To see the other types of publications on this topic, follow the link: Matius.

Journal articles on the topic 'Matius'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Matius.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Siahaan, Rospita. "Yesus adalah Mesias Penyembuh dalam Injil Matius." SUNDERMANN: Jurnal Ilmiah Teologi, Pendidikan, Sains, Humaniora dan Kebudayaan 16, no. 1 (June 30, 2023): 36–45. http://dx.doi.org/10.36588/sundermann.v16i1.115.

Full text
Abstract:
Tulisan ini bertujuan untuk mempresentasikan karakteristik Injil Matius dalam menggambarkan Yesus sebagai Mesias Penyembuh yang membedakan Yesus dari magician pada zamanNya. Penyembuhan yang dilakukan Yesus adalah untuk menggenapi nubuatan Perjanjian Lama tentang kedatangan Mesias. Penulis menggunakan metode tafsir kritik redaksi dalam menganalisa susunan Injil Matius serta dua perikop terkait mujizat penyembuhan. Untuk mencapai tujuan ini, pertama-tama penulis memaparkan kesatuan antara pengajaran dan penyembuhan Yesus dalam Injil Matius dimana hal ini tidak ditemukan dalam praktek penyembuhan di dunia Yunani Romawi. Selanjutnya, penulis menganalisa penyembuhan perempuan yang pendarahan dua belas tahun dalam Matius 9:20-22 dan penyembuhan anak perempuan Kanaan dalam Matius 15:21-28. Dalam kedua narasi tersebut Matius meredaksi materi yang diperolehnya dari Markus dengan mengurangi unsur-unsur magisnya untuk menghadirkan Yesus sebagai Mesias.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Saragih, Erman Sepniagus. "Hipokrit Pemuka Agama (Matius 23:1-12)." Integritas: Jurnal Teologi 3, no. 2 (December 27, 2021): 107–19. http://dx.doi.org/10.47628/ijt.v3i2.68.

Full text
Abstract:
Tindakan Penguasa Agama (Matius 23:1-12). Matius 23 terkenal sebagai teks kontroversial, dimana pasal ini merupakan antitesis khotbah Yesus di bukit (pasal 5-7). Yesus mengakui otoritas ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, namun mereka menentang eksistensi-Nya sebagai Mesias. Keberadaan Yesus baik dari aspek popularitas pelayanan maupun pada masa depan membuat kecemasan bagi para pemuka agama di Yudea. Metodologi yang digunakan adalah prinsip hermeneutik dengan menggunakan historis kritis, struktur teks dan analisis sosial komunitas Matius. Dengan demikian Matius 23 menggambarkan perilaku pelayanan pemuka agama di Yudea sebagai dasar untuk memahami maksud kritik Yesus terhadap penguasa agama yang duduk di kursi Musa. Tanpa meniadakan otoritas pemuka agama itu, Yesus dalam injil Matius menekankan ajaran penatalayanan transformatif kepada orang banyak dan murid-murid-Nya (komunitas Matius) untuk lebih menerapkan solidaritas persaudaraan dan empati sosial sebagai keutamaan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Timotius, Timotius, and Marthin Steven Lumingkewas. "Eskatologis Matius dalam Perspektif Nubuatan Hosea." CHARISTHEO: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 2, no. 2 (March 6, 2023): 126–39. http://dx.doi.org/10.54592/jct.v2i2.77.

Full text
Abstract:
This study aims to straighten out the accusation that Matthew as the author of the Gospel of Matthew has misinterpreted Hosea 11:1 which is quoted by him in Matthew 2:15. There are scholars accusing Matthew of misinterpreting Hosea 11:1 when saying Matthew 2:15 is the fulfillment of what was prophesied by the prophet Hosea, because Hosea 11:1 is actually a historical reflection not prophecy. On the other hand, other scholars say that Matthew did not misinterpret Hosea 11:1, because this is the way the New Testament writers used the Old Testament. Where they can direct to Christ. In this study, the author uses the literature research method as a reference in describing the problems studied. The final result of this study, the author will show that Matthew did not misinterpret Hosea 11:1, because Matthew wrote this Gospel under the inspiration of the Holy Spirit, the Exodus is indeed Messianic Eschatology, and Matthew uses the Correspondence Analogy method when interpreting Hosea 11:1 , so that Matthew 2:5 is a fulfillment of the prophecy of the prophet Hosea. AbstrakPenelitian ini bertujuan meluruskan tuduhan bahwa Matius sebagai penulis Injil Matius telah salah menafsirkan Hosea 11:1 yang dikutip olehnya dalam Matius 2:15. Ada sarjana menuduh Matius telah salah menafsirkan Hosea 11:1 pada saat mengatakan Matius 2:15 merupakan penggenapan dari apa yang dinubuatkan oleh nabi Hosea, karena sebenarnya Hosea 11:1 merupakan sebuah refleksi sejarah bukan nubuatan. Sebaliknya sarjana lain mengatakan bahwa Matius tidak salah menafsirkan Hosea 11:1, karena ini merupakan cara penulis Perjanjian Baru dalam menggunakan Perjanjian Lama. Di mana mereka bisa langsung mengarahkan kepada Kristus. Dalam penelitian ini, penulis memakai metode penelitian literatur sebagai acuan dalam mendeskripsikan masalah yang dikaji. Hasil akhir dari penelitian ini, penulis menunjukkan bahwa Matius tidak salah menafsirkan Hosea 11:1, dikarenakan Matius menulis Injil ini dibawah inspirasi dari Roh Kudus. Peristiwa Keluaran memang bersifat Eskatologi Mesianik, dan Matius memakai metode Analogi korespondensi pada saat menafsirkan Hosea 11:1, sehingga Matius 2:5 merupakan penggenapan dari nubuat nabi Hosea.Kata Kunci: Matius; Hosea; Penggenapan; Penafsiran; Yesus.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Siswanto, Krido, Yelicia, Kristian Karipi Takameha, and Sabda Budiman. "Respon Gereja Terhadap Penganiayaan Berdasarkan Matius 10:17-33." Skenoo : Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 1, no. 1 (June 30, 2021): 11–22. http://dx.doi.org/10.55649/skenoo.v1i1.1.

Full text
Abstract:
Penganiayaan merupakan sesuatu yang nyata dan benar-benar terjadi dalam kekristenan. Penganiayaan juga bukan hal yang asing bagi kehidupan iman Kristen. Gereja mula-mula juga merasakan sensasi. Namun pada saat ini, seringkali orang Kristen merasa kecewa dan ditinggalkan karena pengalaman yang dialaminya. Dengan demikian, penelitian ini hendak memaparkan tanggapan yang diterapkan dalam Alkitab dalam menghadapi situasi, secara khusus yang terdapat dalam Matius 10:17-33. Oleh karena itu bagaimanakah tanggapan orang dalam menghadapi penilaian berdasarkan Matius 10:17-33? Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui seperti apakah respons yang benar sesuai dengan kebenaran-Nya yang telah dinyatakan dalam Matius 10:17-33. Dari hasil pengamatan dalam Matius 10:17-33, terdapat lima respons terhadap tantangan yang berani yaitu tetap waspada terhadap situasi, tentang menghadapi Yesus, tetap percaya dan tidak menghadapi tekanan, dan tidak takut akan tantangan. Respon terhadap topik berdasarkan Matius 10:17-33 memberikan, pembelajaran, dan kritik terhadap masa kini dalam menghadapi tantangan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Siburian, Carel. "Benarkah Hamba Ketiga Malas dan Jahat?" SANCTUM DOMINE: JURNAL TEOLOGI 13, no. 1 (December 15, 2023): 37–58. http://dx.doi.org/10.46495/sdjt.v13i1.200.

Full text
Abstract:
Pembacaan “klasik” terhadap Matius 25:14-30 selalu mengarah pada kesimpulan bahwa hamba ketiga adalah hamba yang tidak setia kepada tuannya dan pada apa yang dipercayakan tuannya kepadanya. “Talenta” selalu dianggap sebagai “karunia” yang diberikan oleh Tuhan yang harus selalu dikembangkan oleh manusia. Pembacaan tersebut juga “seolah” meniadakan keberatan yang justru muncul dalam teks, saat hamba ketiga memberi perlawanan kepada sang tuan. Namun benarkah perumpamaan ini menunjukkan bahwa hamba ketiga adalah hamba yang malas dan jahat, dan benarkah “hanya” berbicara mengenai karunia Allah? Melalui tulisan ini akan disampaikan pembacaan kritis-alternatif atas Matius 25:14-30. Dengan metode pendekatan naratif, setidaknya ada empat tawaran pembacaan terhadap perumpamaan ini, yaitu (1) Yesus sedang/adalah melakoni hamba ketiga; (2) hamba ketiga adalah hamba yang baik; (3) perumpamaan ini bukanlah tentang karunia; dan adanya kemungkinan bahwa (4) Injil Matius sedang “menyembunyikan” sesuatu; bahwa jawaban atas perumpamaan dalam Matius 25:14-30 justru ada pada Matius 25:31-46. Itulah sebabnya perumpamaan talenta harus dibaca bersama dengan kisah penghakiman terakhir.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Hutasoit, Parulian, and Junior Natan Silalahi. "Pengaruh Pengajaran Kerajaan Surga dalam Persepektif Injil Matius bagi Pertumbuhan Iman Jemaat." Voice of HAMI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 7, no. 1 (October 17, 2024): 1–14. https://doi.org/10.59830/voh.v7i1.109.

Full text
Abstract:
Artikel ini mengkaji tentang pengajaran Kerajaan Surga menurut perspektif Injil Matius. Dalam Injil Matius, pegajaran tentang Kerajaan Surga sangat unik karena berkaitan dengan tema dari Injil tersebut yaitu Yesus adalah Mesias Raja. Berkaitan dengan tema ini menegaskan bahwa Yesus memerinta di Kerajaan Surga. Adapun metode penelitian dalam artikel ini adalah kualitatif, bersifat penelitian kepustakaan bertujuan untuk mengetahui pengajaran tentang Kerajaan Surga khususnya pada Injil Matius dan implikasinya bagi pertubuhan iman jemaat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Adiatma, Daniel Lindung, and Eldad Mesakh Pramono. "Konsep Mesianik dan Apologetik Matius melalui Perumpamaan Mesianik Menurut Matius 21:33-43." HUPERETES: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 4, no. 1 (December 31, 2022): 80–90. http://dx.doi.org/10.46817/huperetes.v4i1.154.

Full text
Abstract:
Studi tentang perumpamaan dalam Injil Sinoptik merupakan proses yang rumit. Matius 21:33-44 telah menyatakan suatu perumpamaan yang berpotensi membiaskan pemahaman para pembacanya. Tidak adanya penjelasan penulis terhadap makna perumpamaan menjadikan para pembacanya memahami perumpamaan tersebut secara berbeda, tergantung pada sudut pandang pembaca. Perumpamaan tersebut juga telah menimbulkan perdebatan pada kalangan sarjana Perjanjian Baru. Bahkan para sarjana injili pun tidak menemukan kesepakatan terkait pemaknaan perumpamaan tersebut. Tujuan penelitian ini adalah menemukan suatu rumusan makna teologis yang komprehensif dari perumpamaan yang telah dicatatkan dalam Matius 21:33-44. Tulisan ini memaparkan tiga analisis yang relevan dalam memahami perumpamaan tentang penggarap kebun anggur. Analisis latar belakang sejarah, analisis materi dan analisis teologi merupakan pendekatan yang relevan dalam menjembatani pemahaman antara penerima ajaran perumpamaan mula-mula dengan orang kristen abad pertama. Perumpamaan tentang penggarap kebun anggur tidak dapat ditafsirkan secara alegoris melainkan dengan mempertimbangkan konteks pengkompilasian materi. Selain memberikan makna kristologis yang kuat, perumpamaan ini merupakan argumentasi apologetis Matius untuk mengoreksi kesalahan orang Yahudi menolak Yesus serta meyakinkan pembacanya bahwa Yesus adalah Mesias yang telah dijanjikan oleh Allah dalam Perjanjian Lama.The study of parables in the Synoptic Gospels is a complex process. Matthew 21:33-44 has stated a parable that has the potential to distort the understanding of its readers. The absence of the author's explanation of the meaning of the parable makes the readers understand the parable differently, depending on the reader's point of view. The parable has also generated debate among New Testament scholars. Even evangelical scholars have found no agreement on the meaning of the parable. The purpose of this study is to find a comprehensive theological meaning formulation of the parable that has been recorded in Matthew 21:33-44. This paper presents three analyzes that are relevant in understanding the parable of the vineyard cultivators. Historical background analysis, material analysis and theological analysis are relevant approaches in bridging understanding between the early recipients of parable teachings and the first century Christians. The parable of the cultivators of the vineyard cannot be interpreted allegorically but in light of the context in which the material is compiled. Apart from providing a strong Christological meaning, this parable is Matthew's apologetic argument to correct the mistake of the Jews in rejecting Jesus and to convince his readers that Jesus is the Messiah that God has promised in the Old Testament.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Kather, David Jullen. "Pernikahan Kristen Menurut Matius 19:6 terhadap Implementasinya di Jemaat." JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan 6, no. 9 (September 3, 2023): 7277–89. http://dx.doi.org/10.54371/jiip.v6i9.2839.

Full text
Abstract:
Pernikahan Kristen Menurut Matius 19:6 terhadap Implementasinya di Jemaat Dalam Matius 19:6, Yesus mengemukakan apa yang dimaksud dengan pernikahan, “Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia.” Ayat ini merupakan gambaran atau prinsip pokok pernikahan Kristen. Prinsip ini mempunyai arti makna yang dapat dijadikan pedoman bagi pernikahan Kristen yang harus diketahui oleh setiap pasangan suami isteri. Yang menjadi pertanyaan adalah Apakah makna pernikahan kristen menurut Matius 19:6 dipahami dengan baik dan dapat diimplementasikan dengan baik di jemaat? Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh pemahaman pernikahan secara umum dan pernikahan kristen menurut Matius 19:6 terhadap implementasinya di jemaat. Penulis dalam penelitian paper ini menggunakan metode penelitian studi pustaka dengan pendekatan kualitatif deskriptif, serta menggunakan metode deskriptif analisis yang diambil dari sumber data-data yang relevan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Retjelina, Dorkas, and David Ferryanto. "Prinsip-prinsip Penggembalaan Yesus dalam Injil Matius." LOGIA: Jurnal Teologi Pentakosta 5, no. 1 (March 8, 2024): 144–72. https://doi.org/10.37731/log.v5i1.159.

Full text
Abstract:
Tujuan artikel ini adalah agar setiap gembala mengetahui tentang prinsip-prinsip penggembalaan Yesus dalam Injil Matius yang dapat diterapkan dalam pelayanan penggembalaan masa kini. Seorang Gembala bertanggung jawab untuk menjalankan fungsinya sebagai gembala yang menggembalakan jemaat Tuhan. Itu sebabnya sebagai seorang gembala membutuhkan prinsip-prinsip yang baik untuk dapat mengembangkan potensi dirinya dalam pelayanan penggembalaannya. Beberapa artikel sudah menuliskan tentang prinsip-prinsip penggembalaan, namun penekanan mengenai prinsip-prinsip penggembalaan Yesus di dalam Injil Matius kurang ditonjolkan. Melalui metode penelitian kualitatif studi pustaka dengan fokus pada pemahaman teks Alkitab, artikel ini akan menjelaskan bahwa prinsip-prinsip penggembalaan Yesus dalam Injil Matius merupakan hal yang sangat penting. Itu sebabnya untuk mendapatkan gambaran yang jelas, penelitian ini berfokus pada interpretasi teks atau makna teks yang berkaitan dengan prinsip-prinsip penggembalaan Yesus dan untuk selanjutnya dapat diaplikasikan bagi pelayanan penggembalaan masa kini. Untuk mencapai pembuktiannya, maka pada bagian pertama akan memaparkan pengertian tentang penggembalaan. Bagian kedua mengekspos ayat-ayat Alkitab guna mendapatkan prinsip-prinsip penggembalaan Yesus dalam Injil Matius. Bagian ketiga menunjukkan pentingnya prinsip-prinsip penggembalaan bagi pelayanan penggembalaan masa kini.Tujuan artikel ini adalah agar setiap gembala mengetahui tentang prinsip-prinsip penggembalaan Yesus dalam Injil Matius yang dapat diterapkan dalam pelayanan penggembalaan masa kini. Seorang Gembala bertanggung jawab untuk menjalankan fungsinya sebagai gembala yang menggembalakan jemaat Tuhan. Itu sebabnya sebagai seorang gembala membutuhkan prinsip-prinsip yang baik untuk dapat mengembangkan potensi dirinya dalam pelayanan penggembalaannya. Beberapa artikel sudah menuliskan tentang prinsip-prinsip penggembalaan, namun penekanan mengenai prinsip-prinsip penggembalaan Yesus di dalam Injil Matius kurang ditonjolkan. Melalui metode penelitian kualitatif studi pustaka dengan fokus pada pemahaman teks Alkitab, artikel ini akan menjelaskan bahwa prinsip-prinsip penggembalaan Yesus dalam Injil Matius merupakan hal yang sangat penting. Itu sebabnya untuk mendapatkan gambaran yang jelas, penelitian ini berfokus pada interpretasi teks atau makna teks yang berkaitan dengan prinsip-prinsip penggembalaan Yesus dan untuk selanjutnya dapat diaplikasikan bagi pelayanan penggembalaan masa kini. Untuk mencapai pembuktiannya, maka pada bagian pertama akan memaparkan pengertian tentang penggembalaan. Bagian kedua mengekspos ayat-ayat Alkitab guna mendapatkan prinsip-prinsip penggembalaan Yesus dalam Injil Matius. Bagian ketiga menunjukkan pentingnya prinsip-prinsip penggembalaan bagi pelayanan penggembalaan masa kini.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Saragih, Erman Sepniagus. "“Janganlah Kamu Disebut Rabi”: Sebuah Pendekatan Hermeneutik-Pedagogis terhadap Matius 23:8." Veritas: Jurnal Teologi dan Pelayanan 23, no. 2 (December 1, 2024): 175–86. https://doi.org/10.36421/veritas.v23i2.691.

Full text
Abstract:
Matius 23:8 merupakan teks yang rumit dan sarat dengan hal-hal kontroversial. Perbandingan prinsip pengajaran Yesus dan pengajaran para rabi Yahudi yang tersebar luas di balik teks-teks Matius harus jelaskan, sebab sangat bermanfaat untuk memaknai maksud teks. Mengabaikan tugas mengajar ahli Taurat dan orang Farisi dalam Matius 23:8 dapat menghasilkan distorsi penafsiran, bahkan salah menggali makna teks Alkitab. Esai ini memberikan perspektif baru atas pembacaan larangan Yesus “janganlah kamu disebut Rabi” dalam Matius 23:8 dengan menggunakan Hermeneutik pendekatan pedagogis. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dan mengartikulasi mengapa Yesus melarang para murid dan orang banyak disebut Rabi dan bagaimana hal ini dibaca dengan lensa pedagogis. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah pertama, terjadi diakognisi makna kata rabi dalam ajaran Yesus. Kedua, pengajar tidak bermuara pada tujuan untuk kedudukan dan penghormatan (prestise). Ketiga, Yesus sedang mengajarkan prinsip yang mengedepankan sikap persaudaraan yang saling melayani dengan pandangan bahwa Yesus satu-satunya Guru. Artinya, Dialah yang layak menerima kemulian dan hormat sampai selama-lamanya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Marpaung, Sri Rizki. "Kecerdasan Emosional Menurut Matius 5:1-48 dan Implikasinya dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Kristen Untuk Remaja di Era Digital." Regula Fidei : Jurnal Pendidikan Agama Kristen 8, no. 2 (October 1, 2023): 147–63. http://dx.doi.org/10.33541/rfidei.v8i2.174.

Full text
Abstract:
Masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi secara efektif dan membangun hubungan sosial dengan orang lain sangat minim. Hal ini merupakan esensi dari kecerdasan emosional. Dengan demikian, tujuan penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi kecerdasan emosional menurut Matius 5. Bagian ini diimplikasinya ke dalam Pendidikan Agama Kristen di era digital, karena kecerdasaan emosional merupakan salah satu esensi dari ajaran Tuhan Yesus dalam Matius 5 dan bagian ini masih jarang yang membahasnya secara khusus. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan mengunakan eksegese yaitu dengan menafsirkan ajaran Tuhan Yesus dalam Matius 5 secara khusus mengenai kecerdasan emosional dalam Matius 5. Hasilnya adalah kecerdasan emosional merupakan kemampuan seseorang untuk mengelola emosinya, sehingga ini merupakan dasar untuk berelasi dengan orang lain. Hal ini harus berakar pada Allah itu sendiri, yaitu melalui perjumpaan dengan Tuhan Yesus. Maka, Pendidikan Agama Kristen berfungsi sebagai strategi mengajarkan kecerdasan emosional, bahkan menjadi wadah atau tempat untuk melatih dan membimbing peserta didik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Simangunsong, Bestian, Erman Saragih, Frimus Y. Nababan, Jihan Panggabean, and Lukas Van El Manik. "KESALEHAN SOSIAL MENURUT MATIUS 23." CARAKA: Jurnal Teologi Biblika dan Praktika 3, no. 2 (November 10, 2022): 216–30. http://dx.doi.org/10.46348/car.v3i2.126.

Full text
Abstract:
Perubahan perilaku pergaulan dan meningkatnya presentasi muda-mudi gereja dalam ruang media sosial tentunya menjadi tantangan bagi gereja. Tujuan penelitian ini adalah mengargumentasikan konstruksi prinsip Etika Kristen berupa kesalehan sosial berdasarkan pembacaan Matius 23 sebagai konsep penatalayanan adaptif bagi muda-mudi gereja. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dengan kajian kritis dan konstruktif pada buku dan jurnal (studi literatur) yang terkait dengan hasil tafsiran Matius 23 dan penatalayanan muda-mudi gereja. Kesimpulannya adalah kesalehan sosial sebagai konstruksi Etika Kristen dari pembacaan tafsiran Matius 23. Adapun kesalehan sosial yang dimaksud mencakup empat prinsip etika kristen bagi muda-mudi gereja ketika mereka presentif di ruang media sosial, yaitu pertama, media sosial sebagai tempat untuk mengekspresikan integritas dan identitas kristiani (ay. 1-4); kedua, media sosial sebagai tempat untuk menabur dan menularkan nilai-nilai kejujuran (ay. 5-6); ketiga, media sosial sebagai wadah untuk membangun solidaritas persaudaraan dan kesetaraan (ay. 7-12); empat media sosial sebagai tempat untuk menyampaikan suara kenabian (ay. 13-36).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Ziraluo, Theophylus Doxa. "Analisis Multidimensi Narasi Matius 8." KHARISMATA: Jurnal Teologi Pantekosta 7, no. 1 (July 31, 2024): 43–65. http://dx.doi.org/10.47167/kharis.v7i1.253.

Full text
Abstract:
The background of the research is, First, Jesus is considered as a pro-Jewish person. Secondly, this text is considered within the framework of religious moderation. Thirdly, it emphasises Roman culture when explaining the term ‘pais’ (child). Fourthly, it doubts the healing that Jesus did - it was just a pretence. Considering this, the method used in this research is qualitative hermeneutic with Grant R. Osborne's narrative criticism steps. Based on the literature review, this research is important because previous studies did not discuss narrative texts based on Grant R. Osborne's aspects. Therefore, this study serves as an evaluation and contribution to other studies. In addition, this article aims to show the importance of examining narrative texts based on the aspects of narrative criticism. Analysing the dimensions can help the reader to follow the storyline so as to characterise the psychology, ideology, conflicts, strengths and weaknesses of a characterisation, as well as provide an accurate interpretation. Yang melatarbelakangi penelitian yaitu, Pertama, Yesus dinilai sebagai orang yang pro dengan non Yahudi. Kedua, teks ini dinilai dalam kerangka moderasi beragama. Ketiga, menekankan kebudayaan Romawi ketika menjelaskan istilah “pais” (anak). Keempat, meragukan penyembuhan yang Yesus lakukan – hanya berpura-pura. Mencermati hal tersebut, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif hermeneutik dengan langkah-langkah kritik narasi Grant R. Osborne. Berdasarkan studi literatur, penelitian ini penting dikarenakan penelitian-penelitian sebelumnya tidak membahas teks narasi berdasarkan berdasarkan aspek-aspek yang digunakan Grant R. Osborne. Oleh karena itu, penelitian ini berfungsi sebagai evaluasi dan kontribusi bagi penelitian lainnya. Selain itu, artikel ini bertujuan untuk menunjukkan akan pentingnya meneliti teks-teks narasi berdasarkan spek-aspek kritik narasi. Analisis terhadap dimensi-dimensi mampu menolong pembaca untuk mengikuti alur cerita sehingga memberikan karakteristik psikologi, ideologi, konflik, kekuatan dan kelemahan dalam sebuah penokohan, serta memberikan penafsiran dengan tepat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Telaumbanua, Arozatulo, Jan Lukas Lombok, and Otieli Harefa. "Perspektif Etika Kristen tentang Standar Mengasihi dan Penerapannya bagi Orang Kristen Masa Kini." Fidei: Jurnal Teologi Sistematika dan Praktika 5, no. 2 (December 14, 2022): 233–49. http://dx.doi.org/10.34081/fidei.v5i2.321.

Full text
Abstract:
Perspektif etika Kristen tentang standar sikap mengasihi berdasarkan Matius 22:37-40 merupakan standar moral terhadap setiap tindakan, perkataan dan kehidupan orang Kristen. Perubahan zaman dan perkembangan teknologi mempengaruhi sikap dan perilaku manusia tentang mengasihi Tuhan Allah dan manusia. Manusia lebih mengasihi berdasarkan perspektif dan standar mereka daripada perspektif Allah. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan, menemukan makna dan bentuk sikap mengasihi berdasarkan Matius 22:37-40. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan pendekatan studi pustaka. Berdasarkan hasil analisis pustaka yang dilakukan, maka perspektif etika Kristen tentang standar sikap mengasihi yang ditinjau dari Matius 22:37-40 merupakan kebenaran hakiki yang harus dilakukan oleh semua orang percaya kepada Tuhan Yesus Kristus. Penerapannya harus segenap hati, jiwa dan akal budi serta sama seperti pribadi sendiri. Dengan demikian, perspektif etika Kristen tentang standar sikap mengasihi ditinjau dari Matius 22:37-40 dilakukan melalui perkataan, perbuatan, tingkah laku, kesucian hidup, kesetiaan kepada Allah, kasih nyata dan tidak dendam terhadap orang lain dan suka berbagi hidup kepada orang yang membutuhkan. Berbagi hidup yang dimaksud adalah menasihati, mendoakan, memberikan sesuatu dan menjadi solusi bagi orang lain.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Sinaga, Janes, Juita Lusiana Sinambela, Rudolf Weindra Sagala, and Raden Deddy Kurniawan. "SILSILAH YESUS KRISTUS, ANAK DAUD, ANAK ABRAHAM BERDASARKAN MATIUS 1:1 DARI SUDUT PANDANG BIBLICAL DAN HISTORICAL." DA'AT : Jurnal Teologi Kristen 4, no. 1 (January 31, 2023): 15–28. http://dx.doi.org/10.51667/djtk.v4i1.1043.

Full text
Abstract:
Tujuan penelitian ini adalah agar setiap orang Kristen memahami keberadaan Yesus Kristus sebagai Mesias atau Juruselamat, denga napa yang dituliskan pada Kitab Matius. Melalui kitab Matius 1:1 dipaparkan mengenai silsilah Yesus Kristus sebagai anak Daud dan Anak Abraham. Sepintas seakan-akan itu hanya sebuah informasi bagi setiap pembaca, namun di dalamnya ada makna teologis dan historical mengenai silsilah tersebut. Kitab Matius pada zamannya ditujukan kepada orang Yahudi. Pemaparan mengenai silsilah Yesus kristus dalam Kitab Matius sangat penting bagi orang Yahudi, untuk mengetahui keakuratan asal usul Yesus dan Apakah Yesus layak untuk dihormati atau mendapat tempat bagi orang Yahudi. Pada zaman Kristen modern dan Yahudi hal ini penting untuk mengetahui apakah benar Yesus adalah Mesias yang dijanjikan dalam perjanjian Daud dan Abraham, sehingga menolak keraguan kemesiasan Yesus sebagai Raja alam semesta dan tempat keimanan kita digantungkan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mendapatkan sumber daftar Pustaka, Alkitab, buku-buku dan jurnal, yang dipaparkan secara deskriptif untuk mendapatkan informasi dan pemahaman yang tempat mengenai Yesus Kristus sebagai Anak Daud dan Anak Abraham.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Suryadi, Suryadi, and Exson Eduaman Pane. "PENGARUH KEROHANIAN ANGGOTA JEMAAT TERHADAP KEMAJUAN PENGINJILAN GEREJA GMAHK NARIPAN BANDUNG BERDASARKAN MATIUS 28:19-20." EZRA SCIENCE BULLETIN 2, no. 1A (April 28, 2024): 37–45. http://dx.doi.org/10.58526/ez-sci-bin.v2i1a.103.

Full text
Abstract:
Menurut Matius 28:19-20, penelitian ini menyelidiki bagaimana kerohanian anggota jemaat berdampak pada kemajuan penginjilan di Gereja GMAHK Naripan Bandung. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang menggunakan survei dan analisis jalur. Data dikumpulkan melalui kuesioner yang bertanya tentang kerohanian anggota jemaat, aktivitas penginjilan, persepsi mereka tentang kemajuan gereja, dan tanggapan terhadap Matius 28:19-20. Menurut hasil penelitian, sebagian besar jemaat terlibat dalam aktivitas gereja dan memiliki kebiasaan berdoa dan meditasi Alkitab. Namun, beberapa orang kurang terlibat dalam ibadah Sabat. Mereka biasanya terlibat dalam kegiatan penginjilan, tetapi kurang terlibat dalam konferensi dan seminar gereja. Meskipun beberapa orang mengatakan mereka kurang memahaminya, tanggapan terhadap ajaran Matius 28:19-20 menunjukkan pemahaman dan penerapan yang baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Gereja GMAHK Naripan Bandung memiliki jemaat yang aktif dan berkomitmen, namun masih ada ruang untuk peningkatan dalam beberapa aspek kegiatan gereja.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Tampubolon, Benny. "Makna “Bertobatlah” Berdasarkan Matius 3:2." Jurnal Teologi Amreta (ISSN: 2599-3100) 5, no. 2 (July 1, 2022): 23–34. http://dx.doi.org/10.54345/jta.v5i2.75.

Full text
Abstract:
“Bertobatlah” merupakan bentuk kata kerja aktif yang dilakukan baik bersifat perorangan atau banyak orang. Perintah ini ditujukan kepada obyek pelaku yang tidak berjalan sesuai dengan kehendak Allah. Maka bertobat adalah tindakan yang harus dilakukan seluruh umat manusia karena seluruh umat manusia telah berdosa kepada Allah. Sebab dari kata bertobat sendiri secara etimologi dalam bahasa Yunaninya memiliki pengertian Μετανοεῖτε (Metanoeite) mengubah pikiran, dan tujuan hidup yang mengacu kepada penerimaan terhadap kehendak Allah. Bicara pikiran dan tujuan ialah berurusan dengan batiniah. Dari kata “bertobatlah” ini merupakan satu sikap yang bersedia untuk berubah atau atas dasar keputusan sendiri. Bukan terjadi secara otomatis. Bertobat memiliki konsekuensi yakni percaya kepada YHWH dan berpegang pada hukum-hukum YHWH (di dalam Perjanjian Lama), dan taat kepada Yesus Kristus sebagai Mesias dan ajaran-ajaran-Nya (di dalam Perjanjian Baru). Artinya tatanan hidup manusia didominasi atau diatur oleh peraturan-peraturan-Nya. Dalam tatalaksana bertobat pun terdapat beberapa bagian, di antaranya percaya kepada seluruh berita Injil (Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru), memberi diiri dibaptis disertai dengan pengakuan dosa sebagai bukti dan memaknakan kerelaan hati untuk membawa diri kepada peralihan hidup, yaitu tidak lagi berjalan atas dasar dan kepentingan diri sendiri melainkan atas kehendak dan tujuan Allah. Selain itu bertobat memiliki kaitannya dengan menerima keselamatan oleh pengampunan dosa dari Allah serta perihal Kerajaan Sorga yaitu karya-karya Allah dalam diri manusia itu. --- Abstract "Repent” is an active verb form that is done either individually or by many people. This command is addressed to the object of the perpetrator who does not go according to God's will. So repenting is an action that must be done by all mankind because all mankind has sinned against God. Because the word repent itself etymologically in Greek has the meaning (Metanoeite) change the mind, and the purpose of life that refers to acceptance of God's will. Talking thoughts and goals is dealing with the inside. From the word "repent" this is an attitude that is willing to change or on the basis of one's own decision. It doesn't happen automatically. Repentance has the consequence of believing in YHWH and keeping YHWH's laws (in the Old Testament), and obeying Jesus Christ as the Messiah and His teachings (in the New Testament). This means that the order of human life is dominated or regulated by His regulations. In the management of repentance there are also several parts, including believing in the entire gospel message (Old Testament and New Testament), giving oneself to be baptized accompanied by confession of sins as evidence and interpreting the willingness of the heart to bring oneself to the transition of life, which is no longer walking on the basis of self-interest but in the will and purpose of Allah. In addition, repenting has something to do with receiving salvation by forgiveness of sins from God and regarding the Kingdom of Heaven, namely the works of God in humans.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Andar G, Pasaribu, Geby N Sinaga, Naomi Butar-Butar, and Anabella Pashya. "Pembinaan Warga Gereja Menurut Kitab Matius." Jurnal Magistra 1, no. 4 (December 17, 2023): 150–58. http://dx.doi.org/10.62200/magistra.v1i4.66.

Full text
Abstract:
Church Community Development is a church activity that aims to mature the faith of church members, and by carrying out this activity it is hoped that the congregation's faith will experience growth towards maturity in life as believers. The formation of church members based on the Book of Matthew explores the principles of Christian life contained in the depths of the Gospel. The focus includes understanding the teachings of Jesus, developing spirituality, and applying spiritual values ​​in everyday life. Through in-depth reflection on the teachings of the Book of Matthew, this training aims to strengthen the faith and shape the character of church members so that they become enlighteners in society and are able to have a positive impact on the surrounding environment.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Surbakti, Noel. "Yesus Sang Imanuel sebagai Pembebas: Pencarian Gagasan Pembebasan dalam Injil Matius dan Implikasinya bagi Gereja di Indonesia." Mitra Sriwijaya: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 2, no. 2 (February 7, 2022): 13–26. http://dx.doi.org/10.46974/ms.v2i2.43.

Full text
Abstract:
Abstract: Liberation Theology once a new hope for the Third World theology. Not only for its efforts to “liberate” Third World theology from domination of West Theology, but also for its concerns of social prolems in society. Lately, there many critics come from scholars which addressed to Liberation Theology. They declared that Liberation Theology was nurtured from wrong biblical interpretation. I see that statement not completely true. Because of that, I will observe the bible to find a liberation theme in the bible. Therefore, the purpose of this paper is to find liberation theme in the bible especially in Gospel of Matthew. For that, I will interpret several texts of Matthew which related to Jesus Emmanuel which become special characteristic in Gospel of Matthew. In my work, I will combine literer analysis with context historism of the first reader from Matthew (Matthean Community). It will find that Gospel of Matthew speak about liberation theme which presented by Jesus Emmanuel. Finally, liberation theme which Liberation Theology speak out actually have a biblical foundation. As its implication, churches in Indonesia also play a role as liberator because Jesus as head of churches is a liberator. Abstrak: Teologi Pembebasan merupakan sebuah harapan baru dalam berteologi di Dunia Ketiga. Bukan hanya karena upayanya “membebaskan diri” dari pengaruh teologi Barat, tetapi juga karena upayanya dalam memperhatikan permasalahan sosial dalam masyarakat. Tetapi belakangan ini, para ahli mengkritik Teologi Pembebasan. Beberapa ahli menyatakan bahwa Teologi Pembebasan berasal dari penafsiran Alkitab yang salah. Penulis melihat pendapat tersebut tidak sepenuhnya benar. Karena itu penulis berupaya menemukan gagasan pembebasan di dalam Alkitab khususnya dalam Injil Matius. Untuk itu, penulis akan menafsirkan beberapa unit teks dalam Injil Matius yang berkaitan dengan sosok Yesus sang Imanuel yang begitu ditonjolkan dalam Injil Matius. Penafsiran tersebut memperhatikan analisis literer dan konteks historis pembaca pertama Injil Matius (komunitas Matius). Melalui kajian tersebut ditemukan bahwa Injil Matius memuat gagasan pembebasan yang diwujudkan melalui Yesus sang Imanuel. Dengan demikian gagasan pembebasan yang diusung dalam Teologi Pembebasan sesungguhnya memiliki landasan alkitabiah. Sebagai implikasinya, gereja-gereja di Indonesia juga berperan sebagai “pembebas” karena Yesus sebagai kepala gereja merupakan sosok “pembebas.”
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Kailuhu, Christin Destalia, and Yesi Damita. "PRINSIP KEPEMIMPINAN BERDASARKAN MATIUS 25:14-30 SEBAGAI LANDASAN BAGI GURU SEBAGAI PEMIMPIN DALAM DUNIA PENDIDIKAN." Inculco Journal of Christian Education 2, no. 3 (September 17, 2022): 239–54. http://dx.doi.org/10.59404/ijce.v2i3.112.

Full text
Abstract:
Penulisan ini bertujuan untuk mendapatkan hakekat prinsip kepemimpinan sebagai hamba yang berguna berdasarkan Matius 25:14-30 dalam aplikasi membangun guru sebagai pemimpin dalam dunia pendidikan. Metode yang digunakan adalah studi kualitatif dengan menganalisa pendekatan kajian biblika dari Kitab Matius 25:14-30. Adapun prinsip tersebut adalah (1) mengerjakan tugas dengan segera atau tanpa penundaan; (2) mengerjakan tugas dengan berkarakter hamba yang baik; (3) mengerjakan tugas dengan kesetiaan; (4) tunduk pada pemberi otoritas.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Taung, Marson. "KONSEP DUKACITA MENURUT INJIL MATIUS 5:4." BONAFIDE: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 3, no. 1 (June 25, 2022): 61–78. http://dx.doi.org/10.46558/bonafide.v3i1.81.

Full text
Abstract:
Di kalangan orang percaya masa kini, masih banyak yang salah mengerti tentang dukacita yang dimaksud oleh Tuhan Yesus dalam Matius 5:4. Penelitian ini ingin mengeksplorasi makna yang sesungguhnya agar diperoleh pemahaman yang benar. Metode penelitian yang digunakan adalah metode tafsir atau eksegese. Hasilnya ditemukan bahwa maksud Yesus tentang dukacita dalam Matius 5:4 adalah dukacita rohani, yaitu berduka yang disebabkan dosa, berduka pada saat melihat orang lain berbuat dosa, dan berduka pada saat orang lain di aniaya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Istiqomah, Riski Alita, Fitria Ramdani, and Adis Subarkah. "Model Pembelajaran Flute pada Siswa Kelas 6 di Sekolah Dasar Kristen Bina Bakti 2 Matius Bandung." Jurnal Pendidikan Indonesia 2, no. 6 (June 25, 2021): 1086–96. http://dx.doi.org/10.36418/japendi.v2i6.197.

Full text
Abstract:
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses model pembelajaran Flute Pada Siswa Kelas 6 di Sekolah Dasar Bina Bakti 2 Matius Bandung. Berawal dari rumusan masalah yang bertujuan untuk mengetahui, menggambarkan dan mendeskripsikan pembelajaran Flute kelas 6 di Sekolah Dasar Kristen 2 Bina Bakti Matius Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk menggambarkan dan menyebutkan berbagai data yang berhasil dikumpulkan dari lapangan secara terperinci dan fokus pada pokok bahasan yang telah diteliti melalui bantuan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi pustaka. Sekolah Dasar Kristen Bina Bakti 2 Matius Bandung ini merupakan satu-satunya sekolah di Bandung yang menjadikan pembelajaran instrumen musik sebagai pelajaran Intrakurikuler. Hal tersebut memberikan hasil yang memuaskan yaitu dengan tercapainya standar kompetensi yang dirancang sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian nilai 3 objek penelitian (siswa kelas 6 yang memilih flute sebagai instrumen pilihannya) dari evaluasi Ujian Tengah Semester yang dilakukan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Istiqomah, Riski Alita, Fitria Ramdani, and Adis Subarkah. "Model Pembelajaran Flute pada Siswa Kelas 6 di Sekolah Dasar Kristen Bina Bakti 2 Matius Bandung." Jurnal Pendidikan Indonesia 2, no. 06 (June 25, 2021): 1086–96. http://dx.doi.org/10.59141/japendi.v2i06.197.

Full text
Abstract:
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui proses model pembelajaran Flute Pada Siswa Kelas 6 di Sekolah Dasar Bina Bakti 2 Matius Bandung. Berawal dari rumusan masalah yang bertujuan untuk mengetahui, menggambarkan dan mendeskripsikan pembelajaran Flute kelas 6 di Sekolah Dasar Kristen 2 Bina Bakti Matius Bandung. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk menggambarkan dan menyebutkan berbagai data yang berhasil dikumpulkan dari lapangan secara terperinci dan fokus pada pokok bahasan yang telah diteliti melalui bantuan teknik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, studi dokumentasi dan studi pustaka. Sekolah Dasar Kristen Bina Bakti 2 Matius Bandung ini merupakan satu-satunya sekolah di Bandung yang menjadikan pembelajaran instrumen musik sebagai pelajaran Intrakurikuler. Hal tersebut memberikan hasil yang memuaskan yaitu dengan tercapainya standar kompetensi yang dirancang sebelumnya. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian nilai 3 objek penelitian (siswa kelas 6 yang memilih flute sebagai instrumen pilihannya) dari evaluasi Ujian Tengah Semester yang dilakukan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Kawira, Jack. "PANDANGAN ESKATOLOGI INJIL MATIUS 27:51-54." VERBUM CHRISTI: JURNAL TEOLOGI REFORMED INJILI 2, no. 1 (June 5, 2020): 87–114. http://dx.doi.org/10.51688/vc2.1.2015.art4.

Full text
Abstract:
Matius 27:51-54 memberitahukan kepada kita beberapa peristiwa luar biasa yang terjadi ketika Yesus mati di atas kayu salib. Beberapa teolog mengatakan bahwa kita tidak dapat melihat peristiwa- peristiwa yang dicatat di dalam perikop tersebut benar-benar terjadi secara literal melainkan hanya sebagai konsep teologis yang dinyatakan di dalam peristiwa. Mereka mengatakan karena Matius sebenarnya telah dipengaruhi oleh budaya Helenistik yang kemudian menggunakan perangkat puisi Helenistik untuk menekankan bahwa Raja yang besar telah mati. Tetapi tentu saja pengertian semacam ini akan sangat menjadi ancaman bagi iman Kristen, khususnya mengenai kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus sebagai peristiwa yang terjadi secara literal. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengerti bagian tersebut sebagai peristiwa yang terjadi secara literal. Kemudian kita akan melihat signifikansi kuasa kematian Tuhan Yesus Kristus yang bahkan memicu kebangkitan dari para orang kudus dan disisi lain bagian ini menjadi fitur baru yang dibawa oleh Matius ke dalam tradisi Sinoptik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Sinambela, Pison, Pelita Hati Surbakti, and Esther Widhi Andangsari. "Mengingat Masa Lalu di Saat Krisis: Pemaknaan terhadap Sosok Anak Kecil dalam Matius 18:2." Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen dan Musik Gereja 5, no. 2 (October 29, 2021): 209–23. http://dx.doi.org/10.37368/ja.v5i2.259.

Full text
Abstract:
Injil Matius ditujukan bagi komunitas yang tengah mengalami krisis yang sangat hebat. Dalam merespons situasi tersebut, penulis injil menuliskan peraturan komunitas (Gemeindeordnung), yang tertulis dalam Matius 18. Hal yang menarik dari peraturan tersebut adalah, Matius mengawali tulisannya dengan mengangkat kisah Yesus yang menempatkan seorang anak kecil (Mat.18:2). Kisah ini menjadi sebuah kisah yang sangat fenomenal mengingat pada masa itu anak kecil adalah kelompok masyarakat yang rendah dan dianggap tidak begitu penting. Dari kisah yang menarik dan fenomenal ini memunculkan pertanyaan: Mengapa Yesus menggunakan anak kecil? Sejumlah penafsir menyimpulkan bahwa itu adalah semacam simbol. Penafsir lain menyatakan bahwa itu merupakan semacam model. Namun demikian, ada sejumlah penafsir yang menyimpulkan dengan sangat berbeda namun menarik yaitu bahwa penggunaan anak kecil ini adalah terkait dengan masa lalu. Sayangnya penjelasan mengenai pendekatan “masa lalu” yang digunakan oleh Yesus ini belum diuraikan lebih jauh. Melalui tulisan ini, penulis menyimpulkan bahwa Yesus sedang menggunakan sebuah pendekatan pastoral yaitu nostalgia. Dengan memanfaatkan sejumlah penelitian empiris dalam penelitian psikologi, penulis menilai bahwa penggunaan anak kecil adalah agar para murid dapat kembali kepada masa lalu mereka yang penuh dengan narasi penyertaan Allah, baik kepada para leluhur mereka maupun kepada diri mereka sendiri. Sebagai komunitas yang tengah mengalami krisis, pendekatan ini diharapkan akan menghadirkan harapan. Tema utama Injil Matius - Allah Bersama Kita - dan penelitian empiris tentang nostalgia dalam psikologi akan digunakan sebagai bingkai kerja penafsiran.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

GEA, IBELALA. "5 (LIMA) NILAI BUDAYA KERJA KEMENTRIAN AGAMA (Analisis dari Injil Sinoptis)." KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi 2, no. 1 (December 17, 2018): 1–22. http://dx.doi.org/10.37196/kenosis.v2i1.30.

Full text
Abstract:
Artikel ini bertujuan untuk mendeskripsikan hasil penelitian tentang konsep teori 5 (lima) nilai budaya kerja Kementerian Agama dan bagaimana analisis aplikasinya menurut Injil Sinoptis. Temuan penelitian menunjuk bahwa Injil Sinoptis (Matius, Markus, dan Lukas) memberitakan bahwa jauh sebelum ada teori nilai budaya kerja (integritas, profesionalitas, inovasi, tanggungjawab dan keteladanan), Yesus telah mengajarkan dan melakukannya. Injil sinoptis memberitakan bahwa Yesus telah mengajarkan kejujuran baik perkataan dan perbuatan (Matius 5:37; Markus 12:13; Lukas 16:8). Profesionalitas mendapat perhatian dari pengajaran Yesus (Lukas 5:1-11) dimana keahlian sangat didorong untuk dimiliki oleh semua orang, namun harus tetap rendah hati dan mengutamakan kuasa Tuhan dalam segala hal. Inovasi adalah usaha untuk selalu mengalami peningkatan melalui berbagai kreasi dan teknologi, namun kemajuan harus didapat dengan cara-cara yang benar. Demikian inovasi sebaiknya didasarkan pada peraturan dan kehendak Tuhan. Di dalam Inji Sinoptis memberitakan tentang tanggungjawab. Dimana setiap orang diharapkan bertanggungjawab pada setiap perbuatan dan tindakannya, bukan hanya dipertanggungjawabkan kepada manusia, tetapi juga kepada Allah sebagai penerima tanggungjawab akhir (Matius 25:21-28).Sedangkan nilai budaya kerja keteladanan, kitab Injil memberitakan bahwa Yesus mengajarkan supaya setiap orang harus menjadi teladan dalam perkataan dan perbuatan. Lebih jauh Injil Matius 20:28 dan markus 10:45, bahwa Yesus telah membuat pernyataan bahwa Ia datang ke dunia untuk melayani dan bukan dilayani.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Niansari, Ruth Madhu, and Jacob Arifan M.Th. "APLIKASI TALENTA (MATIUS 25:14-30) DALAM MISI KRISTEN MELALUI MEDIA SOSIAL FACEBOOK." FILADELFIA: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 2, no. 2 (October 30, 2021): 130–43. http://dx.doi.org/10.55772/filadelfia.v2i2.35.

Full text
Abstract:
Banyak orang Kristen enggan menggunakan talenta yang dimilikinya untuk misi Kristen melalui Facebook dikarenakan malu, gengsi dan takut. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mencari arti talenta dalam Matius 25:14-30 dan menemukan aplikasinya dalam misi Kristen melalui media sosial Facebook. Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan kajian biblika dengan pendekatan analisis, buku-buku teologi. Juga studi kuantitatif dengan penyebaran angket. Eksposisi Matius 25:14-30 dipergunakan untuk menarik kesimpulan mengenai talenta di dalam Kitab Matius. Kemudian mengaplikasikannya dalam misi Kristen melalui media sosial Facebook. Hasil dari penelitian ini ialah talenta dalam misi Kristen melalui Facebook dipercayakan kepada pengerjaNya dengan menggunakan dasar pengajaran Injil Kristus. Talenta dalam misi Kristen melalui Facebook dipertanggung-jawabkan untuk memberitakan berita keselamatan. Talenta dalam misi Kristen melalui Facebook diberikan sesuai kesanggupan dan memiliki otoritas penuh namun sesuai dengan Undang-Undang ITE. Talenta dalam misi Kristen melalui Facebook memiliki waktu terbatas sehingga membutuhkan kreativitas. Dalam penelitian ini, talenta dapat diaplikasikan dalam misi Kristen melalui media sosial Facebook.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Kaunang, Albertina Nomay Baramuli, and Yogi Tjiptosari. "Persekutuan Doa sebagai Ruang Pemuridan: Implikasi Teologis Matius 28:18-20." Jurnal Teologi Berita Hidup 5, no. 1 (September 29, 2022): 219–30. http://dx.doi.org/10.38189/jtbh.v5i1.359.

Full text
Abstract:
Amanat Agung merupakan sebuah kata kunci dalam kegiatan misi, yang diartikulasikan dari nas yang sangat populer Matius 28:19-20; sekalipun judul perikop tidak memuat diksi itu. Namun demikian, spirit “menjadikan segala bangsa murid Kristus” seolah meninggalkan jejak “menjadikan Kristen” atau yang lebih populer dengan stigma kristenisasi, sehingga mengakibatkan ekses sentimen agama. Ada perbedaan sikap yang muncul, yakni dengan tetap melakukan penginjilan dengan semangat menobatkan sebagai inti pesan amanat agung seperti yang telah dilakukan dari masa ke masa, atau merekonstruksi misi di era sekarang dengan memaknai ulang narasi teks Matius 28:19-20 tersebut. Artikel ini bertujuan untuk menawarkan sebuah pemaknaan teks “amanat agung” sebagai tindakan pemuridan yang dapat dilakukan di persekutuan doa. Dengan menggunakan metode tafsir konstruktif melalui pembacaan ulang nas Matius 28:19-20, maka didapatkan bahwa pesan inti dari “amanat agung” tersebut adalah tentang pemuridan, yang dapat dilakukan di mana saja dan kepada siapa saja. Kesimpulannya, pemuridan yang merupakan prinsip amanat agung dapat dilakukan di persekutan-persekutuan doa, selain gereja.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Nelly, Nelly, Nicholas Raja Hatigoran Nababan, and Jeffry Johanis Rindengan. "IMPLEMENTASI POLA PEMURIDAN MENURUT INJIL MATIUS BAGI GPPS JEMBER." Jurnal Misioner 2, no. 1 (April 30, 2022): 87–112. http://dx.doi.org/10.51770/jm.v2i1.40.

Full text
Abstract:
Pemuridan adalah amanat agung Yesus Kristus. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Data-data penelitian diperoleh melalui observasi dan wawancara. Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan pola pemuridan menurut Injil Matius dan implimentasinya bagi GPPS Jember agar berdampak bagi pertumbuhan jemaat baik secara kualitas maupun kuantitas. Dalam Injil Matius menjelaskan pola pemuridan yaitu, berdoa sebelum memanggil murid, mengajar dan keteladanan hidup, pengawasan pelayanan dan pengajaran, serta mengutus untuk memberitakan Injil. Keempat hal ini dapat diimplementasikan bagi GPPS Jember dalam melaksanakan amanat agung Yesus Kristus.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Wardoyo, Gregorius Tri. "AMANAH AGUNG TUHAN YESUS DALAM KEEMPAT INJIL DAN IMPLIKASINYA DALAM MEMAHAMI INJIL, BUDAYA DAN PEWARTA INJIL." LOGOS 18, no. 1 (April 14, 2021): 31–47. http://dx.doi.org/10.54367/logos.v18i1.1175.

Full text
Abstract:
Injil Matius 28:16-20 kerap kali dijadikan dasar misi murid-murid Yesus di dunia ini. Ada bahaya misi disempitkan pada tindakan membaptis saja. Melalui studi intertekstual yakni dengan membandingkan Injil Matius dengan ketiga Injil lainnya, ditemukan bahwa misi tidak sekadar tindakan  membaptis  tetapi lebih-lebih mewartakan  Injil yang berisi  bahwa Allah senantiasa menyertai umat manusia dan bahwa Allah yang sama menawarkan kepada umat manusia pertobatan dan pengampunan dosa dari Allah. Inilah kabar sukacita yang hendaknya diwartakan oleh pewarta Injil dalam budaya dimana mereka hidup.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Belo, Yosia. "PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DALAM MATIUS 28:19-20." JURNAL LUXNOS 5, no. 2 (December 20, 2019): 127–33. http://dx.doi.org/10.47304/jl.v5i2.21.

Full text
Abstract:
Abstract: This article talks about a biblical study of the text of Matthew 28: 19-20. This study was conducted to gain an understanding of Christian Religious Education in Matthew 28: 19-20. So that every PAK teacher can apply in applying and teaching students. Abstrak: Artikel ini berbicara tentang kajian biblika terhadap teks Matius 28:19-20. Kajian ini dilakukan untuk mendapatkan pemahaman tentang Pendidikan Agama Kristen dalam Matius 28:19-20. Supaya dapat diterapkan oleh setiap guru PAK dalam menerapkan dan melakukan pengajaran terhadap peserta didik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Rahelia, Vika, and Ihan Martoyo. "Yesus, Eunuch, dan Kesucian." Indonesian Journal of Theology 11, no. 2 (December 26, 2023): 384–405. http://dx.doi.org/10.46567/ijt.v11i2.347.

Full text
Abstract:
Artikel ini menyajikan beberapa pandangan yang berkaitan dengan tafsir mengenai kasim (eunuch) pada Matius 19:12. Alternatif tafsir yang ditemukan menyediakan kemungkinan untuk variasi gender inklusif dalam penggalian kata dari bahasa asli ayat ini, khususnya tafsir mengenai kondisi eunuch yang tak bisa menikah atau tak memiliki kemampuan untuk memiliki keturunan, baik yang disebabkan secara natural dari rahim ibunya, oleh orang lain maupun sukarela atas keinginan diri sendiri untuk pelayanan atau Kerajaan Allah. Kala itu, masalah “ketidakjantanan” adalah hal yang memalukan/tidak terhormat, tetapi dirangkul oleh Yesus. Seperti upaya tafsir pada umumnya, ayat ini memang terbuka pada penafsiran dari berbagai pandangan. Namun, kita tetap dapat melihat benang merah maksud dan tujuan penerimaan Yesus terhadap kondisi eunuch ini. Bukan kebetulan Yesus mengungkapkan topik eunuch di Matius, dan hanya di Matius disebutkan kondisi natural eunuch, atau eunuch dari lahir (dari rahim ibunya). Secara garis besar kata kasim memang biasanya mengacu kepada laki-laki yang dikastrasi baik secara sukarela maupun disebabkan oleh orang lain, tetapi dalam hal natural eunuch, dapat dipastikan berbicara tentang anomali genetik, yang pada zaman sekarang dapat diidentifikasi sebagai varian dalam interseks.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Nehe, Evarisman, Desy Mintin, Amanda Kilala, and Talizaro Tafonao. "Metode Diskusi Yesus Sebagai Pola Dasar Pembentukan Karakter Religius dalam Keluarga." Jurnal Ilmiah Multidisiplin 1, no. 2 (February 1, 2024): 138–56. http://dx.doi.org/10.62282/juilmu.v1i2.138-156.

Full text
Abstract:
Penanaman karakter religius sebagai dasar dari seluruh karakter tengah mengalami kemandekan dibeberapa keluarga zaman ini. Salah satu penyebanya adalah monotonnya model pembelajaran dari orang tua dalam mendidik anak dalam keluarga. Oleh karenannya masalah yang dirumuskan adalah pertama, bagaimanakah metode diskusi yesus dalam proses pengajarannya dalam matius 16:13-20? Kedua, apakah pentingnya karakter religius anak dalam keluarga? Dan tujuan penelitian hendak mengekspos makna metode pengajaran yesus dalam matius 16:13-20 sebagai pola dasar bagi orang tua melaksanakan pendidikan karakter religius bagi anak. Metode penelitian yang dipakai dalam tulisan ini adalah penelitian kualitatif, dengan menelusuri ragam literatur yang berporos pada metode diskusi dalam pembelajaran dan mengeksplorasi teks matius 16:13-20 menemukan metode diskusi yesus saat mengajar para murid. Hasil penelitian ini memberi terang baru suatu metode alternatif yang digunakan oleh yesus sang guru agung melaksanakan pendidikan karakter religius berbasis metode diskusi terhadap murid. Bahwa perlunya orang tua melebarkan pemahaman dalam memberi pendidikan karakter religius terhadap anak, sebagaimana yesus dalam memaparkan suatu tujuan ilahi (nilai religius, bahwa yesus adalah mesias) pada murid-murid dengan cara metode diskusi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Supriyanto, Eko, and Ayub Sugiharto. "Peran Majelis Dalam Pelaksanaan Disiplin Gereja Berdasarkan Matius 18:15 Bagi Anggota Jemaat Yang Melakukan Pelanggaran Dosa." Teokristi: Jurnal Teologi Kontekstual dan Pelayanan Kristiani 3, no. 2 (November 4, 2024): 172–86. http://dx.doi.org/10.38189/jtk.v3i2.860.

Full text
Abstract:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran majelis gereja dalam pelaksanaan disiplin gereja berdasarkan Matius 18:15. Gereja ada karena kehendak Tuhan dan menjadi komunitas orang percaya untuk mengalami pertumbuhan rohani. Walaupun sudah menjadi anak-anak Allah, faktanya kuasa dosa tidak secara otomastis hilang dalam diri anak-anak Allah. Melakukan dosa berarti melenceng dari aturan Tuhan dan akibatnya adalah keterpisahan dengan Allah, walaupun seperti dekat dengan-Nya. Oleh karena itu majelis sebagai pemimpin gereja memiliki tanggungjawab tidak hanya mengawasi pertumbuhan rohani jemaat, tetapi juga menolong supaya jemaat meninggalkan dosa. Disiplin gereja merupakan sarana untuk menolong umat yang kedapatan melakukan dosa dengan tujuan supaya kembali di jalan Allah, namun jika disiplin salah dalam penerapan, justru menimbulkan masalah baru. Dengan meneliti Matius 18:15 sesuai dengan prinsip hermeneutik, penelitian ini bertujuan menjelaskan prinsip-prinsip dalam pelaksanaan disipilin gereja bagi jemaat yang kedapatan melakukan dosa sesuai Matius 18:15. Hasil penelitian, disiplin adalah bentuk kasih kepada saudara seiman yang bertujuan menolong mereka untuk meninggalkan tabiat dosa dan mengalami pertumbuhan rohani. Sedangkan majelis sebagai eksekutor harus memiliki kedewasaan rohani.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Sembiring, Johannes. "Implementasi Pola Pemuridan Yesus Menurut Injil Matius." KHARISMATA: Jurnal Teologi Pantekosta 2, no. 2 (May 3, 2020): 113–26. http://dx.doi.org/10.47167/kharis.v2i2.34.

Full text
Abstract:
Matthew does not emphasize the apostle's understanding of Jesus' disciples in his writings, but instead uses the term "disciple." Matthew, dealing with Jews who are peculiar to discipleship, certainly considers the root importance of the term "disciple", a learner. A person who serves God should be a disciple of Christ, who loves and follows Christ and lives according to the character of the Lord Jesus with all his heart. This is a literature review article that uses descriptive methods. Descriptive study was applied to the pastors of the GPdI session in Jember Regency which numbered 28 people as participants. Research data obtained directly from the field using research instruments in the form of a questionnaire. After analyzing to get answers based on the percentage of participant scores, it can be concluded that the implementation value of Jesus' discipleship pattern according to the Gospel of Matthew among the Pastors of the GPdI Session in Jember district is very high, namely 90.30%. AbstrakMatius tidak menekankan tentang pemahaman rasul pada murid-murid Yesus pada Tulisannya, akan tetapi menggunakan istilah “murid.” Matius berhadapan dengan orang Yahudi yang khas dengan pemuridan, pasti menganggap penting akar istilah “murid” tersebut, yaitu seorang yang belajar. Seorang yang melayani Tuhan seharusnya adalah seorang murid Kristus, yang mengasihi dan mengikut Kristus serta hidup sesuai karakter Tuhan Yesus dengan sepenuh hati. Ini merupakan artikel kajian literatur yang menggunakan metode deskriptif. Kajian deskriptif diterapkan pada gembala-gembala sidang GPdI se-Kabupaten Jember yang berjumlah 28 orang sebagai partisipan. Data-data penelitian diperoleh secara langsung dari lapangan dengan menggunakan instrument penelitian dalam bentuk angket. Setelah dilakukan analisis untuk mendapatkan jawaban berdasarkan prosentasi skor partisipan, maka dapat disimpulkan bahwa nilai implementasi pola pemuridan Yesus menurut Injil Matius dikalangan Gembala Sidang GPdI se-kabupaten Jember adalah sangat tinggi, yaitu 90,30%.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Putra, Adi. "Memahami Bangsa-bangsa Lain dalam Injil Matius." BIA': Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen Kontekstual 1, no. 2 (December 30, 2018): 243–52. http://dx.doi.org/10.34307/b.v1i2.59.

Full text
Abstract:
This article described one of the uniqueness of the Gospel of Matthew, namely: the emergence of systemic and consistent elements of other nations (gentile). Though Matthew's Gospel is a gospel written for Jews with an emphasis on fulfilling the Old Testament in Jesus and His ministry. Then, why are the elements of other nations in it? This paper answers it by looking more at the salvation (soteriology) aspects designed by God and also includes other nations in it. Abstrak: Artikel ini menjelaskan salah satu keunikan dari Injil Matius, di mana secara sistematis dan konsisten menjelaskan unsur bangsa-bangsa lain (gentile). Meskipun injil Matius ditulis kepada orang Yahudi dengan sebuah penekanan penggenapan PL dalam Yesus dan pelayanan-Nya. Lalu, mengapa unsur bangsa-bangsa lain dijelaskan secara konsisten dan sistematis di dalamnya? Penelitian ini menjawabnya dengan melihat lebih kepada aspek keselamatan yang telah didesain oleh Allah juga bagi bangsa-bangsa lain
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Putra, Adi. "Problematika Teks dan Makna Matius 19:9." Missio Ecclesiae 9, no. 2 (July 21, 2021): 1–16. http://dx.doi.org/10.52157/me.v9i2.122.

Full text
Abstract:
Abstract: The problematic text and meaning of Matthew 19: 9 is the focus of this study. Because this verse not only causes polemic in its meaning, it is also needed in the text. Because based on the notes to Nestle Aland 28 (NA28), there are so many variations on this verse. By using qualitative, specifically using analysis and exegesis tools with accuracy in analyzing, it is concluded that the text provided by NA28 is much better (stated or) and suitable to be used as translated text in exegesis studies. In addition, in this study, it was found as a phrase "except for adultery" asking for reasons to justify divorce. However, in this study it was found that even adultery had taken place, divorce was still not permitted. Because Jesus' Teaching Principle is love and forgiveness. Abstraksi: Problematika teks dan makna Matius 19:9 menjadi konsen dari penelitian ini. Oleh karena ayat ini tidak hanya menimbulkan polemik pada maknanya, melainkan juga pada teksnya. Karena berdasarkan catatan kaki pada Nestle Aland 28 (NA28), ada begitu banyak varian terhadap ayat ini. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, khususnya menggunakan analisis apparatus dan eksegesis dengan ketelitian dalam menganalisis, maka disimpulkan bahwa teks yang diberikan oleh NA28 jauh lebih baik (mendekatai aslinya) dan cocok dijadikan sebagai teks acuan dalam studi eksegesis. Selain itu, dalam penelitian ini, dijumpai bahwa frasa “kecuali karena zina” bukanlah sebuah alasan untuk membenarkan perceraian. Akan tetapi dalam penelitian ini ditemukan bahwa bahkan sekalipun telah terjadi perzinaan, perceraian tetap tidak diperbolehkan. Karena prinsip ajaran Yesus adalah kasih dan pengampunan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Manafe, Yanjumseby Yeverson, and Yenny Anita Pattinama. "KONSEP INTEGRITAS MENURUT MATIUS 5: 17-20." Missio Ecclesiae 9, no. 1 (April 30, 2020): 59–78. http://dx.doi.org/10.52157/me.v9i1.117.

Full text
Abstract:
Integritas merupakan suatu karakter yang mencakup harga diri seseorang, karena dasar dari integritas adalah karakter. Pada dasarnya hakikat pribadi yang berintegritas dapat dilihat dalam diri Yesus Kristus yang dapat dibaca dalam Alkitab. Dari hasil eksegese ditemukan bahwa Yesus adalah pribadi yang berintegritas. Yesus ingin para murid dan orang percaya lainnya memiliki integritas. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konsep integritas dalam Matius 5:17-20. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan paradigma naturalistik yang didasarkan pada metode fenomenologis dengan pendekatan grammatical analysis. Teknik pengumpulan data digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan studi literatur. Beberapa temuan dari hasil penelitian ini adalah orang yang berintegritas adalah orang memiliki cara berpikir yang positif, konsisten dalam perkataan, teguh dalam komitmen, memiliki ketaatan, melakukan tanggungjawab, hidup dalam kejujuran, setia melakukan hukum Taurat dan juga memiliki keteladanan. Berdasarkan temuan temuan dalam penelitian ini maka dibagian akhir peneliti akan memberikan beberapa rekomendasi kepada hamba Tuhan dan orang percaya
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Derung, Teresia Noiman. "Upaya Pengampunan Keluarga Kristiani Menurut Injil Matius." In Theos : Jurnal Pendidikan dan Theologi 1, no. 3 (March 28, 2022): 74–83. http://dx.doi.org/10.56393/intheos.v1i3.530.

Full text
Abstract:
Peristiwa memprihatinkan selalu terjadi dalam hidup bermasyarakat, seperti pertengkaran, memukul, saling mendiamkan, bahkan membunuh sesama diakibatkan karena sakit hati dan dendam yang berkepanjangan. Hal ini terjadi karena tidak ada pengampunan. Tujuan penelitian ini untuk mengungkapkan dan mendeskripsikan konsep pengampunan yang ada di dalam Injil Matius dan upaya umat Kristiani agar mendorong para pelaku penyimpangan pengampunan untuk kembali ke jalan Tuhan sehingga memperoleh ampunan dari Tuhan dan sesama. Jenis penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif tentang pengampunan menurut Injil Matius serta upaya umat Kristiani memperoleh pengampunan dari Tuhan dan sesama. Teknik pengumpulan data menggunakan wawancara mendalam kepada sejumlah informan yang terlibat di dalam proses pengampunan umat Kristiani dan penelusuran dokumen terkait pengampunan di media massa daring. Hasil penelitian disimpulkan bahwa umat Kristiani tidak terlepas dari salah dan dosa sepanjang hidup. Ada upaya untuk kembali ke jalan Tuhan, yaitu mengaku dosa, sharing, memaafkan, diskusi, dan saling mendoakan demi memperoleh kedamaian dalam hidup.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Binar, Sri, and Adi Sucipto Chandra Wijaya. "Kajian Teologis Tentang Misiologi Menurut Matius 10." Kaluteros Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen 5, no. 2 (November 30, 2023): 113–25. http://dx.doi.org/10.60146/kaluteros.v5i2.66.

Full text
Abstract:
Penulisan ini adalah suatu bentuk kajian teologis mengenai topik misiologi yang tertulis dalam teks Alkitab Injil Matius pasal 10, yang menguraikan dan mengelaborasi poin-poin penting dan makna-makna yang terkandung dalam teks tersebut terkait dengan pengutusan injil atau misiologi. Jenis penelitian ini termasuk dalam kualitatif dengan menggunakan metode Analisa topikal untuk menggali, menguraikan, dan menjelaskan dengan lebih rinci isi pesan daripada teks yang dipelajari. Adapun instrument daripada studi ini menyangkut analisa teks bahasa asli yang digunakan dalam penulisan Kitab Injil yakni bahasa Yunani. Dengan menggunakan analisa gramatikal, leksikal, kontekstual dan juga historikal, penulis menguraikan makna dari setiap pesan yang terkandung dalam teks untuk memberikan pemahaman yang lebih mendalam. Melalui studi ini terlahir 9 poin penting yang terkandung di dalam teks tersebut terkait dengan misiologi, meliputi substansi misiologi, tata cara misiologi, alasan misiologi, sebab dan akibat, aturan dan larangan, dan janji perlindungan Ilahi. Hasil daripada pembelajaran teks ini juga memberikan pencerahan bahwa suatu perintah penginjilan yang sangat penting memang berasal dari Yesus, untuk umat-Nya, oleh karena kuasa-Nya, pada waktu-Nya dan dengan cara-Nya. Meskipun Yesus tidak pernah berkata bahwa pengutusan ini mudah dan mulus, bahkan dikatakan akan banyak terjadi kesulitan, namun diberikan juga janji peneguhan bahwa Roh Allah selalu menyertai setiap pribadi yang diutus.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Setianto, Yusak, Melvin Abrillian, and Valentino Wariki. "Jalan Herodes atau Majus? Implikasi Kisah Kelahiran Kristus di Matius Matius 2:1-12 Bagi Penuntasan Amanat Agung." TELEIOS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen 3, no. 2 (November 7, 2023): 89–99. http://dx.doi.org/10.53674/teleios.v3i2.62.

Full text
Abstract:
Abstract: The church today often experiences difficulties completing the Great Commission because most only move from one congregation to another. This research aims to explore the responses of the magi and Herod to the news of Christ's birth in Matthew 2:1-12 which is associated with the completion of the Great Commission. The research method used is descriptive qualitative based on a literature study. The study results show that the story offers two paths: the "way of the magi," which supports the Great Commission, and the "Herod's way," which rejects the Great Commission. So, the conclusion is that the church or congregation needs to avoid Herod's way and follow the magi's path. The reason is that someone who chooses this path will be ready to sacrifice to spread the Good News, just like the magi who sacrificed their wealth, energy, and time to seek and worship Him and preach the news about the King of the Jews. They are figures to emulate, not Herod, who is always selfish and even blocks the excellent news from the world.Abstrak: Gereja masa kini seringkali mengalami kesulitan dalam menuntaskan Amanat Agung karena sebagian besar mereka hanya memindahkan jemaat yang satu ke jemaat yang lain. Itulah sebabnya, penelitian ini bertujuan untuk menelusuri respons orang majus dan Herodes terhadap berita kelahiran Kristus di Matius 2:1-12 yang dikaitkan dengan penuntasan Amanat Agung. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif berbasis studi pustaka. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kisah tersebut menawarkan dua jalan, yaitu “jalan majus” yang mendukung Amanat Agung dan “jalan Herodes” yang menolak Amanat Agung. Jadi, kesimpulannya adalah gereja atau jemaat perlu menghindari jalan Herodes dan mengikuti jalan majus. Alasannya karena seseorang yang memilih jalan ini akan siap berkorban demi penyebaran Kabar Baik, sama seperti para majus yang mengorbankan harta, tenaga, dan waktu demi mencari dan menyembah-Nya serta memberitakan kabar tentang Raja orang Yahudi. Merekalah tokoh yang patut diteladani, bukan Herodes yang selalu mementingkan dirinya sendiri dan bahkan menghalangi berita sukacita tersebut dari dunia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Pasulu, Alpius. "ANTARA DISIPLIN ATAU PENGGEMBALAAN: REKONSTRUKSI AJARAN DISIPLIN GEREJAWI PADA GEREJA TORAJA BERDASARKAN REINTERPRETASI TERHADAP TEKS MATIUS 18:15-17." Jurnal Abdiel: Khazanah Pemikiran Teologi, Pendidikan Agama Kristen, dan Musik Gereja 4, no. 1 (May 17, 2020): 62–76. http://dx.doi.org/10.37368/ja.v4i1.122.

Full text
Abstract:
Artikel ini membangun sebuah model baru teologi disiplin gereja yang didasarkan pada penafsiran ulang atas Matius 18: 15-17. Dalam artikel ini, saya menyimpulkan bahwa sudut pandang dan tindakan yang paling tepat untuk orang berdosa di gereja berdasarkan pada teks Matius 18: 15-17 bukanlah disiplin tetapi untuk memberikan perhatian khusus secara intensif, yaitu penggembalaan khusus. Penggembalaan adalah cerminan kasih Allah bagi dunia yang tidak terbatas dan tak terhingga. Pengampunan harus diberikan terus menerus untuk orang lain karena manusia terbatas dan tidak ada potensi untuk kesempurnaan dan kesucian dalam hidup mereka. Kesempurnaan dan kesucian hidup manusia hanya akan datang di hari-hari terakhir.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Silalahi, Haposan. "Dimensi Soteriologi Kata Poieō dalam Matius 7:21." DUNAMIS: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristiani 7, no. 1 (October 12, 2022): 411–28. http://dx.doi.org/10.30648/dun.v7i1.907.

Full text
Abstract:
Abstract. In Matthew 7:21, Jesus proclaimed that in order to enter the Kingdom of Heaven, one must do the will of God. This statement seems contradictory to Christian soteriology which believes that salvation is solely by grace. Thus, this paper aimed to examine this statement and its suitability with Christian soteriology. This study used a biblical diachronic-historical approach to the text of Matthew 7:21. Through this study, it was found that the statement was addressed to the Matthew community with the aim of providing a standard of living as citizens of the Kingdom of God and not a condition for obtaining salvation.Abstrak. Dalam Matius 7:21, Yesus memproklamirkan bahwa untuk dapat masuk kedalam Kerajaan Sorga, harus melakukan/poieō kehendak Tuhan. Pernyataan tersebut nampak kontradiktif dengan soteriologi Kristen yang meyakini keselamatan semata-mata oleh karena anugerah. Dengan demikian, tulisan ini bertujuan mengkaji pernyataan tersebut dan kesesuaiannya dengan soteriologi Kristen. Kajian ini menggunakan pendekatan diakronis-historis biblical terhadap teks Matius 7:21. Melalu kajian tersebut diperoleh hasil bahwa pernyataan tersebut ditujukan kepada komunitas Matius dengan tujuan memberikan standar hidup sebagai warga Kerajaan Allah dan bukan merupakan syarat memperoleh keselamatan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Samarenna, Desti. "Penghayatan dan Pengalaman Pancasila dalam Refleksi Matius 22:37-40." JURNAL TERUNA BHAKTI 3, no. 1 (September 11, 2020): 36. http://dx.doi.org/10.47131/jtb.v3i1.55.

Full text
Abstract:
The Law of Love is at the heart of the Christian faith mentioned by Jesus in Matthew 22: 37-40. Within the framework of national life, Christians also continue to carry out their responsibility to live and practice the values of Pancasila as the basis of national life. As Christians, the practice of Pancasila cannot be separated from implementing the Law of Love. This article is a literature review with a qualitative approach to the text of Matthew 22: 37-40 about love for God and love for humans. The purpose of writing is to apply the text of Matthew 22: 37-40 in the context of living Pancasila as a philosophy of living together within the framework of nationalism. The method that the author uses is a description of the text analysis of Matthew 22: 37-40, to provide an explanation and understanding of Matthew's view of faith and its relation to Pancasila, where the value of the One and Only Godhead is the basis of humanity that builds, maintains and develops Indonesian unity. In conclusion, loving God to become and others becomes the basis for being together as a form of living Pancasila. Abstrak Hukum Kasih merupakan inti dari iman Kristen yang disebutkan oleh Yesus dalam Matius 22:37-40. Dalam kerangka hidup berbangsa, maka orang Kristen pun tetap melakukan tanggung jawabnya untuk menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila sebagai dasar hidup berbangsa. Sebagai orang Kristen, maka pengamalan Pancasila tidak lepas dari mengimplementasikan Hukum Kasih. Artikel ini merupakan kajian literatur dengan pendekatan kualitatif terhadap teks Matius 22:37-40 tentang kasih kepada Allah dan kasih terhadap manusia. Tujuan penulisan adalah menerapkan teks Matius 22:37-40 dalam konteks menghayati Pancasila sebagai falsafah hidup bersama dalam kerangka nasionalisme. Metode yang penulis lakukan adalah deskripsi analisis teks Matius 22:37-40, untuk memberikan penjelasan dan pemahaman pandangan Matius tentang iman dan kaitannya dengan Pancasila di mana nilai keTuhanan Yang Maha Esa menjadi basis kema-nusiaan yang membangun, memelihara dan mengembangkan persatuan Indonesia. Kesim-pulannya, mengasihi Allah menjadi dan sesama menjadi dasar untuk bersama sebagai bentuk penghayatan Pancasila.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Lutuh, Grasela Anci Amelia, Asih Rachmani Endang Sumiwi, and Julianto Prasetya. "Makna Pengampunan Menurut Matius 18:21-35 Bagi Pemuda Kristen." Miktab: Jurnal Teologi dan Pelayanan Kristiani 3, no. 1 (December 30, 2023): 74. http://dx.doi.org/10.33991/miktab.v3i1.486.

Full text
Abstract:
In the daily lives of Christian youth, there is difficulty in letting go of forgiveness, even experiencing bitterness that especially occurs in one's own family. The bitterness experienced every day made him hate even more and continued to keep the root of bitterness. The formulation of the problem in this study is to find the meaning of forgiveness Matthew 18:21-35, and its application to Christian youth. Researchers used qualitative research with a hermeneutic approach, namely multiplying the meaning of forgiveness from Matthew 18:21-35 from the original language applied to Christian youth. According to Matthew 18:21-35, forgiveness is ready to forgive, to have mercy, to be merciful; Christian youth must be prepared to forgive under any circumstances. The application of the meaning of forgiveness according to Matthew 18:21-35 for Christian youth is to have compassion and willingness to forgive without limits, to forgive without demands and without conditions.bahkan mengalami kepahitan yang secara khusus terjadi dalam keluarga sendiri. Kepahitan yang dialami setiap hari itu membuatnya semakin membenci dan terus menyimpan akar kepahitan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah mencari makna pengampunan Matius 18:21-35, dan aplikasinya bagi pemuda Kristen. Peneliti menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan hermeneutik yaitu mengali makna pengampunan dari Matius 18:21-35 dari bahasa aslinya yang diaplikasikan bagi pemuda Kristen. Dari hasil penelitian ini, pengampunan menurut Matius 18:21-35adalah siap mengampuni, memiliki belas kasihan, kemurahan hati; pemuda Kristen harus siap mengampuni dalam kondisi apa pun. Aplikasi makna pengampunan menurut Matius 18:21-35 bagi pemuda Kristen adalah memiliki belas kasihan dan kerelaan hati untuk mau mengampuni tanpa batas, mengampuni tanpa menuntut dan tanpa persyaratan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Yuhananik, Yuhananik. "Kajian Teologis Konsep Kebahagiaan menurut Matius 5:3." Jurnal Teologi Berita Hidup 1, no. 2 (March 20, 2019): 138–53. http://dx.doi.org/10.38189/jtbh.v1i2.15.

Full text
Abstract:
Happy is the ultimate achievement that everyone in the world wants to enjoy. Various things are done to get that happiness. This article aims to provide an understanding of the concept of happiness according to Matthew 5: 3. By using the text analysis method to Matthew 5: 3, the conclusion is that it has three important meanings, namely: poor spirit, humble and dependent on God. AbstrakBahagia merupakan pencapain akhir yang ingin dinikmati oleh setiap orang di dunia. Berbagai hal dilakukan untuk mendapatkan kebahagiaan itu. Artikel ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang konsep bahagia menurut Matius 5:3. Dengan menggunakan metode analisis teks terhadap Matius 5:3, didapatkan kesimpulannya memiliki tiga makna penting, yaitu: miskin roh, rendah hati dan bergantung pada Allah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Widiyanto, Mikha Agus, and Armin Sukri. "Perwujudan kebahagiaan dalam relasi interpersonal: Implementasi etika Kerajaan Allah berdasarkan Matius 5:3-9." KURIOS 8, no. 1 (April 30, 2022): 175. http://dx.doi.org/10.30995/kur.v8i1.547.

Full text
Abstract:
Happiness is hope for all human beings. Happiness is not just affected by income or economic factors, but also by social dimensions related to the relationship built with others. Through the implementation of Kingdom of God ethical principles based on Matthew 5:3-9 make one’s interpersonal relationship to be good and impact the happiness realization. This research used a mixed method design, namely exploratory sequential design, examining Matthew 5:3-9 by qualitative approach with exegeses, followed by a quantitative approach to find the causal relationship between variables. The result showed that: there is a significant influence on the implementation of the ethical principles based on Matthew 5:3-9 on the interpersonal relationship; there is a significant influence on the implementation of the ethical principles based on Matthew 5:3-9 to the happiness; and, there is no significant influence on the interpersonal relationship to the happiness. Implementing the Kingdom of God ethical principles by being poor before God or living in submission and relying on God, expressing meek attitudes, showing generosity, and being able to bring peace will improve the personal relationship to be good and happiness realization. AbstrakKebahagiaan menjadi harapan bagi semua manusia. Kebahagiaan tidak hanya dipengaruhi faktor pendapatan atau ekonomi, melainkan dimensi sosial terkait dengan relasi yang terbangun dengan orang lain. Melalui pengimplementasikan prinsip-prinsip etika Kerajaan Allah berdasarkan Matius 5:3-9 membuat relasi interpersonal seseorang menjadi baik dan berdampak pada terwujudnya kebahagiaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perwujudan kebahagiaan melalui implementasi prinsip-prinsip etika Kerajaan Allah dalam relasi interpersonal berdasarkan Matius 5:3-9. Penelitian ini menggunakan desain mixed methods ini yang dinamakan exploratory sequential design, dengan mengkaji Matius 5:3-9 melalui pendekatan kualitatif dengan eksegese, kemudian dilanjutkan dengan pendekatan kuantitatif untuk mengetahui hubungan kausal antar variabel. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: terdapat pengaruh yang signifikan implementasi prinsip-prinsip etika Kerajaa Allah berdasarkan Matius 5:3-9 terhadap relasi interpersonal; terdapat pengaruh yang signifikan implementasi prinsip-prinsip etika Kerajaa Allah berdasarkan Matius 5:3-9 terhadap kebahagiaan; dan tidak terdapat pengaruh yang signifikan relasi interpersonal terhadap kebahagiaan. Mengimplementasikan prinsip-prinsip etika Kerajaan Allah dengan menjadi miskin di hadapan Allah atau hidup berserah dan mengandalakan Tuhan, menampilkan sikap lemah lembut, menampilkan kemurahan hati dan mampu menjadi pembawa damai akan meningkatkan relasi interpersonal menjadi baik dan terwujudnya kebahagiaan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Pasaribu, Andar Gunawan. "Studi Komparasi Matius 7:24-27 dan Filosofi Batak “Ijuk di Para-para, Hotang di Parlabian, Na Bisuk Nampuna Hata, Naoto tu Panggadisan”." Jurnal Christian Humaniora 7, no. 1 (May 30, 2023): 89–102. http://dx.doi.org/10.46965/jch.v7i1.2123.

Full text
Abstract:
Abstract:Implications of Matthew 7:24-27 and the Batak Ijuk Philosophy in para, hotang in parlabian na bisuk nampuna hata, naoto tu Pangadisan, a Batak philosophy in an educational approach to building a golden generation. The method used is a qualitative method of implicative analysis. The results obtained are that with the implications of Matthew 7:24-27 and the Batak Ijuk philosophy in para, hotang di parlabian na bisuk nampuna hata, na oto tu pangirlan builds a generation ema is with an educational approach: fear of God, in a humanist approach, nurturing, forgiving, protecting and supporting approach.Keywords: implications of Matthew 7:24-27, philosophy of Batak, golden generation Abstrak:Implikasi Matius 7:24-27 dan Filosofi Batak Ijuk di para para, hotang di parlabian na bisuk nampuna hata, naoto tu Pangadisan, suatu filosofi Batak dalam Pendekatan Penddikan Membangun suatu generasi emas. Metode yang dipakai ialah metode kualitatif analisis implikatif. Hasil yang didapat bahwa dengan implikasi Matius 7:24-27 dan filosfi Batak Ijuk di para para, hotang di parlabian na bisuk nampuna hata, na oto tu pangadisan membangun suatu generasi emas ialah dengan pendekatan Pendidikan: Takut akan Tuhan, di dalam pendekatan humanis, pendekatan mengayomi, mengampuni, melindungi dan menyokong.Kata Kunci: implikasi matius 7:24-27, filosofi batak, generasi emas
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Nainggolan, Alon Mandimpu. "MODEL DIAKONIA GEREJA DI TENGAH PANDEMI COVID-19 : Sebuah Upaya Mitigasi Bencana Nonalam." Pute Waya : Sociology of Religion Journal 1, no. 01 (March 6, 2021): 40–55. http://dx.doi.org/10.51667/pwjsa.v1i01.229.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan mendeskripsikan model diakonia gereja yang relevan dengan situasi ketika mengalami bencana nonalam, khususnya pandemi Covid-19 dan sebagai wujud mitigasi bencana nonalam di masa kini dan mendatang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pemaparan secara deskriptif. Hasil penelitian mengindikasikan bahwa gereja dari tingkat nasional, wilayah dan lokal telah berperan aktif dalam upaya mitigasi risiko bencana nonalam, pandemi Covid-19. Fondasi Alkitab bagi model diakonia karitatif dan transformatif secara integratif adalah karakteristik pelayanan Tuhan Yesus yang dicatat dalam Lukas 4:18-19, Matius 14:13-21 dan Matius 25:31-36. Integrasi model diakonia gereja karitatif dan transformatif adalah solusi bagi warga gereja dan masyarakat yang mengalami penderitaan akibat bencana nonalam pandemi Covid-19.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Sutrisno, Ribut Agung, Yulia Warih Her Wulandri, and Ezra Veronika Christanti. "IMPLEMENTASI STRATEGI MENGAJAR YESUS DENGAN METODE DIALOG BERDASARKAN ANALISIS MATIUS 16:13-20 DALAM PROSES MENGAJAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN." SESAWI: Jurnal Teologi dan Pendidikan Kristen 4, no. 2 (June 28, 2023): 186–99. http://dx.doi.org/10.53687/sjtpk.v4i2.161.

Full text
Abstract:
Pengajaran menjadi efektif dan efisien ketika seorang guru menguasai kelas, dan untuk mendapatkan proses pembelajaran yang berkualitas diperlukan metode pembelajaran yang baik, namun pada kenyataannya kebanyakan guru menggunakan metode ceramah dan dialog ketika terjadi dialog ketika terjadi kekacauan atau ketidakteraturan dalam proses pembelajaran. Strategi mengajar Yesus sangat unik dalam penggunaannya, terdapat Teknik khusus yang dipakai Yesus dalam proses pembelajaran. Tujuan penelitian ini, yaitu untuk mengetahui penerapan strategi mengajar Yesus dengan metode dialog dalam matius 16:13-20 yang relevan untuk saat ini. Penelitian ini memakai metode analisis deskritif dalam pendekatan hermeneutik analisis naratif. Hasil dari penelitian ini, yaitu mampu untuk menjelaskan bagaimana pelaksanaan metode dialog di strategi mengajar Yesus di dalam Matius 16:13-20.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography