Journal articles on the topic 'Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup'

To see the other types of publications on this topic, follow the link: Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup.

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 24 journal articles for your research on the topic 'Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Manurung, Rangga Doli P., and Ayi Budi Santosa. "Akar Yang Menjalar: Peran Emil Salim Dalam Kementerian Pengawasan Pembangunan Dan Lingkungan Hidup Di Indonesia 1972-1983." FACTUM: Jurnal Sejarah dan Pendidikan Sejarah 8, no. 2 (December 23, 2019): 199–212. http://dx.doi.org/10.17509/factum.v8i2.22150.

Full text
Abstract:
Tulisan ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulis pada kajian sejarah Orde Baru, terutama mengenai Kementerian Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup. Kemudian ditemukan sebuah informasi bahwa Emil Salim adalah tokoh yang berperan dalam pembentukan kementerian ini dan setelahnya menjabat sebagai Menteri Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup yang pertama tahun 1978-1993, namun penulis membatasi kajian Peran Emil Salim dalam kementerian ini hanya pada periode pertama yakni pada tahun 1978-1983. Untuk itu akan sangat menarik jika peran Emil Salim dalam pembentukan Kementerian Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup serta kebijakannya sebagai menteri dari kementerian ini ditelusuri lebih mendalam pada suatu penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan proses terbentuknya Kementerian Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, sekaligus menganalisis kebijakan yang dicetuskan oleh Emil Salim dalam melindungi juga mengelola lingkungan hidup dan pembangunan. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian historis yang dilakukan melalui empat tahapan yaitu heuristik, kritik, intepretasi dan historiografi. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan informasi bahwa Emil Salim sebenarnya ialah seorang ekonom yang kemudian dipercaya untuk mengelola bidang lingkungan hidup. Selama menjabat sebagai menteri Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Emil Salim mencetuskan beberapa kebijakan dalam melindungi juga mengelola lingkungan hidup dan pembangunan. Kebijakan tersebut yaitu Pusat Studi Lingkungan (PSL) tahun 1979, Piagam Kalpataru tahun 1981 dan Produk Hukum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Ginting, Effendi, Elpita Br Perangin-Angin, Sabar L. T. Simatupang, and Pandapotan M. Siregar. "PENGARUH PENGAWASAN DAN DISIPLIN KERJA TERHADAP KINERJA PEGAWAI HARIAN LEPAS PADA DINAS LINGKUNGAN HIDUP KABUPATEN KARO." JURNAL GLOBAL MANAJEMEN 11, no. 2 (December 21, 2022): 197. http://dx.doi.org/10.46930/global.v11i2.2548.

Full text
Abstract:
Angkatan kerja memegang peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai aktor dalam mencapai tujuan pembangunan. Dalam instansi pemerintahan, tenaga kerja dapat berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Pegawai Harian Lepas (PHL). Penelitian dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengawasan dan disiplin kerja terhadap kinerja PHL di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karo. Data diperoleh dari kuesioner yang disebar kepada 71 responden yang merupakan PHL di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karo. Data dianalisis dengan regresi linier berganda, dan hipotesis diuji dengan Uji Parsial (Uji t), Uji Simultan (Uji F), serta uji Koefisien Determinasi (R2). Hasilnya menunjukkan bahwa : 1) Pengawasan sangat berpengaruh terhadap kinerja PHL di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karo; 2) Disiplin kerja sangat berpengaruh terhadap kinerja PHL di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karo; serta 3) Pengawasan dan Disiplin Kerja secara simultan/bersama-sama sangat berpengaruh terhadap kinerja PHL di Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karo. Koefisien determinasi sebesar 0,424 (42,4%), yang berarti bahwa kemampuan variabel bebas (Pengawasan dan Disiplin Kerja) dalam mempengaruhi variabel terikat (Kinerja Pegawai) adalah 42,4%, dan sisanya 57,6% (1 - 0,244) dijelaskan oleh variabel selain variabel bebas dalam penelitian ini. Saran agar pimpinan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Karo dapat lebih meningkatkan pengawasan dan disiplin kerja pegawai dengan melaksanakan pengawasan secara langsung maupun tidak langsung dan menyediakan peraturan dan standar operasional prosedur yang jelas dan lengkap.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Yasminingrum, Yasminingrum. "PENGUATAN HUKUM ADMINISTRASI LINGKUNGAN DALAM MEWUJUDKAN PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN." Jurnal JURISTIC 3, no. 01 (May 1, 2022): 85. http://dx.doi.org/10.35973/jrs.v3i01.2960.

Full text
Abstract:
<p>Pembangunan mengandung risiko pencemaran dan perusakan lingkungan yang mengakibatkan rusaknya fungsi ekosistem sebagai penyangga kehidupan. Untuk itu dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan dilakukan secara rasional dan bijaksana untuk dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengabaikan generasi yang akan datang. Administrasi lingkungan hidup merupakan bagian dari hukum tata negara yang dalam pelaksanaannya didasarkan pada legitimasi, perangkat yuridis, norma hukum administrasi dan akumulasi sanksi. Penguatan hukum administrasi lingkungan adalah dengan penegakan hukum administrasi yaitu pengawasan yang merupakan tindakan preventif untuk melaksanakan kepatuhan dan penegakan sanksi merupakan tindakan represif untuk melaksanakan kepatuhan.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Yuliana, Sri. "PELANGGARAN HAK MANUSIA DALAM MEMPERTAHANKAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP." Justicia Sains: Jurnal Ilmu Hukum 7, no. 1 (June 29, 2022): 41–62. http://dx.doi.org/10.24967/jcs.v7i1.1661.

Full text
Abstract:
Hukum Lingkungan yang ketentuan pokoknya diatur dalam Undang- Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU. No 4 Tahun 1982 yang telah diganti menjadi UU No 23 Tahun 1997 yang disempurnakan menjadi UU Nomor 32 tahun 2009 dengan menyesuaikan perkembangan zaman demi terciptanya sustainable development (pembangunan berkelanjutan). UU No.23 Tahun 1997 jo UU Nomor 32 Tahun 2009 mengandung berbagai ketentuan aspek hukum, yakni Hukum Administrasi Negara (HAN), Hukum Perdata, dan Hukum Pidana. Kebijakan lingkungan disertai tindak lanjut pengarahan dengan cara bagaimana penetapan tujuan dapat dicapai agar ditaati masyarakat. Upaya perbaikan dan pemulihan terhadap lingkungan hidup, kalah cepat dibandingkan laju kerusakan dan pencemaran yang terjadi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa, isu lingkungan belum berada dalam sentral pembangunan Indonesia. Penyebab utamanya karena pada tingkat pengambilan keputusan di pusat dan daerah sering mengabaikan kepentingan pelestarian lingkungan. Akibat yang timbul, bencana terjadi di darat, laut, dan udara. Hak dan kewajiban masyrakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat terlaksana dengan baik apabila subjek pendukung hak dan kewajiban berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Memahami dan mengakui hak asasi manusia berati juga melindungu lingkungan hidup sekaligus juga dapat digunakan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Namun Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 juga meiliki kelemahan. Kelemahan Undang-undang yaitu dari penegakan hukum lingkungan baik pada bidang hukum administratif, bidang perdata, serta bidang pidana. Pada umumnya permasalahan lingkungan hidup berumla daritidak dijalankan dengan baik proses perizinan yang seharusnya terpenuhi sebelum dijalnkannya usaha atau kegiatan yang bersangkutan pada lingkungan bidang administrasi, atau pada kurang efektifnya proses penyelesaian sengketa pada jalur litigasi maupun sulitnya pengawasan kesepakatan yang diraih pada jalur nonlitigasi paada bidang perdata, maupun pada kerancuan delik Undang-undang Pokok Lingkungan (UUPPLH) dengan Undang-undang bidang lingkungan lainnya yang menyebabkan banyaknya putusan yang merugikan masyarakat. Hal ini juga diakibatkan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat serta pejabat penyelenggara pemerintahan dalam isu terkait lingkungan hidup dalam upaya perlindungan dan pengelolaannya selain pemanfaatan sumber daya dari lungkungan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Gunawan, M. Wawan, and Muhammad Adib Alfarisi. "Eco-Pesantren: Perspektif Pengelolaan Lingkungan Pada Ponpes Salafi Abdussalam Kabupaten Kubu Raya." Jurnal Alwatzikhoebillah : Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, Humaniora 9, no. 2 (July 2, 2023): 299–309. http://dx.doi.org/10.37567/alwatzikhoebillah.v9i2.1724.

Full text
Abstract:
Penerapan pemberdayaan ekonomi umat dengan hadirnya eco-pesantren sebagai ketahanan ekonomi mengakibatkan krisis lingkungan di perekonomian Indonesia, hal ini dapat diatasi berupa pengelolaan lingkungan melalui lembaga pendidikan sebagai fondasi untuk mengembangkan perekonomian yang baik. Tujuan penelitian ini untuk mewujudkan lingkungan pesantren yang sehat dan alami melalui pengelolaan lingkunan hidup di Pondok Pesantren Salafi Abdussalam Kabupaten Kubu Raya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menganalisis pemberdayaan ekonomi melalui para santri untuk menciptakan santriprenuer. Hasil penelitian yang diperoleh dengan adanya penerapan ecopesantren dalam pengelolaan lingkungan hidup alami dan sehat dapat membantu finansial maupun pembangunan pesantren. Dalam bentuk penerapan eco-pesantren dapat bekerja sama dengan pemerintah dengan mengadakan workshop, seminar, pelatihan skill serta pemberian dana guna membangun di lingkungan pesantren sistematis. Diharapkannya pemerintah dapat terus membantu pesantren yang masih kekurangan dalam financial secara lebih merata hingga ke pondok pesantren khususnya memberdayakan para santri dalam mengelola lingkungan hidup sebagai masa depan ekonomi negara cerah. Selain itu, dapat dilakukannya pengawasan dan pemantauan secara berkala di setiap pesantren yang dibina, sehingga dapat di ketahui keberhasilan atau kegagalan dari program eco-pesantren yang di bina oleh Pemerintah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Susila Wibawa, Kadek Cahya. "Mengembangkan Partisipasi Masyarakat Dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup Untuk Pembangunan Berkelanjutan." Administrative Law and Governance Journal 2, no. 1 (June 11, 2019): 79–92. http://dx.doi.org/10.14710/alj.v2i1.79-92.

Full text
Abstract:
Abstracts The research aims to find out about developing community participation in the protection and management of the environment for sustainable national development. The research method used in this study is empirical legal research that uses a conceptual approach. The results of the study show that First, the protection and management of the environment in its area is a shared responsibility, between the government (state), the private sector and the community. One of the roles of the community in environmental activities is the supervision room. Community participation in the framework of protecting the right to a good and healthy environment is accommodated in various environmental instruments, as stipulated in the PPLH Law. Secondly, empirically the involvement of the community so far in managing the new environment is solely looking at the community as the information provider (public information) or merely limited to counseling so that activities related to the environment run unimpeded. In the future, optimizing the role of the community in protecting and managing environmental activities needs to be further enhanced by opening up a wider space of participation. Keywords: Community Participation, Environment. Sustainable Development Abstrak Penelitian bertujuan untuk mengetahui mengembangkan partisipasi masyarakat dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup untuk pembangunan nasional berkelanjutan. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum empiris yang menggunakan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian menunjukan bahwa Pertama, Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pada dasanya merupakan tanggung jawab bersama, antara pemerintah (negara), swasta dan masyarakat. Salah satu peran masyarakat dalam aktivitas lingkungan hidup adalah ruang pengawasan. Partisipasi masyarakat dalam kerangka untuk melindungi hak atas lingkungan yang baik dan sehat, diwadahi dalam berbagai instrumen lingkungan hidup, sebagaimana diatur dalam UU PPLH. Kedua, Secara empiris pelibatan masyarakat selama ini di dalam pengelolaan lingkungan hidup baru semata-mata hanya memandang masyarakat sebagai penyampai informasi (public information) atau hanya sebatas penyuluhan sehingga suatu kegiatan yang berkaitan dengan lingkungan hidup berjalan tanpa hambatan. Kedepan, harus dilakukan optimalisasi peran serta masyarakat dalam aktivitas perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup perlu lebih ditingkatkan dengan membuka lebih luas ruang partisipasi. Kata Kunci: Partisipasi Masyarakat, Lingkungan Hidup. Pembangunan Berkelanjutan
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Alvianisa, Septy, and Demson Tiopan. "Indikasi Pelanggaran Proyek Pembangunan Jalan Tol Cisumdawu Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum yang Menyebabkan Masyarakat Menderita Kerugian." Syntax Literate ; Jurnal Ilmiah Indonesia 8, no. 3 (March 25, 2023): 2133–52. http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v8i3.11553.

Full text
Abstract:
Jalan Tol termasuk salah satu infrastruktur beserta dengan fasilitas yang memerlukan manajemen sebagai salah satu aset negara yang dikelola oleh Operator jalan tol. Yang menjadi salah satu kewajiban manajemen dalam mengelolanya yaitu salah satunya menyusun dokumen amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Nomor 5 Tahun 2012 untuk memperoleh izin lingkungan. Tujuan pembangunan jalan Tol Cisumdawu ini dapat mengurangi tingkat kemacetan jalur Sumedang-Bandung dan sebalingknya, disamping itu juga dapat mengurangi beban jalan Cadas Pangeran yang rawan bencana longsor. Pembangunan ini bisa berakibat pada perubahan kondisi geografis. Hingga akhir ini dampak dari pembangunan jalan tol Cisumdawu dalam pelaksanaannya masih terdapat berbagai permasalahan. Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini adalah metode kualitatif dengan data sekunder. Kualitatif dengan data sekunder merupakan penelitian yang menghasilkan dan mengolah data yang sifatnya deskriptif, seperti transkripsi wawancara, catatan lapangan, gambar, foto, rekaman video dan lain sebagainya. Keberadaan jalan tol memang sangat dibutuhkan namun ada salah satu dampak bagi masyarakat yang sudah menjadi resiko dan semestinya diberikan ganti kerugian atas dampak yang dialaminya. Masyarakat menuntut perlindungan kepada pemerintah dan instansi supaya lingkungan sekitar, tanah dan bangunannya kembali seperti semula. Diberikannya perlindungan oleh pemerintah tidak terlepas dari aturan dan hukum yang berlaku. Sebagaimana sebelumnya pemerintah daerah Sumedang menjanjikan bahwa akan bertanggung jawab atas segala dampak yang masyarakat alami akibat dari pembangunan jalan tol Cisumdawu yang di bangun di daerah Sumedang.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Hapsari, Dwi Ratna Indri, Aditya Aji Syuhadha Ilmiawan, and Echaib Samira. "Non-litigation as An Environmental Dispute Resolution Mechanism in Indonesia." Indonesia Law Reform Journal 2, no. 1 (March 31, 2022): 55–66. http://dx.doi.org/10.22219/ilrej.v2i1.20756.

Full text
Abstract:
Environmental problems have occurred in the global scope, both developed and developing countries. Environmental problems are not only problems of developed countries or industrialized countries including Indonesia. Efforts to overcome environmental problems in developing countries have no other choice but to carry out development. Without the level of development, people will decline, and the environment will be increasingly damaged. Development must still be carried out without damaging the environment. This balance must be maintained in order to preserve the environment. Indonesia has been paying attention to environmental management since 1972. Settlement of environmental disputes through litigation does not produce many results. Dispute resolution through non-litigation channels assumes that dispute resolution through litigation results in very disappointing results. This study wants to conduct a study related to the implementation of Government Regulation No. 54 of 2000 concerning Service Providers for Environmental Dispute Resolution Services Outside the Court and find obstacles and solutions in resolving environmental disputes out of court. The implementation of Government Regulation No. 54 of 2000 at the central government level has established a service provider institution based on the Decree of the State Minister of the Environment Number 77 of 2003 concerning the Establishment of an Out-of-court Environmental Dispute Resolution Service Provider (LPJP2SLH) at the Ministry of the Environment, but its performance has not yet been felt. Abstrak Masalah lingkungan telah terjadi dalam lingkup global, regional maupun nasional baik negara maju maupun negara berkembang. Masalah lingkungan bukan hanya masalah negara maju atau negara industri namun juga pada negara berkembang termasuk Indonesia. Upaya mengatasi permasalahan lingkungan di negara berkembang tidak ada pilihan lain selain melakukan pembangunan. Pembangunan tetap harus dilakukan tanpa merusak lingkungan. Keseimbangan ini harus dijaga agar kelestarian lingkungan tetap terjaga. Indonesia telah memperhatikan pengelolaan lingkungan sejak tahun 1972. Penyelesaian sengketa lingkungan melalui litigasi tidak banyak membuahkan hasil. Penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi didasarkan pada asumsi bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi memberikan hasil yang sangat mengecewakan. Penelitian ini ingin melakukan kajian mendalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Penyelenggara Jasa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan, serta mencari kendala dan solusi penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan. Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 di tingkat pemerintah pusat telah membentuk lembaga penyedia layanan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 77 Tahun 2003 tentang Pembentukan Layanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Di Luar Pengadilan Penyelenggara (LPJP2SLH) di Kementerian Lingkungan Hidup, namun kinerjanya belum optimal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Diniah, Bibit Nasrokhatun, and Ahmad Ropii. "Analisis Spasial Kerawanan Wilayah Determinan Risiko Lingkungan Dan Kualitas Air Bersih Berdasarkan Indeks Pencemaran Air Dengan Kejadian Water Borne Diseases." Jurnal Ilmu Kesehatan Bhakti Husada: Health Sciences Journal 14, no. 02 (December 1, 2023): 381–89. http://dx.doi.org/10.34305/jikbh.v14i02.851.

Full text
Abstract:
Latar Belakang: Pertumbuhan penduduk dan percepatan pembangunan diberbagai sektor menjadi sesuatu yang dinamis, namun tidak sedikit akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup serta kesehatan masyarakat. Pencemaran lingkungan dimana ditandai dengan terjadinya penurunan kualitas lingkungan, termasuk lingkungan air banyak dipengaruhi oleh aktifitas masyarakat yang berisiko. Kuningan dengan berbagai aktivitas peternakan, pertanian, permukiman, perikanan, dan industri rumah tangga hingga kawasan pariwisata akan memperbesar jumlah beban pencemar baik fisik, kimia dan biologi yang akan masuk ke lingkungan perairan. Terlebih peningkatan aktivitas tidak berbanding lurus dengan peningkatan pengelolaan limbah cair dan limbah padat masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah mengembangkan model spasial kerawanan wilayah determinan risiko lingkungan dan kualitas air bersih berdasarkan indeks pencemaran air terhadap kejadian waterborne diseases. Metode: Tingkat kerawanan wilayah berdasarkan Indeks Pencemaran (IP) airnya, IP dihitung mengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 dan standar BML kualitas air mengacu pada Permenkes No 2 Tahun 2023. instrumen yang digunakan adalah kuesioner yang diadopsi dari EHRA, pengukuran kualitas air dilakukan secara insitu dan eksitu. Analisis data dilakukan secara spasial dengan QGIS dan statistisk dengan SPSS. Pengambilan sampel dilakukan pada 3 stasiun dengan jumlah sampel 90 orang dnegan 30 orang pada tiap stasiun, pengambilan sampel dengan purposive sampling. Hasil: id diam. Eget velit aliquet sagittis id consectetur purus ut faucibus Kesimpulan: Saran: :
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Paulina Manintamahu, Martina, Yohanes G. Tuba Helan, and Saryono Yohanes. "Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dalam Pengelolaan Keuangan Negara di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Timur." Jurnal Sosial Sains 3, no. 6 (June 15, 2023): 594–608. http://dx.doi.org/10.59188/jurnalsosains.v3i6.812.

Full text
Abstract:
Latar Belakang : Penelitian ini mengkaji penyelenggaraan Sistem Pengendalian Internal Pemerintah dalam Pengelolaan Keuangan Negara di Kementerian Hukum dan HAM NTT. Tujuan : Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah dalam Pengelolaan Keuangan Negara di Kementerian Hukum dan HAM NTT. Metode : Metode penelitian ini terdiri dari jenis dan sifat penelitian, aspek penelitian, pendekatan penelitian, jenis dan summber data, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data dan teknik analisis data. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum yuridis empiris, yakni penelitian hukum mengenai pemberlakuan ketentuan hukum normatif secara in action pada setiap peristiwa hukum tertentu. Hasil : Penyelenggaraan sistem pengendalian intern pemerintah dalam pengelolaan keuangan negara di Kementerian Hukum dan HAM NTT meliputi tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Penyelenggaraanya didasarkan secara konseptual pada regulasi yang bersifat organik dan non organik. Regulasi organik secara berjenjang yakni melalui Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Undang-Undang RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Pembendaharaan Negara, Peraturan Pemerintah RI Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah, Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M.HH-02.PW.02.03 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan SPIP di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan Keputusan Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Timur Nomor:W22.OT.01.02- 525 Tahun 2023 tenang Pembentukan Satuan Tugas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Lingkungan Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Nusa Tenggara Timur Tahun 2023. Sementara itu, regulasi non organik yakni Peraturan Kepala BPKP Nomor PER-1326/K/LB/2009 tentang Pedoman Teknis Penyelenggaraan SPIP, Peraturan Kepala BPKP Nomor PER-690/K/DH/2012 tentang Pedoman Pemantauan Perkembangan Penyelenggaraan SPIP, serta Peraturan Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Nomor 4 Tahun 2016 tentang Pedoman Penilaian dan Strategi Peningkatan Maturitas Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Kesimpulan: Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah di Kementerian Hukum dan HAM NTT melalui tahapan perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan. Namun belum secara ideal spesifik memuat upaya penyelenggaraan sesuai konsepsi SPIP yang diatur di dalam PP No.60 Tahun 2008 tentang SPIP.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Astuti, Rini Puji. "OPTIMALISASI PEMBERDAYAAN PEREMPU-AN DALAM KEPEMIMPINAN EFEKTIF." An-Nisa' : Jurnal Kajian Perempuan dan Keislaman 12, no. 2 (October 21, 2019): 263–91. http://dx.doi.org/10.35719/annisa.v12i2.19.

Full text
Abstract:
The challenge in dealing changes and demands in coming era is the rapid change of dynamic times. So that, the role of women is needed in dealing an existing problems in society, such as many social problems that occur in the society. therefore, need a leader who is reliable and resilient. Today, women's leadership is still being debated because some Muslim societies are viewed cynically, even though it has long been found that women have succeeded in being the subject of achieving leadership goals, for example in development, so the term "Women's Leadership" is no longer suitable to used, because the more suitable is "Optimizing the Empowerment of Women's Leadership". One example in the Jokowi-JK government has been to appreciated the role of women in strategic positions than the previous government. There are eight women ministers in Jokowi government, namely Rini Soemarno (Minister of State-Owned Enterprises), Siti Nurbaya (Minister of Forestry and Environment), Puan Maharani (Coordinating Minister for Human Development and Culture), Nila F Moeloek (Minister of Health), Khofifah Indar Parawansa (Minister of Social Affairs), Yohana Yembise (Minister of Women's Empowerment and Child Protection), Retno LP Marsudi (Minister of Foreign Affairs), and Susi Pudjiastuti (Minister of Maritime Affairs and Fisheries), as well as nine KPK panelists who are women. they can show achievements according to their duties and responsibilities. So far, women's efforts still face many obstacles or challenges. These obstacles or challenges start from external factors and internal factors. In addition, the role of women is needed in the family, this is an asset of the nation that makes the next generation to build a developed, fair, and prosperous country. Tantangan dalam menghadapi perubahan dan tuntutan di era mendatang adalah perubahan jaman yang dinamis. Oleh karena itu diperlukan peran perempuan dalam menghadapi permasalahan yang ada di masyarakat, seperti berbagai permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat. Oleh karena itu dibutuhkan seorang pemimpin yang handal dan tangguh. Kepemimpinan perempuan saat ini masih diperdebatkan karena sebagian masyarakat muslim dipandang sinis, padahal sudah lama ditemukan bahwa perempuan telah berhasil menjadi subjek pencapaian tujuan kepemimpinan, misalnya dalam pembangunan, sehingga istilah "Kepemimpinan Perempuan" tidak ada. lagi cocok dipakai, karena yang lebih cocok adalah "Mengoptimalkan Pemberdayaan Kepemimpinan Wanita". Salah satu contoh dalam pemerintahan Jokowi-JK adalah mengapresiasi peran perempuan pada posisi-posisi strategis dibanding pemerintahan sebelumnya. Ada delapan menteri perempuan di pemerintahan Jokowi, yakni Rini Soemarno (Menteri Badan Usaha Milik Negara), Siti Nurbaya (Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup), Puan Maharani (Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan), Nila F Moeloek (Menteri Kesehatan). ), Khofifah Indar Parawansa (Menteri Sosial), Yohana Yembise (Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak), Retno LP Marsudi (Menteri Luar Negeri), dan Susi Pudjiastuti (Menteri Kelautan dan Perikanan), serta sembilan orang Panelis KPK yang perempuan. mereka dapat menunjukkan prestasi sesuai dengan tugas dan tanggung jawabnya. Selama ini upaya perempuan masih menghadapi banyak kendala atau tantangan. Hambatan atau tantangan tersebut dimulai dari faktor eksternal dan faktor internal. Selain itu, peran perempuan sangat dibutuhkan dalam keluarga, hal ini merupakan aset bangsa yang menjadikan generasi penerus bangsa untuk membangun negara yang maju, adil, dan sejahtera.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Saragih, Christine Vita Sari. "ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN PERMUKIMAN BERDASARKAN KELAS KEMAMPUAN LAHAN DAN KAWASAN RAWAN BENCANA DI KABUPATEN BOGOR." Seminar Nasional Geomatika 2 (February 9, 2018): 389. http://dx.doi.org/10.24895/sng.2017.2-0.434.

Full text
Abstract:
<p>Kabupaten Bogor memiliki kondisi fisik dan demografis dengan tingkat kerawanan tinggi terhadap terjadinya bencana. Selain itu di Kabupaten Bogor juga terdapat penggunaan lahan permukiman yang tidak terkontrol. Sehingga lokasi pembangunan permukiman sudah tidak lagi sesuai berdasarkan fungsi kawasan, tidak memperhatikan kondisi kemampuan lahan, dan arahan zonasi yang aman dari bencana alam. Maka tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis bagaimana kondisi lahan yang sesuai untuk pembangunan permukiman. Faktor penentu yang digunakan dalam menentukan arahan pemanfaatan lahan permukiman yang sesuai pada penelitian ini yaitu pembangunan permukiman yang berada pada fungsi kawasan budidaya, memiliki kelas kemampuan lahan I dan II, dan tidak berada di kawasan rawan bencana. Metode yang digunakan ditentukan berdasarkan parameter penentu yaitu kondisi kelerengan, curah hujan dan jenis tanah. Kemudian dilakukan teknik <em>scoring</em> yang berpedoman pada SK Mentan No. 837/KPTS/UM/11/1980 dan No. 683/kpts/um/VIII/1981. Pada tingkat kemampuan lahan dilakukan dengan teknik <em>scoring</em> dan<em> overlay </em>pada setiap variabel fisik lahan yang merugikan dan menguntungkan. Kemudian akan diberi total skornya untuk mengetahui klasifikasi kemampuan lahan, yang berpedoman pada Lampiran Peraturan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 17 Tahun 2009. Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, Total luas wilayah kawasan budidaya di Kabupaten Bogor yaitu seluas 156.303,85 Ha. Kemudian dilakukan analisis untuk menentukan hasil penyesuaian kelas yang didapat untuk mengetahui lokasi yang tidak berada pada kawasan rawan bencana. Hasil dari seluruh analisis ini adalah persebaran lokasi permukiman dengan kelas I dan II dan lokasi yang berada pada fungsi kawasan budidaya, sekaligus aman dari kawasan rawan bencana.</p><p align="left"><em>Kata Kunci : permukiman, fungsi kawasan, kemampuan lahan, kawasan rawan bencana</em></p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Ari Atu Dewi, Anak Agung Istri. "Model Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat: Community Based Development." Jurnal Penelitian Hukum De Jure 18, no. 2 (June 26, 2018): 163. http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2018.v18.163-182.

Full text
Abstract:
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan sumber daya laut. Potensi ini tentu dapat dimanfaatkan bagi peningkatan dan percepatan pembangunan ekonomi nasional. Pemanfaatan sumber daya laut secara optimal dan proporsional juga niscaya dapat membantu masyarakat pesisir untuk lepas dari jeratan taraf hidup kemiskinan. Pengelolaan pesisir telah diatur dalam UU 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 40/PERMEN-KP/2014 tentang Peran serta dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pengaturan ini memberi arah bagi masyarakat pesisir dalam mengembangkan dan mengelola wilayah pesisir sesuai dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Sepanjang penelusuran peneliti, model pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat yang tepat dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat pesisir belum terformulasikan dengan baik. Penelitian ini didesain sebagai penelitian hukum empiris yang bertujuan untuk menganalisis model pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat. Hasil pembahasan menjelaskan bahwa model yang ideal pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat dilakukan dengan adanya sinergi dan interaksi yang tepat antara pemerintah, masyarakat dan nilai kearifan lokal. Pemberdayaan masyarakat pesisir dalam membangun model pengelolaan wilayah pesisir juga sangat penting dilakukan dengan maksud untuk mendorong kemandirian mereka. Penggunaan model ini memiliki keunggulan karena peran serta aktif masyarakat pesisir dapat meningkatkan pendapatan, menjaga kelestarian lingkungan pesisir, dan memberi keleluasaan bagi masyarakat pesisir dalam mengembangkan dan mengelola sumber daya kelautan sesuai dengan potensi, karakteristik dan sosial budaya masyarakatnya. Peran serta aktif masyarakat pesisir juga memberi harapan bagi pengentasan masalah kemiskinan yang berujung pada terwujudnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat pesisir.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Maulidina, Putri, and Dony Kusuma. "KETIDAKTAATAN PEMBAYARAN OVERDIMENSION OVERLOADING DRIVER KENDARAAN YANG BERIMPLIKASI PADA KERUSAKAN JALAN ALTERNATIF DESA." LITRA: Jurnal Hukum Lingkungan, Tata Ruang, dan Agraria 1, no. 2 (April 15, 2022): 138–52. http://dx.doi.org/10.23920/litra.v1i2.584.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi kepada pihak pemerintah c.q dinas perhubungan atau pihak-pihak terkait terhadap adanya ketidaktaatan pembayaran overdimension overloading driver kendaraan yang berimplikasi pada kerusakan jalan alternatif desa. Relevansi penelitian ini memberikan dampak yang signifikan terhadap pendapatan negara juga menjadikan keresahan di lingkungan masyarakat yang terdampak Sebagaimana Peraturan Perundang-undangan No. 32 Tahun 2009 pasal 67 terkait dengan kewajiban melestarikan lingkungan hidup. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang menekankan pada studi law in book diantaranya menggunakan bahan literatur buku-buku, jurnal-jurnal, peraturan-peraturan dan sebagainya. Selain itu juga menggunakan metode yuridis sosiologis atau empiris yaitu melalui pengamatan di lapangan. Urgensi perlunya pengawasan terhadap muatan angkutan barang perusahaan wajib mematuhi ketentuan yang berlaku Sebagaimana Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan angkutan barang dengan kendaraan bermotor di jalan pasal 71 ayat 1. Sehingga harus ada upaya dari pemerintah untuk meminimalisir terjadinya potensi penyalahgunaan jalan alternatif desa. Kata kunci: Desa; Jalan; Lingkungan; Overdimension Overloading; Pemerintah ABSTRACT This study aims to provide recommendations to the government, c.q. the transportation agency or related parties, for non-compliance with payments for overdimension overloading of vehicle drivers which have implications for damage to alternative village roads. The relevance of this research has a significant impact on state income and also creates unrest in the affected community. 32 of 2009 article 67 is related to the obligation to preserve the environment. This research uses a normative juridical method that emphasizes law in book studies including using literature, books, journals, regulations and so on. In addition, it also uses sociological or empirical juridical methods, namely through field observations. The urgency of the need for supervision of cargo transportation companies must comply with applicable provisions As the Regulation of the Minister of Transportation Republic of Indonesia Number 60 of 2019 concerning the implementation of goods transportation by motorized vehicles on the road article 71. Keywords: Village; Street; Environment; Overdimension Overloading; Government.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Susanti, Diah Imaningrum. "TAKING OMNIBUS LAW SERIOUSLY." Jurnal Dinamika HAM (Journal of Human Rights) 12, no. 2 (January 29, 2021): 21. http://dx.doi.org/10.24123/jdh.v12i2.3963.

Full text
Abstract:
Abstract:This article tries to understand the Omnibus Law on Job Creation and its relation to the Sustainable Development Goals/ SDGs as an aspect of the protection of human rights as the responsibility of the state. The research approach is a normative legal research using a hermeneutical circle analysis. The main object (material object) is the norms in UUCK and related statutes which have been amended, added, or substituted by the Law on Job Creation. The norms studied are stated in the articles of the Law on Job Creation, especially norms that deal with environment and sustainable development. Hermeneutical analysis, from the linguistic and phenomenological point of view, isused in order to find the meaning of law from the linguistic and historical point of view, and the nature of the State as the protector of citizens’ human right. The findings are divided into 3 points. First, in terms of the process, this law is a tactical and political response from decision makers to complex and dynamic situations that can in fact lead to complicated derivative problems if the responses are not based on a framework based on the principles and basic values of the state. Dealing with the growth agenda in SDGs, the Law on Job Creation still calls into question whether the Law enshrines the easiness of business and full employment and decent work as human rights obligations of the state, or merely as benefits of economic growth. So it still presents both opportunities for human rights monitoring and accountability. Keywords: Omnibus Law, Job Creation, Sustainable Development Goals Abstrak:Tulisan ini mencoba untuk memahami Omnibus Law Cipta Kerja dalam kaitannya dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Goals/SDGs) sebagai suatu aspek dari perlindungan HAM yang merupakan tanggung jawab negara. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan penelitian ilmu hukum normatif menggunakan analisa lingkar hermeneutika. Obyek utamanya adalah norma dalam Undang-undang Cipta Kerja dan peraturan perundang-undangan terkait yang telah diubah, ditambahkan atau digantikan oleh undang-undang ini. Norma yang dikaji dimuat dalam pasal-pasal Undang-Undang Cipta Kerja, khususnya aturan-aturan mengenai lingkungan hidup dan pembangunan berkelanjutan. Analisa hermeneutika dari sudut pandang bahasa dan fenomologi, digunakan dengan maksud untuk menemukan makna hukum dari aspek linguistik dan sejarah, serta hakekat Negara sebagai pelindung HAM warga negaranya. Hasil temuan dalam kajian ini dibagi dalam tiga poin. Pertama, dalam hal proses, undang-undang ini merupakan respon penentu kebijakan yang bersifat taktis dan politis terhadap situasi yang kompleks dan dinamis yang pada kenyataannya justru membawa pada permasalahan derifativ yang kompleks jika tindakan pemerintah tersebut tidak didasarkan pada kerangka kerja yang menjadi prinsip-prinsip dan nilai-nilai fundamental Negara. Mengacu pada agenda SDGs, Undang-Undang Cipta Kerja perlu untuk dikaji lebih dalam apakah aturan-aturan di dalamnya memperkuat kemudahan usaha dan kewajiban negara menjamin hak asasi pekerja secara penuh, atau hanya bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi. Hal ini masih memberikan kesempatan untuk pengawasan HAM dan akuntabilitas. Kata Kunci: Omnibus Law, Cipta Kerja, Sustainable Development Goals
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Pedhiena, Ginta Pedhiena. "KEWENANGAN KANTOR OTORITAS BANDAR UDARA." DiH: Jurnal Ilmu Hukum 7, no. 13 (February 13, 2011). http://dx.doi.org/10.30996/dih.v7i13.254.

Full text
Abstract:
Kementerian Perhubungan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang perhubungan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara yang diatur lebih detail pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan. Sedangkan Transportasi Udara di Indonesia ditangani oleh Kementerian Perhubungan khususnya Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, Kementerian Pehubungan adalah salah satu kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kewenangan Kantor Otoritas Bandar Udara yaitu menjalankan dan melakukan pengawasan untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan pelayanan penerbangan. Pengawasan meliputi kegiatan pengawasan pembangunan dan pengoperasian agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk melakukan tindakan korektif dan penegakan hukum. Pembinaan Penerbangan dilakukan dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat dan diarahkan untuk memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang secara massal melalui angkutan udara dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman, dan berdaya guna. Pembinaan dilakukan secara terkoordinasi dan didukung oleh instansi terkait yang bertanggung jawab di bidang industri pesawat udara, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta keuangan dan perbankan sebagaimana Pasal 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009.Kata kunci : Kewenangan, Kantor Otoritas Bandar Udara
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Rembet, Rodrigo Christopher. "PENGATURAN HUKUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT DEKLARASI STOCKHOLM 1972." LEX ET SOCIETATIS 8, no. 4 (October 20, 2020). http://dx.doi.org/10.35796/les.v8i4.30908.

Full text
Abstract:
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum mengenai pengelolaan lingkungan hidup dari Deklarasi Stockholm 1972 dan bagaimana penerapan lingkungan hidup Deklarasi Stockholm di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan hukum pengelolaan lingkungan hidup sesuai deklarasi Stockholm 1972 didasarkan pada pendekatan hukum internasional ekologi Internasional Envinromental Law Approach. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Pada hakikatnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan membentuk serta mempengaruhi kualitas lingkungan hidup secara keseluruhan terdiri dari elemen-elemen yang berada diwilayah satu Negara, seperti air, tanah, hutan, flora, fauna dan keanekaragaman hayati. 2. Penerapan Deklarasi Stockholm di Indonesia membawa dampak yang positif bagi penerapan Undang-Undang. Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab Negara, asas berkelanjutan yang berwawasan Lingkungan Hidup dalam kerangka pembangunan Masyarakat Indonesia seutuhnya dan seluruhnya yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.Kata kunci: Pengaturan Hukum, Pengelolaan Lingkungan Hidup. Deklarasi Stockholm
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Hevriansyah, Andie, Anna Erliyana, and Audrey G Tangkudung. "PERAN KLHK DALAM PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN HIDUP DILUAR PENGADILAN." ADIL: Jurnal Hukum 12, no. 1 (July 22, 2021). http://dx.doi.org/10.33476/ajl.v12i1.1922.

Full text
Abstract:
Artikel ini membahas permasalahan mengenai peran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam upaya menyelesaikan sengketa di luar pengadilan yang terjadi pada lingkungan hidup, dan penyelesaian kesepakatan ganti kerugian sebagai akibat pencemaran. metode penelitian menggunakan analisis yuridis normatif, artikel ini menyimpulkan peran KLHK yang bertindak sebagai fasilitator dan mediator, juga sebagai pihak yang mewakili negara saat terjadi kerusakan lingkungan yang mengakibatkan kerugian negara. Menteri KLHK juga berperan sebagai verifikator. Lahirnya kesepakatan para pihak yang bersengketa dengan pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan, melalui beberapa tahapan, diawali dari pengaduan, atau berasal dari hasil pengawasan, selanjutnya data tersebut di telaah, dari hasil telaah tersebut bila terdapat indikasi pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, maka dilanjutkan dengan memverifikasi dan klarifikasi hasil verifikasi, bila hasil verifikasi tersebut ditemukan indikasi kerugian dilakukan perhitungan kerugian negara lingkungan hidup. Suatu kesepakatan ganti kerugian akibat dari pencemaran lahir dari perbuatan melawan hukum (PMH) merupakan titik awal dari lahirnya ganti kerugian dan selanjutnya PMH berkembang menjadi pertanggungjawaban mutlak (strict liability), pada persengketaan lingkungan, Rejim pengelolaan lingkungan pada UU No.32 tahun 2009 tentang UPPLH telah menganut asas strict liability, karena itu, tersangka pencemar tidak perlu dibuktikan kesalahannya, cukup dengan adanya suatu potensi yang terjadi, maka dapat melahirkan suatu gugatan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Anzari, Mudhafar, M. Ikhwan, and Syukriah Syukriah. "Actualizing Disability Rights Under Law Number 8 of 2016: An Inclusive Development in Lheu Eu Village." MAQASIDI: Jurnal Syariah dan Hukum, June 5, 2024, 11–25. http://dx.doi.org/10.47498/maqasidi.v4i1.3161.

Full text
Abstract:
Desa sebagai konstruksi hukum, terdiri dari badan pemerintahan dan anggota masyarakat di dalamnya. Namun, inisiatif pembangunan di desa-desa ini sering gagal memenuhi kebutuhan individu penyandang disabilitas. Pengawasan ini mengarah pada marginalisasi penyandang disabilitas, memaksa mereka untuk hidup terisolasi di lingkungan pedesaan. Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah menerapkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Undang-undang ini bertujuan untuk meningkatkan status penyandang disabilitas menjadi sesama warga negara, memastikan hak dan kesempatan yang adil untuk partisipasi aktif mereka dalam pembangunan desa. Penelitian ini menggunakan metodologi yuridis normatif, menganalisis data dari dokumen hukum dan literatur, dilengkapi dengan pendekatan empiris melalui wawancara dengan pemangku kepentingan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hak-hak penyandang disabilitas dalam konteks pembangunan desa dan untuk memahami perspektif pemerintah desa tentang inklusi mereka. Upaya pembangunan harus berputar ke arah model yang berpusat pada masyarakat yang mengintegrasikan kepentingan kelompok penyandang cacat. Oleh karena itu, kesejahteraan penyandang disabilitas di Desa Lheu Eu, Kabupaten Darul Imarah, Aceh Besar, harus didasarkan pada prinsip-prinsip kemanusiaan. Upaya kolaboratif antara Pemerintah Desa, sektor bisnis, akademisi, dan advokat disabilitas sangat penting untuk mewujudkan mandat hukum dan kerangka peraturan yang mengatur inklusi penyandang disabilitas dalam pembangunan desa.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

-, Antonius. "PENGELOLAAN SUMBERDAYA AIR MELALUI KEBIJAKAN PEMERINTAH DAERAH DAN KEARIFAN LOKAL." FOKUS : Publikasi Ilmiah untuk Mahasiswa, Staf Pengajar dan Alumni Universitas Kapuas Sintang. 16, no. 2 (February 11, 2019). http://dx.doi.org/10.51826/fokus.v16i2.209.

Full text
Abstract:
Pengelolaan sumberdaya air dilaksanakan masih menerapkan, Peraturan Menteri Kehutanan P.64/Menhut-II/2013 tentang pemanfaatan air dan energy air di Suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam kemudian ditindaklanjuti melalui Surat Edaran No: SE,I IIV-PJLKHLI 2014 tentang Izin Pemanfaatan (IPA) dan izin pemanfaatan energi air (IPEA) serta pertimbangan teknis untuk permohonan izin usaha pemanfaatan air (IUPA) dan izin usaha pemenfaatan energi air (IUPEA) di suaka margasatwa, taman nasional, taman hutan raya, dan taman wisata alam, serta Peraturan Daerah No 20 Tahun 2015 tentang Rencana Tata Ruang Kabupaten masih bersifat mengakomodir zona pemanfaatan di kawasan taman wisata alam Bukit Kelam. Pemerintah dominan dalam perannya, dan sarat mengatur hak negara dubandingkan masyarakat lokal dalam pengelolaan kawasan. Prinsip keselarasan antara kepentingan sosial, lingkungan hidup, ekonomi jauh dari asas keadilan maupun kelestarian. Pengelolaan sumberdaya air didukung oleh potensi sumberdaya alam, lingkungan sosial dan budaya sangat baik dan terbuka. Faktor penghambat pengelolaannya seperti:lingkup batas kawasan dengan pemukiman tidak diakui masyarakat, karena pemetaan batas sepihak. Model kebijakan yang ideal dalam pengelolaan sumberdaya air adalah inkremental yaitu mengedepankan sebuah keputusan diambil didasari hasil kompromi dan kesepakatan bersama antara banyak partisipan. Masyarakat menghendaki dibuatnya peraturan bersama berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal menerapkan pola 70 % hasil retribusi air menjadi hak desa diperuntukan untuk pembangunan berbagai infrastruktur, dan 30 % disetorkan kepada kas daerah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

WIBOWO, RAHMAT ALI, DIKPRIDE DESPA, and ALEXANDER PURBA. "Evaluasi Program Bantuan Rumah Tidak Layak Huni Bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah Di Kabupaten Pringsewu." Seminar Nasional Insinyur Profesional (SNIP) 2, no. 2 (December 30, 2022). http://dx.doi.org/10.23960/snip.v2i2.250.

Full text
Abstract:
Rumah adalah bangunan gedung yang berfungsi sebagai tempat tinggal yang layak huni, sarana pembinaan keluarga, cerminan harkat dan martabat penghuninya, serta aset bagi pemiliknya. rumah adalah salah satu hak dasar setiap rakyat Indonesia, maka setiap warga negara berhak untuk bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat. Keterbatasan akses masyarakat terhadap rumah menyebabkan tingginya angka backlog rumah. Salah satu program pemerintah untuk megatasi backlog perumahan tersebut adalah Program Bantuan Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) adalah masyarakat yang mempunyai keterbatasan daya beli sehingga perlu mendapat dukungan pemerintah untuk memperoleh rumah yang layak huni. Program satu juta rumah merupakan program pemerintah untuk mendorong berbagai stakeholder penyediaan perumahan yaitu pemerintah pusat, pemerintah daerah, pengembang, dunia usaha, perbankan, dan masyarakat agar terwujud percepatan penyediaan rumah, utamanya bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Keseriusan pemerintah dalam mengurangi Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) terlihat dari ditetapkannya Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indoneisa No.13/PRT/M/2016 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS). Kebijakan BSPS merupakan bantuan Pemerintah bagi masyarakat berpenghasilan rendah untuk mendorong dan meningkatkan keswadayaan dalam peningkatan kualitas rumah dan pembangunan baru rumah beserta prasarana, sarana, dan utilitas umum. Evaluasi program perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Pringsewu ini dilakukan untuk melihat sejauh mana keberhasilan program tersebut, dengan menggunakan indikator dan tolok ukur berdasarkan kriteria efektifitas, efisiensi, kecukupan, dan ketepatan. Sehingga, dengan adanya evaluasi program perbaikan rumah tidak layak huni di Kabupaten Pringsewu ini dapat memberikan informasi serta rekomendasi/usulan pengembangan program ini.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Rizki, Devi Ayu, Sri Sulastri, and Maulana Irfan. "PEMENUHAN HAK PARTISIPASI ANAK MELALUI FORUM ANAK DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KOTA LAYAK ANAK DI KOTA BANDUNG." Share : Social Work Journal 5, no. 1 (July 27, 2015). http://dx.doi.org/10.24198/share.v5i1.13085.

Full text
Abstract:
Anak adalah harapan setiap orang tua dan keluarga. Dalam cakupan luas, anakadalah harapan bangsa dan negara bahkan dunia di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, menjadi hal yang krusial dan komitmen bersama untuk memenuhi hak-hak anak sebagai manusia serta mewujudkan dunia yang layak bagi mereka.Pada tahun 1989, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Konvensitentang Hak-hak Anak (KHA) dan menetapkan kewajiban bagi pemerintah yang meratifikasi untuk membuat langkah-langkah implementasi. Secara garis besar, Konvensi Hak-hak Anak (KHA) tersebut mengelompokkan hak-hak anak ke dalam 4(empat) kelompok hak dasar, yaitu hak untuk bertahan hidup (survival rights), hak untuk tumbuh dan berkembang (development rights), hak atas perlindungan (protection rights), dan hak untuk berpartisipasi (participation rights).Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut pada tahun1990 melalui Keppres Nomor 36 tahun 1990 kemudian mengesahkan Undang-undangPerlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002. Dengan meratifikasi KHA, Indonesiamenyepakati bahwa seluruh hak anak adalah hak asasi manusia seorang anak yang setara pentingnya dan bahwa Indonesia akan melakukan segala upaya untuk memastikan seluruh hak tersebut dihormati, dilindungi, dan dipenuhi.Sejak diratifikasi Konvensi Hak Anak, pemerintah mulai menyusun berbagaistrategi untuk membuat kebijakan maupun program yang betujuan untuk mewujudkanhak-hak anak. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuandan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 Tentang KebijakanPengembangan Kota Layak Anak. Terdapat 40 kabupaten dan 34 kota di Indonesia yang telah dicanangkan sebagai salah satu kabupaten/kota menuju layak anak.Bandung adalah kota yang pertama kali memiliki inisiatif untuk mengembangkanKota Ramah Anak pada tahun 2004. Pada tahun 2006 Kota Bandung telah mendapatkan dua penghargaan sebagai pemerintahan yang memiliki komitmen kuatdalam upaya perlindungan anak sehingga telah dicanangkan sebagai Kota Layak Anak.Dalam kebijakan ini, salah satu prinsipnya adalah partisipasi anak dalam pembangunan lingkungan yang juga sebagai salah satu hak dari 31 hak anak. MenurutPeraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Pasal 1 Ayat 2, “Partisipasi Anak adalah keterlibatan anak dalam proses pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya dan dilaksanakan atas kesadaran, pemahaman serta kemauan bersama sehingga anak dapat menikmati hasil atau mendapatkan manfaat darikeputusan tersebut. Anak perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan, termasukdalam pengambilan keputusan rencana pembangunan daerah untuk mewujudkankota yang layak bagi mereka.Hal di atas menunjukkan bahwa partisipasi anak sesungguhnya merupakan dasar dan batu pijakan yang menjamin bahwa anak-anak merupakan subyek darihak asasi manusia yang sama sehingga tidak selalu menjadi objek dari suatu prosespembangunan. Saat ini, pemerintah telah membentuk dan membina wadah partisipasianak yang disebut Forum Anak, yang didalamnya beranggotakan seluruh anak danpengurusnya terdiri dari perwakilan kelompok-kelompok anak. Forum anak ini dibentuk dengan tujuan untuk menjembatani kepentingan anak-anak dan kepentinganorang dewasa. Forum anak merupakan media, wadah atau pranata untuk memenuhihak partisipasi anak tersebut, untuk secara khusus menegaskan pasal 10 Undang undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sebagai bentuk komitmen dalam merespon kesepahaman atas pentingnya hak partisipasi anak untukmewujudkan Dunia yang layak bagi anak, Pemerintah Kota Bandung juga membentukdan membina wadah partisipasi anak (forum anak) yang bernama Forum Komunikasi Anak Bandung (FOKAB).Akan tetapi, hal ini agaknya juga masih sulit diimplementasikan. Anak sampai saat ini masih berada dilatarbelakang saja dalam proses pembangunan. Kesejahteraananak diasumsikan akan terjadi bila pembangunan berjalan dengan baik. Jadi anak hanya ada dalam anggapan dan tidak pernah dikedepankan secara sadar dan sengaja sebagai wawasan pembangunan dan bukan subyek pembangunan. Mereka hanya menjadi indikator pembangunan, seperti angka kematian bayi, angka kematian balita dan anak, derajat partisipasi dalam pendidikan, dan sebagainya.Konsep anak sendiri juga masih bias. Anak dipandang sebagai orang dewasa yangbelum ‘jadi’, atau tengah dalam proses ‘menjadi’, sehingga tidak perlu diperhitungkan. Padahal anak adalah warga negara yang penuh akal, yang mampu membantu pembangunan masa depan lebih baik bagi semua orang.Berdasarkan pernyataan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untukmengetahui sejauh mana pemenuhan hak partisipasi anak melalui forum anak dalam implementasi kebijakan kota layak anak.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Susilawati, Susilawati. "PENGARUH PROFESIONALISME DAN INDEPENDENSI AUDITOR INTERNAL TERHADAP KUALITAS AUDIT: STUDI PADA INSPEKTORAT PROPINSI JAWA BARAT." ETIKONOMI 13, no. 2 (August 31, 2015). http://dx.doi.org/10.15408/etk.v13i2.1886.

Full text
Abstract:
This study aims to determine the influence of the professionalism and independence of audit quality either simultaneously or partially. The unit of analysis is the study of West Java Province Inspectorate Auditor. The method used is descriptive verification, while the analysis used is multiple linear regression analysis. The dependent variable is audit quality, and the independent variables are professionalism and independence of internal audit. Based on the results of this study concluded that simultaneous, professionalism and independence of a significant effect on audit quality. While partially, Professionalism positive and significant impact on the Quality Audit of 31.43%. Meanwhile, the independence of positive and significant impact on the Quality Audit of 33.48% Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 5 tahun 2008 tentang Standar Audit Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, pada bagian pendahuluan secara eksplisit dan tegas dinyatakan bahwa “Pengawasan intern pemerintah merupakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah suatu instansi pemerintah telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta sesuai dengan rencana, kebijakan yang telah ditetapkan. Selain itu, pengawasan intern atas penyelenggaraan pemerintahan diperlukan untuk mendorong terwujudnya good governance dan clean government dan mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel serta bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi dan nepotisme.” Inspektorat sebagai internal audit pemerintah dan merupakan sumber informasi yang penting bagi auditor eksternal (BPK) dan menjadi ujung tombak untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan daerah, karena hasil audit yang berkualitas merupakan sumber informasi penting dalam memberikan keyakinan kepada pihak pemerintah, DPRD dan BPK. Pengelolaan keuangan pemerintah yang baik harus didukung audit sektor publik yang berkualitas, jika kualitas audit sektor publik rendah, kemungkinan memberikan kelonggaran terhadap lembaga pemerintah melakukan penyimpangan penggunaan anggaran. Selain itu juga mengakibatkan risiko tuntutan hukum (legitimasi) terhadap aparatur pemerintah yang melaksanakannya. Korupsi membawa dampak yang buruk bagi negara terutama bagi perekonomian negara. Akibat dari korupsi yang dapat kita rasakan tentunya tidak terciptanya tata pemerintahan yang mengarah pada good corporate governance. Korupsi mengurangi kepercayaan publik terhadap proses politik karena adanya politik uang, korupsi mempengaruhi pengambilan keputusan kebijakan publik, korupsi meniadakan sistem promosi dan hukuman, korupsi mengakibatkan proyek-proyek pembangunan dan fasilitas umum bermutu rendah dan tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan korupsi menyebabkan sistem perekonomian tidak baik karena produk yang tidak kompetitif dan penumpukan beban hutang luar negeri. Lemahnya pengendalian internal dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan salah satu penyebab terjadinya ketidakefisienan dan ketidakefektifan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan tentunya berdampak pada pemborosan anggaran dan keuangan daerah. Seperti yang baru-baru ini diungkapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa pada kasus semester I 2013, kelemahan Sistem Pengendalian Intern RP.46,24 Triliun dengan potensi kerugian sebesar Rp.10,74 Triliun. BPK juga menemukan 13.969 kasus kelemahan sistem pengendalian intern dan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan dengan senilai RP.56,98 Triliun. Dalam periode 2009 hingga semester I 2013 terdapat 193.600 rekomendasi senilai Rp.73,27 Triliun. Jumlah itu mencakup keuangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN badan hukum milik negara, kontraktor kontrak kerja sama, lembaga yang memiliki saham pemerintah 50% dan otorita (Media Indonesia, 12 November 2013). Di sisi lain, masih menjadi tanda tanya besar di kalangan profesi audit internal mengenai sejauh mana peran serta dari fungsi pengawasan termasuk para pejabat pengawas yang berada di lingkungan fungsi pengawasan atau inspektorat daerah, baik tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota, terutama dalam upaya untuk mengawal berbagai kegiatan dan program pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang memenuhi prinsip tata kelola pemerintahan daerah yang baik dan dapat dipertanggungjawabkan. Audit internal pemerintah (Inspektorat) sebagai whistleblower harus mampu mengungkap semua temuannya mulai dari korupsi, fraud, perbuatan melanggar perudang-undangan atau perpajakan, perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian finasial atau non finansian, pelanggaran prosedur operasi standar (SOP), pelanggaran etika tanpa ada rasa takut untuk mutasi jabatan, sehingga menghasilkan pelaporan yang berdampak pada kualitas audit (KNKG 2008). Salah satu penyebab lain kegagalan internal auditor dalam mendeteksi kecurangan adalah rendahnya tingkat skeptis professional auditor (Beasley, Carcello dan Hermanson, 2001). Audit Internal adalah suatu fungsi penilaian yang dikembangkan secara bebas yang dilakukan oleh orang yang profesional yang memiliki pemahaman yang mendalam mengenai sistem dan kegiatan operasional organisasi, menjamin kegiatan operasional organisasi telah berjalan efektif dan efisien serta memastikan bahwa sasaran dan tujuan organisasi telah tercapai. Lemahnya pengendalian internal dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah merupakan salah satu penyebab terjadinya ketidakefisienan dan ketidakefektifan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan tentunya berdampak pada pemborosan anggaran dan keuangan daerah. villa kotabunga kolam renang Masih menjadi tanda tanya besar di kalangan profesi audit internal mengenai sejauh mana peran serta dari fungsi pengawasan termasuk para pejabat pengawas yang berada di lingkungan fungsi pengawasan atau inspektorat daerah, baik tingkat provinsi, kabupaten, maupun kota. Audit internal pemerintah (Inspektorat) sebagai whistleblower harus mampu mengungkap semua temuannya mulai dari korupsi, fraud, perbuatan melanggar perudang-undangan atau perpajakan, perbuatan yang dapat menimbulkan kerugian finasial atau non finansial, pelanggaran prosedur operasi standar (SOP), pelanggaran etika tanpa ada rasa takut untuk mutasi jabatan, sehingga menghasilkan pelaporan yang berdampak pada kualitas audit. Salah satu penyebab kegagalan auditor internal dalam mendeteksi kecurangan ini adalah rendahnya profesionalisme dan independensi yang dapat mengakibatkan rendahnya kualitas audit. Penelitian yang dilakukan oleh Faisal dkk (2012) mengenai profesionalisme terhadap kualitas audit, hasilnya menunjukkan bahwa profesionalisme tidak berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit secara parsial. Sedangkan penelitian yang dilakukan Angge dan Afridian (2012), hasilnya menunjukan bahwa independensi berpengaruh secara signifikan. Hasil ini bertentangan dengan hasil penelitian Faisal (2012) dimana independensi tidak berpengaruh terhadap kualitas audit. Faisal menunjukan bahwa kualitas audit tidak akan dipengaruhi oleh independensi auditor dalam menyelesaikan laporan audit. Hal ini dapat terjadi karena sistem pelaporan keuangan di institusi yang menjadi objek penelitian telah cukup baik, sehingga kualitas audit tidak terlalu berpengaruh terhadap kualitas audit. Tujuan Penelitian ini adalah: pertama, untuk mengetahui serta menganalisis pengaruh Profesionalisme dan Independensi Auditor Internal secara simultan terhadap kualitas audit pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat. Kedua, untuk mengetahui serta menganalisis pengaruh Profesionalisme dan Independensi Auditor Internal secara parsial terhadap kualitas audit pada Inspektorat Provinsi Jawa Barat DOI: 10.15408/etk.v13i2.1886
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Ustrati, Fauziah, Endang S. Hisyam, and Boy Dian Anugra Sandy. "Analisis Pemanfaatan Air Hujan Sebagai Air Baku Dengan Sistem Pemanenan Air Hujan (Studi Kasus: Gedung Baru Rektorat Universitas Bangka Belitung)." Civil Engineering Scientific Journal 2, no. 2 (May 26, 2023). http://dx.doi.org/10.35334/cesj.v2i2.3546.

Full text
Abstract:
ABSTRACT: A Based on the Regulation of the State Minister for the Environment No. 12 of 2009, it is explained that rainwater is a source of water that can be used as a filler for groundwater and or used directly to overcome water shortages during the dry season and floods during the rainy season. The construction of a new building for the Rectorate of the University of Bangka Belitung resulted in a change in land use, which previously was a forest that was still overgrown with plants into a building to support lecture activities. This will have an impact on decreasing the quantity of water that seeps into the ground and increasing runoff. One of the water conservation technologies that can be used to utilize rainwater is rainwater harvesting. The existence of management and utilization of rainwater can reduce surface runoff discharge and continuous use of groundwater. Therefore, rainwater harvesting is carried out as an appropriate water conservation technology to be applied at the Rectorate Building of the University of Bangka Belitung which is expected to save groundwater use and reduce surface runoff discharge. The method used is the method of collecting and processing data. In the analysis of Rainwater Harvesting (RH), the calculation of RH capacity is calculated based on the Minister of Public Works Regulation concerning Implementation of Non-Pipeline Road Network SPAM Development No. 01/PRT/M2009. From the research results, it was found that the raw water requirement for the Rector Building at the University of Bangka Belitung was 2.275 m3/day with a PAH tank capacity of 76 m3 and the total cost of building a rainwater reservoir for the Rector Building at the University of Bangka Belitung was Rp. 147,453,000.00.. Keywords: Rainwater, Raw Water, Rainwater Storage ABSTRAK: Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 12 tahun 2009, dijelaskan bahwa air hujan merupakan sumber air yang dapat dimanfaatkan sebagai pengisi air tanah dan atau dimanfaatkan secara langsung untuk mengatasi kekurangan air pada musim kemarau dan banjir pada musim penghujan. Adanya pembangunanan gedung baru Rektorat Universitas Bangka Belitung mengakibatkan berubahnya tata guna lahan, yang sebelumnya kawasan tersebut adalah hutan yang masih ditumbuhi tanaman menjadi gedung untuk menunjang aktivitas perkuliahan. Hal ini akan berdampak pada menurunnya kuantitas air yang meresap ke dalam tanah dan meningkatnya aliran permukaan. Salah satu teknologi konservasi air yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan air hujan adalah pemanenan air hujan. Adanya penggelolaan dan pemanfaatan air hujan dapat menggurangi debit aliran permukaan dan penggunaan air tanah secara terus menerus. Oleh karena itu dilakukannya pemanenan air hujan sebagai teknologi konservasi air yang tepat guna untuk diaplikasikan di Gedung Rektorat Universitas Bangka Belitung yang diharapkan dapat menghemat penggunaan air tanah dan mengurangi debit limpasan aliran permukaan. Metode yang digunakan yaitu metode pengumpulan dan pengolahan data. Dalam analisis kapasitas Pemanenan Air Hujan (PAH), perhitungan kapasitas PAH dihitung berdasarkan Permen PU tentang Penyelenggaraan Pengembangan SPAM Bukan Jaringan Jalan Perpipaan No. 01/PRT/M2009. Dari hasil penelitian, didapatkan kebutuhan air baku pada Gedung Rektorat Universitas Bangka Belitung sebesar 2,275 m3/hari dengan kapasitas tangki PAH sebesar 76 m3serta total biaya pembangunan penampung air hujan Gedung Rektorat Universitas Bangka Belitung sebesar Rp 147.453.000,00.Kata kunci: Air Hujan, Air Baku, Penampungan Air Hujan
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography