To see the other types of publications on this topic, follow the link: Metafisca.

Journal articles on the topic 'Metafisca'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Metafisca.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Pax, Clyde. "Fenomenologia e metafisca." New Scholasticism 59, no. 1 (1985): 118–19. http://dx.doi.org/10.5840/newscholas198559143.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Hardiyanti, Nur. "Pembangkit Energi Metafisik Melalui Olah Nafas." Spiritual Healing : Jurnal Tasawuf dan Psikoterapi 2, no. 2 (June 16, 2022): 72–82. http://dx.doi.org/10.19109/sh.v2i2.11640.

Full text
Abstract:
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterkaitan energi metafisik (tubuh subtil, tubuh eterik, aura, chakra) dalam diri manusia dengan olah nafas. Energi metafiski yang ada dalam tubuh manusia ini dipengaruhi oleh aspek-aspek, yaitu: emosi, pikiran, dan mental. Apabila keadaan aspek-aspek tersebut baik, maka dapat membangkitkan tubuh subtil menjadi energi yang positif. Pada kajian ini akan memilih salah satu cara pembangkit energy tubuh subtil melalui olah nafas. Bernafas ini tanpa disadari memilki banyak manfaat, salah satunya itu memberikan pengendalian dalam tubuh. Selain itu, bernafas adalah kehidupan yang mempengaruhi emosi, mental, fisik, dan spiritual. Untuk memperoleh manfaat tersebut harus dilakukan cara pernapasan yang benar, dalam, sadar yakni dengan cara melakukan olah nafas. Karenanya, olah nafas salah satu terapi ataupun cara untuk membangkitkan energi metafisik (tubuh subtil, tubuh eterik, aura, chakra) yang positif. Hingga tubuh kita memperoleh kesehatan jasmani dan rohani.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Yusuf, Himyari. "TEOLOGI NATURALISME DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PARADIGMA PERADABAN MANUSIA KONTEMPORER." KALAM 7, no. 2 (March 2, 2017): 217. http://dx.doi.org/10.24042/klm.v7i2.453.

Full text
Abstract:
Artikel ini membahas tentang teologi naturalisme yang telah mengantarkan peradaban modern yang positivisik. Persoalan idealisme metafisika atau super-naturalis mulai terkikis atau cenderung tidak lagi mendapatkan tempat dalam pemikiran barat modern karena telah dialihkan pada hal-hal yang konkret atau positifistik. Teologi naturalisme merupakan paham yang korelatif dengan filsafat alam. Paham theologi naturalisme semata-mata bersandarkan pada keberadaan alam dan kemampuan akal manusia. Teologi naturalisme memandang bahwa alam kesemestaan ini berjalan dengan sendirinya dalam arti tanpa intervensi Tuhan. Tuhan diyakini sebagai pencipta alam, namun setelah alam diciptakan Tuhan pergi keluar alam. Selain itu teologi naturalisme juga menolak semua yang bersifat metafisik dan spiritual yang ada dalam agama-agama. Agama dianggap benar manakala kebenarannya bersifat alamiah. Secara faktual teologi naturalisme telah berimplikasi terhadap sebahagian besar peradaban umat manusia kontemporer. Tampilan perilaku kekerasan, kebebasan seks, korupsi dan lain sebagainya, secara filosofis adalah representasi dari teologi yang tanpa Tuhan, tanpa spiritual-metafisik dan agama.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Ibnul Arobi. "Parameter Kebenaran Ilmu Pengetahuan (Sains) dalam Al-Qur’an." HUMANISTIKA : Jurnal Keislaman 5, no. 1 (January 1, 2019): 1–12. http://dx.doi.org/10.36835/humanistika.v5i1.148.

Full text
Abstract:
Kebenaran suatu ilmu pengetahuan benar-benar dapatdiketahui kebenarannya. Kebenaran merupakan puncak kajianepistemology yang bermuara pada metafisika. Esensi suatu kebenaranilmu adalah cocoknya informasi, atau teori dengan kenyataan objeksndiri. Dalam aspek-aspek dunia metafisis dan realitas mutlaktranscendental, parameter kebenaran itu adalah teks wahyu (al-Qur’andan Hadith) yang maknanya diketahui secara pasti menurut standarIjma’ dan logika untuk derajat “normal”. Parameter kebenaran suatuilmu pengetahuan dapat dibuktikan dalam al-Qur’an, didalamnyamemuat berbagai ilmu pengetahuan yang kebenarannya mutlakserta keasliannya yang tak dapat disangsikan lagi dan juga telahmemberikan kedudukan istimewa kepada al-Qur’an diantara kitabkitabsuci yang lain.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Santovito, Viviana. "Verità della physis e menzogna sociale: Doktor Glas, un Übermensch fallito?" ACME 74, no. 2 (September 14, 2022): 167–80. http://dx.doi.org/10.54103/2282-0035/18666.

Full text
Abstract:
Questo studio investiga quali siano i punti di contatto tra il filosofo tedesco Friedrich Nietzsche e lo scrittore svedese Hjalmar Söderberg nel romanzo di quest’ultimo Doktor Glas. L’articolo prende in esame due testi nietzschiani finora poco messi in relazione con l’opera söderberghiana, Über Wahrheit und Lüge im außermoralischen Sinne e Die fröhliche Wissenschaft, evidenziando gli influssi che il pensiero del filosofo tedesco ha esercitato sulla concezione del Doktor Glas. L’analisi prende le mosse dai concetti di menzogna e conoscenza così come formulati in Über Wahrheit und Lüge im außermoralischen Sinne e dal concetto di “morte di Dio”, identificando in quest’ultimo il crollo della metafisica nel pensiero filosofico europeo a partire dalla rivoluzione copernicana. Il saggio illustra come a questo cambiamento sia sopraggiunto lo svilupparsi di una nuova sensibilità tecnico-scientifica legata alla physis, cambiamento che vede nella figura del medico il suo massimo esponente. L’articolo mette dunque in luce come nel Doktor Glas il passaggio dalla metafisica alla physis venga rappresentato come un momento di crisi esistenziale, non avendo il medico la capacità di superare il trauma della perdita della metafisica. Quest’incapacità è causata dalla conoscenza, la quale se offre la possibilità di scoprire le menzogne usate dalla società, non consente però di trovare lo stimolo per superare la condizione di vuoto causata dalla “morte di Dio”. Söderberg fornisce dunque nel suo romanzo un’interpretazione pessimistica della crisi di Fin de siècle, inquadrando nella paralisi interiore del dottor Tyko Gabriel Glas e l’omicidio inconcludente del pastore Gregorius il fallimento del passaggio dal paradigma metafisico al paradigma della physis e l’impossibilità di superare la crisi tramite una metamorfosi nella condizione di Übermensch.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Nirasma, Muhammad R. "Dialami Tanpa Mungkin Diketahui: sebuah Sanggahan atas Penafsiran Noumena Immanuel Kant sebagai Entitas Metafisis." Human Narratives 1, no. 2 (August 28, 2020): 76–87. http://dx.doi.org/10.30998/hn.v1i2.350.

Full text
Abstract:
Sistem filsafat Immanuel Kant, terutama epistemologinya, berusaha untuk menjembatani pertentangan antara rasionalisme dan empirisisme. Strategi yang diambil oleh Kant, adalah membuktikan bahwa pengetahuan manusia sudah senantiasa menyintesiskan unsur a priori dan a posteriori dari pengetahuan. Salah satu implikasi ontologis dari sistem berpikir ini adalah perceraian antara fenomena dan noumena. Yang pertama menjadi objek pengetahuan, sementara yang kedua menjadi objek etika. Noumena, sebagai entitas yang tak terjamah pengetahuan, kerap dipandang sebagai suaka bagi metafisika di dalam filsafat Kant. Tulisan ini berusaha untuk membuktikan tafsiran yang sebaliknya; bahwa noumena sama sekali bukan entitas metafisis, melainkan dunia yang sepenuhnya empiris—pengalaman inderawi murni yang mendahului pengetahuan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Bello, Angela Ales. "Antropologia e metafisica in Edmund Husserl e Edith Stein." Aoristo - International Journal of Phenomenology, Hermeneutics and Metaphysics 4, no. 2 (August 22, 2021): 10–27. http://dx.doi.org/10.48075/aoristo.v4i2.27970.

Full text
Abstract:
Il mio scopo in questo articolo è quello di affrontare le analisi di E. Husserl ed E. Stein sulle questioniantropologiche e metafisiche. Per svolgere questo compito è necessario spiegare il significato delmetodo fenomenologico, prima in Husserl e poi in E. Stein, sottolineando la novità del loro approccioalla conoscenza dell'essere umano, del mondo e di Dio. Il saggio è diviso in quattro parti; due sonodedicati all'indagine di Husserl e Stein sull'essere umano e due al loro sviluppo di temi metafisici. Perquanto riguarda il primo argomento, si scopre una significativa connessione tra i due pensatori; perquanto riguarda il secondo, si nota che è possibile ritrovare un approccio metafisico alla realtà anchein Husserl e uno sviluppo originale del tema nell'analisi di Stein legata alla filosofia medievale e allateologia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Ales Bello, Angela. "Antropologia e metafisica in Edmund Husserl e Edith Stein." Aoristo - International Journal of Phenomenology, Hermeneutics and Metaphysics 2, no. 1 (January 18, 2019): 144–64. http://dx.doi.org/10.48075/aoristo.v2i1.21551.

Full text
Abstract:
Il mio scopo in questo articolo è mettere d'accordo l'analisi sulle questioni antropologiche e metafisiche di E. Husserl ed E. Stein. Per realizzare questo compito è necessario spiegare il significato del metodo fenomenologico, prima di tutto in Husserl e poi in E. Stein, mettendo in luce la novità del suo approccio della conoscenza dell'essere umano, del mondo e di Dio. Il saggio è suddiviso in quattro parti; due sono dedicate all'investigazione dell'essere umano di Husserl e Stein e due allo sviluppo dei loro temi metafisici. Leggendo il primo topico scopriamo una significante connessione tra i due pensatori; leggendo il secondo, notiamo che è possibile trovare un approccio metafisico della realtà persino in Husserl ed um originale sviluppo dei temi nell'analisi della Stein, collegandoli con la filosofia e la teologia medievale.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

C., Jorge Morán. "Aristoteles: Metafisica." Tópicos, Revista de Filosofía 2, no. 1 (November 28, 2013): 183. http://dx.doi.org/10.21555/top.v2i1.571.

Full text
Abstract:
Santo Tomás de Aquino explica cómo es que debe haber entre las ciencias una que sea la más perfecta y aquella que ordena a todas las demás, por lo cual pueda llamarse sabiduría verdaderamente. Esta ciencia tiene por objeto al ente común y estudia simultáneamente las causas primeras, los principios más universales y las sustancias separadas. Aquino sostiene que esta ciencia recibe tres nombres diferentes: teología o ciencia divina, por tratar sobre las sustancias separadas; metafísica, porque estudia al ente y las cosas transfísicas que le siguen; y filosofía primera, porque estudia las causas primeras de las cosas.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

D'Agostini, Franca. "Kant era moneista?" PARADIGMI, no. 1 (May 2012): 91–109. http://dx.doi.org/10.3280/para2012-001005.

Full text
Abstract:
L'articolo si concentra sul problema della metafisica, abbozza un confronto tra la concezione di Kant e il noneismo (la prospettiva meinongiana delineata oggigiorno da Routley e Priest), e presenta la posizione di Kant in metafisica come una forma di realismo, benché corretto da semi-costruzionismo in epistemologia. Č un punto che il cosiddetto "kantismo" contemporaneo ha sottovalutato: la critica di Putnam all'ontologia č dichiaratamene "kantiana" ma non prende in considerazione la speciale idea di ontologia e metafisica implicite nella concezione kantiana. Kant non rinuncia, come ritiene Putnam, al tradizionale progetto di descrivere metafisicamente la realtŕ in sé, ma piuttosto illumina la nozione di metafisica proponendo il metodo critico basato sull'idea di "mondo comune". Adotta cosě una sorta di metafisica liberalizzata insieme ad una semantica realista: ed č esattamente ciň che i meinongiani, e cioč i noneisti, cercano di fare.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Kerwanto, Kerwanto. "Dasar-Dasar Moderasi dalam Epistemologi Pendidikan Islam Perspektif Al-Qur’an." jurnal online studi Al-Qur'an 18, no. 1 (January 19, 2022): 91–110. http://dx.doi.org/10.21009/jsq.018.1.05.

Full text
Abstract:
Artikel ini mengeksplorasi dasar-dasar moderasi yang tergali dari ayat-ayat Al-Quran yang dapat dijadikan sebagai pijakan epistemologi pendidikan dalam Islam. Nilai penting kajian ini adalah kritik terhadap epistemologi pendidikan modern Barat yang mengesampingkan metafisika sebagai pendekatan dan kajian dalam epistemologi. Melalui artikel ini, penulis hendak menjadikan uraian tentang ontologi dan aksiologi manusia perspektif Al-Qur’an sebagai pijakan epistemologi dalam pendidikan. Hal ini urgen dilakukan sebab dasar-dasar epistemologi pendidikan tidak bisa dilepaskan dari cara pandang manusia terhadap ontologi dan aksiologi. Melalui analisa ayat-ayat Al-Qur’an, tergambarkan bahwa manusia tercipta secara moderat. Dimensi-dimensi inheren pada realitas ontologi manusia- seperti: aspek dhahir-batin, jasmani-ruhani, fisik-metafisik, individu (privat)-sosial- diberikan perhatian secara serius oleh Al-Quran dan ditempatkan pada posisinya masing-masing. Pembahasan menarik lainnya dalam artikel ini adalah uraian nilai-nilai etis-aksiologis perspektif Al-Qur’an yang moderat seperti adanya pengaruh akhlak, keluarga, ibadah dan doa terhadap pengembangan aspek jasmani dan ruhani manusia. Terkait dengan pendekatan penelitian, artikel ini bisa disebut sebagai kajian tafsir tematik sebab penulis berusaha untuk mengumpulkan ayat-ayat Al-Qur’an dalam suatu tema tertentu kemudian meneliti keterkaitan antar ayat-ayat tersebut sehingga dihasilkan sebuah konsep umum.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Lobos Zuzunaga, Miguel. "Metafisica dogmatica e metafisica critica: ancora su Hume e Kant." Quaestio 20 (January 2020): 534–38. http://dx.doi.org/10.1484/j.quaestio.5.122876.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Amirudin, Amirudin. "Memahami Otentisitas Konsep Tuhan;." Kaca (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin 9, no. 1 (March 11, 2019): 65–86. http://dx.doi.org/10.36781/kaca.v9i1.3008.

Full text
Abstract:
Dalam tinjauan historis, filsafat ketuhanan berawal dari metafisika. Dalam metafisika setidaknya ada beberapa cabang pembahasam, di antaranya ontologi wujud, kosmologi, dan argumen-argumen lain tentang Tuhan. Dalam Islam, metafisika merupakan masalah utama sebagai landasan epistemologi. Ini karena seluruh orientasi kehidupan manusia selalu mengarah kepada Tuhan. Tuhan dalam kajian filsafat Islam merupakan problematika metafisika sebagai being absolut. Masalah wujud merupakan kajian utama pembahasan para filosof Muslim. Bagi Al-Kindi, metafisika merupakan argumen-argumen rasional dalam membahas atau membuktikan wujud Tuhan. Sementara itu, Ibnu Sina memposisikan metafisika sebagai bagian terakhir dari filsafatnya. Fokus dan persoalannya adalah tentang wujud. Bagi Ibnu Sina, metafisika adalah ilmu tentang keagamaan. Dalam ontology wujud Ibnu Sina, Tuhan adalah sebab pertama dari segala yang ada.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Wesoły, Marian. "New Approaches to the Book Alpha Meizon of Aristotle’s Metaphysics and to its Unique Neoplatonic Commentary by Asclepius of Tralles." Peitho. Examina Antiqua, no. 1(4) (June 3, 2014): 307–10. http://dx.doi.org/10.14746/pea.2013.1.18.

Full text
Abstract:
R. Loredana Cardullo (a cura di), Il libro Alpha della Metafisica di Aristotele tra storiografia e teoria, Catania 2009, pp. 294.R. Loredana Cardullo, A sclepio di Tralle. Commentario al libro Alpha Meizon (A) della Metafisica di Aristotele. Intoduzione, testo greco, traduzione e note di commento, Acireale-Roma 2012, pp. 512.Paris 2012, pp. 164.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Tătaru-Cazaban, Bogdan. "Metafiɀica." Chôra 1 (2003): 206–7. http://dx.doi.org/10.5840/chora2003115.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Giacoia Junior, Oswaldo. "NOTAS SOBRE A TÉCNICA NO PENSAMENTO DE HEIDEGGER." Veritas (Porto Alegre) 43, no. 1 (December 31, 1998): 97. http://dx.doi.org/10.15448/1984-6746.1998.1.35372.

Full text
Abstract:
SÍNTESE - O objetivo desse artigo consiste em explicitar e discutir as principais teses do livro de Sílvio Vietta a respeito da metafisica e da politica na filosofia de Martin Heidegger. De acordo com a interpretação de Vietta, Heidegger empreende uma crítica radical do nacional-socialismo e da política moderna no contexto próprio de sua crítica fundamental da metafisica ocidental e de sua reflexão sobre a essência da técnica moderna.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

PINHEIRO, ROMILDO GOMES. "DERRIDA, BIOPOLITICA E METAFISICA." Revista Ideação 1, no. 45 (June 23, 2022): 455–78. http://dx.doi.org/10.13102/ideac.v1i45.7510.

Full text
Abstract:
O artigo expõe a teoria do biopoder de Jacques Derrida, em especial no seu seminário A Besta e o Soberania I e II. Além de ampliar a compreensão da biopolítica moderna para o conjunto da teoria política de Derrida, o artigo procura estabelecer uma comparação com Foucault e Agamben.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Albizu, Edgardo. "Metafisica: anatema y clandestinidad." Areté 1, no. 1 (May 1, 1989): 5–14. http://dx.doi.org/10.18800/arete.198901.001.

Full text
Abstract:
"Metafísica" se ha convertido en término insultante para muchos filósofos de nuestros días, que se sirven de él con el fin de anatematizar a sus rivales. En el fondo de tal actitud se descubre desconfianza frente a la teología y rechazo de ella; también descubre cierto paralelismo con ideas poeticas modernas. Por lo demás, la misma metafísica se ha autocriticado y transformado, lo que añade complejidad al fenómeno. El lenguaje se asume como núcleo de esta problemática. Aparece así un rasgo esencial del discurso metafísico: la relación lenguaje- metalenguajes. La historia de la metafísica; la historia de un especial alargamiento metalingüístico, que se cierra de manera circular en la filosofía de Hegel. Desde entonces el discurso metafísico adquiere la propiedad de la in-significancia, lo que no ha de entenderse como debilitamiento o banalidad no como fuerza oculta, como clandestinidad.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Marcialis, Maria Teresa. "Genovesi e la Metafisica." RIVISTA DI STORIA DELLA FILOSOFIA, no. 4 (October 2017): 665–80. http://dx.doi.org/10.3280/sf2017-004010.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

RADICE, ROBERTO. "POR QUÉ LA METAFISICA: UN SIMPOSIO DEDICADO A LA METAFISICA DE ARISTOTELES." Méthexis 7, no. 1 (March 30, 1994): 127–31. http://dx.doi.org/10.1163/24680974-90000182.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Loparic, Zeljko. "PSICANÁLISE: uma leitura heideggeriana." Veritas (Porto Alegre) 43, no. 1 (December 31, 1998): 25. http://dx.doi.org/10.15448/1984-6746.1998.1.35392.

Full text
Abstract:
SÍNTESE - O texto não fala de um confronto entre Heidegger e Freud. A crítica da psicanálise propõe uma nova leitura na forma de uma desconstrução conceitual. O autor faz uma análise da origem metafisica dos conceitos de psicanálise e de seu instrumental mitológico, sugerindo um universo conceituai que nasce da superação da metafisica. Trata-se de "substituir modo de teorizar da psicanálise por um modo de pensar e de conhecer radicalmente diferente."
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

POGLIANO, CLAUDIO. "LORENZO CALABI, I quaderni metafisici di Darwin. Teleologia «Metafisica» Causa Finale, Pisa, Edizioni ETS, 2001, 134 pp., € 10.33, ISBN 88-467-0441-X." Nuncius 17, no. 1 (January 1, 2002): 379–81. http://dx.doi.org/10.1163/221058702x00832.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Jaulent, Esteve. "A FILOSOFIA DO ATO DE SER E RAIMUNDO LÚLIO (RAMON LULL)." Veritas (Porto Alegre) 42, no. 3 (December 31, 1997): 631. http://dx.doi.org/10.15448/1984-6746.1997.3.35724.

Full text
Abstract:
Apresentam-se, em forma de sintética perspectiva histórica, alguns dos temas principais da metafisica do ser, de modo a mostrar a articulação do pensamento filosófico desde Parmênides a Tomás de Aquino, salientando-se no fim de cada período as conquistas que ficaram em aberto. A seguir, expõe-se a metafisica Juliana, afirmando-se que esta seguramente consistiria numa tentativa de continuar a especulação e o aprofundamento sobre o ato de Ser, a partir do ponto alcançado pela especulação anterior. O trabalho pode ser visto portanto como uma chave para a leitura das obras lulianas.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Taufiqurrahman, Taufiqurrahman. "Realisme Perspektival Edmund Husserl: Rekonstruksi Metafisik terhadap Teori Intensionalitas." Jurnal Filsafat 32, no. 1 (June 9, 2022): 108. http://dx.doi.org/10.22146/jf.68269.

Full text
Abstract:
Posisi metafisik Edmund Husserl seringkali diperdebatkan di antara para komentatornya: apakah Husserl itu realis, idealis, atau netral secara metafisik. Alih-alih berambisi untuk membuat klaim yang terlalu umum tentang pemikiran Husserl, penelitian ini hanya fokus pada teori intensionalitas untuk mengetahui bagaimana komitmen metafisik Husserl di dalam teori tersebut. Penelitian ini, oleh karena itu, bertujuan untuk melakukan rekonstruksi metafisik terhadap teori intensionalitas Edmund Husserl dan kemudian membuktikan bahwa intensionalitas Husserlian lebih bercorak realis daripada idealis ataupun netral secara metafisik. Dengan menggunakan metode analisis tekstual terhadap karya-karya Husserl, penelitian ini setidaknya menghasilkan empat temuan. Pertama, intensionalitas kesadaran terhadap objeknya, dalam kerangka Husserlian, selalu dimediasi oleh makna. Kedua, objek intensi di dalam intensionalitas Husserlian itu bersifat transenden dan independen dari kesadaran. Ketiga, objek yang sama dapat diintensikan dengan mediasi makna yang berbeda-beda sesuai dengan perspektif yang menyituasikan intensi. Oleh karena itu, keempat, teori intensionalitas Husserl dapat dikategorikan sebagai salah satu versi dari realisme perspektival.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Palumbo, Matteo. "Fisica e metafisica nel « Copernico »." Italies, no. 7 (October 1, 2003): 97–114. http://dx.doi.org/10.4000/italies.905.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Tambone, Vittoradolfo, and Giampaolo Ghilardi. "Metafisica dello zigote / Embryo’s metaphysics." Medicina e Morale 67, no. 6 (January 25, 2019): 653–76. http://dx.doi.org/10.4081/mem.2018.561.

Full text
Abstract:
Il lavoro prende in considerazione gli aspetti teologici e filosofici dello statuto metafisico dell’embrione umano. Dapprima si analizzano le fonti magisteriali e teologiche del tema, cercando di dare risposta alla domanda sull’origine morale della questione. Si delinea quindi il profilo epistemologico del problema, analizzando l’aspetto ontologico del tema e volendo dare risposta alla domanda cosa/chi sia l’embrione. Per fare questo si sviluppano due vie investigative parallele: si valutano gli impliciti filosofico-teoretici che hanno determinato la storia del dibattito; si analizzano le caratteristiche biologiche dell’embrione inerenti alla sua trasformazione seguendo tre direttrici. I “Lo zigote si trasforma”; II “segue indicazioni interne (che dà a se stesso); III “l’appartenenza alla specie parentale”. Si studiano dunque i principi metafisici del mutamento di cui lo zigote è protagonista; l’entelechia che viene oggi riscontrata a mezzo delle nuove conoscenze biologiche disponibili in letteratura; il profilo genetico che ci permette di sviluppare nuove considerazioni sull’appartenenza di specie oltre a quelle sull’individualità. ---------- This work takes into account the theological and philosophical perspectives related to the Embryo’s Metaphysics. Therefore, we firstly outline the magisterial sources of the theme, aiming to give an answer to the issue on the moral origin of the question. We outline then the epistemological side of the problem, analyzing the ontology of embryo and therefore trying to answer the question: what/who is the embryo. In order to achieve this goal, we follow two pathways: we look at the theoretical and philosophical roots of the debate on the embryo’s status; we study embryo’s biology inherent her transformation along three main directions. I) Embryo transforms herself; II) Embryo follows internal directions she gives herself; III) Embryo performs this task according to her species. In the end, we study the metaphysical principles of movement according to the kinematic nature of the embryo together with her entelechy and the genetic profile, which allow us to shed new light on embryo’s species and individuality.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Ferrari, Franco. "Metafisica e teologia nel medioplatonismo." RIVISTA DI STORIA DELLA FILOSOFIA, no. 2 (July 2015): 321–37. http://dx.doi.org/10.3280/sf2015-002003.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

OSSOLA, CARLO. "PIAZZETTE E CARAFFE: 'METAFISICA' GALILEIANA*." Nuncius 14, no. 2 (1999): 423–41. http://dx.doi.org/10.1163/182539199x00012.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

LIZZINI, O. "La Metafisica delLibro della Guida." Le Muséon 108, no. 3 (August 1, 1995): 367–424. http://dx.doi.org/10.2143/mus.108.3.525834.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Romano, Francesco. "Metafisica e Matematica in Giamblico." Syllecta Classica 8, no. 1 (1997): 47–63. http://dx.doi.org/10.1353/syl.1997.0010.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Harris, H. S. "Saggio Sulla Metafisica di Harris." Idealistic Studies 16, no. 3 (1986): 262–63. http://dx.doi.org/10.5840/idstudies198616343.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

CORNELLI, GABRIELE. "UNA METAFISICA PITAGORICA NEL FILERO?" Méthexis 23, no. 1 (March 30, 2010): 35–52. http://dx.doi.org/10.1163/24680974-90000561.

Full text
Abstract:
The present essay will cross, inside the matter of the sources of the platonic thought, the suggestion of Damascius of Damascus, with the intention to draw clear understanding, unless in this particular point, of the relationship between the ancient pythagoreanism and the platonic philosophy. In this, the study of the matter of the dialectics of the limiters/unlimited one is central. The page 16c of the Philebus is the crucial point of this discussion: here Socrates introduces the theme of the unity/multiplicity as a very beautiful hodos, a run that comes from a very distant point of departure: it’s a “gift of the gods” and a discovery of the ancient ones. The comparative study of these footsteps of the Philebus and the fragments of Philolaus, especially В 2, 3, 6 and 7 bring us to conclude that the presence in the pages of the Philebus of the theory of the limiter/unlimited be taken as a pre-platonic “discovery” of the more ancient pythagorean philosophy.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

OSSOLA, CARLO. "«PIAZZETTE» E «CARAFFE»: 'METAFISICA' GALILEIANA*." Nuncius 14, no. 2 (January 1, 1999): 5–441. http://dx.doi.org/10.1163/221058799x00016.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Strummiello, Giusi. "Sartre e la tradizione metafisica." Quaestio 7 (January 2007): 585–89. http://dx.doi.org/10.1484/j.quaestio.2.303193.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Bonaccini, Juan Adolfo. "Del motivo último y rector de la Crítica de la Razón Pura." Estudios de Filosofía, no. 14 (August 1, 1996): 129–36. http://dx.doi.org/10.17533/udea.ef.338434.

Full text
Abstract:
Contra el privilegio de la problemática del conocimiento en la interpretación de la Crítica de la Razón Pura, el autor destaca la problemática de la metafisica como motivo principal de su concepción. La metafisica produce antinomias, y si la razón pura se atiene solamente al principio de razón suficiente, incurre en un conflicto de leyes. Según esta lectura, la dialéctica trascendental, y dentro de ésta la parte de las antinomias, representa el núcleo de la preocupación kantiana por resolver en la revisión de la metafzsica el destino de la filosofia
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Rasyad, Wendra, Zacaria Jacoeb Manoe, and Adinda Leonisti Fenandy. "PEMBERIAN EKSTRAK ETANOL TEH HITAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN LEMPENG METAFISIS DAN PANJANG OS FEMUR MENCIT." Medika Kartika Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, Volume 4 No 1 (October 31, 2020): 1–10. http://dx.doi.org/10.35990/mk.v4n1.p1-10.

Full text
Abstract:
Tulang merupakan salah satu jaringan tubuh manusia yang selalu mengalami perombakan dan pembentukan kembali sehingga dalam proses pertumbuhan tulang terjadi perubahan tebal lempeng metafisis dan ukuran panjang tulang, khususnya pada masa pertumbuhan. Pertumbuhan tulang panjang ini dimulai dari pusat metafisis. Pada masyarakat awam teh hitam dipercaya berkhasiat bagi kesehatan tulang. Salah satu senyawa aktif yang terdapat dalam teh hitam adalah katekin Penelitian bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak teh hitam terhadap perubahan pada lempeng metafisis os femur dan pertumbuhan panjang os femur. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan rancangan penelitian berupa rancangan acak lengkap. Objek penelitian yang digunakan adalah 24 ekor mencit betina galur DDY usia 8 minggu dan dibagi 6 kelompok perlakuan, yaitu; 1 kelompok kontrol negatif (P0) dan 5 kelompok perlakuan (P1, P2, P3, P4 dan P5) yang diberikan teh hitam dengan dosis masing-masing 40 mg/kgBB, 60 mg/kgBB, 80mg/kgBB, 100mg/kgBB dan 120mg/kgBB per oral dosis tunggal selama 28 hari berturut-turut. Pengukuran panjang os femur diukur menggunakan Kaliper Vernier. Tebal lempeng metafisis diukur menggunakan mikrometer mikroskop pada sediaan HE (400X). Analisis data menggunakan uji beda ANOVA dan uji lanjut Duncan (p<0,05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh signifikan pemberian ekstrak teh hitam dosis 120mg/kgBB terhadap tebal lempeng metafisis (p=0,019) dan terdapat pengaruh signifikan pemberian ekstrak teh hitam dosis 100mg/kgBB terhadap pertumbuhan panjang (0,000). Penambahan panjang dan tebal lempeng metafisis tulang diduga akibat pengaruh senyawa katekin pada ekstrak teh hitam yang akan memicu osteoblastogenesis dan mencegah aktivasi osteoklas sehingga tulang akan bertambah panjang termasuk pada bagian lempeng metafisis.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

F., Héctor Velázquez. "AAVV, Aristotele. Perqué la metafisica. A cura di Adriano Bausola e di Giovanni Reale. Vita e Pensiero, Milano, 1994." Tópicos, Revista de Filosofía 6, no. 1 (November 28, 2013): 178. http://dx.doi.org/10.21555/top.v6i1.503.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Ramos, Flamarion Caldeira. ""Il giovane Schopenhauer. L’origine della metafisica della volontà", de Alessandro Novembre." Voluntas: Revista Internacional de Filosofia 10, no. 2 (September 4, 2019): 162. http://dx.doi.org/10.5902/2179378639615.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Anas, Mohamad. "TELAAH METAFISIK UPACARA KASADA, MITOS DAN KEARIFAN HIDUP DALAM MASYARAKAT TENGGER." KALAM 7, no. 1 (March 2, 2017): 21. http://dx.doi.org/10.24042/klm.v7i1.367.

Full text
Abstract:
Dalam upaya mencari dimensi yang paling hakiki, manusia tidak boleh hanya berkutat pada level empiris dan apriori semata. Manusia harus melakukan perenungan dengan melepaskan diri dari segala sesuatu yang bersifat empiris dan apriori untuk menemukan prinsip utama. Tulisan ini menganalisis dimensi metafisik upacara kasada. Hasil kajian menunjukkan bahwa refleksi metafisik mampu ‘mengatasi’ realitas yang nampak, yang seakan-akan “sesungguhnya” namun pada kenyataanya ‘menipu’. Kepalsuan ini tanpa disadari masuk ke dalam ranah ideologis dan membuat manusia tak mampu keluar dari sakralisasi ruang, waktu dan tempat yang mewarnai ritual upacara Kasada. Bertitik tolak dari penemuan ini, pelacakan dimensi metafisik dilanjutkan untuk menemukan eksistensi dan makna dari sebuah simbol-simbol dan mitos. Pelacakan ini pada akhirnya memberi kesimpulan bahwa dimensi metafisik dalam upacara Kasada masyarakat Tengger pada hakekatnya adalah miniatur dari kehidupan semua.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Fadhila Azka, Muhammad. "KRITIK FENOMENA PEMELIHARAAN BONEKA ARWAH PERSPEKTIF METAFISIKA, PSIKOLOGI ISLAM DAN TAFSIR Al-QUR’AN." AT-TAISIR: Journal of Indonesian Tafsir Studies 2, no. 1 (January 18, 2023): 53–66. http://dx.doi.org/10.51875/attaisir.v2i1.86.

Full text
Abstract:
At-Taisir: Journal of Indonesian Tafsir Studies 02 (1), (2021) 53-66 KRITIK FENOMENA PEMELIHARAAN BONEKA ARWAH PERSPEKTIF METAFISIKA, PSIKOLOGI ISLAM DAN TAFSIR Al-QUR’AN Muhammad Fadhila Azka Institut Daarul Qur’an, Indonesia jihadwadakwah@gmail.com Abstrak Islamisasi terhadap ontologi dan metafisika yang ditandai dengan keterputusan dari tradisi Aristotelian dimana hal tersebut merupakan peralihan hakiki dari metafisika mawjūd kepada metafisika wujūd. Keyakinan mengiringi pemeliharaan boneka arwah, penggunaan boneka arwah untuk mendapatkan ketenangan, mengusir kesepian, menambah rezeki, dan semisalnya sesungguhnya adalah tipuan syaiṭān dan bentuk penguasaannya terhadap jiwa manusia yang lalai dan jauh dari Allah. Secara metafisik, syaiṭān diafirmasi keberadaannya melalui penyebutan dalam wahyu yaitu al-Qur’an dan dapat dijelaskan secara ilmiah melalui hierarki ontologis serta pendekatan semantik yang dikaitkan kepada proses pewahyuan dan kesurupan. Kebahagiaan dan kesenangan senantiasa berasal dari Allah sehingga dapat disadari dan dirasakan oleh jiwa manusia. Bahagia dan senang merupakan nikmat dari Allah.Kebahagiaan adalah terkait kepada jiwa dan raga manusia serta kemampuan memilih kebenaran dan kebaikan. Kebahagiaan tidak dapat dilepaskan dari nilai dan dapat dikatakan tidak ada kebahagiaan bersama keburukan dan kesalahan. Adapun kesenangan harus selalu dikaitkan kepada nikmat-nikmat yang diberikan baik dari sisi kebutuhan maupun keinginan dan kedudukan duniawi. Penyelesaian bagi berbagai permasalahan psikologis manusia juga diperkirakan dapat melalui pendekatan tasawuf, khususnya perspektif maqamāt dan ahwal. Penekanan terhadap aspek spiritual, intelektual dan fisik saling berkaitan dalam pembentukan seseorang sehingga mampu membina pembangunan psikologi yang sehat dan kepribadian yang kokoh serta jasad yang bersih dan hal ini bisa ditemukan dan dijalani melalui dasar dan aturan ilmu tasawuf. Karena inilah maka ilmu tasawuf bisa menjadi dasar Islamisasi bagi ilmu psikologi sehingga terwujud psikologi Islam. Kata Kunci: Boneka Arwah, Metafisika Islam, Psikologi Islam, Kebahagiaan, Tasawuf Abstract This paper focused on the metaphysical realm called ruh, jinn and syathan. The existence of these three entities is determined by the Qur'an. The phenomenon that becomes the background of the problem is the belief that accompanies the maintenance of spirit dolls, so the author tries to write an analysis based on the construction of the verses of the Qur'an and then discuss the study of Islamic metaphysics because everything that exists has an ontological status, as well as a study of Islamic psychology on the soul, happiness, with the aim of answering the problem, namely "How is the phenomenon of spirit puppets in the review of the Qur'an with an Islamic metaphysics approach and Islamic psychology?" so that it can be a reference by Muslim intellectuals who have authority in society as a whole. The author finds that there has been an Islamization of ontology and metaphysics which is marked by a break from the Aristotelian tradition where it is an essential transition from mawjud metaphysics to manifest metaphysics. The use of spirit dolls to get peace, get rid of loneliness, increase sustenance, and the like is actually a trick of the syaiṭān and a form of mastery over the human soul who is heedless and far from God. Metaphysically, syaiṭān is confirmed by its existence through mention in revelation, namely the Qur'an and can be explained scientifically through an ontological hierarchy and a semantic approach that is associated with the process of revelation and trance. Happiness and pleasure must always be associated with God so that it can be realized and felt by the human soul. Happiness and pleasure are blessings from Allah. Happiness is related to the human body and soul and the ability to choose truth and goodness. Happiness cannot be separated from values and it can be said that there is no happiness with evil and mistakes. As for pleasure, it must always be related to the blessings given both in terms of needs and desires and worldly positions. The solution to various human psychological problems is also expected to be through a Sufism approach, especially the maqamāt and ahwal perspectives. Emphasis on spiritual, intellectual and physical aspects are interrelated in the formation of a person so he’s able to foster healthy psychological development and a strong personality and a clean body and this can be found and lived through the basics and rules of Sufism. Because of this, the science of Sufism can be the basis for Islamization of psychology so that Islamic psychology can be realized
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Turi, Niccolò. "Claudio Antonio Testi, La Logica di Tommaso d'Aquino: Dimostrazione, induzione e metafisica." AUC THEOLOGICA 11, no. 1 (September 27, 2021): 165–67. http://dx.doi.org/10.14712/23363398.2021.9.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Maspero, Giulio. "I Padri della Chiesa e la metafisica: una relzione ineludibile." Teologia w Polsce 13, no. 2 (February 27, 2020): 63–78. http://dx.doi.org/10.31743/twp.2019.13.2.04.

Full text
Abstract:
Sono molto importanti le riflessioni sull’uso della metafisica nell’insegnamento dei Padri della Chiesa, perché questo legame è molto radicato nell’esegesi fatta da loro. Questa è stata contestata soprattutto in ambito della Riforma che sosteneva che il linguaggio biblico fosse una derivazione della filosofia greca pagana. Padri della Chiesa non solo hanno lavorato sulla metafisica stessa, ma hanno anche modificato la sua forma classica, elaborandola in un certo modo come una nuova ontologia. Questo ha aiutato molto nella descrizione teologica di Dio Trino e Uno in modo molto più preciso. Su questa base hanno interpretato molto più in profondità tante questioni teologiche, facendole vedere in una nuova luce, ad es. l’opera della creazione, il mistero dell’uomo e la mariologia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Sunur, Effendi Kusuma. "Pentingnya Forma Substansial Dalam Memahami Esensi Kehidupan." DISKURSUS - JURNAL FILSAFAT DAN TEOLOGI STF DRIYARKARA 16, no. 1 (July 10, 2017): 23. http://dx.doi.org/10.26551/diskursus.v16i1.28.

Full text
Abstract:
Abstract: What is life? What does it mean when we say that something is alive? What makes something alive? Biology answers the questions with a lot of answers but the answers to the question “what is life?” always have its limitation because its status as an empirical science which starts from the diversity of living things on the Earth. In other words, the answers are not sufficient although they are necessary for us to know what life is. Biology needs a metaphysical explanation to understand more completely the question “what is life?” Metaphysic through the concept of “substantial form” of the Aristotelian-Thomistic thought can contribute an understanding that complements biology to understand “what is life?” with its immanent cause. Keywords: Substantial form, immanent cause, formal cause. Abstrak: Apakah itu kehidupan? Apa artinya ketika kita mengatakan sesuatu sebagai “yang hidup?” Apa yang membuat sesuatu hidup? Biologi menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut dengan berbagai macam jawaban namun jawaban-jawaban biologi terhadap pertanyaan “apakah itu kehidupan?” selalu memiliki keterbatasan karena statusnya sebagai ilmu empiris yang berangkat dari keanekaragaman hayati yang ada di bumi ini. Dengan kata lain, jawaban-jawaban biologi tidak mencukupi walau merupakan hal yang mutlak perlu untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kehidupan. Biologi memerlukan penjelasan metafisis untuk bisa mendapatkan pemahaman yang lebih lengkap akan pertanyaan “apakah itu kehidupan?” Metafisika melalui konsep “forma substansial” Aristotelian-Thomistik dapat menyumbangkan pemahaman yang melengkapi biologi untuk memahami “apakah itu kehidupan?” dengan Causa imanennya. Kata-kata Kunci: Forma substansial, causa imanen, causa formal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Romano, Onofrio. "Il luddista metafisico." Quaderni di Sociologia, no. 73 (September 1, 2017): 67–79. http://dx.doi.org/10.4000/qds.1660.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

M.Ud, Miswari. "KONTRIBUSI TEOSOFI TRANSENDENTAL MULLA SADRA BAGI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM." Al-Ikhtibar: Jurnal Ilmu Pendidikan 5, no. 1 (August 14, 2018): 610–21. http://dx.doi.org/10.32505/ikhtibar.v5i2.553.

Full text
Abstract:
Tulisan ini bertujuan mengeksplorasi gagasan metafisika Mulla Sadra dan menarik nilai ajaran tersebut sebagai nilai bagi pelajaran aqidah dalam pendidikan agama Islam. Penulis melakukan eksplorasi gagasan metafisika Mulla Sadra dari berbagai referensi, menghadirkannya dalam bentuk narasi baru yang lebih riskan dan selanjutnya menarik intisari gagasan tersebut. Tulisan ini menunjukkan bahwa gagasan metafisika Mulla Sadra yang lebih familiar disebut dengan Teosofi transcendental yang berbasis kepada kemendasaran wujud atas mahiyah, gradasi wujud dan identitas sederhana adalah segala sesuatu, dengan menyederhanakannya dalam konsep yang mudah dipahami, dapat ditawarkan sebagai pendekatan baru bagi pendidikan agama Islam, khususnya dalam pelajaran aqidah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Putra, Armansyah, and Tomi Hidayat. "Isu Metafisika dalam Sains: (Kemampuan Air dalam Mentransmisi Emosi Manusia)." Titian Ilmu: Jurnal Ilmiah Multi Sciences 9, no. 1 (August 29, 2017): 1–6. http://dx.doi.org/10.30599/jti.v9i1.57.

Full text
Abstract:
Kajian Metafisika menjelaskan studi keberadaan atau realitas. Manusia secara tidak sadar selalu memiliki rasa ingin tahu tentang asal atau hakekat objek (fisik) di dunia. Setiap pengetahuan yang diketahui oleh manusia membutuhkan penafsiran-penafsiran secara ilmu pengetahuan. Membicarakan realitas sebuah objek, merupakan kegiatan yang tidak ada ujung pangkalnya karena masalah yang dikaji tidak dapat dipecahkan oleh paradigma keilmuan. Ilmu pengetahuan berupaya memecahkan masalah-masalah yang ada dengan konsepsi teoritis, asumsi, postulat, tesis. paradigm baru, dan pemecahan masalah yang baru, serta imajinasi akan dapat membuka kemungkinan-kemungkinan atau peluang-peluang untuk mendapatkan jawabannya. Keberadaan metafisika dalam ilmu pengetahuan memberikan banyak wawasan bagaimana metafisika merupakan hal substantive dalam menelaah lebih jauh konsep keilmuan dalam menunjang kejayaan manusia dalam berfikir dan menganalisis. Contoh dari metafisika adalah air yang mampu mentransmisikan emosi yang dimiliki oleh manusia. Air, layaknya manusia, juga bisa mendengar, melihat, merasakan, dan merespons setiap informasi yang kita berikan kepadanya. Masaru Emoto telah membuktikan bahwa air yang diberi respons positif, termasuk doa, akan menghasilkan bentuk kristal yang indah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Arif, Muhammad. "Kritik Metafisika: Studi Komparatif Pemikiran Heidegger (1889-1976 M) dan Suhrawardi (1154-1191 M)." KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin 12, no. 1 (February 5, 2022): 1–25. http://dx.doi.org/10.36781/kaca.v12i1.179.

Full text
Abstract:
Heidegger dan Suhrawardi memiliki pendapat yang seirama dalam mengonsepsikan kritik metafisika. Menurut mereka Ada itu hanya dapat tersingkap melalui interaksi langsung, ontological-existential dalam bahasa Hidegger dan idlafah isyraqiyah dalam bahasa Suhrawardi. Persamaan gagasan dari dua tokoh yang berbeda zaman dan tradisi ini jelas sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut, sehingga artikel ini mengulas tentang apa saja persamaan dan perbedaan dari dua filsuf tersebut. Artikel ini memiliki keunikan tersendiri dibanding penelitian-penelitian yang ada, karena masih belum ditemukan penelitian yang mengkomparasikan pemikiran kedua filsuf tersebut. Bahkan, pada umumnya penelitian yang ada lebih menempatkan pemikiran Suhrawardi sebagai kajian tasawuf falsafi dalam dimensi logika, epistemologi, metafisika, dan bukan kritik metafisika sebagaimana menjadi tema utama artikel ini. Terakhir, artikel ini menemukan bahwa Heidegger dan Suhrawardi memiliki beberapa perbedaan dan persamaan. Perbedaan antara keduanya tampak dalam pijakan berpikir, orientasi pemikiran, dan pandangan keduanya tentang keakuan performatif, sementara dalam gagasan kritik metafisika, keduanya berada di garis yang sama.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Rota, Giovanni. "Sull'Introduzione alla metafisica di Piero Martinetti." RIVISTA DI STORIA DELLA FILOSOFIA, no. 4 (December 2016): 289–307. http://dx.doi.org/10.3280/sf2016-004-s1020.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Muscolino, Salvatore. "La "normatività" tra etica e metafisica." SOCIETÀ DEGLI INDIVIDUI (LA), no. 58 (August 2017): 135–48. http://dx.doi.org/10.3280/las2017-058011.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Franzini, Elio. "Aura, simbolo e metafisica dei corpi." Rivista di estetica, no. 52 (March 1, 2013): 117–30. http://dx.doi.org/10.4000/estetica.1610.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography