Dian saviqoh, Iis. "ANALISIS POLA HIDUP DAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYUNG SEKAKI." HEALTH CARE : JURNAL KESEHATAN 10, no. 1 (June 30, 2021): 181–93. http://dx.doi.org/10.36763/healthcare.v10i1.116.
Abstract:
ANALISIS POLA HIDUP DAN DUKUNGAN KELUARGA PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAYUNG SEKAKI
1Iis Dian Saviqoh, 2Yesi Hasneli, 3Nopriadi
1Fakultas Keperawatan Universitas Riau
Email : iisdians@gmail.com
2 Fakultas Keperawatan Universitas Riau
Email : yesi_zahra@yahoo.com
3 Fakultas Keperawatan Universitas Riau
Email : nopriadi_dhs@yahoo.com
ABSTRAK
Diabetes Melitus (DM)adalah penyakit metabolik dengan ciri kadar gula darah yang tinggi. DM tipe 2 paling sering diderita. Peyebabnya karena pola hidup yang tidak sehat, beberapa upaya untuk mengurangi faktor pemicu seperti mengatur pola makan, kontrol berat badan, berolahraga, pantau gula darah, diet yang terarah, gizi sehat dan seimbang. Selain itu, dukungan keluarga juga mempengaruhi kualitas hidup pasien DM. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui gambaran pola hidup (pola makan, aktivitas fisik) dan dukungan keluarga pada penderita DM tipe 2. Metode penelitian ini menggunakan deskriptif analitik dengan rancangan cross sectional. Sampel penelitian ini 131 orang penderita yang diambil berdasarakan kriteria inklusi menggunakan purposive sampling. Hasil: Penderita terbanyak umur yaitu 56-65 tahun (36,6%) dan banyak diderita laki-laki yaitu (52,7%), responden yang mengalami komplikasi (91,6%) dan banyak diderita oleh laki-laki (99,9%) sedangkan jenis komplikasi yaitu kebas (nefrophaty perifer) (69,5%). pola hidup penderita menunjukkan pola hidup baik (81,7) dan dukungan keluarga menunjukkan dukungan keluarga baik (98,5). Kesimpulan: Pola hidup yang baik dapat juga dipengaruhi oleh dukungan keluarga yang baik sehingga membuat penderita semakin bersemangat untuk menerapkan pola sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Kata Kunci:Diabetes Melitus, Pola Hidup, Dukungan Keluarga
ABSTRACT
Diabetes Mellitus (DM) is a metabolic disease characterized by high blood sugar levels. Type 2 DM is the most common. The reason is due to an unhealthy lifestyle, several attempts to reduce trigger factors such as regulating diet, weight control, exercising, monitoring blood sugar, directed diet, healthy and balanced nutrition. In addition, family support also affects the quality of life of DM patients. The purpose of this study was to describe the pattern of life (diet, physical activity) and family support in patients with type 2 diabetes. This research method used descriptive analytic with cross sectional design. The sample of this study was 131 patients who were taken based on the inclusion criteria using purposive sampling. Results: Most patients were aged 56-65 years (36.6%) and mostly suffered by men (52.7%), respondents who experienced complications (91.6%) and most suffered by men (99, 9%) while the type of complication is numbness (peripheral nephropathy) (69.5%). The patient's lifestyle showed a good lifestyle (81.7) and family support showed good family support (98.5). Conclusion: A good lifestyle can also be influenced by good family support so that it makes sufferers more enthusiastic to apply healthy patterns in daily life.
Keywords: Diabetes Mellitus, Lifestyle, Family Support
Referensi: 54 (2010-2020)
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus (DM) merupakan sekelompok penyakit metabolik dengan ciri kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemik) (Pramukamto et al., 2018). Tanda dan gejala yang umum sering dirasakan pada penderita dengan gula darah tinggi adalah banyak kencing (polyuria), mudah haus (polydipsia) dan mudah lapar (polyphagia). Bila ini dibiarkan dapat menimbulkan komplikasi baik secara akut maupun kroik, yaitu timbul beberapa bulan atau beberapa tahun sesudah mengidap DM. Komplikasi DM yang paling sering adalah hiperglikemia dan koma diabetik (Susilo & Wulandari, 2011).
Menurut Sutedjo (2016) Kematian penderita DM lebih banyak disebabkan oleh komplikasi daripada oleh penyakitnya sendiri sehingga, Diabetes melitus merupakan salah satu dari empat penyakit tidak menular prioritas yang menjadi target tindak lanjut oleh para pemimpin dunia. Jumlah kasus dan prevalensi diabetes terus meningkat selama beberapa dekade terakhir (WHO Global Report, 2016).
WHO (World Health Organitation) memprediksi kenaikan jumlah penyandang DM di dunia dari 463 juta pada tahun 2019 menjadi 700 juta juta pada tahun 2045 naik menjadi 51% (WHO, 2019). International Diabetes Federation (IDF) memprediksi adanya kenaikan jumlah penyandang DM di Indonesia dari 9,1 juta pada tahun 2014 menjadi 14,1 juta pada tahun 2035. Dengan angka tersebut Indonesia menempati peringkat ke-5 di dunia, atau naik dua peringkat dibandingkan data IDF tahun 2013 yang menempati peringkat ke-7 dunia ( PERKENI, 2015).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2018) yang menunjukkan prevalensi diabetes melitus pada penduduk dewasa Indonesia sebesar 6,9% di tahun 2013, dan melonjak pesat ke angka 8,5% di tahun 2018. Diabetes melitus di Provinsi Riau berada di urutan 15 untuk penyakit tidak menular (PTM) dengan kenaikan 1,0 persen (2013) menjadi 1,9 persen (2018). Sedangkan pada tahun 2019 terjadi peningkatan pravelensi DM menjadi urutan ketiga dari 10 penyakit terbesar di Kota Pekanbaru setelah Hipertensi.
Data terbaru yang didapatkan dari Dinas Kota Pekanbaru 2019, distribusi kasus diabetes melitus di Puskesmas se-kota Pekanbaru berdasarkan tempat diabetes melitus Tipe 2 tertinggi terdapat di Puskesmas Payung Sekaki sebesar 207 penderita. Jumlah distribusi kunjungan di puskesmas payung sekaki dari bulan Agustus 2019 sampai Agustus 2020 sebesar 540 penderita diabetes melitus.
Secara umum Diabetes melitus dibagi menjadi tiga, yaitu tipe 1, 2 dan gestasional (terjadi saat kehamilan). DM tipe 1 dulu disebut Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM), diabetes yang bergantung pada insulin. Faktor penyebabnya adalah virus atau reaksi auto-imun (rusaknnya sistem kekebalan tubuh) yang merusak sel-sel penghasil insulin, yaitu sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau langerhans pankreas sehingga terjadi kekurangan insulin. Diabetes tipe ini biasanya mengenai anak-anak dan remaja. Sedangkan, DM tipe 2 disebut diabetes life style karena selain faktor keturunan, disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat. Diabetes tipe 2 tidak bergantung insulin karena pankreas masih menghasilkan insulin tetapi insulin yang diproduksi, jumlahnya tidak mencukupi dan kerja insulin tidak efektif karena adanya hambatan pada insulin yang disebut resistensi insulin (Nurrahmani, 2015).
Sebenarnya resistensi insulin mendahului terjadinya penurunan produksi insulin. Selama resistensi insulin belum diperbaiki pankreas harus bekerja keras menghasilkan insulin sebanyak-banyaknya untuk dapat menggempur resistensi tersebut agar gula juga bisa masuk. Namun karena gejalanya minim, maka semakin lama pankreas tidak mampu memproduksi insulin. Faktor pemicu resistensi insulin adalah kegemukan, kurang bergerak, dan terlalu banyak makan dengan gizi yang tidak seimbang (Nurrahmani, 2015).
Upaya untuk mengurangi faktor pemicu tersebut diperlukan pencegahan seperti mengatur pola makan, kontrol berat badan, tidur cukup, berolahraga, pantau gula darah, manajemen stress, batasi komsumsi garam, berhenti kebiasaan merokok, diet yang terarah, gizi sehat dan seimbang (Susilo Y, Wulandari A. 2011).
Hal diatas sesuai dengan penelitian Dafriani (2017), di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD dr. Rasidin Padang diketahui bahwa kejadian DM lebih tinggi pada responden dengan pola makan yang tidak baik yaitu 27 responden (51,9%) dibandingkan yang memiliki pola makan yang baik yaitu 12 responden (29,3%). Sedangkan, pada aktivitas fisik diketahui bahwa kejadian DM lebih tinggi pada responden dengan aktifitas fisik yang ringan yaitu 26 responden (53,1%) dibandingkan yang memiliki aktifitas fisik berat yaitu 13 responden (29,5%).
Selain itu, dukungan keluarga juga mempengaruhi kualitas hidup penderita DM tipe 2 ini sesuai dengan penelitian Retnowati et.al (2015) di Puskesmas Tanah Kalikedinding didapatkan bahwa mayoritas responden yang menyatakan puas terhadap kualitas hidupnya adalah responden yang memperoleh dukungan baik dari keluarga sebesar 85,2%.
Hasil survey awal di Puskemas Sidomulyo dari 5 penderita di dapatkan bahwa 2 penderita mengatakan dapat mengatur pola makan dan rutin berolahraga seperti jalan pagi bersama keluaga di sekitaran komplek perumahan, 1 penderita mengatakan tidak mampu mengatur pola makan karena karena istrinya selalu masak makanan kesukaannya tetapi selalu berolahraga di sore hari bersama anaknya, 2 penderita mengatakan tidak mampu mengatur pola makan dan jarang melakukan aktivitas fisik seperti jalan pagi ataupun sore hari.
Sehubungan hal di atas dapat diketahui bahwa pola hidup dan dukungan keluarga sangat berpengaruh terhadap kondisi fisik. Perubahan pola hidup dan dukungan keluarga dalam perilaku hidup sehat seperti pola makan yang tidak baik, kurang olahraga, serta kebiasaan-kebiasaan tidak sehat merupakan penyebab diabetes melitus. Usia subjek berada dalam rentang usia dewasa madya pada umumnya selalu mengikuti setiap adanya perubahan terutama perubahan mengenai pola hidup. Langkah tersebut dapat dimulai dengan menggali permasalahan penelitian tentang pola hidup penderita Diabetes Melitus tipe 2 dengan judul yaitu “Analisis pola hidup dan dukungan keluarga pada penderita DM tipe 2 di wilayah kerja puskesmas payung sekaki” yang mencangkup pola makan, aktivitas fisik seperti olahraga dan dukungan keluarga yang sangat membantu penderita untuk hidup sehat.
TUJUAN PENELITIAN
Untuk mengetahui gambaran pola hidup (pola makan, aktivitas fisik) dan dukungan keluarga pada penderita DM tipe 2.
MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pendidikan keperawatan mengenai analisis pola hidup dan dukungan keluarga pasien DM tipe 2.
METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan merupakan deskriptif analisis menggunakan cross sectional. Tempat penelitian dilakukan di Puskesmas Payung Sekaki Kota Pekanbaru pada tanggal 29 Januari-12Febaruari 2021. Populasi dalam penelitian ini adalah penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Payung Sekaki Pekanbaru pada tanggal 1 Agustus 2019 sampai dengan 1 Agustus 2020 sebesar 205 penderita. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan tabel penentu sampel oleh Stepen Isaac Wiliam B. Michael dengan taraf kesalahan (significance level) sebesar 5%, maka jumlah sampel yang digunakan pada populasi 205 adalah 131 sampel.
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subyek penelitian dari suatu populasi target yang terjangkau dan diteliti (Nursalam, 2013). Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah:
Penderita DM Tipe II yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki Pekanbaru dengan usia 40 tahun keatas.
Penderita yang bersedia menjadi subyek dan menandatangani informend consent.
Penderita yang tidak memiliki komplikasi.
Penderita yang memiliki komplikasi akut (jangka pendek) yaitu hiperglikemia, diabetik ketoasidosis (DKA) dan komplikasi kronik (jangka panjang) yaitu hipertensi, penyakit arteri koroner, stroke, retinopati diabetik, nefropati diabetik.
Kriteria ekslusi dalam penelitian ini adalah:
Penderita yang tidak menjawab kuisioner dengan lengkap.
HASIL PENELITIAN
Karateristik Responden
Tabel 1.
Distribusi karakteristik responden berdasarkan umur
Umur
Frekuensi (n)
Persentase (%)
36-45
25
19,1
46-55
29
22,1
56-65
48
36,6
>65
29
22,1
Total
131
100
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa 131 responden yang diteliti, distribusi responden terbanyak umur yaitu 56-65 tahun sebanyak 48 orang responden (36,6%).
Tabel 2
Distribusi karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin
Frekuensi (n)
Persentase (%)
a. Laki-laki
b. Perempuan
69
62
52,7
47,3
Total
131
100
Berdasarkan tabel diatas menunjuk bahwa 131 responden yang diteliti, distribusi responden terbanyak yaitu laki-laki sebanyak 69 responden (52,7%) sedangkan perempuan sebanyak 62 responden (47,3%).
Tabel 3
Distribusi karakteristik responden berdasarkan pendidikan
Pendidikan Terakhir
Frekuensi (n)
Persentase (%)
SD
17
13,0
SMP
16
12,2
SMA
49
37,4
SMK
4
3,1
D3
17
13,0
S1
26
19,8
S2
2
2
Total
131
100
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 131 responden yang diteliti pada karakteristik berdasarkan pendidikan paling tinggi adalah lulus SMA yaitu sebanyak 49 orang responden (37,4%).
Tabel 4
Distribusi frekuensi responden berdasarkan komplikasi DM
Komplikasi DM
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Ya
120
91,6
Tidak
11
8,4
Total
131
100
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 131 responden yang diteliti pada karakteristik berdasarkan komplikasi DM paling tinggi adalah responden yang mengalami komplikasi yaitu 120 orang responden (91,6%).
Tabel 5
Distribusi frekuensi komplikasi yang diderita responden
Jenis Komplikasi
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Tidak ada
11
8,4
Kebas
91
69,5
Hipertensi
20
15,3
Jantung
2
1,5
Post Stroke
1
8
Ginjal
1
8
Mata Kabur
5
3,8
Total
131
100
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 131 responden yang diteliti pada karakteristik berdaarkan jenis komplikasi DM paling tinggi adalah kebas (nefrophaty perifer) sebesar 91 orang responden (69,5%).
Tabel 6
Distribusi Komplikasi diabetes melitus berdasarkan jenis kelamin
Komplikasi
Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Tidak ada
9
2
Kebas
45
46
Hipertensi
10
10
Jantung
2
0
Post stroke
0
1
Ginjal
1
0
Mata kabur
2
3
Frekuensi (n)
69
62
Persentase (%)
100
100
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa dari 131 responden yang diteliti komplikasi DM banyak diderita laki-laki sebesar 69 (99,9%).
Tabel 7
Distribusi Pola Hidup pasien diabetes melitus tipe 2.
Pola hidup (pola makan, aktivitas fisik)
Frekuensi (n)
Persentase %
Baik
107
81,7
Buruk
24
18,3
Berdasarkan dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 131 responden yang diteliti pada pola hidup penderita menunjukkan pola hidup baik dengan jumlah 107 orang responden (81,7) sedangkan pola hidup buruk berjumlah 24 orang (18,3%).
Tabel 8
Distribusi dukungan keluarga pada pasien diabetes melitus tipe 2
Dukungan keluarga
Frekuensi (n)
Persentase %
Baik
129
98,5
Buruk
2
1,5
Berdasarkan dari tabel diatas menunjukkan bahwa dari 131 responden yang diteliti pada dukungan keluarga menunjukkan dukungan keluarga baik dengan 129 orang responden (98,5) sedangkan dukungan keluarga buruk dengan 2 responden (1,5).
Tabel 9
No
Item Pertanyaan
Kategori
F (n)
%
A
Sub Variabel : Metode
1
Saya menerapkan pola makan sehat dengan 3J: Jumlah kalori, jadwal makan, jenis makan
Tidak pernah
5
3,8
Jarang
42
32,1
Sering
73
55,7
Selalu
11
8,4
2
Saya makan dengan porsi cukup untuk mempertahankan berat badan ideal
Tidak pernah
41
31,3
Jarang
48
36,6
Sering
33
25,2
Selalu
9
6,9
3
Saya mengkonsumsinasi 2 ½ centong nasi setiap saya makan
Tidak pernah
73
55,7
Jarang
38
29,0
Sering
13
9,9
Selalu
7
5,3
4
Saya mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat seperti buah dan sayur
Tidak pernah
3
2,3
Jarang
4
3,1
Sering
34
26,0
Selalu
90
68,7
5
Saya setiap hari mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung protein. Seperti: telur dan daging
Tidak pernah
0
0
Jarang
8
6,1
Sering
104
79,4
Selalu
19
14,5
6
Saya membatasi makanan yag asin
Tidak pernah
3
2,3
Jarang
16
12,2
Sering
83
63,4
Selalu
29
22,1
7
Saya membatasi makanan yang banyak mengandunng lemak dan kolestrol tinggi. Seperti: santan, udang dan kepiting
Tidak pernah
3
2,3
Jarang
20
15,3
Sering
88
67,2
Selalu
20
15,3
8
Saya makan porsi cukup untuk mempertahankan gula darah
Tidak pernah
10
7,4
Jarang
62
47,3
Sering
51
38,9
Selalu
8
6,1
9
Saya olahraga 3-5 kali dalam seminggu
Tidak pernah
15
11,5
Jarang
71
54,2
Sering
28
21,4
Selalu
17
13,0
10
Saya melakukan jalan santai disekitaran komplek setiap pagi atau sore
Tidak pernah
9
6,9
Jarang
20
15,3
Sering
50
38,2
Selalu
52
39,7
11
Saya bersepedadi hari sabtu atau minggu
Tidak pernah
88
67,2
Jarang
25
19,1
Sering
12
9,2
Sering
6
4,6
12
Saya berenang di hari sabtu atau minggu
Tidak pernah
99
75,6
Jarang
18
13,7
Sering
11
8,4
Selalu
3
2,3
13
Saya olahraga waktu yang saya habiskan 30-60 menit
Tidak pernah
14
10,7
Jarang
56
42,7
Sering
49
37,4
Selalu
12
9,2
Tabel 10
No
Item Pertanyaan
Kategori
F (n)
%
A
Sub Pertanyaan
Dimensi Emosional
1
Keluarga mengerti saat saya mengalami masalah yang berhubungan dengan diabetes
Tidak pernah
0
0
Jarang
13
9,9
Sering
88
67,2
Selalu
30
22,9
2
Keluarga mendengarkan jika saya bercerita tentang diabetes
Tidak pernah
0
0
Jarang
13
9,9
Sering
91
69,5
Selalu
27
20,6
3
Keluarga memahami jika saya sedih dengan diabetes
Tidak pernah
0
0
Jarang
8
6,1
Sering
96
73,3
Selalu
27
20,6
4
Keluarga saya mengerti tentang bagaimana saya merasakan diabetes
Tidak pernah
0
0
Jarang
14
10,7
Sering
87
66,4
Selalu
30
22,9
Dimensi Penghargaan
5
Keluarga mengingatkan saya tentang keteraturan diet
Tidak pernah
1
0,8
Jarang
10
7,6
Sering
99
75,6
Selalu
21
16,0
6
Keluarga mengigatkan saya untuk memesan obat diabetes
Tidak pernah
12
9,2
Jarang
31
23,7
Sering
49
37,4
Selalu
39
29,8
Dimensi Instrumental
7
Keluarga mendukung usaha saya untuk olahraga
Tidak pernah
3
2,3
Jarang
38
29,0
Sering
43
32,8
Selalu
47
35,9
8
Keluarga membantu saya membayar pengobatan diabetes
Tidak pernah
0
0
Jarang
10
7,6
Sering
86
65,6
Selalu
35
26,7
Dimensi Informasi
9
Keluarga memberi informasi baru tentang diabetes
Tidak pernah
0
0
Jarang
32
24,4
Sering
68
51,9
Selalu
31
23,7
10
Keluarga memberi saran agar saya kontrol ke dokter
Tidak pernah
11
8,4
Jarang
58
44,3
Sering
62
47,3
Selalu
62
47,3
11
Keluarga memberi saran agar saya menkuti edukasi diabetes
Tidak pernah
1
0,8
Jarang
23
17,6
Sering
72
55,0
Selalu
35
26,7
12
Saya merasakan kemudahan mendapatkan informasi dari keluarga tentang diabetes
Tidak pernah
0
0
Jarang
25
19,1
Sering
74
56,5
Selalu
32
24,4
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Umur
Penelitian yang telah dilakukan terhadap 131 responden didapatkan bahwa umur pasien diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki yaitu masa dewasa akhir (36-45 tahun) 25 orang responden (19,1%), masa lansia awal (46-55 tahun) 29 orang responden (22,1%), masa lansia akhir (56-65) 48 orang responden (36,6%), masa lansia akhir 56-65, dan masa manula (>65 tahun) 29 orang responden (22,1%). Menurut penelitian Kurniati dan Yanita (2016) Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang ditandai dengan hiperglikemia dan intoleransi glukosa yang terjadi karena kelenjar pankreas tidak dapat memproduksi insulin secara adekuat yang atau karena tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif atau kedua-duanya. Faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah faktor umur. Menurut Dalimartha & Adrian (2012) umur >45 berisiko untuk menderita diabetes melitus.
Jenis Kelamin
Penelitian yang telah dilakukan terhadap 131 responden didapatkan bahwa pasien diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki lebih banyak terjadi pada laki-laki sebanyak 69 orang responden (52,7%). Karakteristik ini tidak sesuai jika dibandingkan dengan data Riskesdas tahun 2018. Menurut data Riskesdas di Indonesia tahun 2018 penderita diabetes melitus banyak diderita oleh perempuan yaitu 1,8% sedangkan laki-laki sebesar 1,2%.
Pendidikan Terakhir
Penelitian yang telah dilakukan terhadap 131 responden didapatkan bahwa pasien diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki didapatkan bahwa riwayat pendidikan terakhir sebagian besar responden tamatan SMA yaitu sebanyak 49 orang responden (37,4%). Hal ini didukung dengan penelitian Arimbi, Lita dan Indra (2020) menyatakan bahwa terdapat pengaruh faktor risiko tingkat pendidikan terhadap risiko terkena penyakit diabetes melitus tipe II, dan yang memiliki peluang yang paling besar terhadap penyakit diabetes melitus adalah tingkat pendidikan SMA atau yang sederajat (76.7%).
Tingkat pendidikan seseorang memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit diabetes melitus tipe 2. Hal ini sesuai dengan penelitian Trisnadewi, Adiputra dan Mitayanti (2018) yang menyatakan rendahnya tingkat pendidikan dan pengetahuan merupakan salah satu penyebab tingginya angka kasus suatu penyakit. Pengetahuan bisa diperoleh melalui promosi kesehatan salah satunya pendidikan kesehatan.
Meskipun demikian tidak dipungkiri masih ada orang yang berpendidikan tinggi mengabaikan kesehatan dengan berbagai alasan yang menyebabkannya, salah satunya berhubungan dengan pekerjaan dimana dengan adanya kesibukan yang tinggi sehingga pola hidup yang tidak teratur atau tidak teraturnya pola makan meyebabkan gangguan kesehatan. Biasanya orang dengan kegiatan yang padat sering lupa utuk makan namun lebih banyak makan cemilan. Dengan adanya perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan, konsumsi makanan yang energi dan tinggi lemak selain aktivitas fisik yang rendah, akan mengubah keseimbangan energi dengan disimpannya energi sebagai lemak simpanan yang jarang digunakan (Rahmasari & Wahyuni, 2019)
Komplikasi DM
Penelitian yang telah dilakukan terhadap 131 responden didapatkan bahwa pasien diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki lebih banyak komplikasi sebesar 120 orang responden (91,6%). Sedangkan, jenis komplikasi yang banyak diderita responden perempuan adalah neurophaty (kebas) sebesar 91 orang responden (69,5%). Hal ini sejalan dengan penelitian Suyanto dan Susanto (2016, dalam Booya, F., Bandarian, F., Larijani, B., Pajouhi, M., Noorei, M, dan Lotfi, 2005) Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian terdahulu yang relevan yang menyatakan bahwa faktor resiko potensial neuropati diabetik lebih besar pada perempuan sebesar 78 % dibandingkan responden laki-laki 22 %.
Pola Hidup
Penelitian yang telah dilakukan terhadap 131 responden didapatkan bahwa pola hidup meliputi pola makan dan aktivitas fisik pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki didapatkan pola hidup baik dengan jumlah 107 orang responden (81,7%). Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Heriawan, Fathony dan Purnawati (2019) dari 60 responden sebagian besar responden dikategorikan memiliki pola makan sehat sejumlah 31 responden pola makan pada pasien diabetes melitus sebagian besar didapatkan memiliki pola makan tidak sehat dengan 19 responden.
Pada item 1, responden yang menerapkan pola makan sehat dengan 3J: jumlah kalori, jadwal makan, jenis makan yang menjawab sering sebanyak 73 orang responden (55,7%). Artinya kesadaran responden untuk menerapkan pola makan sehat dengan 3J cukup tinggi. Hal ini sesuai dengan wawancara peneliti dengan instalagi gizi di puskesmas dimana setiap hari sebelum dilakukan penyuluhan tentang diabetes minimal 1 kali seminggu.
Pada item 2, 3, dan 8 responden yang menerapkan makan dengan porsi cukup untuk mempertahankan berat badan ideal yang menjawab jarang sebanyak 48 orang responden (36,6%), yang mengkonsumsi 2 ½ centong nasi setiap saya makan yang menjawab tidak pernah 73 orang responden (55,7%) dan yang makan porsi cukup untuk mempertahankan gula darah yang menjawab jarang sebesar 62 orang responden (47,3%). Artinya responden merasa jika makan sedikit kurang dari 2 ½ itu membantu dalam menurunkan gula darah dan berat badan menjadi ideal. Padahal, porsi cukup disini adalah cukup dalam jumlah kalori agar responden tidak merasa lemas diakibatkan kenaikan gula darah yang tidak terkontrol karena jumlah kalori responden yang tidak mencukupi tubuh. Jumlah kalori yang tidak cukup dapat mengakibatkan rsponden merasa lapar dan berkeinginan untuk makan lagi tanpa melihat jadwal makan, jumlah makan, dan jenis makanan. Bila dibiarkan, secara tidak sadar pasien sudah mengkonsumsi makanan yang melebihi jumlah kalori perhari. Jumlah kalori yang dianjurkan adalah 25-30 kalori per kilogram berat badan ideal. Hal ini sesuai dengan penelitian Baequny, Harnarni dan Rumimper (2015) yaitu sebagian besar responden mempunyai pola makan tinggi kalori sebanyak 43 responden (57%) dan sebagian kecil mempunyai pola makan tidak tinggi kalori yaitu sebanyak 32 responden (43%). Faktor yang bisa mempengaruhi pola makan yang salah pada responden adalah tingkat pengetahuan yang kurang baik tentang perencanaan makanan bagi penderita DM.
Pada item 4, responden yang mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung serat seperti buah dan sayur sebesar 90 responden (68,7%). Artinya kesadaran responden dalam mengkonsumsi serat seperti sayur dan buah sangat tinggi. Sayur dan buah yang dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus mengandung serat yang dapat memperlambat proses perpidahan karbohidrat menjadi gula, sehingga peningkatan gula dalam darah meningkat secara perlahan, dan membantu mengontrol kadar gula darah dalam darah. Selain itu, serat dapat membuat kita merasa kenyang lebih lama, sehingga kita bisa makan lebih sedikit dan mencegah makan berlebihan. Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Purnasari dan Maryato (2011) Pada penelitian ini diketahui asupan serat responden berkisar antara 15,7 gram sampai dengan 27,4 gram, dengan rata-rata asupan serat sebesar 21,57 gram. Sebanyak 77,1% responden mempunyai tingkat asupan serat <25 gr/hari. Pada penderita diabetes dianjurkan untuk mengkonsumsi serat sebanyak 25-35 gr/hari, terutama serat larut air. Berdasarkan data recall diketahui asupan serat responden hanya sedikit. Asupan serat yang kurang pada sampel terkait dengan pola kebiasaan makan yang mengkonsumsi sayuran dalam jumlah sedikit dibandingkan konsumsi karbohidratnya dan jarang menkonsumsi buah, padahal kandungan serat banyak terdapat pada sayur dan buah, hal ini dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan akan manfaat serat bagi kesehatan. Dari data recall hanya 22,9% responden yang memiliki asupan serat sesuai dengan yang dianjurkan pada penderita diabetes yaitu 25-35 gr/hari.
Pada item 5, responden yang setiap hari mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung protein. Seperti: telur dan daging sebesar 104 orang responden (79,4%). Protein dapat mengurangi kenaikan gula darah karena protein bersifat mengenyangkan dan lambat di cerna di dalam tubuh sehingga kalori tubuh pada pasien dm dapat terkontrol. Hal ini tidak sesuai dengan Idris, Jafar dan Indriasari (2014) hasil penelitian pada pasien diabetes melitus tipe 2 diketahui bahwa sebesar 69,6% pasien dengan konsumsi protein kurang sebagian besar yaitu 81,2% memiliki kadar gula darah tidak terkontrol dibandingkan pasien yang memiliki kadar gula darah terkontrol 18,8%. Hasil uji pearson chi square menunjukkan bahwa tidak ada hubungan bermakna antara asupan protein dengan kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe 2.. Tidak adanya hubungan yang bermakna tingkat asupan protein dengan kontrol kadar gula darah dikarenakan fungsi utama protein adalah untuk pertumbuhan dan mengganti sel-sel yang rusak. Protein akan digunakan sebagai sumber energi apabila ketersediaan energi dari sumber lain yaitu karbohidrat dan lemak tidak mencukupi melalui proses glikoneogenesis.
Pada item 6 yang membatasi makanan asin yang menjawab sering sebesar 83 orang responden (63,4%) dan item 7 yang membatasi makanan yang banyak mengandunng lemak dan kolestrol tinggi. Seperti: santan, udang dan kepiting yang menjawab sering sebesar 88 orang responden (67,2%). Responden memiliki kesadaran tinggi dalam membatasi makanan yang banyak mengandung garam, lemak dan kolestrol tinggi. Banyak responden mengatakan bahwa makanan asin, lemak dan kolestrol tinggi dapat memperberat penyakit diabetes melitus yang diderita sehingga mereka selalu berusaha menjaga asupan yang dikonsumsi. Dari penyuluhan yang di dapat mereka mengatakan bahwa makanan yang asin akan menyebabkan hipertensi dan jika hipertensi tidak dapat di kontrol maka akan meyebabkan stroke. Sedangkan untuk lemak dan kolestrol tinggi, mereka lebih suka menjaga karena umur mereka rentan dengan penyakit stroke. Hal ini sesuai dengan penelitian Zainudin dan Yunawati (2012) Asupan garam yang berlebihan terus-menerus dapat memicu tekanan darah tinggi. Ginjal akan mengeluarkan kelebihan tersebut melalui urin. Apabila fungsi ginjal tidak optimal, kelebihan natrium tidak dapat dibuang dan menumpuk di dalam darah. Volume cairan tubuh akan meningkat dan membuat jantung dan pembuluh darah bekerja lebih keras untuk memompa darah dan mengalirkannya ke seluruh tubuh. Tekanan darah pun akan meningkat, inilah yang terjadi pada hipertensi. Selama konsumsi garam tidak berlebihan dan sesuai kebutuhan, kondisi pembuluh darah akan baik, ginjal pun akan berfungsi baik, serta proses kimiawi dan faal tubuh tetap berjalan normal tidak ada gangguan. Asupan lemak berfungsi sebagai sumber pembangun jika sesuai dengan kebutuhan asupan lemak yang di butuhkan tetapi asupan lemak akan menjadi masalah ketika asupan lemak yang masuk berlebih dari asupan lemak yang dibutuhkan. Konsumsi pangan sumber lemak yang tinggi terutama lemak jenuh membuat kolesterol low density lipoprotein (LDL) meningkat yang lama-kelamaan akan tertimbun dalam tubuh dan dapat membentuk plak di pembuluh darah. Plak tersebut akan menyumbat pembuluh darah sehingga mempengaruhi peningkatan tekanan darah. Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak terlalu tinggi. Kadar kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam dinding pembuluh darah. Apalabila dibiarkan maka akan menyumbat pembuluh nadi dan mengganggu sistem peredaran darah yang dapat memperberat kerja jantung dan secara tidak langsung memperparah tekanan darah
Pada item 9, 10 dan 13 responden olahraga 3-5 kali dalam seminggu yang menjawab jarang 71 orang responden (54,2%), responden yang melakukan jalan santai disekitaran komplek setiap pagi atau sore yang menjawab selalu 52 orang responden (39,7%), dan waktu yang dihabiskan responden untuk olahraga adalah 30-60 menit yang menjawab jarang 56 orang responden (42,7%). Di musim pandemi seperti sekarang olahraga sangat di anjurkan dengan mematuhi protokol kesehatan. Kesadaran responden tentang pentingnya olahraga dengan berjalan santai di sekitaran komplek rumah merupakan aktivitas fisik sedang. Banyak manfaat yang didapatkan ketika melakukan jalan santai dengan waktu 30-60 menit yaitu ketika tubuh beraktivitas makan glukosa dalam tubuh akan diubah menjadi energi. Hal ini sesuai dengan WHO (2018) Pada kasus diabetes tipe 2 aktivitas fisik sangat membantu dalam penyerapan glukosa darah kedalam otot. Pada saat otot berkontraksi permeabilitas membran terhadap glukosa meningkat. Sehingga saat otot berkontaksi akan bertindak seperti insulin. Maka dari itu saat beraktivitas fisik, resistensi insulin berkurang.
Dukungan Keluarga
Penelitian yang telah dilakukan terhadap 131 responden didapatkan bahwa dukungan keluarga pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki dukungan keluarga baik dengan jumlah 129 orang responden (98,5%). Penelitian ini didukung dengan penelitian Isfandiari dan Wardani (2014) yaitu responden yang mendapatkan dukungan keluarga melakukan pengendalian kadar gula darah kurang baik sebesar 23,5% (8 responden) dan melakukan pengendalian kadar gula darah dengan baik sebesar 32,4% (11 responden).
Hal ini sejalan dengan penelitian Nuraisyah, Kusnanto dan Rahayujati (2017) yaitu adanya hubungan dukungan keluarga dengan kualitas hidup pasien DM II (p-value: 0,00). Untuk hasil analisis diperoleh bahwa adanya hubungan dukungan keluarga yang ditinjau dari empat dimensi yaitu dimensi emosional (p-value: 0,00), dimensi penghargaan (p-value: 0,00), dan dimensi instrumental (p-value: 0,00). Sementara untuk hasil nilai analisis diperoleh bahwa adanya hubungan variabel komplikasi dengan kualitas hidup pasien DM II (p-value: 0,02).
Item 1,2,3 dan 4 merupakan dukungan emosional. Rata-rata responden menjawab sering mendapatkan dukungan emosional yang baik. Dengan jawaban tersebut maka keluarga bagi responden sangat dibutuhkan ketika responden mengalami kesulitan tentang diabetes yang dideritanya. Ketika seorang keluarga yang menderita diabetes sangat butuh tempat untuk bercerita, hal pertama yang akan dilakukan responden adalah bercerita dengan keluarga. Sedangkan respon keluarga yang menunjukkan rasa empati akan membuat responden semakin nyaman bercerita dan terasa lega setelah bercerita. Ini sangat membantu responden yang berkeinginan untuk sembuh ataupun untuk mempertahankan gula darah tetap terkontrol sehingga tidak menimbulkan komplikasi yang tidak diinginkan.
Pada item 5 dan 6 merupakan dimensi penghargaan. Rata-rata responden menjawab sering pada item tersebut. Dengan jawaban tersebut, penghargaan yang diterima responden berupa dorongan agar tetap mempertahan kadar gula darah tetap normal dengan mengingatkan responden untuk tetap memesan obat diabetes dan menjaga keteraturan waktu diet. Hal ini dapat membuat responden sangat diperhatikan dan dihargai oleh keluarga sehingga mampu menambah semangat responden agar tetap menjaga kadar gula darah tetap normal dan menghindari komplikasi yang ditimbulkan oleh diabetes melitus.
Pada item 7 dan 8 merupakan dimensi instrumental. Rata-rata responden menjawab selalu untuk item 7 dan sering untuk item 8. Dengan jawaban tersebut, dukungan keluarga berupa dimensi instrumental yaitu mengembalikan energi atau stamina dan semangat yang menurun serta memberi rasa perhatian dan kepedulian terhadap responden yang menderita diabetes melitus yang sedang berusaha untuk tetap menjaga dan mengontrol agar gula darahnya tetap normal.
Pada item 9,10,11 dan 12 merupakan dimensi informasi. Rata-rata jawaban responden pada ke empat item tersebut adalah sering. Ini menunjukan bahwa keluarga mampu memberikan informasi yang baik untuk responden sehingga menekan stressor yang muncul akibat penyakit yang diderita. Sehingga responden mampu untuk mengolah informasi yang didapat agar diabetes yang diderita tidak dapat menimbulkan komplikasi dan tetap menjaga gula darah tetap normal.
PENUTUPAN
Kesimpulan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik umur responden yang menderita diabetes melitus tipe 2 terjadi pada usia lansia akhir yaitu 56-65 tahun dan diabetes melitus tipe 2 banyak diderita oleh laki-laki sebanyak 69 orang responden. Rata- rata riwayat pendidikan terakhir responden sebagian besar adalah tamatan SMA sebanyak 49 orang responden. pasien diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki lebih banyak mnderita komplikasi sebesar 120 orang responden. Sedangkan, jenis komplikasi yang banyak diderita responden perempuan adalah neurophaty (kebas) sebesar 91 orang responden.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pola hidup meliputi pola makan dan aktivitas fisik pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki didapatkan pola hidup baik dengan jumlah 107 orang responden (81,7%). Sedangkan, dukungan keluarga pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Payung Sekaki dukungan keluarga baik dengan jumlah 129 orang responden (98,5%).
Ini berarti pola hidup yang baik dapat juga dipengaruhi oleh dukungan keluarga yang baik sehingga membuat penderita semakin bersemangat untuk menerapkan pola sehat dalam kehidupan sehari-hari.
Saran
Bagi Mahasiswa hasil penelitian ini dapat menjadi masukan, media pembelajaran dan referensi tambahan bagi profesi keperawatan dalam melakukan pengkajian pada pasien DM tipe 2 baik dari segi pola makan, aktivitas fisik dan dukungan keluarga.
Bagi peneliti selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk peneliti selanjutnya dan bahan perbandingan dan bahan pertimbangan untuk lebih memperdalam penelitian selanjutnya dengan desain berbeda.
Bagi puskesmas hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan bagi puskesmas untuk melakukan penyuluhan tentang diabetes melitus minimal 2 kali bulan sekali khusus pada pasien diabetes melitus agar pasien yang belum sempat mendengarkan penyuluhan sebelum dilakukan pelayanan bisa mendengarkan kembali informasi terbaru seputar diabetes melitus.
Iis Dian Saviqoh, Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, Indonesia
Yesi Hasneli, Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, Indonesia
Nopriadi, Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Riau, Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Adliyani, Z. (2015). Pengaruh Perilaku Individu Terhadap Hidup Sehat. Majority. 4(7). 109.
https://www.google.com/search?q=Pengaruh+Perilaku+Individu+Terhadap+Hidup+Sehat&oq=Pengaruh+Perilaku+Individu+Terhadap+Hidup+Sehat&aqs=chrome..69i57.1720j0j9&sourceid=chrome&ie=UTF-8
Arifianto, D,. Marwanti., Daryanti., Suciana, F,. (2019). Penatalaksanaan 5 Pilar Pengendalian DM Terhadap Kualitas Hidup Pasien DM Tipe 2. Jurnal Ilmiah Permas: Jurnal Ilmiah STIKES Kenda. 9(4).312.
https://www.google.com/search?q=Penatalaksanaan+5+Pilar+Pengendalian+DM+Terhadap+Kualitas+Hidup+Pasien+DM+Tipe+2.&oq=Penatalaksanaan+5+Pilar+Pengendalian+DM+Terhadap+Kualitas+Hidup+Pasien+DM+Tipe+2. &aqs=chrome..69i57.1975j0j9&sourceid=chrome&ie=UTF-8
Aulia, A., Yulianti, A,. (2019). Pengaruh City Branding “A Land Of Harmony” Terhadap Minat Berkunjung dan Keputusan Berkunjung ke Puncak, Kabupaten Bogor. Jurnal Ilmia MEA.3(3).70
Andarmoyo, S. 2012. Keperawatan keluarga: konsep teori, proses, dan praktik keperawatan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Arimbi, D., Lita., Indra, R,. (2020). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Motivasi Mengontrol Kadar Gula Darah Pada Pasien DM Tipe II. Jurnal Keperawatan Abdurrab. 4(1).
https://www.google.com/search?q=Pengaruh+Pendidikan+Kesehatan+Motivasi+Mengontrol+Kadar+Gula+Darah+Pada+Pasien+DM+Tipe+II&oq=Pengaruh+Pendidikan+Kesehatan+Motivasi+Mengontrol+Kadar+Gula+Darah+Pada+Pasien+DM+Tipe+II&aqs=chrome..69i57.1392j0j9&sourceid=chrome&ie=UTF-8
Baequni, A., Harnany, A., Rumimper, E,. (2015). Pengaruh Pola Makan Tinggi Kalori terhadap Peningkatan Kadar Gula Darah pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Riset Kesehatan. 4(1)
https://www.google.com/search?q=).+Pengaruh+Pola+Makan+Tinggi+Kalori+terhadap+Peningkatan+Kadar+Gula+Darah+pada+Penderita+Diabetes+Melitus+Tipe+2.&oq=).+Pengaruh+Pola+Makan+Tinggi+Kalori+terhadap+Peningkatan+Kadar+Gula+Darah+pada+Penderita+Diabetes+Melitus+Tipe+2.&aqs=chrome..69i57.27309j0j4&sourceid=chrome&ie=UTF-8
Dafriani P. (2017). Hubungan Pola Makan dan Aktifitas Fisik Terhadap Kejadian Diabetes Melitus di Poliklinik Penyakit Dalam RSUD dr. Rasidin Padang. Jurnal Keperawatan,13(2), 70-77
https://www.google.com/search?safe=strict&q=Hubungan+Pola+Makan+dan+Aktivitas+Fisik+Terhadap+Kejadian+Diabetes+Melitus+di+Poliklinik+Penyakit+Dalam+RSUD+dr.+Rasidin+Padang&spell=1&sa=X&ved=2ahUKEwis7OO9rZPvAhXVR30KHYQZApoQBSgAegQIAxA1&biw=1366&bih=568
Dalimartha, S., Adrian, F. (2012). Makanan herbal untuk penderita diabetes melitus. Jakarta: Penebat Swadaya
Fatimah, N. (2015). Diabetes Melitus Tipe 2. J Majority. 4(5). 98-99.
https://www.google.com/search?q=Diabetes+Melitus+Tipe+2+fatimah+noor&oq=Diabetes+Melitus+Tipe+2+fatimah+noor&aqs=chrome..69i57.4528j0j9&sourceid=chrome&ie=UTF-8
Firman, R., Lukman, M., Mambangsari, C., (2017). Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Dukungan Keluarga dalam Pencegahan Primer Hipertensi. Jurnal Kepemimpinan Pendidikan. 5(2). 199
https://www.google.com/search?q=Faktor-Faktor+Yang+Berhubungan+dengan+Dukungan+Keluarga+dalam+Pencegahan+Primer+Hipertensi&oq=Faktor-Faktor+Yang+Berhubungan+dengan+Dukungan+Keluarga+dalam+Pencegahan+Primer+Hipertensi&aqs=chrome..69i57.1780j0j9&sourceid=chrome&ie=UTF-8
Hidayatul, Malini, Huriani. (2019). Peran Dukungan Keluarga Dalam Menurunkan Diabetes Distress Pada Pasien Diabetes Mellitus Tipe II. Jurnal Kesehatan Andalas. 8(6), 128.
https://www.google.com/search?q=Peran+Dukungan+