap serangga (perangkap jaring, perangkap jatuh, perangkap kuning, perangkap lampu). Hasil identifikasi serangga yang tertangkap pada lahan kecombrang monokultur yaitu 917 ekor dengan 7 ordo dan 37 famili sedangkan pada lahan kecombrang polikultur terdapat 1595 ekor dengan 7 ordo dan 42 famili. Identifikasi nilai keanekaragaman pada lahan monokultur menunjukkan nilai 2,51, nilai kekayaan margalef 5,27 dan indeks kemerataan 0,69 sementara pada lahan polikultur nilai keanekaragaman sebesar 2,52, nilai kekayaan Margalef 5,55 dan indeks kemerataan 0,67. Indeks kemerataan pada lahan monokultur lebih tinggi atau berbanding terbalik dari indeks keanekaragaman dan indeks kekayaan pada kedua jenis lahan, hal tersebut menunjukkan kedua lahan termasuk ke dalam kategori kemerataan tinggi Analisis nilai kesamaan dua lahan menunjukkan angka 0,67 yang termasuk ke dalam kategori tinggi pada kesamaan spesies. Penelitian menyimpulkan bahwa ekosistem serangga di zona penyangga kawasan taman nasional gunung leuser masih alami.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Lubis, Muhammad Ikhsan. "Implementation of the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) and Law No. 5 of 1990 in Law Enforcement Efforts and Guarantees of Environmental Rights in Gunung Leuser National Park, Indonesia." Journal of Indonesian Legal Studies 2, no. 1 (August 16, 2017): 55–78. http://dx.doi.org/10.15294/jils.v2i01.16635.

Full text
Abstract:
Indonesia is renowned for its abundant natural resources and vast biodiversity. However, Indonesia also has wildlife species that are most vulnerable to the threat of extinction. Illegal wildlife trade poses a serious threat to the preservation of wildlife in Indonesia. Wildlife illegally traded based on facts found in the field is mostly a catch from nature, not from captive breeding. Gunung Leuser National Park (Taman Nasional Gunung Leuser, TNGL) as one of the national parks in Indonesia faces problems in the protection of this wildlife. This is triggered by the process of industrialization, illegal logging activities and crimes against protected wildlife. Wildlife protection in Indonesia and internationally is regulated legally through Law No.5 of 1990 and internationally through the Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES). The role of local government, BKSDA TNGL, and related agencies in suppressing the extinction rate provides an understanding to the community of TNGL conservation areas, in particular, to reduce conflicts and clearance of plantation land by utilizing the concept of environmentally sustainable development as well as providing the mitigation measures.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

., Handayani. "KERAGAMAN GENETIKA BADAK SUMATERA DALAM UPAYA MENDUKUNG KONSERVASI DI INDONESIA." Konservasi Hayati 17, no. 1 (June 30, 2021): 44–48. http://dx.doi.org/10.33369/hayati.v17i1.13037.

Full text
Abstract:
Jumlah populasi badak Sumatera semakin menurun dengan peta sebaran yang sudah sangat terbatas pada daerah tertentu saja terutama berada di Taman Nasional Gunung Leuser (Aceh), Taman Nasional Kerinci Seblat (Jambi), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (Sumatera Selatan) dan Taman Nasional Way Kambas. Koleksi Sample berasal dari SRS (Suaka Rhino Sumatera) TN Way Kambas, sample berupa darah dari 2 ekor badak sumatera berjenis kelamin betina (Rosa berasal dari TN. Bukit Barisan Selatan/TNBBS & Bina berasal dari Bengkulu) dan 2 ekor badak jantan asli indonesia tetapi telah lama ditangkarkan di kebun binatang Inggris (Los Angeles Zoo) dan Amerika (Cincinati Zoo) yaitu (Torgamba berasal dari Riau & Andalas kedua induknya berasal dari Bengkulu). Darah diambil dengan menggunakan disposible syringe 10 ml pada daerah vena auricularis (bagian telinga). Isolasi DNA dilakukan menggunakan metode Duryadi (2005). Amplifikasi CO I menggunakan pasangan primer tersebut yaitu Primer untuk mengamplifikasi sekuen CO I partial (RHCOIF & RHCOIR). menunjukkan perbedaan basa nukleotida diantara keempat individu badak Sumatera dengan badak India adalah berkisar 95 – 100 nukleotida sedangkan dengan badak putih Afrika 93 – 101 nukleotida. dalam badak Sumatera (Indonesia) sendiri terjadi keragaman. Torgamba terlihat satu kluster dengan Bina, namun Andalas dan Rosa terlihat jauh kekerabatannya baik dengan Torgamba maupun Bina.Berdasarkan karakteristik sekuen gen CO I, walaupun baru parsial 716 bp didapatkan bahwa badak Asia terpisah dengan badak Afrika.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Megami, Zubaidah, Anna Farida, and Roslizawaty Roslizawaty. "Tingkat Palatabilitas Pakan Alami Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Desa Namo Sialang, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara." Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian 7, no. 4 (December 1, 2022): 1152–61. http://dx.doi.org/10.17969/jimfp.v7i4.22181.

Full text
Abstract:
Gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) merupakan salah satu kekayaan fauna indonesia yang termasuk satwa dilindungi. Gajah bukan satwa yang hemat terhadap pakan dan cenderung banyak meninggalkan sisa makanan bila masih terdapat pakan yang lebih disukainya. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui jenis-jenis pakan alami dan untuk mengetahui tingkat palatabilitas pakan gajah sumatera. Berdasarkan hasil inventarisasi jenis tumbuhan pakan alami gajah ditemukan 14 jenis tumbuhan dari 13 suku yaitu, Annonaceae, Arecaceae, Colehicaceae,Dipterocarpaceae, Hypoxydaceae, Myristiceaea, Moraceae, Pandanaceae, Selaginellaceae, Solanaceae, Telypteridaceae, Zingiberaceaae. Indeks palatabilitas pakan alami gajah yang paling disukai dari kawasan pengembalaan merbau yaitu jenis tumbuhan combrang dan liana, sedangakan dari kawasan pengembalaan ficus yaitu jenis tumbuhan iyo-iyo, meranti dan buluh-buluh dan dari kawasan pengembalaan tualang puntung yaitu jenis tumbuhhan bendo, pandan, iyo-iyo, rotan dan liana.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Yuliana, Yayuk, Adrial Falahi, Wan Dian Safina, and Nur’ain Harahap. "Implementasi E-Marketing Kelompok Budidaya Trigona Batu Katak." remik 7, no. 1 (January 1, 2023): 24–31. http://dx.doi.org/10.33395/remik.v7i1.11923.

Full text
Abstract:
Perusahaan kecil dewasa ini dikenal dengan sebuatan industri kreatif merupakan kegiatan ekonomi yang masih terus menerus diperhatikan oleh banyak pihak, karena sektor ini dipandang sebagai sektor yang dapat memberikan kontribusi yang luar biasa bagi negara dalam menangani pengangguran dan pemerataan distribusi pendapatan. Penyebaran virus corona (Covid-19) memukul perekonomian Indonesia, termasuk pelaku usaha. Pemasaran merupakan elemen penting menjalankan sebuah bisnis. Pelaku bisnis yang meluangkan waktunya untuk memikirkan metode pemasaran apa yang tepat agar barang yang dijualnya laku di pasaran karena sukses tidaknya bisnis bergantung pada metode atau cara pemasaran apa dan bagaimana yang dilakukan oleh pelaku usaha khususnya para pelaku UMKM. Minimnya pengetahuan tentang pemasaran secara on line menyebabkan pemasaran terbatas jangkauannya. Pemasaran yang dilakukan usaha Trigona batu katak masih sebatas pemasaran off line. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis digital marketing di tengah Pandemi Covid 19 sebagai pertahanan ekonomi. Metode penelitian yang dilakukan adalah kualitatif deskriptif. Tujuan dari penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif adalah untuk memperoleh gambaran implementasi e-marketing pada usaha Trigona Batu Katak. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan observasi kepada Ketua Kelompok Budidaya Trigona Batu Katak dan Penyuluh Kehutanan Taman Nasional Gunung Leuser. Hasil penelitian menunjukkan memanfaatkan digital marketing membantu Usaha Trigona Batu Katak dalam menginformasikan dan berinteraksi secara langsung dengan konsumen yaitu melalui sosial media faccebook dan Wasthsap. Dengan Pemasaran e-marketing diharapkan jangkauan pemasaran semakin luas dan pendapatan masyarakat dusun Batu Katak meningkat seiring ditutupnya ekowisata pada pertengahan maret 2020 akibat pandemi Covid 19.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Irfan, Mhd, and Riri Rezeki Hariani. "IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEMNYA DI KANTOR BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER MEDAN." Lex Lectio Law Journal 1, no. 2 (August 28, 2023): 63–74. http://dx.doi.org/10.61715/jlexlectio.v1i2.19.

Full text
Abstract:
Abstrak To maintain the sustainability of all habitats in the forest of the Gunung Leuser National Park, it has been fully regulated in Law no. 5 of 1990 concerning Conservation of Biological Natural Resources and Their Ecosystems. The formulation of the problem in this research is how the implementation of Law no. 5 of 1990 in TNGL and what are the obstacles to the Gunung Leuser National Park Center. The research method in data collection is used by the method of literature study and field study. The data that has been collected was analyzed qualitatively. Based on the results of the study found the implementation of Law no. 5 of 1990 concerning the Conservation of Biological Natural Resources and Their Ecosystems is carried out by means of pre-emptive, preventive to repressive activities. The obstacle experienced by the Gunung Leuser National Park Center is the lack of joint forestry police personnel and the weapons used are only long-barreled weapons that are very old, so that it is possible for crimes in the Gunung Leuser national forest area to be repeated. AbstractUntuk menjaga kelestarian dan seluruh habitat yang berada di hutan Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser sepenuhnya telah di atur di dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Adapun rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah Bagaimana implementasi Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 di TNGL dan apa saja hambatan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser. Metode penelitian dalam pengumpulan data yaitu digunakan dengan metode studi pustaka dan studi lapangan. Data yang telah dikumpulkan dianalisa secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan implementasi Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya dilakukan dengan cara kegiatan preemtif, preventif sampai dengan represif. Hambatan yan dialami oleh Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser adalah kurangnya personel gabungan polisi kehutanan dan senjatan yang digunakan hanya menggunakan senjata laras panjang yang sudah berusia sangat tua, sehingga dapat memungkinkan kejahatan di kawasan hutan nasional Gunung Leuser akan tetap terulang.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Lubis, Muhammad Irfan, EKS Harini Muntasib, and Rinekso Soekmadi. "MEKANISME HUBUNGAN STAKEHOLDERS DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA TANGKAHAN." RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan 10, no. 2 (August 1, 2023): 112–24. http://dx.doi.org/10.29244/jkebijakan.v10i2.44309.

Full text
Abstract:
Ekowisata Tangkahan adalah salah satu Ekowisata yang terkenal di Taman nasional Gunung Leuser. Banyak pihak yang ikut berperan dalam pengelolaannya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme hubungan para pihak yang ikut mengelola di Ekowisata Tangkahan. Metode yang digunakan adalah pemetaan stakeholders, analisis stakehoders, dan sintesis dengan merumuskan mekanisme hubungannya. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat sebagian stakeholders, seperti Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL), Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Kabupaten Langkat, dan Lembaga Pariwisata Tangkahan (LPT) yang menjadi pemain kunci dengan pengaruh dan kepentingan tertinggi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Hutasuhut, Melfa Aisyah. "INVENTARISASI JENIS-JENIS ARECACEAE DI KAWASAN HUTAN TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER DESA TELAGAH KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA." KLOROFIL: Jurnal Ilmu Biologi dan Terapan 2, no. 2 (August 3, 2020): 1. http://dx.doi.org/10.30821/kfl:jibt.v2i2.7823.

Full text
Abstract:
<p>Tumbuhan<em> Ericaceae </em>merupakan salah satu jenis tumbuhan tumbuhan monokotil berbatang tunggal maupun berumpun. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2018 di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Leuser Desa Telagah Kabupaten Langkat dengan melakukan prosedur penelitian deskriptif dengan teknik observasi. Berdasarkan hasil pengamatan diperoleh 13 jenis Araceae, dengan 4 marga Araceae. Genus <em>Calamus</em>memiliki jumlah jenis yang paling banyak yaitu 7 jenis, kemudian dari Genus <em>Daemonorops</em>dan <em>Korthasia </em>yaitu masing-masing 2 jenis, selanjutnya dari Genus <em>Plepcomiopsis </em>yaitu 1 jenis.</p><strong>Keywords</strong> : Areaceae, Tumbuhan monokotil, Taman Nasional Gunung Leuser
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

,, Afkar, and Nadia Aldyza. "Pola Aktivitas Orangutan (Pongo abelii) di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Ketambe Aceh Tenggara." BIOTIK: Jurnal Ilmiah Biologi Teknologi dan Kependidikan 3, no. 2 (February 1, 2017): 133. http://dx.doi.org/10.22373/biotik.v3i2.1003.

Full text
Abstract:
The study was conducted in the area of Gunung Leuser National Park Ketambe, Southeast Aceh, in January 2016. This study aimed (1) to find out the activity patterns of orangutan (Pongo abelii), and (2) to determine the dominant activities of orangutan (Pongo abelii) in Gunung Leuser National Parks Ketambe Southeast Aceh district. The data were collected by using Focal Animal Sampling Method and recording of data using One Zero Sampling Method. The research found that there were three orangutans (Pongo abelii), and the activities of orangutan (Pongo abelii) were eating 13 % , moving 4 % , sitting 21 % , standing 5 % , sleeping 0 % , looking for lice 4 % , swinging 7 %, hanging in tree 21 % , playing 0 % , feeding 25 %, breast-feeding and rolling 0 % 0 %. Based on these activities, the most dominant activity carried out by Pongo abelii in the Gunung Leuser National Park Ketambe Southeast Aceh Regency was foraging.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Auliana, Anggi, Elfrida Elfrida, and Tri Mustika Sarjani. "Keanekaragaman Tumbuhan Survival di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Bukit Lawang Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat." Biologi Edukasi: Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi 13, no. 2 (January 19, 2022): 68–74. http://dx.doi.org/10.24815/jbe.v13i2.24277.

Full text
Abstract:
Tumbuhan survival merupakan jenis tumbuhan liar yang dapat dikonsumsi atau dijadikan bahan makanan dan berkhasiat sebagai obat. Tumbuhan ini dapat dikonsumsi dalam keadaan darurat saat mendaki atau mejelajah didalam hutan sebagai pertolongan pertama. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keanekaragaman tumbuhan survival dan jenis tumbuhan yang paling dominan di Taman Nasional Gunung Leuser Kecamatan Bahorok Kabupaten Langkat. metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu metode belt transek (trasek sabuk) dan teknik purposive sampling dengan menjelajah sepanjang jalur pendakian. Penelitian ini dilakukan pada 2 lokasi dengan berbeda ketinggian: lokasi penelitian pertama 500 mdpl dan lokasi penelitian kedua 500-700 mdpl. Analisis data menggunakan indeks keanekaragaman Shannon-Wiener. Hasil penelitian yang didapatkan bahwa keanekaragaman jenis tumbuhan survival di Taman Nasional Gunung Leuser tergolong sedang melimpah dengan jumlah indeks keanekaragaman Shannon-Wiener H’= 1,1413. Jenis-jenis tumbuhan survival yang didapatkan terdiri dari 5 divisi, 7 kelas, 22 ordo, 22 famili, dan 27 spesies.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Windyatama, Almira, Minasari Nasution, and Nasri Hanafi Purba. "Analisis Penerimaan Negara Bukan Pajak Pada Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser." Jurnal Sains dan Teknologi 5, no. 3 (February 16, 2024): 863–68. http://dx.doi.org/10.55338/saintek.v5i3.2820.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana keakuratan pencatatan, kepatuhan pengelolaan dan tingkat keefektifan Penerimaan Negara Bukan Pajak di Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser. Sebagaimana diketahui bahwa penerimaan negara terbesar berasal dari pajak, namun selain pajak ada pula penerimaan yang bukan berasal dari pajak yang memberikan kontribusi cukup besar, yaitu Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Menurut UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, bahwa Penerimaan Negara Bukan Pajak adalah seluruh penerimaan pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan. Penelitian menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian bahwa Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser telah sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2014 tentang Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berperan menjadi dasar hukum bagi penetapan tarif agar sesuai dengan yang telah ditetapkan, kepatuhan pengelolaan dan penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak ke Kas Negara, yang kemudian jumlah penerimaannya menggambarkan keefektifan kebijakan melalui perbandingan antara Realisasi Penerimaan dan Target Penerimaan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Arico, Zulfan, and Sri Jayanthi. "Potensi Karbon Tersimpan Hutan Taman Nasional Gunung Leuser Resort Tenggulun Sebagai Upaya Mitigasi Perubahan Iklim." Elkawnie 2, no. 2 (December 31, 2016): 143. http://dx.doi.org/10.22373/ekw.v2i2.2660.

Full text
Abstract:
Gunung Leuser National Park Resort Tenggulun since 1998-2008 continues to plunder its standing in the way was converted into oil palm plantations. The area was damaged forest of 2,200 hectares / year. This study aims to protect and maintain the forest as a climate change mitigation efforts. The method to determine the location of the study using purposive sampling with squares method to determine the density of vegetation. Furthermore, the method of calculation of the carbon stocks stored calculated using allometric equations. From the results, the results of total forest biomass Gunung Leuser National Park Resort Tenggulun amounted to 330.998 tons / Ha. While the amount of carbon stored by 165.999 tons / Ha
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Malik, Azis Abdul, Joko Prayudha S, Ririn Anggreany, May Wulan Sari, and Ahmad Walid. "KEANEKARAGAMAN HAYATI FLORA DAN FAUNA DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) RESORT MERPAS BINTUHAN KABUPATEN KAUR." DIKSAINS : Jurnal Ilmiah Pendidikan Sains 1, no. 1 (March 6, 2021): 35–42. http://dx.doi.org/10.33369/diksains.1.1.35-42.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Taman nasional merupakan salah satu kawasan konservasi terbaik untuk menyaksikan keindahan fenomena alam terutama untuk flora dan fauna endemik, langka dan dilindungi (Kementerian Kehutanan, 2003) sehingga keberadaan taman nasional memiliki arti yang sangat strategis dan penting dalam keanekaragaman hayati tari peles. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Oleh UNESCO, taman nasional ini ditetapkan sebagai Klaster Situs Warisan. Pegunungan Hutan Hujan Tropis Sumatera (Pegunungan Hutan Hujan Tropis Warisan Situs Klaster Sumatera) bersama dengan Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Nasional Gunung Leuser. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Mei 2020 di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Kabupaten Bintuhan, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keanekaragaman hayati flora dan fauna Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, khususnya di kawasan taman nasional yang memiliki keanekaragaman flora dan fauna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat banyak jenis flora dan fauna yang memiliki keanekaragaman jenis, ditemukan jenis mamalia dan jenis burung, serta tumbuhan di kawasan TNBBS. Kata Kunci: Keanekaragaman Hayati, Flora dan Fauna, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. ABSTRACT The national park is one of the best conservation areas to witness the beauty of natural phenomena, especially to witness endemic, rare and protected flora and fauna (Ministry of Forestry, 2003), so that the existence of a national park has a very strategic meaning. and important in the biodiversity peles dance. Bukit Barisan Selatan National Park has a very rich biodiversity. By UNESCO, this national park was designated a Cluster Heritage Site. Sumatra Tropical Rainforest Mountains (Mountainous Tropical Rainforest Herritage of Sumatra Cluster Site) along with Kerinci Seblat National Park and Gunung Leuser National Park. This study was conducted in April to May 2020 in the Bukit Barisan Selatan National Park (TNBBS), Bintuhan District, Kaur District, Bengkulu Province. This study aims to obtain information about the biodiversity of flora and fauna of the Bukit Barisan Selatan National Park, especially in the national park area which has a variety of flora and fauna. The results showed that there were many species of flora and fauna that had a diversity of species, found species of mammals and species of birds, and plants in the TNBBS area. Keywords: Biodiversity, Flora and Fauna, Bukit Barisan Selatan National Park.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Malik, Azis Abdul, Joko Prayudha S, Ririn Anggreany, May Wulan Sari, and Ahmad Walid. "KEANEKARAGAMAN HAYATI FLORA DAN FAUNA DI KAWASAN TAMAN NASIONAL BUKIT BARISAN SELATAN (TNBBS) RESORT MERPAS BINTUHAN KABUPATEN KAUR." DIKSAINS : Jurnal Ilmiah Pendidikan Sains 1, no. 1 (March 6, 2021): 35–42. http://dx.doi.org/10.33369/diksains.v1i1.14702.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Taman nasional merupakan salah satu kawasan konservasi terbaik untuk menyaksikan keindahan fenomena alam terutama untuk flora dan fauna endemik, langka dan dilindungi (Kementerian Kehutanan, 2003) sehingga keberadaan taman nasional memiliki arti yang sangat strategis dan penting dalam keanekaragaman hayati tari peles. Taman Nasional Bukit Barisan Selatan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat kaya. Oleh UNESCO, taman nasional ini ditetapkan sebagai Klaster Situs Warisan. Pegunungan Hutan Hujan Tropis Sumatera (Pegunungan Hutan Hujan Tropis Warisan Situs Klaster Sumatera) bersama dengan Taman Nasional Kerinci Seblat dan Taman Nasional Gunung Leuser. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Mei 2020 di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS), Kabupaten Bintuhan, Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang keanekaragaman hayati flora dan fauna Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, khususnya di kawasan taman nasional yang memiliki keanekaragaman flora dan fauna. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat banyak jenis flora dan fauna yang memiliki keanekaragaman jenis, ditemukan jenis mamalia dan jenis burung, serta tumbuhan di kawasan TNBBS. Kata Kunci: Keanekaragaman Hayati, Flora dan Fauna, Taman Nasional Bukit Barisan Selatan. ABSTRACT The national park is one of the best conservation areas to witness the beauty of natural phenomena, especially to witness endemic, rare and protected flora and fauna (Ministry of Forestry, 2003), so that the existence of a national park has a very strategic meaning. and important in the biodiversity peles dance. Bukit Barisan Selatan National Park has a very rich biodiversity. By UNESCO, this national park was designated a Cluster Heritage Site. Sumatra Tropical Rainforest Mountains (Mountainous Tropical Rainforest Herritage of Sumatra Cluster Site) along with Kerinci Seblat National Park and Gunung Leuser National Park. This study was conducted in April to May 2020 in the Bukit Barisan Selatan National Park (TNBBS), Bintuhan District, Kaur District, Bengkulu Province. This study aims to obtain information about the biodiversity of flora and fauna of the Bukit Barisan Selatan National Park, especially in the national park area which has a variety of flora and fauna. The results showed that there were many species of flora and fauna that had a diversity of species, found species of mammals and species of birds, and plants in the TNBBS area. Keywords: Biodiversity, Flora and Fauna, Bukit Barisan Selatan National Park.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Sari, Susi Wanda, Iswahyudi Iswahyudi, and Rosmaiti Rosmaiti. "Kajian Kesesuaian Wisata dan Daya Dukung Kawasan Wisata Pemandian Alam Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser." Multiverse: Open Multidisciplinary Journal 2, no. 3 (December 2, 2023): 315–232. http://dx.doi.org/10.57251/multiverse.v2i3.1150.

Full text
Abstract:
The aim of this study was to identify the types of parasites present in betta fish at Farm Irwan Fisheries in Banda Aceh. The research was conducted from January to February 2022 at Tangkahan Natural Baths, located within Gunung Leuser National Park in North Sumatra Province. The survey method was employed, utilizing scoring analysis derived from field observations. Purposive sampling was applied to select specific sample points intentionally, based on their potential to become tourist attractions. The results indicated that Tangkahan Natural Baths in Gunung Leuser National Park exhibited a high level of suitability as a recreational tourism area, with a suitability index value of 83.65% based on the physical, chemical, and biological parameters of the water. This finding categorizes it as "Very Appropriate" for tourism purposes.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Wati, Nira, and Binari Manurung. "Kajian Ekologi Tumbuhan Liana di Hutan Primer Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat, Sumatera Utara." JURNAL BIOSAINS 2, no. 1 (March 30, 2016): 32. http://dx.doi.org/10.24114/jbio.v2i1.4027.

Full text
Abstract:
Liana adalah salah satu jenis tumbuhan yang menjadi penciri khas dari ekosistem hutan hujan tropis dan keberadaannya menambah keanekaragaman jenis tumbuhan pada ekosistem hutan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui keanekaragaman liana, indeks kemerataan, indeks kekayaan, indeks dominansi, Indeks Nilai Penting (INP%), dan indeks kesamaan liana antar transek di hutan primer resort sei betung Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2015 hingga Maret 2016. Metode yang digunakan adalah metode kuadrat dengan pengambilan sampel dilakukan pada satu stasiun terdiri dari 4 transek dan 40 plot pengamatan dengan ukuran setiap petak contoh 20 m x 20 m. Pengambilan sampel liana menggunakan intensitas sampling 0,6% dari 3000 Ha. Variabel yang diamati meliputi jenis dan jumlah individu liana serta keliling setiap individu liana. Hasil penelitian ditemukan 32 jenis liana dengan 677 jumlah total individu liana. Keanekaragaman liana sebesar 3,037 dengan kategori keanekaragaman tinggi, kemerataan liana termasuk kategori tinggi dengan nilai sebesar 0,876, kekayaan liana sebesar 4,756 termasuk kedalam kategori sedang, indeks dominansi liana termasuk kategori sedang dengan nilai 0,109, Indeks Nilai Penting liana tertinggi yaitu Uncaria glabra (Rubiaceae) dan Tetrasigma hookeri (Vitaceae) dan tipe vegetasi liana dihutan primer resort sei betung Taman nasional Gunung Lesuser (TNGL) yaitu Rubiaceae-Vitaceae serta indeks kesamaan liana antar transek memiliki nilai lebih dari 50% sehingga berdasarkan aturan 50% dari Kendeigh (1980) maka liana-liana yang terdapat pada transek-transek yang diamati yang berada dalam hutan Primer Taman Nasional Gunung Leuser masih tetap termasuk dalam satu komunitas/vegetasi yang sama yaitu Rubiaceae-Vitaceae. Kata Kunci : Tumbuhan Liana, Keanekaragaman, Ekosistem
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Lailan, Infitar, Ruskhanidar Ruskhanidar, and Erdian Rahmi. "KARAKTER DAN KERAGAMAN JENIS POHON SARANG ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) DI STASIUN RISET SUAQ BELIMBING TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER." Jurnal Nusa Sylva 22, no. 2 (July 21, 2023): 68–76. http://dx.doi.org/10.31938/jns.v22i2.489.

Full text
Abstract:
The Sumatran orangutan (Pongo abelii) is an arboreal primate that spends all its daily activities in the trees. Nest-making activities are carried out daily, selecting trees with certain characteristics to make nests. Much research has been done on the character of orangutan nest trees. However, there needs to be more information about the character of orangutan nest trees at the Suaq Belimbing Research Institute, Gunung Leuser National Park. It is known that Suaq Belimbing is a peat swamp forest ecosystem in Gunung Leuser National Park, precisely in Kluet, South Aceh, with quite diverse vegetation composition. Even so, not all vegetation is used as orangutan nest trees. This study aims to obtain data on the characteristics of orangutan nest trees in the Suaq Belimbing peat swamp forest habitat of Gunung Leuser National Park. Data was collected for three months using the line transect method. The results of the study obtained 65 individual trees used as orangutan nests. 45.15% of the nest tree characters had a height of 11-20 m, and 24.46% had a trunk diameter of 31-40 cm. The most widely used crown shape for making nests was cylindrical.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Hutasuhut, M. Ichwanul Alvin, Martunis Martunis, and Dahlan Dahlan. "Dampak Ekonnomi dan Lingkungan di Kawasan Ekowisata Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser." Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian 7, no. 1 (May 23, 2022): 808–18. http://dx.doi.org/10.17969/jimfp.v7i1.18064.

Full text
Abstract:
Abstrak. Ekowisata merupakan kegiatan wisata yang saat ini mendapatkan perhatian masyarakat karena memiliki daya tarik alami dengan memperhatikan aspek konservasi dari sumber daya alam. Ekowisata Tangkahan merupakan salah satu pariwisata unggulan yang ada di Sumatera Utara. Seiring berjalannya waktu, keberadaan ekowisata tentu dapat memberikan dampak ekonomi dan lingkungan, untuk mengetahui hal tersebut dilakukan penelitian dengan menggunakan teknik analisis deskriptif dan uji statistik t. Berdasarkan hasil wawancara dan kuisioner responden, diketahui keberadaan ekowisata berdampak nyata pada aspek ekonomi dan lingkungan masyarakat karena dengan adanya pengembangan Kawasan Ekowisata dapat merubah sumber mata pencaharian dan jumlah pendapatan masyarakat serta dapat merubah sistem pada pengelolaan hutan dan pengelolaan sampah di lingkungan masyarakat ke arah yang lebih baik.Dampak Ekonomi Dan Lingkungan Di Kawasan Ekowisata Tangkahan Taman Nasional Gunung LeuserAbstrak. Ekowisata adalah jenis pariwisata yang dengan cepat mendapatkan popul
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Nasution, Taufikurrahman, and Muhammad Efendi. "Tree Communities and Aboveground Biomass in the Submontane Zone of Ketambe Resort, Mount Leuser National Park, Aceh." Elkawnie 6, no. 2 (December 30, 2020): 237. http://dx.doi.org/10.22373/ekw.v6i2.7991.

Full text
Abstract:
Abstract: Mount Leuser National Park is one of the largest conservation areas and plays important ecological and economic functions. To support forest management, it is important to gain current vegetation data. The sampling method of a 0.1 hectare plot was carried out on two sampling sites in the submontane zone of Ketambe Resort, Mount Leuser National Park, Aceh. The diversity of trees was not significantly different, while species composition was different. Site one was dominated by Syzygium spp. and Shorea platyclados, while site two was dominated by Altingia excelsa and Bridelia glauca. Lauraceae, Myrtaceae, and Dipterocarpace families dominated in both sites. Tree structures formed three strata and showed a good capacity for forest regeneration. The aboveground biomass of site one was higher than site two due to the presence of more large trees. Pioneer species, cultivated plants, a low average wood density, and low aboveground biomass indicated secondary forest characteristics in both sites. Abstrak: Taman Nasional Gunung Leuser merupakan salah satu kawasan konservasi yang terluas dan memiliki fungsi ekologi dan ekonomi yang penting. Data vegetasi terkini penting didapatkan untuk mendukung pengelolaan hutan. Metode sampling dengan plot 0.1 hektar dilakukan di dua lokasi pada zona submontana Resort Ketambe, Taman Nasional Gunung Leuser, Aceh. Keanekaragaman jenis pohon tidak berbeda secara nyata sementara komposisi jenis berbeda. Lokasi satu didominasi oleh Syzygium spp. dan Shorea platyclados, sementara lokasi dua didominasi oleh Altingia excelsa dan Bridelia glauca. Suku Lauraceae, Myrtaceae dan Dipterocarpace mendominasi pada kedua lokasi. Struktur pohon membentuk tiga strata dan menunjukkan kemampuan regenerasi hutan yang baik. Biomassa pohon di atas permukaan pada lokasi satu lebih tinggi dibandingkan lokasi dua karena lebih banyaknya pohon berukuran besar. Jenis pionir, tanaman budidaya, rata-rata berat jenis kayu dan biomassa di atas permukaan yang rendah mengindikasikan karakteristik hutan sekunder pada kedua lokasi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Kuswanda, Wanda. "KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN MITIGASI KONFLIK MANUSIA-GAJAH DI RESORT BESITANG, TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER (SOCIAL-ECONOMIC CHARACTERISTICS AND POLICY FOR MITIGATION HUMAN-ELEPHANT CONFLICT AT BESITANG RESORT OF GUNUNG LEUSER NATIONAL P." Inovasi 15, no. 2 (October 19, 2018): 153–62. http://dx.doi.org/10.33626/inovasi.v15i2.49.

Full text
Abstract:
Salah satu habitat gajah yang masih tersisa adalah Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), terutama di wilayah Besitang. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi, kepemilikan lahan, pemetaan wilayah dan mitigasi konflik manusia dengan gajah di Resort Besitang, TNGL. Metode pengumpulan data dilakukan dengan penyebaran kuesioner, wawancara dan Focus Group Discussion (FGD). Analisis data menggunakan tabel frekuensi dan analisa deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa wilayah yang memiliki potensi konflik gajah di Resort Besitang adalah Daerah Halaban, Aras Senapal, Sekundur, Bukit Selamat dan Bukit Mas dengan intensitas konflik rendah sampai tinggi. Penyebab utama konflik manusia dengan gajah adalah fragmentasi kawasan hutan, ketidakpastian status lahan di daerah penyangga, pertumbuhan penduduk yang tinggi dan meningkatnya pendatang di wilayah Besitang, perambahan dan ilegal logging yang terus terjadi, minimnya kesadaran masyarakat dan peranan lembaga desa dalam mendukung konservasi gajah. Rekomendasi resolusi mitigasi konflik gajah diantaranya: 1) memperbaiki habitat gajah yang sudah terfragmentasi di dalam kawasan TNGL; 2) meningkatkan peran Tim CRU (Conservation Response Unit); 3) membentuk unit reaksi cepat penanganan konflik gajah dengan melibatkan para pihak; 4) menanam jenis tanaman yang tidak disukai dan dijauhi oleh gajah; 5) mereduksi ketergantungan masyarakat akan sistem pertanian yang membutuhkan lahan yang luas; 6) mengembangkan program untuk membantu peningkatan hasil panen; dan, 7) penyuluhan untuk meningkatkan pemahaman bahwa gajah merupakan bagian dari ekosistem yang harus lestari. Kata kunci: gajah, konflik, habitat, Besitang, Taman Nasional Gunung Leuser
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Rayani, Rayani, Tuti Arlita, and Iqbar Iqbar. "Keanekaragaman Tumbuhan Berpotensi Invasif di Kawasan Ekowisata Lawe Gurah Taman Nasional Gunung Leuser Kabupaten Aceh Teggara." Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian 7, no. 4 (November 29, 2022): 1102–11. http://dx.doi.org/10.17969/jimfp.v7i4.22340.

Full text
Abstract:
Tumbuhan berpotensi invasif merupakan tumbuhan asing yang berkembang dan menyebar di luar habitat alaminya. Tumbuhan ini didatangkan dari luar wilayah tumbuhnya secara alami dan mampu mengintroduksi pada habitat baru introduksi dan berpotensi menjadi ancaman pada kawasan ekosistem introduksi tumbuhan tersebut. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui spesies tumbuhan berpotensi invasif yang terdapat di Kawasan Ekowisata Lawe Gurah Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) Kabupaten Aceh Tenggara. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Stratified random sampling. Hasil penelitian menemukan 59 spesies dari 30 suku (family) yang berpotensi invasif di Kawasan Ekowisata Lawe Gurah. Tumbuhan berpotensi invasif tersebut ini terdiri dari 41 spesies strata semai/tumbuhan bawah, 10 spesies pancang, 3 spesies tiang dan 5 spesies pohon. Tumbuhan berpotensi invasif tersebut memiliki Indeks Nilai Penting (INP) yang berbeda pada setiap strata. Spesies Ageratum conyzoides merupakan tumbuhan semai.tumbuhan bawah dengan INP tertinggi yaitu 19,94%, Piper aduncum merupakan spesies dengan INP tertinggi pada strata pancang yaitu 100,87%, Hibiscus macrophyllus adalah spesies dengan INP tertinggi dari strata tiang dan pohon dengan nilai masing-masing yaitu 166,62% dan 108,62%. Indeks keanekaragaman tumbuhan berpotensi invasif di Kawasan Ekowisata Lawe Gurah adalah semai/tumbuhan bawah 3,08; pancang 1,45; tiang 0,98; dan pohon 1,13. Tumbuhan strata semai/tumbuhan bawah merupakan kelompok yang memiliki tumbuhan berpotensi invasif dengan keanekaragaman tertinggi di Kawasan Ekowisata Lawe Gurah.Kata kunci: Tumbuhan berpotensi invasif , Kawasan-Ekowisata, Lawe Gurah Taman Nasional Gunung Leuser
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Farrah, Farrah, and Muhammad Bima Satria. "Kebijakan Pengelola Dalam Menjaga Kelestarian Alam Di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango." Jurnal Minfo Polgan 12, no. 2 (December 19, 2023): 2319–25. http://dx.doi.org/10.33395/jmp.v12i2.13250.

Full text
Abstract:
Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati baik daratan maupun perairan (laut) mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk memanfaatkan kawasan hutan tersebut. Salah satu manfaat yang bisa diraih adalah pengembangan kawasan hutan untuk wisata alam. Landasan hukum pengembangan wisata alam berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan adalah UU No. 5 tentang Perlindungan Sumber Daya Alam dan Ekosistem Hutan yang diterbitkan pada tahun 1990 dan UU Pariwisata no. 9 yang dikeluarkan pada tahun 1990, dimana digunakan perlindungan hutan dan ekosistemnya. Kawasan hutan bukan untuk dimanfaatkan, melainkan untuk pelaksanaan pembangunan, salah satu kawasan keanekaragaman hayati adalah Taman Nasional.Ada beberapa permasalahan terkait Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Salah satunya adalah persepsi masyarakat setempat terhadap restorasi zona rehabilitasi di taman nasional. Taman Nasional Gunung Gede Pangrango juga menghadapi tantangan terkait pengembangan fasilitas wisata alam, seperti kurangnya pendanaan dan perlunya izin bagi penyedia jasa pariwisata.Permasalahan lain terkait konservasi ekosistem dan flora taman yang menjadi fokus utama pengelolaan taman, Taman Nasional Gunung Gede Pangrango juga menghadapi tantangan terkait perlindungan sumber daya alamnya, termasuk flora dan fauna di taman nasional. Terlepas dari tantangan tersebut, taman nasional ini telah berhasil melindungi dan melestarikan ekosistem pegunungan dan flora di Jawa Barat.Kata Kunci: pengembangan wisata alam, konservasi taman, Jawa Barat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Yusnikusumah, Tri Rizkiana, and Endah Sulistyawati. "Evaluasi Pengelolaan Ekowisata di Kawasan Ekowisata Tangkahan Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara." Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota 27, no. 3 (December 30, 2016): 173. http://dx.doi.org/10.5614/jrcp.2016.27.3.1.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Hutasuhut, Melfa Aisyah. "INVENTARISASI JENIS-JENIS ZINGIBERACEAE DI HUTAN TELAGAH TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER KABUPATEN LANGKAT SUMATERA UTARA." KLOROFIL: Jurnal Ilmu Biologi dan Terapan 2, no. 1 (April 1, 2018): 14. http://dx.doi.org/10.30821/kfl:jibt.v2i1.7824.

Full text
Abstract:
<p>Zingiberaceae is one of perennial herbaceous plant that was unique to its rhizomes. This is because the Zingiberaceae contains evaporated oil or had an aromatic odor. This research was conducted in February to March 2018 in the Telagah Forest of Gunung Leuser National Park, Langkat Regency. This research used descriptive procedures with observation techniques. The result based on observations obtained 11 species of Zingiberaceae, with 7 Genus of Zingiberaceae. The <em>Globba</em> Genus has the most number of species, 4 species (<em>Globba nawawii</em> Ibrahim &amp; K. Larsen; <em>Globba paniculata</em> Valeton; <em>Globba patens</em> Miq; and <em>Globba pendula</em> Roxb.), <em>Etlingera</em> Genus <em>(Etlingera alatior</em> (Jack) R.M. Sm.; and <em>Etlingera littoralis</em> (J. Konig) Giseke), <em>Amomum</em> Genus <em>(Amomum ochreum</em> Ridl.), <em>Curcuma</em> Genus (Curcuma sp.), <em>Hedychium</em> Genus <em>(Hedychium coronarium</em> Koenig.), <em>Hornstedtia</em> Genus <em>(Hornstedtia tomentosa</em> (Blume) bakh.f.) and <em>Zingiber</em> Genus <em>(Zingiber multibracteata</em> Holtt).</p><p><strong>Keywords</strong>: Zingiberaceae. Rhizomes, Gunung Leuser National Park.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Latuparisa, Doni, and Suraya Abdulwahab Afiff. "Perjuangan Pengakuan Hak Kelola Lahan bagi Pengungsi Aceh di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser." Umbara 6, no. 2 (December 31, 2021): 109. http://dx.doi.org/10.24198/umbara.v6i2.35903.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Ervany, Hendra, Syaukani Syaukani, and Husni Husni. "Biologi Sarang Rayap Subfamili Nasutitermitinae di Stasiun Penelitian Suaq Balimbing Taman Nasional Gunung Leuser." BIOTIK: Jurnal Ilmiah Biologi Teknologi dan Kependidikan 7, no. 1 (October 30, 2019): 28. http://dx.doi.org/10.22373/biotik.v7i1.5467.

Full text
Abstract:
A study had been carried out from May 2017 to February 2018 at Suaq Balimbing Research Center, Gunung Leuser National Park to determine the biology of termite nests of Nasutitermitinae subfamily. The termites were collected with Finding Colony method, while the identification of the termite types and data analysis was conducted in Zoology Laboratory, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Syiah Kuala University. The results found 3 types of termite nests, i.e., (1) arboreal mounds type (N. roboratus, N. matangensis, H. bicolor and N. neoparvus) as an attempt to disguise themselves and protect their colonies from predators; (2) wood nesting type (N. havilandi, N. proatripennis, H. hospitalis, B. neopusillus, L. leucops, and Aciculitermes sp.1) that is built using drywood to form ventilation space between nests, so the nests become sturdier; and (3) subterraneannest type (L. longipes) that has a stronger construction than arborealmounds and wood nesting since it is made of soil attached by saliva liquid. Shapes of termite nest found namely a rounded shape, a cone shape, a shape that fills in hollow trees, a shape that forms a mound on the ground, and rectangular shape. Some of the termites activities were searching for food outside the nest, consuming remaining food in the nest, and making an attack. The identification results showed that there were 18 termites species from 6 genera of Nasutitermitinae subfamily namely Nasutitermes, Hospitalitermes, Leucopitermes, Longipeditermes, Bulbitermes and Aciculitermes.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Assyfa, Harun, Winardi Winardi, and Hendri Sutrisno. "Perencanaan Sistem Pengolahan Air Limbah Di Taman Nasional Gunung Palung." Jurnal Teknologi Lingkungan Lahan Basah 11, no. 1 (February 3, 2023): 016. http://dx.doi.org/10.26418/jtllb.v11i1.56792.

Full text
Abstract:
Taman nasional memiliki kawasan yang menjadi objek wisata yang akan menarik pengunjung dan harus tetap menjaga kondisi lingkungan, salah satu cara yang harus di terapkan dengan memiliki sarana toilet yang memadai dengan sistem pengolahan air limbah. Tujuan dari perencanaan ini ialah merencanakan sistem pengolahan air limbah di Taman Nasional Gunung Palung, merencanakan penampungan air bersih, toilet portabel, dan unit pengelolaan air limbah menggunakan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan di taman nasional dan mengutamakan kemudahan mobilitas dan perakitan, merencanakan Rancangan Anggaran Biaya sistem pengolahan air limbah dilokasi taman nasional. Perencanaan ini dilakukan pada Taman Nasional Gunung Palung di kawasan Objek Daya Tarik Wisata Laman Besolek. Perencanaan diawali dengan penentuan debit air bersih dan air limbah dilanjutkan dengan perencanaan bangunan toilet dan alat saniter menurut asosiasi toilet Indonesia, dan tangki septik dengan pengolahan lanjutan upflow filter sesuai SNI 2398:2017 . Dimensi rencana digambar dan dilakukan analisis perhitungan rencana anggaran biaya. Hasil perencanaan didapat dua bilik toilet dengan satu bilik wastafel, dan tangki septik dengan pengolahan lanjutan upflow filter dengan dimensi Panjang 3,09 m Lebar 1,10 m Tinggi 3,34 m. Biaya yang dibutuhkan untuk perencanaan ini adalah Rp 24.664.000,00. Jika perencanaan ini direalisasikan dapat mengurangi pencemaran di kawasan wisata taman nasional.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Marhaento, Hero, and Lies Rahayu Wijayanti Faida. "Risiko Kepunahan Keanekaragaman Hayati di Taman Nasional Gunung Merapi: Tinjauan Spasial." Jurnal Ilmu Kehutanan 9, no. 2 (March 23, 2016): 75. http://dx.doi.org/10.22146/jik.10189.

Full text
Abstract:
Gunung Merapi merupakan habitat dari berbagai spesies khas pegunungan Jawa bagian tengah. Namun demikian, tingginya aktivitas vulkanik Gunung Merapi dan besarnya tekanan masyarakat terhadap kawasan menyebabkan keanekaragaman hayati di sekitar kawasan Gunung Merapi berisiko untuk punah. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis spasial risiko kepunahan keanekaragaman hayati di Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM). Analisis risiko dilakukan dengan mengukur komponen risiko, yaitu: kerawanan, elemen yang berisiko, dan kerentanan. Identifikasi komponen risiko dilakukan dengan melaksanakan grup diskusi terarah dengan staf Taman Nasional Gunung Merapi. Analisis risiko diukur menggunakan analisis spasial dengan perangkat lunak ArcGIS 10.1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan Taman Nasional Gunung Merapi memiliki kawasan dengan tingkat risiko tinggi seluas 2185.6 ha (35,6%), risiko sedang seluas 3910,1 ha (63,6%), dan risiko rendah seluas 49,8 ha (0,8%). Wilayah yang berisiko tinggi berada di wilayah Resort Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Dukun Kabupaten Magelang, RPTN Turi-Pakem Kabupaten Sleman, dan RPTN Kemalang Kabupaten Klaten.Kata kunci: analisis risiko, keanekaragaman hayati, Taman Nasional Gunung Merapi, analisis spasial, vulkanik. Risk of biodiversity extinction in Gunung Merapi National Park : Spatial assessionAbstractThe Mount Merapi (MM) has a unique landscape and becomes the habitat for mountainous species in the central Java, Indonesia. However, high volcanic activities and massive public pressure on its natural resources have increased the risk of biodiversity extinction in the MM. This study aims to assess the spatial risk of biodiversity extinction in the Mount Merapi National Park (MMNP). The risk analysis has been done by spatially measuring the risk elements i.e. hazard area, element at risk, and vulnerability rate. A Focus Group Discussion has been done to define and to identify components of each risk element. A spatial analysis using ArcGIS 10.1 has been used to measure the risk. The results showed that MMNP have three levels of risks: high risk level area (2185.6 ha, 35. 6%), moderate risk area (3910.1 ha, 63.6%) and low risk area (49.8 ha, 0.8%). The high risk areas were located in Resort Pengelolaan Taman Nasional (RPTN) Dukun in Magelang Distict, RPTN Turi-Pakem in Sleman District, and RPTN Kemalang in Klaten District.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Zulfahri, M. Rindi, and Selvia Dewi Pohan. "ANALISIS PAKAN ORANGUTAN (Pongo abelii) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER RESORT SEI BETUNG SUMATERA UTARA." JURNAL BIOSAINS 2, no. 2 (August 31, 2016): 97. http://dx.doi.org/10.24114/jbio.v2i2.4222.

Full text
Abstract:
Orangutan (Pongo abelii) merupakan satwa endemik yang keberadaannya di Pulau Sumatera dan Kalimantan, termasuk kategori spesies terancam punah (Critically Endangered) menurut IUCN. Ketersediaan pakan di hutan memiliki peran penting dalam pengelolaan populasi orangutan agar terhindar dari kepunahan. Pada umumnya orangutan dewasa jantan dan betina yang hidup di alam dengan bobot badan 55 kg membutuhkan energi sebesar 1.414 kalori. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan nutrisi dari pakan alami orangutan di Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung, Besitang. Sampel yang digunakan dalam penelitian terdiri 5 jenis tumbuhan pakan orangutan yaitu Artocarpus dadah, Callerya artopurpurea, Endospermum diadenum, Ficus glomerata, dan Polyalthia sumatrana. Selanjutnya dianalisis dengan metode analisis proksimat yaitu penentuan jumlah zat pakan yang terkandung dalam suatu sampel seperti kadar karbohidrat, lemak, protein, air, tanin, dan mineral berupa Ca, K, Fe dan Zn. Hasil penelitian menunjukkan bahwa buah Ficus glomerata sudah mencukupi kebutuhan nilai kalori pada orangutan dewasa, remaja, dan anak-anak dengan jumlah kalori sebesar 2.058,4 kalori sedangkan daun Polyalthia sumatrana dan kulit kayu Ficus glomerata sudah mencukupi kebutuhan nilai kalori pada orangutan yang berumur 2-4 tahun (kategori bayi hingga anak-anak) dengan memiliki nilai kalori secara berturut-turut yaitu 1.337,4 dan 1.220 kalori dan daun Endospermum diademum sudah mencukupi kebutuhan nilai kalori pada orangutan yang berumur 2 tahun (kategori bayi) dengan nilai kalori sebesar 1.081,8 kalori. Kata kunci : Pakan, Orangutan, Nutrisi, TNGL.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Gunarno, Gunarno. "Perbandingan Indeks Keanekaragaman Serangga Di Wilayah Ekosistem Hutan Penyangga Taman Nasional Gunung Leuser Bukit Lawang." Jurnal Analisa Pemikiran Insaan Cendikia 4, no. 2 (December 8, 2021): 72–84. http://dx.doi.org/10.54583/apic.vol4.no2.71.

Full text
Abstract:
This study aims to determine the diversity index and the comparison of insect diversity index in Gunung Leuser Bukit Lawang National Park in the Buffer ecosystem area. The research method uses a quantitative descriptive approach. The population in this study were all animals classified as insects (Insecta). The samples used were insects in the buffer forest area with 3 standpoints (lines). The data analysis technique uses the Shannon–Wiener diversity index. The results showed that the insect with the highest significance index (INP) from the three lines (without stands, rubber stands, and cocoa stands) was Macrotermes gilvus, namely 91.71 (rubber tree stands), 87.54 (cocoa tree stands), and 57. 42 (without stands). The insect diversity index H' using (Shannon-Wiener Index) from the three lines without stands (-2), rubber stands (-1), and brown stands (-1) were “low”. The low diversity index of the buffer forest is because the buffer forest in Bukit Lawang is a homogeneous forest.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Rezeky, Ika, and Cece Cece. "Strategi Pengembangan Objek Wisata Ketambe Untuk Meningkatkan Kunjungan Wisatawan." Journal of Comprehensive Science (JCS) 1, no. 5 (December 26, 2022): 1295–300. http://dx.doi.org/10.59188/jcs.v1i5.161.

Full text
Abstract:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Strategi pengembangan objek wisata Ketambe agar dapat meningkatkan angka kunjungan wisatawan. Berdasarakan analisis SWOT yang dilakukan pada objek wisata Ketambe, terdapat strategi SO, WO, ST dan WT yang dapat digunakan oleh pihak Dinas Pariwisata dan Olahraga Kabupaten Aceh Tenggara sebagai jalan atau solusi untuk mempercepat pengembangan objek wisata Ketambe. Selain itu pembangunan dan pengembangan yang dilakukan mengutamakan penggunaan 4 strategi pengembangan, yaitu attraction (daya tarik utama) dalam bentuk sungai, wahana arung jeram dan keberadaan Taman Nasional Gunung Leuser. Lalu amenity (kenyamanan) dalam wujud keberadaan gazebo, musollah dan toilet. Kemudian accessibility tergambar dari penyediaan akses jalan yang nyaman. Terakhir yaitu ancillary (kenyamanan) dengan keberadaan Gedung Tiket yang sekaligus dijadikan sebagai Tourist Information Centre.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Putra, Fuzza Duwana, and Dewi Isma Aryani. "Perancangan Media Promosi Wisata Taman Nasional Baluran Situbondo." DIVAGATRA - Jurnal Penelitian Mahasiswa Desain 2, no. 1 (April 26, 2022): 108–19. http://dx.doi.org/10.34010/divagatra.v2i1.6236.

Full text
Abstract:
Taman nasional merupakan sebuah kawasan yang diperuntukkan melestarikan alam dengan bentukan ekosistem asli menggunakan sistem zonasi. Selain memiliki fungsi untuk konservasi, taman nasional dapat dimanfaatkan untuk tujuan wisata. Taman Nasional Baluran merupakan salah satu taman nasional yang ada di Indonesia. Nama Baluran berasal dari Gunung Baluran yang berada di wilayah Situbondo dan Wongsorejo, Banyuwangi, Jawa Timur. Taman Nasional Baluran dianggap kurang populer para wisatawan karena lokasinya yang dekat dengan Pulau Bali dan Lombok sehingga kalah bersaing. Taman Nasional Baluran sangat berpotensi sebagai tempat wisata karena memiliki padang savana yang sangat luas dengan aneka satwa liar, serta lokasinya juga berdekatan dengan pantai. Oleh karena itu, perancangan media promosi diperlukan dengan tujuan memperkenalkan dan mampu meningkatkan minat masyarakat untuk berwisata ke Taman Nasional Baluran melalui media informasi yang tepat dan menarik. Metode penelitian dalam perancangan ini adalah kuantitatif disertai observasi dan studi literatur. Hasil penelitian ini diperoleh berupa solusi perancangan berupa desain video promosi serta media pendukung berupa desain iklan website, web banner, billboard, dan media sosial.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Lumbantobing, Poppy Rizky Arini, Mufti Sudibyo, and Mugi Mumpuni. "Preferensi Pohon Bagi Burung di Kawasan Restorasi Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara." Jurnal Ilmiah Biologi UMA (JIBIOMA) 2, no. 2 (September 22, 2020): 99–107. http://dx.doi.org/10.31289/jibioma.v2i2.314.

Full text
Abstract:
Penelitian tentang Preferensi Pohon Bagi Burung di Kawasan Restorasi Resort Sei Betung Taman Nasional Gunung Leuser Sumatera Utara telah dilakukan pada bulan Januari - Maret 2017. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis pohon restorasi yang paling sering dikunjungi oleh burung, aktivitas dominan yang dilakukan oleh burung pada pohon, dan faktor yang mempengaruhi kehadiran burung pada pohon di kawasan restorasi Resort Sei Betung. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah survei eksploratif, dengan menggunakan binokuler, kamera digital, dan buku panduan identifikasi burung. Pengamatan jenis dan aktivitas burung dilakukan pagi dan sore hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 5 jenis jenis pohon restorasi yang paling sering dikunjungi oleh burung yaitu Vitex pubescens, Phyllanthus sp, Calicarpa pentandra, Callerya artropurpurea, dan Macaranga indica. Pohon Vitex pubescens merupakan pohon dengan kunjungan burung paling banyak yaitu 73 kali kunjungan. Phyllanthus sp adalah jenis pohon dengan kujungan burung paling banyak kedua yaitu sebanyak 51 kunjungan. Pohon Macaranga indica, pohon Calicarpa pentandra, dan pohon Callerya atropurpurea, masing-masing sebanyak 30, 28, dan 26 kunjungan burung. Aktivitas dominan yang dilakukan oleh burung pada pohon adalah aktivitas singgah. Faktor yang mempengaruhi tingkat kehadiran burung pada pohon adalah ketersediaan pakan, kondisi tajuk, tinggi tajuk, ukuran cabang dan kelebatan daun.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Herawati, Ratna, Widyo Ari Utomo, and Indah Royana. "Aplikasi Pariwisata Jambi Berbasis Android." Go Infotech: Jurnal Ilmiah STMIK AUB 24, no. 2 (December 5, 2018): 81. http://dx.doi.org/10.36309/goi.v24i2.88.

Full text
Abstract:
Jambi adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir timur di bagian tengah Pulau Sumatra. Jambi adalah satu dari tiga provinsi di Indonesia yang ibukota-nya bernama sama dengan nama provinsinya, selain Bengkulu dan Gorontalo. Provinsi Jambi memiliki kekayaan yang melimpah, indah dan unik. Termasuk dengan keberadaan 4 taman nasional yaitu Taman Nasional Kerinci Sebelat, Taman Nasional Berbak, Taman Nasional Bukit Tiga Puluh, dan Taman Nasional Bukit Dua Belas yang mempunyai keunikan masing-masing. Disamping itu, beberapa kawasan bagi pencinta petualangan yaitu, Gunung Krinci, Perkebunana Teh Kayu Aro, Harapan Rainforest. Dalam membantu wisatawan untuk mengetahui tempat wisata di Provinsi Jambi, kita perlu membuat Aplikasi Pariwisata Jambi Berbasis Android. Menggunakan Aplikasi Pariwisata Jambi Berbasis Android, wisatawan dapat dengan mudah mencari informasi tentang daerah-daerah wisata yang ada di Provinsi Jambi. Dalam pembangunan aplikasi ini, penulis menggunkan Android Studio 3.13 dan PhpMyAdmin sebagai database yang menunjang kinerja dalam mengolah data. Aplikasi Pariwisata Jambi Berbasis Android dibangun dengan menggunakan metode Waterfall. Teknik pengumpulan data yang digunakan observasi, wawancara dan studi pustaka. Untuk alur data digambarkan dengan UML(Unified Modeling Language).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Siddiq, Ihsan, Hairul Basri, and Ashabul Anhar. "Analisis Tingkat Kerawanan Banjir di Sub DAS Lawe Natam Kabupaten Aceh Tenggara." Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian 6, no. 3 (August 1, 2021): 390–400. http://dx.doi.org/10.17969/jimfp.v6i3.17632.

Full text
Abstract:
Abstrak. Banjir merupakan fenomena alam yang biasa terjadi di suatu kawasan yang banyak dialiri oleh aliran sungai, sehingga banjir didefinisikan sebagai keberadaan air di suatu kawasan luas yang menutupi permukaan bumi. Kabupaten Aceh Tenggara dengan keadaan topografi yang berbukit dan bergunung sehingga banyak sungai di wilayah ini yang mempunyai aliran sungai yang cukup deras dan anak-anak sungai hingga ratusan jumlahnya. Dan Secara geografis Kabupaten Aceh Tenggara terletak antara 3º55’23” - 4º16’37” Lintang Utara dan 96º43’23” - 98º10’32” Bujur Timur dengan topografi daerah bervariasi berbentuk suatu dataran yang dikelilingi oleh perbukitan dan pegunungan yang merupakan gugusan Bukit Barisan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka alam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL).Abstract. Flooding is a natural phenomena in a region rich in streams. Thus, a flood is defined as the presence of water in a vast region that covers the earth’s surface. Because of the rugged and mountainous topography of aceh, many of the rivers in the region have swift streams and tributaries of hundreds of them. And geographically, Southeast Aceh Regency is located between 3º55'23 "- 4º16'37" North Latitude and 96º43'23 "- 98º10'32" East Longitude with varied regional topography in the form of a plain surrounded by hills and mountains which are the Bukit Barisan cluster. Part of the area is a nature reserve area of the Gunung Leuser National Park (TNGL).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

-, Habibullah. "EKOLOGI ARTHROPODA PADA BEKAS SARANG ORANGUTAN SUMATERA (Pongo abelii) DI TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER RESORT SEI BETUNG KECAMATAN BESITANG KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA." Agroprimatech 4, no. 1 (October 14, 2020): 42–50. http://dx.doi.org/10.34012/agroprimatech.v4i1.1326.

Full text
Abstract:
Penelitian ini dilakukan di Taman Nasional Gunung Leuser Resort Sei Betung Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat Sumatera Utara pada bulan Januari 2014. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman, kelimpahan, kemerataan, dominansi dan faktor fisika-kimia lingkungan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif survey. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 5 kali pengulangan. Hasil penelitian ditemukan Arthropoda yang termasuk ke dalam 23 famili, 12 ordo dan 3 kelas (Insekta, Arachinida dan Chilopoda). Kelimpahan total Arthropoda sebanyak 1700 individu. Indeks keanekaragaman pada pohon Aglaia sp. 2.37 dan pada pohon Phyllanthus 1.83. Indeks kesamaan 52%. Indeks kemerataan pada pohon Aglaia sp. 0.73 dan pada pohon Phyllanthus 0.21. Indeks Dominansi pada pohon Aglaia sp. 0.13 dan pada pohon Phyllanthus 0.21. Kisaran rata-rata suhu udara berkisar 26.40C-28.20C, kisaran rata-rata suhu sarang 25.40C-280C dan kelembaban udara rata-rata berkisar 78%-85%.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Hadi, Inu Kencana, Sigit Heri Mukti, and Wirastuti Widyatmanti. "PEMETAAN POLA SPASIAL KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU BERBASIS PENGINDERAAN JAUH TAHUN 2019." Jurnal Geografika (Geografi Lingkungan Lahan Basah) 2, no. 1 (June 30, 2021): 43. http://dx.doi.org/10.20527/jgp.v2i1.4536.

Full text
Abstract:
Abstrak: Indonesia merupakan negara dengan hutan tropis terluas ketiga di dunia, namun hampir setengah dari hutan Indonesia sudah terdegradasi. Salah satu penyebab terjadinya degradasi hutan adalah kebakaran. Secara historis, kebakaran hutan dan lahan adalah fenomena yang terus berulang di semua wilayah berhutan di Indonesia. Kebakaran hutan di Taman Nasional Gunung Merbabu yang terjadi hampir setiap tahun merupakan permasalahan yang serius, terutama pada bulan-bulan kering. Tercatat dalam sepuluh tahun terakhir yaitu antara bulan September 2014 hingga bulan September 2019, terjadi 4 kali kebakaran yang cukup besar. Dalam studi ini, kami menggunakan algoritma untuk mengestimasi kebakaran menggunakan deret waktu citra Landsat-8 OLI. Pendekatan ini diuji di area Taman Nasional Gunung Merbabu menggunakan 2 citra yang diperoleh antara bulan Juni – September 2019. Akurasi keseluruhan 85% diperoleh berdasarkan Overall Accuracy dan Kappa hat Classification. Hal ini menunjukkan bahwa algoritma yang digunakan memiliki potensi yang tinggi untuk diterapkan di lanskap lain dalam studi mendatang.Kata Kunci: NBR, Kebakaran Hutan, Tingkat Keparahan Kebakaran, Penginderaan Jauh
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Sari, Nilam. "Kondisi Tempat Tumbuh Pohon Keruing (Dipterocarpus spp) di Kawasan Ekowisata Tangkahan, Taman Nasional Gunung Leuser, Sumatera Utara." Jurnal Penelitian Dipterokarpa 8, no. 2 (November 2014): 65–72. http://dx.doi.org/10.20886/jped.2014.8.2.65-72.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Hasanuddin, Hasanuddin. "Jenis Jamur Kayu Makroskopis Sebagai Media Pembelajaran Biologi (Studi di TNGL Blangjerango Kabupaten Gayo Lues)." BIOTIK: Jurnal Ilmiah Biologi Teknologi dan Kependidikan 2, no. 1 (February 8, 2018): 38. http://dx.doi.org/10.22373/biotik.v2i1.234.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan mengetahui jenis-jenis jamur makroskopis yang terdapat di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Kecamatan Blangjerango Gayo Lues. Metode yang digunakan observasi dan jelajah yaitu melakukan pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Luas daerah penelitian adalah 5 Ha yang dibagi menjadi 5 stasiun dan pada masing-masing stasiun dibuat 10 transek sehingga jumlah transek 50 dengan panjang 100 m, lebar kiri dan kanan 20 m. Analisis data dilakukan secara deskriptif. Hasil penelitian diperoleh 28 spesies jamur terdiri dari 18 genus yaitu Ganoderma, Grifola, Hexagonia, Hirchioporus, Pycnoporus, Tremella, Auricularia, Collybia, Coriolus, Hypholoma, Pleurotus, Phylloporus, Marasmius , Clavaria, Clitocybe, Crepidotus, Rigidoporus, Tremidis, Coriolus, Lactarius, Mycena, Clitocybe, Clitocybula, Pluteus, Pleurotus. Anggota genus yang paling banyak ditemukan adalah genus ganoderma 3 spesies. Dari hasil tersebut, disimpulkan bahwa jamur makroskopis tersebut layak digunakan sebagai media pembelajaran biologi di sekolah. Kata Kunci: Identifikasi, Jamur Makroskopis dan Media Pembelajaran biologi. This research was conducted to investigate the species of wood macroscopic fungi in National Park of Gunung Leuser, Blangjerango Gayo Lues. The methods used were direct observation and survey. The area of research was 5 Ha, divided into 5 stations with 10 transect stations for each. So, the number of transects were 50 transect stations with the length of 100 m, the width of the left and right was 20 m. The data were analyzed by descriptive analysis. The result showed that there were 28 species from 18 genera, namely Ganoderma, Grifola, Hexagonia, Hirchioporus, Pycnoporus, Tremella, Auricularia, Collybia, Coriolus, Hypholoma, Pleurotus, Phylloporus, Marasmius, Clavaria, Clitocybe, Crepidotus, Rigidoporus, Tremidis, Coriolus, Lactarius, Mycena, Clitocybe, Clitocybula, Pluteus, Pleurotus. The most common genera found in the location was 3 species from Ganoderma. It can be concluded that the wood macroscopic fungi in National Park of Gunung Leuser, Blangjerango Gayo Lues is suitable to be used for media in learning biology at school. Keywords: Macroscopic Fungi, Biology Learning and Media
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Fiddaroini, Muhammad Waldi, Suko Istijanto, and Andarita Rolalisasi. "DESIGN OF MOUNT RINJANI DISASTER MUSEUM USING NEO-VERNACULAR ARCHITECTURAL APPROACH PERANCANGAN MUSEUM KEBENCANAAN GUNUNG RINJANI DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR NEO-VERNAKULAR." Arsitektur Universitas Pandanaran Jurnal 4, no. 1 (April 1, 2024): 69–77. http://dx.doi.org/10.54325/arsip.v4i1.54.

Full text
Abstract:
Gunung Rinjani merupakan gunung ketiga tertinggi di Indonesia dengan ketinggian 3.726 mdpl dan Gunung Rinjani merupakan salah satu gunung favorit bagi pendaki Indonesia hingga pendaki internasional karena pemandangan alamnya yang indah dari awal pendakian hingga dipuncak akhir pendakian. Gunung Rinjani ini merupakan bagian dari Taman Nasional Gunung Rinjani yang memiliki luas sekitar 41.330 ha, Secara administratif gunung ini berada dalam wilayah tiga kabupaten: Lombok Timur, Lombok Tengah, dan Lombok Utara. Gunung Rinjani memili banyak informasi tentang sejarah baik sejarah secara geologis tentang pembentukan dan terjadinya letusan-letusan mempengaruhi mengenai arkeologi kebencanaan, Adapun letusan Gunung Samalas yang merupakan leluhur Gunung Rinjani pernah mengalami letusan yang sangat dashyat pada tahun 1257 M, letusan ini diperkirakan mencapai skala 7 dalam Volcanic Eksplosivity Index. Dengan ditetapkannya Geopark Gunung Rinjani yang sekarang bersekala internasional maka pentingnya adanya museum yang mengkaji mengenai geologi dan arkeologi tentang sejarah kebudayaan masyarakat Lombok tentang peradaban yang pernah hidup pra letusan Samalas, Peninggalan-peninggalan kebudayaan milik Lombok yang sudah ditemukan saat ini terisimpan di berbagai tempat, ada yang di Balai Arkeologi Bali, Museum Geologi Nasional dan juga beberapa ada di Belanda, karena itulah perlu lembaga Arkeologi sendiri, untuk melakukan penelitian baik dari sisi geologi maupun arkeologi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Prasatya, Doni, Endah Wahyuningsih, and Maiser Syaputra. "STUDI POPULASI DAN KARAKTERISTIK POHON TENGGER CELEPUK RINJANI (Otus jolandae) DI ZONA RIMBA RESORT SETILING TAMAN NASIONAL GUNUNG RINJANI." AGROTEKSOS 32, no. 1 (April 30, 2022): 1. http://dx.doi.org/10.29303/agroteksos.v32i1.720.

Full text
Abstract:
Celepuk rinjani (Otus jolandae) termasuk dalam salah satu spesies burung hantu terkecil di Indonesia. Sebagai satu-satunya burung endemik, populasi Celepuk Rinjani semakin hari kian menurun. Oleh karena itu, penelitian populasi dan karakteristik pohon tengger Celepuk Rinjani (Otus jolandae) di Zona Rimba Resort Setiling Taman Nasional Gunung Rinjani menjadi penting untuk dilakukan, guna menambah data ekologi Celepuk Rinjani (Otus jolandae) yang berada di Taman Nasional Gunung Rinjani. Dalam penelitian ini pengukuran populasi Celepuk rinjani (Otus jolandae) menggunakan metode IPA (Indeks Point of Abundance) untuk mengetahui jumlah populasi Celepuk Rinjani (Otus jolandae) dan analisis vegetasi untuk mengetahui karakteristik habitat Celepuk Rinjani (Otus jolandae). Hasil penelitian berdasarkan pengamatan diketahui total populasi Celepuk di Zona Rimba Resort Setiling Taman Nasional Gunung Rinjani berjumlah 62 individu dengan kepadatan sebesar 7,34 individu/ha. Populasi Tertinggi terdapat pada jalur keempat sebanyak 18 individu Celepuk Rinjani (Otus jolandae). Pohon bertengger Celepuk Rinjani (Otus jolandae) diketahui berjumlah 13 jenis, diantaranya yaitu Deduren (Platea exelca), Tanjung gunung (Mimusops elengi), Garu (Dysoxylum sp) dan Bintangor bunut (Callophyllum soulattri burm). Ketinggian bertengger Celepuk rinjani berkisar pada ketinggian 4 -<20m. Diameter pohon bertengger berkisar antara 12cm � 64cm, ketinggan pohon tengger 9m - 25m dan luas tajuk berkisar antara 1,96m� - 13,34m�. Suhu rata-rata habitat Celepuk Rinjani (Otus jolandae) berkisar antara 21,64�C � 25,19�C. Kelembaban rata-rata habitat Celepuk Rinjani (Otus jolandae) berkisar antara 74,9% - 93,45% dan Intensitas Cahaya berkisar antara 343,6 lux � 1703,4 lux
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Pradwinata, Ricky, Mufti Sudibyo, and Yusran Efendi Ritonga. "PREFERENSI BURUNG TERHADAP POHON MAHANG INDIA (Macaranga indica Weight, 1852) DI RESORT SEI BETUNG TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER." Journal of Natural Sciences 1, no. 1 (March 18, 2020): 38–48. http://dx.doi.org/10.34007/jons.v1i1.143.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis burung yang berkunjung, kelimpahan, nilai frekuensi, faktor penentu kehadiran, mengetahui apa saja yang dimanfaatkan dan tingkat hubungan burung dengan fisik pohon mahang india. Penelitian dilakukan dengan metode Survey Bird Watching di 24 pohon mahang india yang didasari pada metode Stratified Sampling. Data di analisis dengan menggunakan uji statistik analisis regresi linear berganda metode strepwise dan uji korelasi Pearson menggunakan software SPSS 22.0. Hasil yang diperoleh 397 ekor burung yang terdiri 22 spesies dan 13 famili. Nilai frekuensi tertinggi diperoleh oleh spesies Zosterops palpebrosus (23,96%). Pohon mahang india (Macaranga indica Weight, 1852) lebih banyak dimanfaatkan sebagai tempat makan (61,46%), sebagai tempat singgah atau istirahat (25,19%), tempat bermain atau berkicau (12,09%) dan sebagai tempat menyelisik bulu (1,26%). Tingkat hubungan antara jumlah burung dengan tinggi pohon masuk kedalam kategori sedang (0,46), jumlah burung dengan lebar tajuk dan lama waktu kunjungan dengan tinggi pohon rendah (0,27 dan 0,22) dan lama waktu kunjungan dengan lebar tajuk sangat rendah (0,12).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Bahar, Rahyumi, Iqbar Iqbar, and Ashabul Anhar. "Tumbuhan Obat di Zona Penyangga Taman Nasional Gunung Leuser Studi Kasus Desa Ketambe Kecamatan Ketambe Kabupaten Aceh Tenggara." Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian 5, no. 3 (July 1, 2020): 68–77. http://dx.doi.org/10.17969/jimfp.v5i3.15038.

Full text
Abstract:
Abstrak. Desa Ketambe merupakan salah satu desa yang berbatasan langsung dengan zona inti Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) dan berada dalam wilayah zona penyangga (buffer zone) TNGL. Hal ini menyebabkan adanya interaksi antara masyarakat Desa Ketambe dengan hutan di zona penyangga TNGL tersebut. Salah satu bentuk interaksi adalah pemanfaatan hasil hutan sebagai bahan obat. Namun data mengenai tumbuhan obat yang tumbuh di hutan tersebut belum seluruhnya terdokumentasi. Oleh karena itu perlu dilakukan inventarisasi tumbuhan obat dan pemanfaatannya oleh masyarakat Desa Ketambe di zona penyangga TNGL. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni sampai Juli 2019. Inventarisasi tumbuhan obat menggunakan metode kombinasi jalur dan garis berpetak dengan ukuran 20 m x 100 m, sebanyak 10 jalur. Jenis tumbuhan obat dilakukan inventarisasi dari semua strata pertumbuhan mulai dari anakan, pancang, tiang dan pohon dengan petak contoh yang sesuai. Pengetahuan tentang pengobatan penyakit digali melalui wawancara dengan masyarakat di wilayah tersebut dengan metode keterlibatan masyarakat secara aktif (Participatory Rural Appraisal) yang dipilih secara sengaja (purposive sampling).Hasil analisis vegetasi diperoleh sebanyak 158 spesies dari 58 suku dan 70 spesies dari 38 suku (44,30%) diantaranya merupakan tumbuhan yang dipergunakan untuk obat oleh masyarakat desa Ketambe. Tumbuhan suku Euphorbiaceae memiliki jumlah spesies terbanyak yang dapat dimanfaatkan untuk tumbuhan obat yaitu ada 9 spesies (12,86%). Tumbuhan dari suku lainnya hanya dimanfaatkan untuk obat 3 hingga 1 spesies saja atau 4,29% sampai 1,43% dari total suku tumbuhan obat yang ditemukan di Desa Ketambe zona penyangga TNGL. Namun ada 7 spesies (10%) tumbuhan obat yang belum mampu diidentifikasi temasuk bagian dari suku yang mana mereka tersebut. Ada 24 jenis penyakit yang diobati dengan berbagai tumbuhan obat di wilayah penelitian. Penyakit guna-guna merupakan penyakit yang dapat diobati dengan 21 spesies tumbuhan sehingga penyakit ini merupakan penyakit yang diobati dengan jumlah tumbuhan obat terbanyak. Bagian organ tumbuhan yang dipergunakan untuk pengobatan berbagai jenis penyakit berupa akar, batang, daun, bunga, kulit batang, duri, dan getah. Organ daun merupakan bagian tumbuhan yang paling dominan digunakan untuk mengobati berbagai macam jenis penyakit.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Yuliana, Yayuk, and Slamet Indarjo. "Pengembangan Ekowisata Batu Katak Melalui Metode Swot Analisis." Talenta Conference Series: Agricultural and Natural Resources (ANR) 1, no. 2 (December 17, 2018): 231–37. http://dx.doi.org/10.32734/anr.v1i2.243.

Full text
Abstract:
Pengembangan ekowisata merupakan salah satu upaya untuk menjaga kelestarian hutan sebagai sumberdaya alam hayati dan mensejahterakan masyarakat di sekitarnya. Dusun Batu Katak merupakan salah satu dusun yang berada di daerah penyangga Taman Nasional Gunung Leuser. Sejak tahun 2013 masyarakat Dusun Batu Katak telah membuka Ekowisata Batu Katak. Wisatawan yang berkunjung ke Ekowisata Batu Katak terus mengalami peningkatan. Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor dalam pengembangan Ekowisata Batu Katak. Metode pengumpulan data dengan melakukan studi literatur, observasi lapangan, wawancara dengan masyarakat dan stakeholder. Analisis data dengan menggunakan analisis SWOT untuk merumuskan alternatif-alternatif strategi. Hasil penyusunan alternatif-alternatif strategi diketahui terdapat 11 alternatif strategi. Perencanaan Ekowisata masih tetap mempertahankan kondisi alami dengan penataan ruang, sirkulasi ekowisata yang tetap menjamin kenyamanan pengunjung dan penduduk. Ecotourism development is one of the efforts to preserve the forest as a natural resource and prosper the surrounding community. Batu Katak Village is one of the buffer zone of Gunung Leuser National Park. Since 2013 the Batu Katak community has opened the Batu Katak Ecotourism. Tourists visiting the Batu Katak Ecotourism continue to increase recently. The research was aimed to determine the factors in the development of Ecotourism in Batu Katak. Data was done by collecting the literature studies, field observations, interviews with the community and stakeholders. Data was analyzed using SWOT to formulate alternative strategies. The results of the preparation of alternative strategies had 11 alternative strategies. Ecotourism planning still maintained the natural conditions with spatial planning, ecotourism circulation which still guarantees the comfort of visitors and residents.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Purnama, Asep Iman, Nina Herlina, and Yayan Hendrayana. "DENTIFIKASI JENIS BAMBU DI BLOK GUNUNG PUTRI SPTN WILAYAH I TAMAN NASIONAL GUNUNG CIREMAI." Wanaraksa 17, no. 02 (January 3, 2024): 84–100. http://dx.doi.org/10.25134/wanaraksa.v17i02.9158.

Full text
Abstract:
Bamboo in Indonesia natural habitats grows in groups because of its reproduction through shoots. Ecologically, according to Widnyana (2011) the roots of bamboo rhizomes will be able to maintain the hydrological system as a binder of soil and water, so that it can be used as a conservation plant. There is information based on residents around the Gunung Putri TNGC block that there is no known type of bamboo in the Gunung Putri TNGC block whose growth is spreading. This study aims to determine and identify the morphological characters of each type of bamboo in the Gunung Putri Block SPTN Region I TNGC covering an area of 163.16 hectares at an altitude of 1000-1800m above sea level. The method used is the method of observation, exploration and data analysis. In Block Gunung Putri SPTN Region I Gunung Ciremai National Park, 3 types of bamboo were found, including G.apus (Bamboo Tali), G.atter (Bamboo Temen), and D.scandens (Bamboo Cangkoreh). In the Gigantochloa clan, the key character is with one main branch being larger than the branch, whereas in the Dinocloa clan the key character is the monopodial rhizome root, the branches only grow far from the ground, the trunk is small spreading among other trees, not clumping.Bambu di habitat alami Indonesia tumbuh berkelompok karena perkembangbiakannya melalui pucuk. Secara ekologis menurut Widnyana (2011) akar rimpang bambu akan mampu menjaga sistem hidrologi sebagai pengikat tanah dan air, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tanaman konservasi. Berdasarkan informasi warga di sekitar blok Gunung Putri TNGC, tidak diketahui jenis bambu di blok Gunung Putri TNGC yang pertumbuhannya menyebar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mengidentifikasi karakter morfologi tiap jenis bambu di SPTN Blok Gunung Putri Wilayah I TNGC seluas 163,16 Ha pada ketinggian 1000-1800m dpl. Metode yang digunakan adalah metode observasi, eksplorasi dan analisis data. Di Blok Gunung Putri SPTN Wilayah I Taman Nasional Gunung Ciremai ditemukan 3 jenis bambu, antara lain G.apus (Bambu Tali), G.atter (Bambu Temen), dan D.scandens (Bambu Cangkoreh). Pada marga Gigantochloa karakter kuncinya adalah dengan salah satu cabang utama lebih besar dari cabangnya, sedangkan pada marga Dinocloa karakter kuncinya adalah akar rimpang yang monopodial, cabangnya hanya tumbuh jauh dari permukaan tanah, batangnya kecil-kecil menyebar di antara pohon-pohon lain. , tidak menggumpal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Tabadepu, Heri, Damayanti Buchori, and Bandung Sahari. "Butterfly record from salak mountain, indonesia." Jurnal Entomologi Indonesia 5, no. 1 (February 23, 2017): 10. http://dx.doi.org/10.5994/jei.5.1.10.

Full text
Abstract:
Keanekaragaman kupu-kupu dari Gunung Salak, Indonesia. Penelitian mengenai kupu-kupu telah banyak dilakukan di seluruh dunia, namun informasi basis data tentang kupu-kupu sangat terbatas di Indonesia. Penelitian ini bertujuan mengetahui spesies dari komunitas kupu-kupu yang berada di hutan alam dan habitat sekitarnya di areal Gunung Salak, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak, Bogor, Jawa Barat. Pengumpulan data ekologi dilakukan pada bulan September sampai dengan Desember 2003. Survei kupu-kupu dilakukan dengan menggunakan transek sepanjang 200 meter di lima lokasi terpilih yang berbeda. Survei mengumpulkan 237 individu dari 28 spesies yang terdiri dari dari 4 famili. Famili yang paling sering dijumpai adalah Nymphalidae. Pencatatan yang dilakukan menunjukkan bahwa Nymphalidae memiliki jumlah species terbanyak dan kelimpahan individu tertinggi. Dalam tataran species, Melanitis leda adalah spesies dengan kelimpahan tertinggi. Penelitian lebih jauh diperlukan untuk menyediakan informasi yang lebih lengkap tentang komunitas kupu-kupu di daerah ini.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Rozak, Andes Hamuraby, Sri Astutik, Zaenal Mutaqien, Didik Widyatmoko, and Endah Sulistyawati. "Hiperdominansi Jenis dan Biomassa Pohon di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Indonesia." Jurnal Ilmu Kehutanan 11, no. 1 (January 9, 2017): 85. http://dx.doi.org/10.22146/jik.24903.

Full text
Abstract:
Hiperdominansi jenis dan biomassa adalah suatu konsep yang menjelaskan pentingnya sebagian kecil jenis dan biomassa relatif terhadap rata-rata biomassa pohon pada suatu kawasan hutan. Pemahaman pada konsep ini berimplikasi pada upaya monitoring kawasan hutan khususnya bagi spesies penyumbang biomassa terbesar dan membantu pemahaman pada proses restorasi ekologinya. Analisis hiperdominansi jenis dan kontribusi pohon besar (DBH>50 cm) terhadap biomassa pohon telah dilakukan di kawasan hutan Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP). Sejumlah 26 plot pengamatan telah dibuat pada 26 level ketinggian yang berbeda (1013-3010 m dpl) dan dikelompokkan menjadi tiga zona yaitu zona submontana, montana, dan subalpine. Pohon-pohon yang terdapat dalam plot pengamatan kemudian dikelompokkan menjadi 3 kelompok diameter yaitu pohon kecil (5-30 cm), pohon sedang (30-50 cm), dan pohon besar (>50 cm). Hasil analisis menunjukkan bahwa hiperdominansi jenis terjadi di hutan TNGGP. Empat jenis pohon dari 114 jenis yang teridentifikasi yaitu Schima wallichii, Altingia excelsa, Vaccinium varingiaefolium, dan Castanopsis acuminatissima merepresentasikan 56,96% dari total biomassa pohon yang ada di plot TNGGP. Lebih lanjut, pohon kecil dan besar diketahui sebagai penyumbang biomassa yang sangat signifikan dibandingkan pohon sedang. Pada level plot penelitian, pohon dengan DBH>50 cm yang berjumlah 192 individu (atau 13%) dari 1471 individu pohon mampu merepresentasikan 61,4% dari total biomassanya. Namun demikian, pada level kawasan hutan, pohon kecil dan pohon besar memiliki kontribusi yang sama signifikannya terhadap biomassa per hektarnya yaitu masing-masing sebesar 40,9% dan 38,77%. Hasil-hasil tersebut menunjukkan bahwa hanya sedikit jenis pohon saja mampu merepresentasikan sebagian besar dari total biomassa pohon. Pohon-pohon kecil dan besar diketahui memainkan peranan yang penting dalam biomassa di hutan TNGGP.Hyperdominance of Tree Species and Biomass in Mount Gede Pangrango National Park, IndonesiaAbstractThe hyperdominance of tree species and biomass is a concept explaining the importance of a small portion of species and biomass relative to the average of biomass in a forested area. Understanding this concept has important implication on forest monitoring, especially to monitor the most significant species that show high contributes on biomass and its ecological restoration. Hyperdominance analysis of tree species and large trees (DBH > 50 cm) contribution to tree biomass were investigated in tropical mountain forest of Mount Gede Pangrango National Park (TNGGP). A total of 26 sample plots were installed in 26 different altitude between 1013 and 3010 m asl and grouped into three zones i.e. submontane, montane, and subalpine zones. Trees within plot were identified, measured, and grouped into three groups i.e. small (DBH 5-30 cm), medium (DBH 30-50 cm), and large trees (DBH>50 cm). The result showed that there were hyperdominant in TNGGP. Four species from 114 identified tree species i.e. Schima wallichii, Altingia excelsa, Vaccinium varingiaefolium, and Castanopsis acuminatissima represented 56.96% of the total biomass in the plot level. Furthermore, only 13% of trees from 1471 trees responsible for 61.4% of the total tree biomass in the plot level. However, small and large trees have similar significant contribution to the average biomass in the forest level i.e. 40.9% and 38.77%, respectively. These results suggest that only few species represent a huge amount of biomass. Both small and large trees play important role in the forest biomass of TNGGP.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Iskandar, Ratih Ratna, Dewi Elfidasari, and Pairah Pairah. "Identifikasi Ekologi Sarang Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) Di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Resort Gunung Salak I." JURNAL BIOS LOGOS 11, no. 1 (February 28, 2021): 68. http://dx.doi.org/10.35799/jbl.11.1.2021.31203.

Full text
Abstract:
(Article History: Received November 11, 2020; Revised January 5, 2021; Accepted 28 February 2021) ABSTRAKSalah satu burung pemangsa yang terdapat di Indonesia adalah Elang Jawa (Nisaetus bartelsi). Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) adalah salah satu taman nasional yang ada di Indonesia. TNGHS merupakan salah satu habitat bagi Elang Jawa, hal ini dikarenakan kondisinya yang bisa dikatakan masih cukup baik dan data-data mengenai burung Elang Jawa di Kawasan TNGHS masih belum memadai. Oleh karena itu, diperlukan eksplorasi mengenai habitat populasi Elang Jawa di Kawasan TNGHS. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan habitat dan sarang Elang Jawa yang meliputi lokasi, jenis pohon dan ciri-ciri pohon yang digunakan sebagai tempat meletakan sarang di TNGHS. Hal ini berguna untuk memberikan informasi tentang habitat sarang Elang Jawa pada Kawasan tersebut. Metode yang digunakan yaitu survei, pemantauan sarang, wawancara, pengumpulan dan analisis data. Berdasarkan hasil pengamatan N. bartelsi, menggunakan pohon Litsea cordata (Huru) dengan ketinggian 40-60 meter sebagai sarangnya, dan pohon Schima wallichii (Puspa) untuk bertengger. Kata Kunci: Elang Jawa; Habitat; Sarang; TNGHS ABSTRACTOne of the birds of prey found in Indonesia is the Javan Hawk Eagle (Nisaetus bartelsi). Mount Halimun Salak National Park (TNGHS) is one of the national parks in Indonesia. TNGHS is one of the habitats for Javanese eagles. This is because the conditions are still quite good and data on Javanese eagles in the TNGHS area are still inadequate. Therefore, it is necessary to explore the habitat of the Javan hawk population in the TNGHS area. This study aims to explain the habitat and nest of Javanese eagles which include location, tree species and tree characteristics used as a place to place nests in TNGHS. This is useful for providing information about the Javan hawk nest habitat in the area. The methods used are surveys, nest monitoring, interviews, data collection and analysis. Based on the observations of N. bartelsi, using the tree Litsea cordata (Huru) with a height of 40-60 meters as a nest, and the tree Schima wallichii (Puspa) for perching.Keywords: Javan hawk eagle; Habitat; Nest; TNGHS
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Andika, Ignatius Putra, L. Indah Murwani Yulianti, Vincencius Tri Setyobudi, and Ign Pramana Yuda. "PELATIHAN IDENTIFIKASI FAUNA DAN FLORA UNTUK WARGA SEKITAR TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU DAN MERAPI." Jurnal Atma Inovasia 3, no. 1 (January 30, 2023): 030–34. http://dx.doi.org/10.24002/jai.v3i1.5215.

Full text
Abstract:
Taman nasional adalah usaha pemerintah untuk melestarikan biodiversitas/keanekaragaman hayati di Indonesia dan keterlibatan masyarakat di sekitarnya sangat penting dalam usaha ini. Salah satu kegiatan yang penting adalah mengenal fauna dan flora yang ada di dalam kawasan ini. Usaha mengenal ini bisa dimulai dari berbagai taksa beserta peran. Selain itu, tersedianya berbagai teknologi informasi untuk menjalankan usaha ini sekaligus belajar adalah kesempatan yang baik untuk menyukseskan kegiatan ini. Oleh karena itu, kegiatan pengabdian yang dilakukan bertujuan untuk mengenalkan berbagai taksa dan usaha membudidayakan anggrek. Kegiatan dimulai dengan berdiskusi dengan staff taman nasional dan warga untuk membahas materi. Setelah itu, kegiatan disampaikan dengan pematerian dan dilanjutkan dengan kegiatan hands-on. Peserta mengikuti kegiatan dengan antusias dan menunjukkan bahwa materi sebagian besar mudah untuk diikuti. Setelah kegiatan, diketahui bahwa pendampingan lanjutan masih diperlukan untuk terus mengasah keterampilan warga.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Rahayu, Sri, Kartika Ning Tyas, and Hary Wawangningrum. "KERAGAMAN MORFOLOGI Hoya purpureofusca Hook.f. ASAL TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO." BERITA BIOLOGI 18, no. 2 (August 27, 2019): 215–23. http://dx.doi.org/10.14203/beritabiologi.v18i2.3490.

Full text
Abstract:
Hoya purpureofusca Hook.f. (Apocynaceae: Asclepiadoideae) has been used as an ornamental plant and the international trade of this species has become increasing. This species has restricted distribution on the high elevation of Java and Bali mountains. This epiphyte climber has succulent leaves and umbellate delicate flowers. Flower has star shape, succulent and waxy, purple., c.1 cm in diameter. The observation on the morphological characteristic is aimed to select the best sample for ornamental plant. The total of 17 observed samples were obtained from three populations at Gunung Gede Pangrango National Park, West Java, Indonesia. The selection was based on the node length, size of the leaves, and flower number, size and color. The result showed that P01 from Cibodas could be developed as leaf ornamental plant, because its shortest node and small leaves. SP1 from Selabintana could be developed as flower ornamental plant, it has numerous, larger and deep purple flower. SP1 and P01 have the farest relatives distance among all observed accessions, but still have a similarity of 75%.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography