Academic literature on the topic 'Kritiese Rasionalisme'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the lists of relevant articles, books, theses, conference reports, and other scholarly sources on the topic 'Kritiese Rasionalisme.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Journal articles on the topic "Kritiese Rasionalisme"

1

Aravik, Havis, and Choiriyyah Choiriyyah. "Etika Rasionalisme Versus Etika Voluntarisme (Studi Kritis Mu’tazilah Dan Asy’ariyah)." SALAM: Jurnal Sosial dan Budaya Syar-i 5, no. 1 (April 5, 2018): 11–24. http://dx.doi.org/10.15408/sjsbs.v5i1.7902.

Full text
Abstract:
Abstract: This study discusses the ethics of rationalism versus voluntarism ethics, where morals in principle have been debated by experts for a long time, among them Mu'tazilah with the ethics of rationalism and Ash'ariyah with voluntary ethics. For the Mu'tazila morality is a rational act of man in seeing which is good and what is bad, not merely determined by the demands of religion. While Asy'ariyah holds the opposite view that morality is under the control of God or with another understanding that morality presupposes religion. Keywords: Ethics, Rationalism, Voluntarism, Mu'tazilah, Asy'ariyah Abstrak: Studi ini membahas tentang etika rasionalisme versus etika voluntarisme, di mana moral pada prinsipnya telah menjadi perdebatan para ahli kalam sejak lama, di antaranya Mu’tazilah dengan etika rasionalisme dan Asy’ariyah dengan etika voluntarisme. Bagi Mu’tazilah moralitas adalah sebuah tindakan rasional manusia dalam melihat mana yang baik dan mana yang buruk, tidak semata ditentukan oleh tuntutan agama. Sedangkan Asy’ariyah berpandangan sebaliknya bahwa moralitas berada di bawah kontrol Tuhan atau dengan pengertian lain moralitas itu mengandaikan agama. Kata Kunci; Etika, Rasionalisme, Voluntarisme, Mu’tazilah, Asy’ariyah DOI: 10.15408/sjsbs.v5i1.7902
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Ikbal Salam, Andi Muhammad. "PEMIKIRAN KRITIS MULYADHI TERHADAP BANGUNAN ILMU MODERN." Ri'ayah: Jurnal Sosial dan Keagamaan 5, no. 01 (July 29, 2020): 1. http://dx.doi.org/10.32332/riayah.v5i01.2296.

Full text
Abstract:
Mulyadhi Kartanegara memusatkan perhatiannya pada diskursus filsafat Islam yang ide-idenya telah dituangkan ke dalam berbagai bentuk karya ilmiah. Epistemologi integarasi ilmu Mulyadhi Kartanegara menyorot aspek integrasi sumber ilmu dan integrasi metode ilmu. Sumber ilmu menurut Mulyadhi yakni indra, akal dan intuisi, sedangkan ilmuan Barat (materialisme-positivisme) hanya mengakui panca indra sebagai sumber ilmu. Metodologi ilmu dalam epistemologi Mulyadhi yakni, metode observasi atau eksperimen untuk obyek-obyek fisik, metode logis untuk obyek metaempirik, dan metode intuitif (irfani) untuk mengenal obyek secara langsung. Sedang ilmuan modern hanya mengakui metode ilmu observasi atau eksperimen dan menampik metode ilmu yang lain. Selanjutnya, dalam relasi epistemologis dan status ontologis, epistemologi Islam mengakui realitas secara integral-holistik (alam materi, mitzal dan akal dan Tuhan yang merupakn puncak realitas). Kritik Mulyadhi terhadap bangunan ilmu modern adalah tertuju pada rasionalisme-empirik (paradigma Cartesian-Newtonian) yang melahirkan aliran pemikiran: naturalisme, idealisme dan sekulerisme yang bercorak mekanistik dalam memandang realitas semesta. Selanjutnya Mulyadhi melontarkan respon kritisnya pada materialisme melalui islamisasi epistemologis pada aspek klasifikasi ilmu dan metodologi ilmu.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Tjaya, Thomas Hidya. "SCHULZE’S AENESIDEMUS AND THE FOUNDATION OF PHILOSOPHY." Jurnal Ledalero 12, no. 1 (September 5, 2017): 113. http://dx.doi.org/10.31385/jl.v12i1.85.113-132.

Full text
Abstract:
Immanuel Kant membangun filsafat kritisnya untuk menjawab pandangan skeptis David Hume mengenai kepastian pengetahuan manusia dan mencoba mendamaikan dua pendekatan yang berbeda terhadap pengetahuan dan tindakan, yakni rasionalisme dan empirisme. Dalam karyanya berjudul Aenesidemus, Gottlob Ernst Schulze mempertanyakan klaim Kant bahwa skeptisisme Hume telah terjawab melalui filsafat kritisnya. Artikel ini pertama-tama membahas teks Aenesidemus dengan memberikan perhatian khusus pada kritik Schulze terhadap pandangan Karl Leonhard Reinhold mengenai ‘fakultas’ representasi dan kegagalan Kant dalam membedakan antara sebab dan syarat pengetahuan. Dalam tanggapannya terhadap karya Schulze ini, Fichte memperlihatkan kesalahpahaman Schulze atas pokok-pokok penting dalam filsafat kritis sekaligus menunjukkan arah filsafat kritis yang hendak ditempuhnya sendiri. Di satu sisi, filsafat kritis memang menuai polemik dengan berbagai kritik dan tanggapan yang mengubah arah filsafat Barat sendiri. Akan tetapi, di sisi lain, seluruh rangkaian peristiwa ini justru memperlihatkan sebuah dialog dalam filsafat sendiri sebagai usaha untuk menemukan fondasi kuat dan mantap atas klaim-klaimnya. Dialog ini menunjukkan keterbukaan filsafat terhadap berbagai bentuk kebenaran yang terus menerus disingkapkan. <b>Keywords:</b> Schulze, Aenesidemus, Fichte, Kant, critical philosophy, skepticism, Reinhold, faculty of representation.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Thahir, Lukman. "THE NEW THEOLOGY: CONSTRUCTING CRITICAL ISLAMIC THEOLOGY BASED ON HEGEL’S DIALECTIC THEORY." HUNAFA: Jurnal Studia Islamika 17, no. 1 (June 18, 2020): 88–107. http://dx.doi.org/10.24239/jsi.v17i1.585.84-103.

Full text
Abstract:
Diskursus teologi Islam saat ini, seperti halnya teologi Kristen di masa modern Barat, mengalami tantangan yang sangat berat, terutama bagaimana aliran pemikiran ini, baik secara rasional, empirik, maupun metodologis, dapat diterima dan sejalan dengan tuntutan dan perkembangan dinamika kemanusiaan kontemporer. Hampir sekitar 10 abad lamanya, isu-isu teologi Islam masih “bermain” di wilayah perdebatan metafisik an sich, di sana, belum menyentuh isu-isu fisik-humanistik-, yang bersifat historis-empiris, di sini. Akibatnya, teologi Islam tidak hanya dianggap meaningless, tetapi juga tidak berdaya, terisolasi dan termarginalisasi dihadapan kekuatan-kekuatan saintisme kontemporer. Artikel ini, ingin membaca ulang teologi Islam dalam konteks tuntutan dan semangat era kontemporer, dengan berbasis pada teori dialektika Hegel. Tujuannya adalah membangun model teologi alternative yang sejalan dengan semangat tuntutan masa kini. Untuk merumuskan model baru teologi Islam [the new theology] seperti ini, masalah yang diangkat: 1). Bagaimana asal usul diskursus teologi Islam?.2). Mengapa dialektika Hegel yang dijadikan framework atau tool of analysis untuk pembacaan teologi Islam masa kini; dan 3). Bagaimana pembacaan teologi Islam berbasis teori dealektika Hegel?. Hasil penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: Pertama, asal-usul teologi Islam, meski ada pengaruh eksternal dari teologi Yahudi, Kristen dan ilmu-ilmu Yunani, namun, faktor internal, dalam hal ini, al-qur’an itu sendiri menjadi sumber yang paling otoritatif munculnya diskusi mengenai teologi dalam Islam. Kedua, teori dialektika Hegel merupakan sublimasi dari teori argumen filosofis Plato untuk mencairkan dua kutub pemikiran yang berlawanan atau kontradiktif, Socrates dan lawan bicaranya di masa Plato, empirisme dan rasionalisme di masa modern bagi Hegel, dan Mu’tazilah dan Asy’ariyah dalam teologi Islam. Ketiga, pembacaan kontemporer teologi Islam melahirkan model teologi alternative yang dalam tulisan ini disebut Teologi Kritis Islam atau The New Theology.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Hadisi, La. "NURCHOLIS MADJID’S CONCEPT OF ISLAMIC EDUCATION: TOWARDS INCLUSIVE-PLURALIST TRANSFORMATION OF ISLAMIC EDUCATION." Didaktika Religia 5, no. 2 (December 6, 2017): 361–80. http://dx.doi.org/10.30762/didaktika.v5i2.628.

Full text
Abstract:
This article discusses the transformation of Islamic education towards inclusive and pluralist Islamic education. The thought of Nurcholis Madjid shows that Muslims can be more advanced and accept things rationally to deal with the development of people, and the needs to emphasize is thta the ideas / thoughts that they have created should we be able to filter and criticize by taking the good things rationally and religiously, or in accordance with the values of Islamic teachings, and it should not be necessarily taken for granted. Madjid considered the need for intellectual quality improvement among Muslims including teenagers, students or santri. Not only do they master the science of religion, but also compete the modern world, as once achieved by medieval Muslims who mastered a lot of science and excel in many fields. The idea of a pesantren renewal is part of its modernization ideals. With the three basic principles of life and religious values of divinity, humanity and justice, Madjid hopes that there will be future changes in Islamic education. Because of the education, Muslims will change. Setting aside something small or big and eliminating discriminatory attitudes on a particular person will make truth and confidence lead to happiness. يتناول هذا البحث الحديث عن تحويل التربية الإسلامية نحو التربية الدينية الانفتاحية والتعددية. تدل فكرة نور خالص مجيد على أن الأمة الإسلامية لابد أن تتقدم أكثر وتقبل الأمور المنطقية لمواجهة تطور الإنسان والعصر اليوم. ويمكن أخذ الخطوط العريضة بأن أفكارهم يجب أن نمحصها وننقدها آخذين ما هو حسن )في منظور المنطق والدين (، أو ما يوافق قيم تعاليم الإسلام، حيث لانقبلها بدون تمحيص. ورأى نور خالص مجيد أننا نحتاج إلى ترقية جودة معرفة المسلمين، ومنهم الشباب والطلبة أو الطلبة بالمعاهد الدينية. وليس استيعاب العلوم الدينية فحسب، وإنما يساهمون أيضا في التنافس في العالم الحديث، كما وصل إلى ذلك المسلمون في العصور الوسطى، حيث ألموا مختلف العلوم وحصلوا على أفضليات في كثير من المجالات. والفكرة عن تجديد المعاهد الدينية هي أمنيات التجديد. انطلاقا من ثلاثة أصول وقيم الحياة والدين، يتمنى مجيد أن يحدث التجديد في مستقبل التربية الإسلامية، فبالتربية سوف تتغير الأمة الإسلامية. وبوضع الأمور جانبا سواء كانت صغيرة أم كبيرة، وبإزالة موقف تمييزي تجاه أشخاص معينة سوف تبلغ الحقيقة واليقين إلى السعادة. Artikel ini membahas tentang transformasi pendidkan Islam menuju pendidkan agama yang inklusif dan pluralis. Pemikiran Nurcholis Madjid menunjukkan agar umat Islam bisa lebih maju dan bisa menerima hal yang rasional untuk menghadapi perkembangan manusia dan zaman pada saat ini, dan yang perlu digaris bawahi adalah gagasan/pemikiran yang telah mereka buat harus bisa kita filter dan kritisi dengan mengambil hal yang baik, (secara rasionalis dan agamis), ataupun sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, tidak serta merta menerima begitu saja. Beliau beranggapan perlu adanya peningkatan kualitas intelektual di kalangan Muslim termasuk kaum remaja, pelajar atau santri. Tidak hanya menguasai ilmu agama saja, melainkan ikut bersaing dalam dunia modern, sebagaimana yang pernah dicapai kaum muslimin abad pertengahan yang menguasai banyak ilmu pengetahuan dan unggul dalam banyak bidang. Gagasan tentang pembaruan pesantren adalah bagian dari cita-cita modernisasinya. Dengan ketiga azaz dasar nilai-nilai kehidupan dan keagamaan yaitu ketuhanan, kemanusiaan dan keadilan, madjid berharap ada perubahan kedepan pada pendidikan Islam. Karena dari pendidikanlah umat Islam ini akan berubah. Mengesampingkan sesuatu yang kecil ataupun besar dan menghilangkan sikap diskriminatif pada pribadi tertentu, akan membuat kebenaran dan keyakinan menuju pada kebahagiaan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Hadisi, La. "NURCHOLIS MADJID’S CONCEPT OF ISLAMIC EDUCATION: TOWARDS INCLUSIVE-PLURALIST TRANSFORMATION OF ISLAMIC EDUCATION." Didaktika Religia 5, no. 2 (December 10, 2017): 361–80. http://dx.doi.org/10.30762/didaktika.v5i2.866.

Full text
Abstract:
Abstract This article discusses the transformation of Islamic education towards inclusive and pluralist Islamic education. The thought of Nurcholis Madjid shows that Muslims can be more advanced and accept things rationally to deal with the development of people, and the needs to emphasize is thta the ideas / thoughts that they have created should we be able to filter and criticize by taking the good things rationally and religiously, or in accordance with the values of Islamic teachings, and it should not be necessarily taken for granted. Madjid considered the need for intellectual quality improvement among Muslims including teenagers, students or santri. Not only do they master the science of religion, but also compete the modern world, as once achieved by medieval Muslims who mastered a lot of science and excel in many fields. The idea of a pesantren renewal is part of its modernization ideals. With the three basic principles of life and religious values of divinity, humanity and justice, Madjid hopes that there will be future changes in Islamic education. Because of the education, Muslims will change. Setting aside something small or big and eliminating discriminatory attitudes on a particular person will make truth and confidence lead to happiness. ملخص يتناول هذا البحث الحديث عن تحويل التربية الإسلامية نحو التربية الدينية الانفتاحية والتعددية. تدل فكرة نور خالص مجيد على أن الأمة الإسلامية لابد أن تتقدم أكثر وتقبل الأمور المنطقية لمواجهة تطور الإنسان والعصر اليوم. ويمكن أخذ الخطوط العريضة بأن أفكارهم يجب أن نمحصها وننقدها آخذين ما هو حسن )في منظور المنطق والدين(، أو ما يوافق قيم تعاليم الإسلام، حيث لانقبلها بدون تمحيص. ورأى نور خالص مجيد أننا نحتاج إلى ترقية جودة معرفة المسلمين، ومنهم الشباب والطلبة أو الطلبة بالمعاهد الدينية. وليس استيعاب العلوم الدينية فحسب، وإنما يساهمون أيضا في التنافس في العالم الحديث، كما وصل إلى ذلك المسلمون في العصور الوسطى، حيث ألموا مختلف العلوم وحصلوا على أفضليات في كثير من المجالات. والفكرة عن تجديد المعاهد الدينية هي أمنيات التجديد. انطلاقا من ثلاثة أصول وقيم الحياة والدين، يتمنى مجيد أن يحدث التجديد في مستقبل التربية الإسلامية، فبالتربية سوف تتغير الأمة الإسلامية. وبوضع الأمور جانبا سواء كانت صغيرة أم كبيرة، وبإزالة موقف تمييزي تجاه أشخاص معينة سوف تبلغ الحقيقة واليقين إلى السعادة. Abstrak Artikel ini membahas tentang transformasi pendidkan Islam menuju pendidkan agama yang inklusif dan pluralis. Pemikiran Nurcholis Madjid menunjukkan agar umat Islam bisa lebih maju dan bisa menerima hal yang rasional untuk menghadapi perkembangan manusia dan zaman pada saat ini, dan yang perlu digaris bawahi adalah gagasan/pemikiran yang telah mereka buat harus bisa kita filter dan kritisi dengan mengambil hal yang baik, (secara rasionalis dan agamis), ataupun sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam, tidak serta merta menerima begitu saja. Beliau beranggapan perlu adanya peningkatan kualitas intelektual di kalangan Muslim termasuk kaum remaja, pelajar atau santri. Tidak hanya menguasai ilmu agama saja, melainkan ikut bersaing dalam dunia modern, sebagaimana yang pernah dicapai kaum muslimin abad pertengahan yang menguasai banyak ilmu pengetahuan dan unggul dalam banyak bidang. Gagasan tentang pembaruan pesantren adalah bagian dari cita-cita modernisasinya. Dengan ketiga azaz dasar nilai-nilai kehidupan dan keagamaan yaitu ketuhanan, kemanusiaan dan keadilan, madjid berharap ada perubahan kedepan pada pendidikan Islam. Karena dari pendidikanlah umat Islam ini akan berubah. Mengesampingkan sesuatu yang kecil ataupun besar dan menghilangkan sikap diskriminatif pada pribadi tertentu, akan membuat kebenaran dan keyakinan menuju pada kebahagiaan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Tazkiyah, Izzatu. "Ta’wīl Teologis Abū Manṣūr Al-Māturīdī (Pembacaan Kritis atas Ayat-ayat Keesaan Tuhan)." RELIGIA, October 18, 2018, 211. http://dx.doi.org/10.28918/religia.v21i2.1511.

Full text
Abstract:
Secara historis, diskursus tafsīr dan ta’wīl tidak selalu berjalan beriringan. Terlebih ketika madzhab al-Asy’ārī memperoleh kekuasan, tafsīr telah diposisikan lebih unggul dibanding ta’wīl yang keberadaannya tidak saja dianggap sebagai oposisi madzhab melainkan telah dinilai menyimpang dari kebenaran. Dalam penelitian ini, penulis berusaha menyingkap ta’wīl teologis al-Māturīdī dalam magnum opusnya Ta’wīlāt Ahl al-Sunnah dan Kitāb al-Tauhīd. Karya al-Māturīdī menjadi obyek penelitian dengan mempertimbangkan bahwa ia dianggap mampu menjembatani antara kalangan tradisionalis (Asy’ariyah) dan rasionalis (Muktazilah). Sementara pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan teologi dan tafsīr komparatif. Setidaknya penulis menemukan tiga temuan pokok di antaranya: Pertama konsepsi ta’wīl yang dikonstruk al-Māturīdī dalam tafsīrnya nampak begitu longgar. Kedua, objektivitas makna yang dihadirkan terkadang tereduksi oleh pandangan-pandangan teologisnya yang nampak subyektif. Ketiga, di satu sisi pandangan teologisnya mampu meredam paham-paham yang dianggap berseberangan dengan Islam, sementara di lain sisi menunjukan bahwa al-Māturīdī berusaha membasiskan doktrin teologi Sunni.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

"KOMPETENSI ARSITEK DALAM MENDUKUNG TERWUJUDNYA KOTA HIJAU." Neo Teknika, December 1, 2015. http://dx.doi.org/10.37760/neoteknika.v1i2.368.

Full text
Abstract:
Pembangunan wilayah perkotaan perlu memasukkan unsur lingkungan sebagai salah satu dasar pertimbangan dalam pembangunan sumber daya alam dan lingkungan hidup sebagai suatu strategi Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development), bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan pembangunan dengan tetap menjaga kualitas sumber daya alam dan untuk mendayagunakan seluruh potensi sumber daya alam yang ada guna mencukupi kebutuhan pembangunan dan aktivitas kehidupan ekonomi masyarakat sebatas kemampuan dan daya tampungnya dalam kerangka pembangunan yang berwawasan lingkungan. Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai bagian dari penataan ruang kota perlu ditetapkan keberadaannya secara serius, direncanakan secara menyeluruh dan diperkuat dengan peraturan yang tegas untuk memperjelas status hukumnya. Dengan demikian pengembangan dan pengelolannya lebih terarah serta dapat menghindari perubahan fungsi Ruang Terbuka Hijau menjadi fungsi lainnya, dan mengupayakan terciptanya Kota Hijau sebagai bagian dari Ruang Terbuka Publik di kawasan perkotaan. Kajian ini bertujuan untuk meneliti seberapa besar capaian sasaran dan manfaat yang diperoleh dalam menambah besaran luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Kota Semarang, serta bagaimana peran seorang Arsitek dalam mengimplementasikan komponen guna mendukung terciptanya Kota Hijau. Penelitian ini menggunakan Metode Rasionalistik berlandaskan pada cara berpikir rasionalisme, yang berasal dari pemahaman kemampuan intelektual dan dibangun atas kemampuan argumentasi secara logika, sehingga lebih ditekankan pada pemaknaan empiri (Sutrisno Hadi, 1984). Secara Kuantitas dan Kualitas, Sebaran dan Besaran Ruang Terbuka Hijau di wilayah Kota Semarang masih perlu ditingkatkan lagi karena masih sangat sulit untuk menyediakan luasan lahan yang cukup yang dapat dimanfaatkan sebagai Ruang Terbuka Hijau baru. Upaya untuk memanfaatkan lahan kosong, lahan kritis, sempadan sungai dan lahan bekas bongkaran bangunan publik merupakan salah satu upaya untuk menambah luasan RTH di Kawasan Perkotaan. Kata Kunci : Ruang Terbuka Hijau, Ruang Terbuka Publik, Kota Hijau
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Dissertations / Theses on the topic "Kritiese Rasionalisme"

1

Maree, David J. F. "Kritiese Rasionalisme en Teologie." Thesis, 1990. http://hdl.handle.net/2263/32325.

Full text
Abstract:
Hierdie studie fokus op die waarde van die Kritiese Rasionalisme van Karl Popper vir die teologie. Tans staan die Kritiese Realisme as geloofwaardige denkmodel vir die teologie in die huidige teologiese diskussie onder bespreking. Hierdie studie analiseer die krities realistiese denkmodel in die teologie aan die hand van die Kritiese Rasionalisme van Popper ten einde 'n krities rasionalistiese suiwering in die krities realistiese denkmodel vir die teologie te weeg te bring. Deel I van die studie behels 'n bespreking en 'n analisering van die wetenskapsteorie van Popper. Uit hierdie bespreking blyk dit dat die wetenskap volgens Popper op 'n duidelike doel afgestem is. Wetenskap mik na waarheid en 'n verstaan van die werklikheid. Ten spyte van die intensie van die wetenskap, kan die wetenskaplike nooit met sekerheid bepaal of sy teorie wei waar is nie. Gevolglik funksioneer die waarheidsgerigtheid van die wetenskap as 'n regulatiewe beginsel. Die wetenskaplike kan van die waarheid van die doel van sy wetenskap oortuig wees, maar hierdie oortuiging en ander oortuigings met betrekking tot die waarheid of die realiteit van 'n teorie, word in die Popperiaanse beskouing van die wetenskapsproses krities gekontroleer. Popper se fallibalistiese epistemologiese beskouings word gevorm deur sy mening dat aile denkmodelle of filosofiee wat waarheid wil begrond, ongeldig is. Sy kritiek teen positivisme lei hom tot 'n omverwerping van 'n induktivistiese strategie wat oor die algemeen as die ware metode van die empiriese wetenskappe beskou word. Aangesien aile epistemiese uitsprake voorwaardelik van aard is, en uitsprake nie begrond kan word nie, stel hy 'n krities rasionalistiese denkmodel voor. Hierdie model word triadies gestruktureer: die wetenskapsproses verloop vanaf 'n identifisering van probleme na pogings om hierdie probleme op te los. Hierdie oplossings word krities getoets deur pogings om die oplossings te weerle. Op hierdie wyse kan foute uitgeskakel word en valshede vermy word. Uit die bespreking van Popper se teorie blyk dit dat die kenmerk van die krities rasionalistiese model verwoord kan word met behulp van 'n Kritiese Beginsel. Die elemente wat in Popper se Kritiese Rasionalisme ge'identifiseer is, te wete die wyse waarop oortuigings as 'n wetenskapsintensie funksioneer en krities gekontroleer word, die belang van die proses van weerlegging as kritiek in die wetenskapsproses en die nie-begrondingstruktuur van 'n geldige wetenskapsproses, word as evalueringsriglyn vir 'n krities realistiese model aangewend. Kritiese Realisme maak aanspraak op die feit dat epistemiese uitsprake inderdaad na die werklikheid verwys, ten spyte van die voorwaardelike aard van kennis. Die versoening tussen die konjekturaliteit van kennis en die werklikheid of objektiwiteit van uitsprake vind plaas deur die aanwending van 'n spesifieke modeljmetafoor-teorie. Dit blyk egter dat hierdie aanwending 'n afgeswakte vorm van verifikasie behels wat struktureel induktivisties van aard is. Voorts dui die analise van Kritiese Realisme aan dat die rol van grondverbintenisse nie voldoende deur hierdie model opgelos word nie aangesien daar steeds elemente van 'n begrondingstrategie by Kritiese Realisme teenwoordig is. Deur die Kritiese Realisme van hierdie problematiese elemente met behulp van die Kritiese Rasionalisme wyse te suiwer, kan Kritiese Realisme as 'n geloofwaardige denkmodel vir die teologie aangewend word.
Thesis (PhD)--University of Pretoria, 1990.
gm2013
Biblical and Religious Studies
PhD
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography