To see the other types of publications on this topic, follow the link: Konverze areálu.

Journal articles on the topic 'Konverze areálu'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 25 journal articles for your research on the topic 'Konverze areálu.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Sartono, Cinthia Morris, Prijadi Soedarsono, and Max Rudolf Muskanonfola. "KONVERSI TONASE AIR DENGAN BERAT GARAM YANG TERBENTUK DI AREAL PERTAMBAKAN TANGGULTLARE JEPARA." Management of Aquatic Resources Journal (MAQUARES) 2, no. 3 (August 29, 2013): 20–26. http://dx.doi.org/10.14710/marj.v2i3.4177.

Full text
Abstract:
Indonesia memiliki laut yang luas serta berbagai sumberdaya yang terkandung didalamnya seperti kadar garam yang tinggi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dan pengambilan data mengunakan metode purposive sampling. Tambak yang digunakan yaitu sebanyak empat tambak. Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu meliputi data primer dan data sekunder. Dimana data primer mencakup pengukuran salinitas, suhu udara, suhu air dan luas serta kedalaman tambak sehingga diperoleh volume tambak, sedangkan data skunder yang digunakan yaitu data curah hujan Kabupaten Jepara. Hasil penelitian menunjukan bahwa volume tambak A 7.020 l menghasilkan 1,21 ton garam selama 4 hari. Volume tambak B 7.810 l menghasilkan 1,22 ton garam selama 5 hari. Volume tambak C 9.920 l menghasilkan 1,23 ton garam selama 5 hari. Volume tambak D 11.420 l menghasilkan 1,26 ton garam selama 5 hari.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Arlius, Feri, Eri Gas Ekaputra, and Ghani Tasrif. "IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM)." Jurnal Teknologi Pertanian Andalas 21, no. 2 (September 4, 2017): 93. http://dx.doi.org/10.25077/jtpa.21.2.93-102.2017.

Full text
Abstract:
Lahan sawah Kecamatan 2x11 Enam Lingkung merupakan kawasan rawan konversi, hal ini dikarenakan wilayah Kecamatan 2x11 Enam Lingkung dilewati oleh jalan utama Padang– Bukittinggi dengan potensi terjadinya tingkat konversi lahan tinggi. Laju pertumbuhan penduduk setiap tahunnya meningkat dan letak daerah Kecamatan 2x11 Enam Lingkung berdekatan dengan pusat Kabupaten Padang Pariaman juga faktor yang mengakibatkan lahan sawah yang ada menjadi rawan konversi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kawasan rawan konversi pada lahan sawah di Kecamatan 2x11 Enam Lingkung Kabupaten Padang Pariaman. Hasil pengolahan data spasial dan citra Kecamatan 2x11 Enam Lingkung diperoleh luas areal sawah untuk Kecamatan 2x1 Enam Lingkung tahun 2016 sebesar 886,66 Ha. Lahan sawah di Kecamatan 2x11 Enam Lingkung dibagi menjadi 4 kelas berdasarkan kriteria kualitas lahan sawah. Lahan sawah rawan konversi dibagi mejadi 4 tipe konversi lahan. Berdasarkan hasil pengolahan data didapatkan lahan rawan konversi pada lahan sawah di Kecamatan 2x11 Enam Lingkung seluas 185,83 Ha. Luas lahan sawah tipe konversi sistematik berpola enclave (K2) sebesar 55,81 Ha, tipe konversi lahan sebagai respon atas pertumbuhan penduduk (K3) sebesar 55,65 Ha, tipe konversi multi bentuk atau tanpa bentuk (K7) sebesar 2,22, dan tipe konversi kawasan jalan (K8) sebesar 72,15 Ha. Prediksi kehilangan produksi padi jika semua lahan sawah rawan konversi mengalami konversi lahan sebesar ± 1405,99 Ton/Tahun.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Nuhung, Iskandar Andi. "TELAAHAN KONVERSI TEMBAKAU, SUATU TINJAUAN EKONOMI." AGRIBUSINESS JOURNAL 8, no. 2 (December 1, 2014): 125–40. http://dx.doi.org/10.15408/aj.v8i2.5133.

Full text
Abstract:
Para peneliti kesehatan menemukan bahwa, rokok adalah penyebab dominan penyakit kanker,paru-paru dan penyakit serius lainnya. Konvensi Internasional melalui Konvensi Pengendalian Tembakau bertujuan untuk melindungi generasi muda dari penyakit serius yang disebabkan oleh dampak dari rokok. Larangan merokok tersebut, berimbas pada kegiatan pengembangan tembakau diseluruh dunia termasuk Indonesia. Konversi harus memperhatikan seluruh aspek, baik teknis, ekonomi dan sosial budaya. Jika dipaksakan mengkonversi tembakau dengan komoditi lain, sementara bertambahnya jumlah perokok, maka Indonesia harus mengimpor rokok dengan harga mahal. Pendapatan negara dalam bentuk cukai dan kesempatan kerja yang cukup besar, merupakan faktor-faktor yang harus dipertimbangkan sebelum keputusan konversi dilakukan. Saat ini Indonesia termasuk negara produsen tembakau terbesar ke-lima di dunia. Karena pengembangan tembakau di Indonesia sudah berlangsung lama, sehingga pembudidayaan temabakau dikalangan masyarakat sudah menjadi budaya masyarakat Indonesia. Maka diperlukan penelitian untuk mengetahui konversi tembakau dan tinjauannya dalam aspek perekonomian. Penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dan analisis deskriptif. Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa bisnis tembakau terkait dengan industri rokok serta sektor ekonomi lain yang melibatkan jutaan orang seperti petani maupun karyawan/buruh, maka konversi tembakau harus memperhatikan Komoditas yang dipilih memiliki nilai ekonomi minimal equal dengan nilai bisnis tembakau. Konversi dilakukan dengan komoditi yang secara teknis spesifik lokasi untuk dikembangkan. Konversi areal dilakukan secara bertahap dan pemerintah memberikan stimulasi penyediaan benih dan pasar produk yang dihasilkan oleh petani. Perlu dilakukan kajian konprehensif dengan memperhatikan segala aspek dan impilkasinya bagi petani, industri, masyarakat dan kepentingan nasional, melalui penyusunan Fesibility Study. Karena bisnis tembakau terkait sektor-sektor pembangunan lainnya, maka perlu dilakukan koordinasi dengan pemerintah daerah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Mayasari, Eva. "POLA KONVERSI LAHAN TANAMAN BUDIDAYA DI PROVINSI JAMBI." Biolearning Journal 7, no. 2 (August 26, 2020): 14–22. http://dx.doi.org/10.36232/jurnalbiolearning.v7i2.532.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak perubahan faktor sosial dan ekonomi terhadap luas lahan beberapa budidaya tanaman di Provinsi Jambi dan untuk mengidentifikasi pola konversi lahan antara berbagai tanaman yang dibudidayakan di provinsi Jambi. Untuk menjawab tujuan dalam penelitian digunakan model ekonometrik Seemingly Unrelated Regression (SUR) model terdiri dari 9 persamaan dengan 8 persamaan perilaku dan satu persamaan identitas dan termasuk 8 variabel endogen dan 16 variabel eksogen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan yang terjadi pada areal tanaman pangan lebih dipengaruhi oleh faktor ekonomi (harga komoditas, pangsa subsektor pangan) dan pertumbuhan serta kepadatan penduduk, dengan kecenderungan menurun setiap tahun. Perubahan area perkebunan lebih dipengaruhi oleh struktur ekonomi (harga komoditas, pangsa sektor pertanian, pangsa subsektor perkebunan, PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi) dan faktor sosial (tenaga kerja, kepadatan dan pertumbuhan populasi) dengan kecenderungan meningkat setiap tahun kecuali kelapa. Pola konversi lahan tanaman budidaya di Provinsi Jambi, yaitu perubahan pola penggunaan lahan budidaya tanaman pangan menjadi tanaman komersial, perluasan perkebunan kelapa sawit dan karet. Perluasan perkebunan kelapa sawit dan karet menyebabkan menipisnya lahan yang tersedia untuk tanaman pangan, terutama padi (padi dan sawah) yang mengganggu ketahanan pangan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Zamhari, Alvian, Satria Putra Utama, and Rohidin Mersyah. "EKONOMI KONVERSI LAHAN SAWAH MENJADI KEBUN KELAPA SAWIT DI KECAMATAN KEDURANG KABUPATEN BENGKULU SELATAN PROVINSI BENGKULU." Naturalis: Jurnal Penelitian Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 8, no. 1 (October 14, 2019): 1–8. http://dx.doi.org/10.31186/naturalis.8.1.9156.

Full text
Abstract:
Permasalahan utama pembangunan pertanian di Indonesia adalah semakin berkurangnya lahan-lahan pertanian produktif, penurunan kualitas sumberdaya lahan akibat pengelolaan yang kurang baik, dan kompetisi penggunaan dan fragmentasi lahan. Berbagai peraturan telah dikeluarkan pemerintah untuk membatasi konversi lahan sawah, namun upaya ini tidak banyak hasilnya. Penelitian ini bertujuan menganalisa fenomena konversi lahan sawah menjadi kebun kelapa sawit yang terjadi di Kecamatan Kedurang Kabupaten Bengkulu Selatan secara ekonomi, sehingga diperoleh nilai manfaat (land rent) yang optimal dari pengelolaan komoditas pada lahan tersebut. Penelitian dilakukan di Kecamatan Kedurang, Kabupaten Bengkulu Selatan. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive). Selanjutnya dipilih Kecamatan Kedurang sebagai unit analisis, daerah ini memliliki areal persawahan yang luas dan memiliki sistem irigasi yang baik. Penelitian dilakukan dari bulan Agustus 2018 sampai dengan Oktober 2018. Hasil penelitian disimpulkan beberapa poin, yaitu: 1) Laju konversi lahan sawah terluas di Kabupaten Bengkulu Selatan berlangsung pada tahun 2010 sampai 2015 mencapai 4.022 hektar, 2) Hasil analisis diperoleh nilai land rent dari usahatani padi sawah dengan pola tanam Padi-Padi sebesar Rp 9.826.601/hektar/tahun dan untuk pola Padi-Padi-Palawija sebesar Rp 13.658.440/hektar/tahun. Nilai land rent rata-rata lahan sawah dari kedua pola tanam sebesar Rp 11.571.319/hektar/tahun. Berdasarkan nilai land rent dari dari aktivitas usahatani kedua komoditas diperoleh indeks tingkat kesejahteraan petani sebesar 0,58 untuk usahatani padi dan 0,78 untuk kelapa sawit, artinya pengelolaan masing-masing komoditas pada luasan 1 hektar belum mampu mensejahterakan petani. 3) Faktor pendorong (push factor) konversi lahan sawah menjadi kebun kelapa sawit adalah kendala irigasi (X1), Resiko usahatani padi sawah (X3), jumlah tenaga kerja keluarga (X5).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Novalinda Hanagrasia Konom, Reinardus L. Cabuy, and Alfredo O. Wanma. "IDENTIFIKASI KERUSAKAN AREAL HUTAN MANGROVE AKIBAT AKTIVITAS PENDUDUK DI DAERAH AIRTIBA KABUPATEN KAIMANA." JURNAL KEHUTANAN PAPUASIA 5, no. 2 (March 2, 2020): 153–63. http://dx.doi.org/10.46703/jurnalpapuasia.vol5.iss2.148.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas penduduk di sekitar areal hutan mangrove serta mengetahui luas kawasan mangrove yang telah rusak akibat aktivitas antropogenik di wilayah Airtiba, Kelurahan Krooy Kabupaten Kaimana. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan teknik survei lapangan. Berdasarkan hasil penelitian diketahui terdapat enam indikasi penyebab kerusakan yaitu aktivitas penebangan untuk kayu bakar dan tambelo, perluasan areal permukiman, konversi lahan untuk tempat pengeringan ikan, tempat pembuangan sampah, perluasan tubuh air guna akses perahu dan area pertambakan di sekitar kawasan hutan mangrove Airtiba. Intensitas kerusakan terbesar disebabkan oleh aktivitas pertambakan sedangkan yang intensitas kerusakan terkecil disebabkan oleh aktivitas pembuangan sampah. Perhitungan IK menunjukkan kerusakan sebesar 8,60% atau 20,31 ha dari total luas kawasan sebesar 236,13 ha yang mana masih dalam kategori intensitas kerusakan rendah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Asenova, Petia. "Quelques Remarques Sur Les Types Convergents." Diachronica 7, no. 1 (January 1, 1990): 1–8. http://dx.doi.org/10.1075/dia.7.1.02ase.

Full text
Abstract:
SUMMARY The Balkan language alliance (Sprachbund) comprises three different kinds of common linguistic types: 1) the common origin types; 2) the independent origin types and 3) the convergent types. The last ones are more characteristic for an areal group of languages such as the Balkan language alliance since they appear within a common geographical area. Two criteria are proposed to prove the convergent origin of some balkanisms: 1) The diachronic approach to the Balkan types (applied here to the future tense formation), which also implies that the paper supports the idea of a diachronic typology; 2) the research of semantic borrowings on the level of grammatical forms (applied to the parallel functions of some prepositions in the different Balkan languages; to the identical infinitive replacement, and to the expression of non-testimonial action). RÉSUMÉ L'union linguistique balkanique recèle trois sortes de types communs: 1) des types hérités d'une source commune; 2) des types d'origine indépendante et 3) des types convergents. Ces derniers sont les plus caractéristiques pour un groupe aréal de langues que représente l'union linguistique balkanique, étant donné qu'ils surgissent sur une aire commune. On propose deux critères qui pourraient prouver l'origine convergente de certains balkanismes: 1) L'approche diachronique des types balkaniques (appliquée ici à la formation du futur), c'est-à-dire on supporte l'idée d'une typologie diachronique; 2) la recherche d'emprunts sémantiques au niveau des formes grammaticales (appliquée ici aux fonctions parallèles de certaines prépositions dans les langues balkaniques différentes; à la façon identique de remplacer l'infinitif et à l'expression non-testimoniale de l'action). ZUSAMMENFASSUNG Der Balkansprachbund weist drei Arten gemeinsamer Typen auf: 1) aus einer gemeinsamen Quelle ererbte; 2) unabhangig voneinander entstandene; 3) konvergente. Letztere sind besonders charakteristisch für eine areale Sprach-gruppe wie den Balkansprachbund, da sie auf dem gemeinsamen Areal ent-stehen. Es werden zwei Kriterien aufgestellt, die als Beweis für den konver-genten Ursprung bestimmter Balkanismen gelten können: 1) die diachrone Untersuchung der balkanischen Typen (hier auf die Bildung des Futurs ange-wandt), d.h. es wird der Gedanke einer diachronen Typologie vertreten; 2) die Untersuchung von Bedeutungsentlehnungen auf dem Gebiet grammatischer Formen (angewandt auf die parallelen Funktionen bestimmter Präpositionen in den verschiedenen Balkansprachen, auf den identischen Ersatz des Infinitivs und den kommentativen Ausdruck der Handlung).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Nursanti, Nursanti, Fazriyas Fazriyas, Albayudi Albayudi, and Cory Wulan. "AGROFORESTRI TEMBESU (Fagraea fragrans) BERBASIS KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUARO JAMBI." Jurnal Karya Abdi Masyarakat 1, no. 1 (June 8, 2017): 18–27. http://dx.doi.org/10.22437/jkam.v1i1.3724.

Full text
Abstract:
Kelapa sawit (Elaeis guineensis) di Provinsi Jambi menjadi salah satu komoditas perkebunan yang memiliki trend pertumbuhan positif. Pada tahun 2015 luas areal kelapa sawit di Jambi sudah mencapai 559.697 ha dengan jumlah produksi 1.963.197 ton. Hal ini didukung oleh peningkatan konversi hutan menjadi kebun kelapa sawit di Jambi sehingga diperlukan upaya untuk mengurangi laju konversi dengan mengembangkan sistem agroforestri kompleks. Sistem agroforestri ini mampu menjadi alternatif yang prospektif untuk menyeimbangkan tujuan ekonomi sekaligus ekologi. Lahan kebun kelapa sawit sangat potensial untuk pengembangan tanaman sela (intercropping) sebagai tanaman campuran dalam pola agroforestrymisalnya dicampur dengan pohon tembesu (Fagraea fragrans).Tembesu merupakan salah satu jenis kayu andalan yang populer diSumatera Bagian Selatan (Sumatera Selatan, Jambi dan Lampung), memiliki nilai ekonomi dan nilai budaya yangtinggi bagi masyarakat lokal.Jenis tanaman hutan yang dipilih untuk kegiatan pengabdian ini adalah tembesu (Fagraea fragrans) dan kelapa sawit (Elaeis guinensis). Tembesu merupakan pohon penghasil kayu untuk tujuan kayu pertukangan dengan karakteristik kayu yang memiliki kelas kuat I-II dan kelas awet I sehingga bernilai ekonomi tinggi. Sedangkan kelapa sawit sebagai primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil devisa non migas. Kelompok Tani Sumber Rejeki dan Kelompok Tani Bintang Muda di Desa Mudung Darat, Kecamatan Maro Sebo, Kabupaten Muaro Jambi memiliki tanggapan positif terhadap kegiatan pengabdian ini. Hal ini terlihat dari sikap kebersamaan dalam mengambil keputusan dan mengkoordinasikan anggota untuk mempersiapkan kelancaran dalam kegiatan pengabdian yang akan dilaksanakan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Mulyani, Anny, and Fahmuddin Agus. "Kebutuhan dan Ketersediaan Lahan Cadangan Untuk Mewujudkan Cita-Cita Indonesia Sebagai Lumbung Pangan Dunia Tahun 2045." Analisis Kebijakan Pertanian 15, no. 1 (February 23, 2018): 1. http://dx.doi.org/10.21082/akp.v15n1.2017.1-17.

Full text
Abstract:
<p>Arable land availability for agricultural extensification is a determining factor to achieve Indonesia’s food self-sufficiency and to become the world food supplier in 2045. This study aimed to evaluate land reserves for future agricultural development. Spatial analysis was conducted using land cover map, peatland distribution map, indicative map of suspension of new permits, forest status map, licensing map, and agricultural land use recommendation map. The land assumed to be potentially available should be (i) idle land covered by shrub as well as bare land, (ii) agronomically suitable for agriculture, (iii) within the designated area of non-forest uses (APL), conversion production forest (HPK), or production forest (HP), (iv) outside the moratorium area, and (v) outside the licensed area. Analysis results show that out of 29.8 million hectares of idle land, only about 7.9 million hectares are potentially available for future agricultural extensification. The available potential land area is much less than that required to meet the self-sufficiency target and to become the world food storage by 2045, i.e. of 5.3 million hectares for rice crop, shallot and sugar cane, and about 10.3 million hectares for upland rice, maize, soybean, peanut, mungbean, sugar cane, shallot, cassava, and sweet potato. Therefore, the main strategies to take are intensification of existing agricultural land and a strict control of agricultural land conversion.</p><p> </p><p>Abstrak</p><p>Ketersediaan lahan untuk ekstensifikasi lahan pertanian menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan untuk mempertahankan swasembada pangan dan untuk menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia menjelang tahun 2045. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi cadangan lahan yang tersedia untuk pengembangan areal pertanian ke depan. Analisis spasial dilakukan menggunakan peta tutupan lahan, peta sebaran lahan gambut, peta indikatif penundaan pembukaan izin baru, peta status kawasan hutan, peta perizinan, dan peta arahan tata ruang pertanian. Lahan yang diasumsikan potensial tersedia adalah lahan yang (i) lahan telantar yang ditutupi semak belukar dan lahan terbuka, (ii) secara agronomis sesuai untuk pertanian, (iii) berada pada peruntukan kawasan areal penggunaan lain (APL), hutan produksi konversi (HPK), hutan produski (HP), (iv) berada di luar areal moratorium, dan (v) berada di luar areal yang sudah memiliki perizinan. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari sekitar 29,8 juta ha lahan telantar, hanya sekitar 7,9 juta ha yang berpotensi tersedia untuk ekstensifikasi pertanian masa depan. Luas lahan potensial tersedia ini jauh lebih rendah dari kebutuhan lahan untuk memenuhi target swasembada dan mewujudkan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia menjelang 2045 yaitu 5,3 juta ha untuk padi sawah, bawang dan tebu dan sekitar 10,3 juta ha untuk padi gogo, jagung, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, tebu, bawang merah, ubi jalar, ubi kayu. Oleh karena itu, strategi utama yang harus ditempuh adalah intensifikasi lahan pertanian eksisting dan pengendalian konversi lahan pertanian secara ketat.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Sunaryo, Ade. "Penggunaan Aerasi Air Mancur Ganda (double fountain) di Kolam untuk Meningkatkan Pertumbuhan Ikan Nila Gift (Oreochromis niloticus)." Jurnal Penyuluhan Perikanan dan Kelautan 10, no. 1 (April 30, 2016): 1–11. http://dx.doi.org/10.33378/jppik.v10i1.64.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara kolam yang menggunakan aerasi air mancur ganda (double fountain) dengan kolam tanpa aerasi untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan nila gift. Penelitian dilaksanakan di kolam di areal Cikaret Kota Bogor. Metode penelitian yang digunakan adalah Uji t (t-test). Hasil penelitian didapatkan: nilai rata-rata pertumbuhan relatif berat (%) pada perlakuan kolam aerasi air mancur ganda (A1) (1835,98 %), tanpa aerasi (A2) (1352,29 %). Rerata nilai faktor kondisi A1 (3,66) dan A2 (3,53). Rerata nilai konversi makanan A1 (1,49) dan A2 (1,73). Rerata nilai kelangsungan hidup A1 (91,67 %) dan A2 (89,17 %). Hasil analisis uji t dari hasil semua parameter pengamatan antara kolam aerasi air mancur ganda (fountain) (A1) dengan tanpa aerasi (A2) menunjukan tidak berbeda nyata (menerima Ho; tolak H1). Hasil analisis kualitas air masih berada dalam toleransi yang cukup baik untuk kehidupan ikan nila gift. Hasil analisa kepadatan plankton A1 (18.390 sel.liter-1) dan A2 ( 8.430 sel.liter-1).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Aminudin, Muhammad, Akhmad Mahbubi, and Rizki Adi Puspita Sari. "SIMULASI MODEL SISTEM DINAMIS RANTAI PASOK KENTANG DALAM UPAYA KETAHANAN PANGAN NASIONAL." AGRIBUSINESS JOURNAL 8, no. 1 (June 1, 2014): 1–14. http://dx.doi.org/10.15408/aj.v8i1.5125.

Full text
Abstract:
Tujuan penelitian yaitu; Mengidentifikasi sistem dasar rantai pasok dan permasalahan pada agribisnis kentang serta mengetahui sistem dan formulasi model rantai pasok kentang untuk pencapaian dalam ketahanan pangan nasional, Mengetahui perilaku sistem rantai pasok kentang untuk 10 tahun kedepan dilihat dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Penelitian ini merupakan kombinasi antara riset eksplanatori dan riset kausal. Penelitian dilakukan dengan menerapkan simulasi sistem dinamik untuk mengetahui rantai pasok kentang dalam kurun waktu 10 tahun mendatang. Data sekunder yang digunakan berupa data time series. Yang bersumber dari instansi terkait. Pemodelan menggunakan pendekatan sistem dinamis dengan program powersim. Dari hasil penelitian diperoleh: (1) Sistem industri kentang nasional terdiri dari sub-sistem produksi, supplier/pasokan, dan konsumsi. Karena sangat dipengaruhi waktu, sehingga sistem indutri kentang nasional menjadi dinamis. Selain itu juga lintas sektoral karena meliputi berbagai institusi yang terkait. (2) Sub-sistem produsen, dipengaruhi oleh variabel-variabel antara lain luas areal tanam, alih fungsi lahan (konversi), perluasan areal tanam (ekstensifikasi), agroekosistem, jumlah hari orang kerja, luas panen, dan pendapatan rumah tangga. Sub-sistem pemasok, dipengaruhi oleh variabel-variabel antara lain produksi kentang, konsumsi rumah tangga, konsumsi industri, pendapatan industri, pendapatan rumah tangga dan total konsumsi. Pada sub-model konsumsi dapat dilihat dinamika perkembangan penduduk yang sangat berpengaruh terhadap permintaan kentang untuk konsumsi. Aktivitas agroindustri kentang meliputi kegiatan produksi kentang menjadi makanan olahan berbahan dasar kentang dan menyalurkannya kepada konsumen. (3) Perilaku sistem rantai pasok kentang untuk 10 tahun kedepan dilihat dari aspek sosial, ekonomi dan lingkungan (keberlanjutan) menggunakan skenario peningkatan produktivitas kentang dari 16,56 ton/ha menjadi 17,56 ton/ha.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Mulyani, Anny, Dedi Nursyamsi, and Muhammad Syakir. "Strategi Pemanfaatan Sumberdaya Lahan untuk Pencapaian Swasembada Beras Berkelanjutan." Jurnal Sumberdaya Lahan 11, no. 1 (June 25, 2020): 11. http://dx.doi.org/10.21082/jsdl.v11n1.2017.11-22.

Full text
Abstract:
<p><strong>Abstrak.</strong> Lahan pertanian eksisting penghasil bahan pangan terutama sawah dan lahan kering menjadi tumpuan harapan untuk memenuhi kebutuhan pangan 258,7 juta jiwa penduduk pada tahun 2017. Usaha pencapaian swasembada berkelanjutan dihadapkan pada (i) peningkatan jumlah penduduk sekitar 3,4 juta jiwa setiap tahun, (ii) konversi lahan sawah ke non pertanian dengan laju sekitar 96.500 ha tahun-1, sementara laju perluasan lahan sawah hanya sekitar 20.000-30.000 ha tahun-1, dan (iii) perubahan iklim global yang menyebabkan peningkatan intensitas dan frekuensi kejadian iklim ekstrim berupa kekeringan, kebanjiran, longsor, yang selanjutnya meningkatkan intensitas serangan hama/penyakit tanaman. Upaya dan strategi untuk mengatasi permasalahan tersebut diantaranya melalui, pertama, intensifikasi dengan inovasi teknologi pada 4 juta ha sawah irigasi teknis, 4,1 juta ha lahan sawah sub-optimal (tadah hujan, irigasi sederhana, sawah rawa) melalui perbaikan saluran irigasi dan sistem drainase, pemupukan berimbang, pengembangan varietas unggul, dan peningkatan Indeks Panen dari 1 menjadi 1,5. Kedua, pengendalian konversi lahan melalui kesepakatan berbagai pemangku kepentingan, kerjasama lintas kementerian/ lembaga serta antara pemerintah dengan swasta dan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran akan bahaya konversi lahan terhadap ketahanan pangan, kestabilan sosial, ekonomi dan politik. Ketiga,perluasan areal tanam di lahan perkebunan kelapa sawit muda (5,1 juta ha) dan karet (0,54 juta ha), serta pada perkebunan kelapa (2,15 juta ha). Tersedia varietas toleran naungan untuk padi gogo, jagung dan kedelai untuk mendukung usaha ini. Keempat, perluasan areal pertanian baru untuk tanaman pangan pada lahan potensial di lahan rawa (pasang surut, lebak, dan gambut) dan pada lahan basah non rawa untuk sawah irigasi dan tadah hujan, serta di lahan kering dengan lereng &lt; 15% untuk tegalan. Keempat pendekatan ini diharapkan dapat mewujudkan swasembada pangan secara berkelanjutan.</p><p><em><strong>Abstract.</strong> Existing agricultural land for food crops, especially paddy fields and upland, is a very essential element for fulfilling the needs of food for258.7 million people in 2017. The efforts to achieve permanent self-sufficiency are challenged by (i) an increase in the population of approximately 3.4 million people each year, (ii) conversion of paddy field to non-agricultural land at a rate of about 96,500 ha year-1, while the rate of paddy field expansion is only about 20,000-30,000 ha year-1, and (iii) global climate change which causes the increase in intensity and frequency of extreme climatic events in the forms of droughts, floods, landslides, that in turns increase the incident of pest/disease attacks. Efforts and strategies are required to overcome them through first, intensification by applying technological innovations on 4 million ha of existing fully irrigated rice fields, 4.1 million ha of sub-optimal rice fields (rainfed, simple irrigation, swampland) with improved irrigation and drainage systems, balanced fertilization, improved varieties, and increased Harvesting Index from 1 to 1.5. Second, control of land conversion by establishing multi-stakeholder agreements, cooperation among related ministerials/institutionals, local governments, private sectors and communities to raise awareness of the risk of land conversion to food security, social, economic and political stability.Third, expansion of rice farming areas into young oil palm (5.1 million ha), rubber (0.54 million ha), as well as on coconut (2.15 million ha) plantations. Shade tolerant varieties are now available for upland rice, maize and soybeans to support this effort. Fourth, expansion of new agricultural areas for food crops on potential lands in swamp land (tidal swamp lands, fresh water swamp land and peat land), as well as on non swamp wetlands for irrigated and rain-fed rice fields, and on upland with slopes of &lt;15% for annual upland crops. These four approaches are believed to enable achievement of sustainable food self-sufficiency.</em></p><p> </p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Dewi, Endang Purnama, M. Yanuar J. Purwanto, and Asep Sapei. "Skenario Pengembangan Wilayah Berbasis Daerah Irigasi (Studi Kasus : di Cihea Kabupaten Cianjur)." Jurnal Irigasi 9, no. 2 (September 19, 2014): 89. http://dx.doi.org/10.31028/ji.v9.i2.89-95.

Full text
Abstract:
Pengembangan wilayah bertujuan untuk mendorong laju pertumbuhan suatu wilayah, dengan meningkatkan kesejahteraan petani dan mengurangi kesenjangan antar wilayah. Pada prinsipnya, pengembangan wilayah bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah dengan indikator pendapatan perkapita yang merata. Di daerah irigasi, pengembangan wilayah juga bisa menambah pendapatan kawasan dengan meningkatkan nilai tambah produk. Dalam Rencana Tata Ruang dan Wilayah Cianjur (RTRW) 2005-2015, Daerah Irigasi Cihea direncanakan akan dikonversi menjadi areal industri seluas 4209,903 ha. Penelitian ini bertujuan untuk menyediakan arahan strategi untuk Daerah Irigasi Cihea sebagai implementasi dari RTRW. Dalam sistem irigasi, ada sumber daya air dan aktivitas pertanian dengan komoditas pertanian yang bisa diarahkan untuk pengembangan wilayah sebagai implementasi RTRW. Sumber daya ini yang akan dipertimbangkan dalam penelitian ini. Berdasarkan perhitungan neraca air dan produksi kawasan, maka daerah ini berpotensi sebagai daerah industri dengan pengolahan bahan baku pertanian. Sebagai hasilnya, konversi lahan yang seharusnya diperbolehkan hanya 16 persen. Komoditas unggulan daerah irigasi cihea berupa padi dan kedelai. Berdasarkan skenario, sumber daya air mampu mengairi lahan seluas 5.484 ha dengan pola tanam padi-padi-palawija dengan debit andalan minimum air irigasi terjadi pada bulan september yaitu 0,553 m3/detik. Jumlah produksi dari bahan baku pertanian diproses menjadi chiki dan cereal, sehingga bisa memberikan kenaikan pendapatan petani Rp 2.461.706,- per musim tanam. Berdasarkan analisis spasial maka daerah yang dapat dijadikan daerah pengembangan menjadi daerah industri adalah Ciranjang, Sukaratu, Sindangjaya, Mekargalih, Bojongpicung, Kertajaya, dan Cibiuk.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Swastika, Dewa Ketut Sadra. "Teknologi Panen dan Pascapanen Padi: Kendala Adopsi dan Kebijakan Strategi Pengembangan." Analisis Kebijakan Pertanian 10, no. 4 (August 18, 2016): 331. http://dx.doi.org/10.21082/akp.v10n4.2012.331-346.

Full text
Abstract:
Pada kondisi konversi lahan pertanian yang sulit dibendung dan teknologi usahatani padi yang hampir jenuh, sulit mengharapkan pertumbuhan produksi yang tinggi dari perluasan areal tanam dan peningkatan produktivitas. Di pihak lain, angka kehilangan hasil masih relatif tinggi. Penurunan kehilangan hasil melalui perbaikan penerapan teknologi panen dan pascapanen nampaknya merupakan sumber pertumbuhan produksi yang prospektif. Tulisan ini bertujuan untuk mengidentifikasi ketersediaan teknologi maju pascapanen dan kendala petani, buruh, pedagang, dan penggilingan padi dalam mengadopsi teknologi maju tersebut. Hasil kajian menunjukkan bahwa sudah cukup banyak tersedia teknologi maju panen, perontokan, pengeringan, dan penggilingan padi. Namun tingkat adopsi dari teknologi tersebut masih relatif rendah. Berbagai kendala yang dihadapi dalam mengadopsi teknologi maju pascapanen, antara lain: (i) Ketidaktahuan petani, buruh, dan pedagang tentang teknologi tersebut, (ii) Harga alat dan mesin pascapanen yang kurang terjangkau oleh petani individu, (iii) Belum adanya jasa penyewaan alat dan mesin pascapanen, (iv) Adanya tekanan dari buruh dan pengasak, karena khawatir akan kehilangan lapangan pekerjaan, (v) Tidak adanya insentif perbedaan harga bagi pedagang untuk melakukan kegiatan pengeringan, dan (vi) Rasa puas penggilingan padi dengan alat dan mesin yang dimiliki saat ini. Untuk mempercepat adopsi teknologi maju pascapanen, diperlukan beberapa alternatif kebijakan strategis, antara lain: mengintensifkan introduksi, promosi dan demonstrasi alat dan mesin pascapanen melalui penyuluhan dan pelatihan di tingkat kelompok tani, memperbaiki harga pembelian gabah dan beras untuk memberi insentif bagi petani dan pedagang melakukan pengeringan, dan penyediaan kredit lunak dengan administrasi sederhana bagi perorangan atau perusahaan penyewaan alat dan mesin pascapanen.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Apriyanto, Agus. "TOREFAKSI KONTINU MUNICIPLE SOLID WASTE (MSW) PADA SCREW CONVEYOR REAKTOR DENGAN SISTEM PEMANAS HEAT TRANSFER OIL." Teknika Sains : Jurnal Ilmu Teknik 5, no. 1 (June 1, 2020): 35–44. http://dx.doi.org/10.24967/teksis.v5i1.705.

Full text
Abstract:
Teknologi konversi sampah kota menjadi bahan bakar yang saat ini sedang dikembangkan adalah melalui proses torefaksi. Salah satu jenis reaktor kontinu yang sedang dikembangkan untuk torefaksi sampah adalah tipe tubular. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk merancang dan membuat unit reaktor torefaksi kontinu tipe tubular yang mampu meningkatkan kualitas sifat-sifat sampah sebagai bahan bakar padat, terutama nilai kalornya. Eksperimen menggunakan sampel Municipal Solid Waste (MSW) yang terdiri dari campuran sampah rumah tangga, sampah komersial dan sampah di areal umum perkotaan. Pengolahan MSW memang menjadi isu terkini dalam pengembangan sumber energi berkelanjutan di Indonesia. Paradigma umum yang masih menjadi andalan dalam penyelesaian masalah sampah ini adalah melalui pemusnahan dengan landfilling di TPA yang berdampak serius terhadap kesehatan dan lingkungan. Oleh karena itu upaya yang signifikan telah dilakukan untuk memanfaatkan MSW sebagai sumber energi baru dan terbarukan. Penelitian in bertujuan untuk mempelajari pengaruh temperature torefaksi mulai dari 225°C-325°C dengan waktu tinggal selama 30 menit menggunakan reaktor kontinu tipe screw conveyor. Karakteristik bahan bakar padat hasil torefaksi mempunyai nilai kalor yang lebih tinggi dari bahan mentah sebelum ditorefaksi yakni sebesar 5424,60 kcal/kg setara dengan batubara subbituminus B yang berlangsung pada temperatur 275°C, dan terbukti bahwa kandungan fixed carbon (FC) yang semakin tinggi dan turunnya rasio atom O/C akan meningkatkan nilai kalor produk torefaksi. Ini menunjukan bahwa proses torefakasi kontinu efektif untuk digunakan sebagai model pengembangan sistem torefaksi skala besar.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Ariningsih, Ening, Helena J. Purba, Julia F. Sinuraya, Sri Suharyono, and Kartika Sari Septanti. "Kinerja Industri Kakao di Indonesia." Forum penelitian Agro Ekonomi 37, no. 1 (July 21, 2020): 1. http://dx.doi.org/10.21082/fae.v37n1.2019.1-23.

Full text
Abstract:
<p>Indonesia is among the largest cocoa producing countries in the world. Various policies for cocoa production and quality improvement has been issued, but it still deals with some constraints. This paper reviews cocoa Indonesia’s industry performance and its development strategy. Over the past decade, Indonesia’s cocoa production kept declining due to decreased mature crop areas, unproductive crops enhancement, lower yield, and conversion of cocoa fields. Cocoa plantation is dominated by smallholders, limited capital, less knowledge, lack of technology access, and restricted market information. Government’s role is crucial in facilitating efforts to increase productivity, quality, and markets access besides to developing its downstream industries. Developing cocoa industry is not only the responsibility of the Ministry of Agriculture but it involves other institutions, i.e., local governments, NGOs, businessmen, research institutions, and investors. It is expected to improve Indonesia’s cocoa competitiveness in international market.</p><p> </p><p>Abstrak</p><p>Indonesia termasuk negara produsen kakao terbesar di dunia. Pemerintah telah berupaya mengeluarkan berbagai kebijakan untuk peningkatan produksi dan mutu kakao, namun pengembangan kakao di Indonesia masih mengalami berbagai masalah. Tulisan ini menganalisis kinerja industri kakao serta strategi pengembangannya di Indonesia melalui penelaahan literatur. Selama dekade terakhir produksi kakao Indonesia terus menurun karena berkurangnya luas areal tanaman menghasilkan, meningkatnya tanaman tidak produktif, penurunan produktivitas, dan konversi lahan kakao. Perkebunan kakao didominasi perkebunan rakyat skala kecil, bermodal terbatas, serta akses terbatas terhadap teknologi dan informasi pasar. Peran pemerintah sangat penting dalam fasilitasi upaya peningkatan produktivitas, mutu, akses pasar, serta pengembangan industri hilirnya. Upaya pengembangan kakao bukan hanya tanggung jawab Kementerian Pertanian, tetapi bersifat lintas sektoral. Peran serta pemerintah daerah, LSM, pelaku bisnis, lembaga penelitian, dan investor sangat besar untuk mengembangkan dan membenahi agribisnis kakao di Indonesia sehingga daya saingnya meningkat di pasar internasional.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Marlina, Sari. "Arahan Fungsi Kawasan Hutan yang Optimal dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Palangka Raya melalui Pendekatan Analisis Spasial." Media Ilmiah Teknik Lingkungan 1, no. 1 (February 1, 2016): 29–41. http://dx.doi.org/10.33084/mitl.v1i1.137.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji arahan fungsi dan menghasilkan peta yang berisi zonasi-zonasi fungsi kawasan hutan yang optimal di wilayah Kota Palangka Raya sesuai dengan kondisi eksisting melalui pendekatan analisis spasial dengan koordinasi kepada pemerintah daerah, swasta dan masyarakat terhadap kondisi lapangan dan dapat menghasilkan peta yang berisi zonasi-zonasi fungsi kawasan hutan optimal yang dapat menjadi salah satu referensi, arahan dan pertimbangan teknis untuk manajemen pemanfaatan sumberdaya lahan dan pengembangan wilayah dalam perencanaan tata ruang wilayah di Kota Palangka Raya. Metode penelitian dilakukan dengan tumpang susun peta kelerengan, jenis tanah dan curah hujan menggunakan analisis spasial sistem informasi geografis yang dilakukan dengan sistem skoring sehingga akan didapatkan zonasi-zonasi hasil kombinasi ketiga faktor tersebut. Zonasi-zonasi ini sekaligus merupakan jumlah nilai skoring yang telah diberikan pada ketiga faktor tersebut diatas. Hasil zonasi-zonasi ini kemudian dikelompokkan ke dalam jenis fungsi kawasan hutan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan dan dikombinasikan dengan kondisi di lapangan. Hasil penelitian memberikan informasi bahwa fungsi kawasan hutan yang optimal di Kota Palangka Raya dengan metode analisis spasial dan memperhatikan kondisi eksisting, yakni seluas 184.178 hektar atau 68,76 persen yang terbagi atas Taman Nasional Sebangau seluas 47.316 hektar atau 17,67 persen, Taman Wisata seluas 533 hektar atau 0,207 persen, Taman Hutan Raya seluas 1.137 hektar atau 0,42 persen, Hutan Produksi Tetap seluas 47.316 hektar atau 16,72 persen, Hutan Produksi Konversi seluas 90.401 hektar atau 33,75 persen. Arahan zonasi untuk penyusunan rencana tata ruang wilayah Kota Palangka Raya, adalah untuk kawasan lindung seluas 49.123 hektar atau 18,29 persen, kawasan budidaya kehutanan (KBK) seluas 135.192 hektar atau 50,47 persen dan kawasan budidaya non kehutanan (KBNK) atau Areal Penggunaan Lain (APL) seluas 83.673 hektar atau 31,24 persen.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Iswahyudi, Iswahyudi, Cecep Kusmana, Aceng Hidayat, and Bambang Pramudya Noorachmat. "EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK REHABILITASI HUTAN MANGROVE KOTA LANGSA ACEH." Jurnal Matematika Sains dan Teknologi 20, no. 1 (March 22, 2019): 45–56. http://dx.doi.org/10.33830/jmst.v20i1.89.2019.

Full text
Abstract:
Mangrove ecosystem has the role of interface ecosystem between land and sea. It has social, economic and ecological functions. The decreasing quality and quantity of mangrove mangrove forrest has resulted in environmental damage. Langsa City has mangrove forest in damaged condition because of conversion into fish ponds, illegal logging, pollution and settlements. The purpose of this research was to determine the level of land suitability of rehabilitated mangrove areas. The research was conducted in Langsa City, Aceh. Location and method of this research determined by purposive and descriptive with survey techniques. The Analytical method used is a suitability analysis. According to land suitability matrix and spatial analysis, there were three types of mangroves that can be used for rehabilitation programs in the study area like Rhizophora spp., Avicennia spp., and Sonneratia spp. In land suitability level, Rhizophora spp. had the highest of land suitability around 1.263,92 ha (66,88%). Ekosistem mangrove merupakan wilayah yang berperan sebagai peralihan antara daratan dan lautan yang mempunyai fungsi ekologi, sosial ekonomi, dan fisik. Menurunnya kualitas dan kuantitas hutan mangrove telah mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kondisi hutan mangrove Kota Langsa pada saat ini mengalami kerusakan. Faktor utama penyebab kerusakan, antara lain konversi hutan mangrove menjadi tambak, pembalakan liar, pencemaran, dan permukiman baru. Tujuan penelitian untuk menentukan tingkat kesesuaian lahan pada areal rehabilitasi mangrove. Penelitian ini dilakukan di Kota Langsa, Aceh. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dan menggunakan metode deskriptif dengan teknik survei. Analisis kesesuaian lahan dan analisis spasial untuk mengetahui tingkat kesesuaian lahan mangrove digunakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan, ada tiga jenis mangrove yang dapat digunakan untuk program rehabilitasi, yaitu: Rhizophora spp., Avicennia spp., dan Sonneratia spp. Berdasarkan tingkat kesesuaian lahan, jenis Rhizophora spp. mempunyai tingkat kesesuaian lahan tertinggi. Luasan lahan yang dapat ditanami jenis Rhizophora spp. seluas 1.263,92 ha (66,88%).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Kasryno, Faisal, Pantjar Simatupang, Effendi Pasandaran, and Sri Adiningsih. "Reformulasi Kebijaksanaan Perberasan Nasional." Forum penelitian Agro Ekonomi 19, no. 2 (August 31, 2016): 1. http://dx.doi.org/10.21082/fae.v19n2.2001.1-23.

Full text
Abstract:
<p><strong>English<br /></strong>Rapid rice production growth leading to the achievement of rice self sufficiency in 1984 came from productivity and harvested area which both had been growing rapidly as the results of technological break through (the Green Revolution), infrastructure development, rice field extensification and comprehensive incentive as well as facilitating policies. It was a phenomenal achievement. The rice self sufficiency was proven not sustainable, however. This review shows that since mid 1980's rice production growth has been slowing down and increasingly unstable value to innovation stagnation, over intensification syndrome, over extensification and land conversion, declining incentives and institutional fatigue. Indonesia has become rice net importer since early 1990's and even the largest world rice importer since late 1990's that undermines national food security. Revitalization of trend rice sector has become an imperative strategic national policy agenda. The paper also discusses some policy options for revitalizing the rice sector.</p><p> </p><p><strong>Indonesian<br /></strong>Pesatnya pertumbuhan produksi beras yang memungkinkan Indonesia meraih swasembada beras pada tahun 1984 berasal dari pertumbuhan produktivitas dan luas panen sebagai hasil dari terobosan teknologi (Revolusi Hijau), pembangunan infrastruktur, perluasan areal, dan kebijakan insentif maupun fasiltasi yang komprehensif. Keberhasilan tersebut sungguh fenomenal. Namun demikian, swasembada berat tersebut terbukti tidak berkelanjutan. Ulasan ini menunjukkan bahwa sejak pertengahan tahun 1980'an pertumbuhan produksi beras telah mengalami perlambatan dan semakin tidak stabil pula sebagai akibat dari stagnasi inovasi, sindrome over intensifikasi, over ekstensifikasi dan konversi lahan, penurunan insentif dan kelesuan institusional. Indonesia telah menjadi importif netto beras sejak awal tahun 1990-an dan bahkan menjadi importif terbesar di dunia sejak akhir tahun 1990'an sehingga ketahanan pangan nasional semakin rawan. Revitalisasi sektor perberasan nasional merupakan salah satu agenda kebijakan strategis mendesak. Makalah ini juga membahas beberapa opsi kebijakan dalam rangka revitalisasi sektor perberasan nasional.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Hasantua, Hariyano, Ridwan Lasabuda, and Adnan S. Wantasen. "Ecosystem Protection Of Mangrove Based Society By Village Decision (Case In The Bay Of Labuan Uki, Regensi Of Bolaang Mongondow)." JURNAL ILMIAH PLATAX 5, no. 2 (May 4, 2017): 198. http://dx.doi.org/10.35800/jip.5.2.2017.15933.

Full text
Abstract:
The decrease of mangrove ecosystem in the coast Labuan Uki bay loak subdistrict, bolaang mongondow province caused by conversion land on each parts of mangrove become industry area and people residance. It’s has effect to fish production, when there has low area of mangrove aqual to fisherman income. It means that, mangrove has no fungsion as development facility of marine biota will give the effect to the organism in that area.To make protection to mangrove ecosystem area in the bay of Labuan Uki. The researcher do the research of mangrove ecosystem based society by village decision. To know the wide and the study case of useless in labuan uki area. The result of this research to analys using qualitatife description method.The result of this research to give information to the researcer about the village regulation able to accept by villager with one hundred percent (30 persons total respondents). Than in the village regulation is kinds of mangrove ecosystem protection based society that purpose to the cuntinue basic development in the bay of labuan uki and have been to apply solid system and partnerships. And the wide of mangrove about ± 241.75 ha. In there has genus Rhizophora, genus Sonneratia, Genus Bruiguera and genus Avicennia. But the most genus in Labuan Uki is dominate of genus Rhizphora. In this case has to identificate effect of this problem that is to find out location of it. For the first in Sauk village dusun 1 the wide about ± 7.500 m2 as a talung conversion area. Secondly batubara II village dusun 3 the wide about ± 204 m2 and ± 3 ha. To conversion as location to make residance and fishpond area. And the last Labuan Uki village dusun IV the wide about ± 3 ha and about ± 3 ha. To conversion as fishpond area and PT. BETAGAS factory area.The key : defect case, mangrove, joint village regulation ABSTRAK Berkurangnya ekosistem hutan mangrove di pesisir Teluk Labuan Uki Kecamatan Lolak, Kabupaten Bolaang Mongondow dikarenakan oleh konversi lahan pada beberapa daerah dari hutan mangrove menjadi daerah perindustrian dan pemukiman penduduk. Hal tersebut berpengaruh pada produksi perikanan, dimana penurunan areal hutan mangrove berbanding lurus dengan tingkat pendapatan nelayan. Artinya, hilangnya fungsi hutan mangrove sebagai fasilitas perkembangbiakan biota laut akan dapat mempengerahui keberadaan organisme laut disekitanya.Untuk mendekati upaya perlindungan di sekitar ekosistem hutan mangrove di kawasan teluk Labuan Uki, maka dilakukan penelitian ekosistem hutan mangrove berbasis masyarakat melalui penetapan peraturan desa bersama. Guna mengetahui luasan dan kasus kegiatan pemanfaatan yang terjadi di kawasan teluk Labuan uki. Hasil penelitian selanjutnya di analisis menggunakan metode deskriptif kualitatif.Hasil penelitian menunjukkan bahwa peraturan desa bersama dapat disetujui masyrakat desa dengan nilai 100 % (dari total responden 30 orang). Sedangkan penulisan peraturan desa bersama adalah bentuk upaya perlindungan ekosistem hutan mangrove berbasis masyarakat yang mengarah pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan teluk Labuan Uki dan telah menerapkan sistem keterpaduan dan kemitraan. Dan ekosistem hutan mangrove terdapat luas ± 241.75 ha. Serta banyak ditumbuhi oleh genus Rhizophora, genus Sonneratia, Genus Bruiguera dan genus Avicennia. Namun yang mendominasi kawasan teluk Labuan Uki adalah genus Rhizphora. Di samping itu, indentifikasi pemangku kepentingan dan permasalahan dari kasus kegiatan kerusakan hutan mangrove ditemukan beberapa titik, Desa Sauk dusun I luasan ± 7.500 m2 yang di konversi sebagai lahan talung (pemecah ombak) dan ± 1.500 m2 untuk jalan perahu. Desa Baturapa II dusun 3 luasan ± 204 m2 dan ± 3 ha yang dikonversi sebagai lahan pembuatan rumah dan tambak. Dan Desa Labuan Uki dusun IV luasan ± 3 ha dan luasan ± 3 ha yang dikonversi sabagai lahan tambak dan perusahaan pabrik PT. BETAGAS.Kata kunci: Kasus kerusakan, hutan mangrove, peraturan desa bersama.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Siburian, Arif Faisal, Kukuh Nirmala, and Eddy Supriyono. "EVALUASI PENGGUNAAN JENIS SELTER BERBEDA TERHADAP RESPONS STRES DAN KINERJA PRODUKSI PENDEDERAN LOBSTER AIR TAWAR Cherax quadricarinatus DALAM SISTEM RESIRKULASI." Jurnal Riset Akuakultur 13, no. 4 (May 23, 2019): 297. http://dx.doi.org/10.15578/jra.13.4.2018.297-307.

Full text
Abstract:
Sintasan yang rendah pada pembenihan lobster air tawar tidak terlepas dari karakteristik lobster air tawar yang teritorial pada areal yang terbatas, sering menunjukkan sifat agresif pada umur muda, dan memiliki perilaku kanibalisme. Tujuan dari penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh penggunaan selter yang berbeda terhadap respons stres dan kinerja produksi sehingga dapat menentukan jenis selter yang tepat untuk pendederan lobster air tawar Cherax quadricarinatus. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan empat perlakuan dan tiga ulangan. Perlakuan pada penelitian ini adalah penggunaan selter yang berbeda yakni pipa PVC, roster (ventilasi blok), tali rafia, dan tanpa selter (kontrol). Benih lobster air tawar yang digunakan memiliki bobot rata-rata awal berkisar antara 0,60±0,09-0,64±0,02 g dan panjang total rata-rata awal berkisar antara 2,55±0,06-2,61±0,03 cm yang dipelihara dalam sistem resirkulasi selama 60 hari. Perlakuan dengan penggunaan selter ataupun tanpa selter (kontrol) tidak memberikan pengaruh signifikan (P>0,05) terhadap respons stres, namun memberikan pengaruh signifikan (P<0,05) pada kinerja produksi benih lobster air tawar di akhir penelitian. Perlakuan terbaik pada penelitian ini adalah penggunaan selter tali rafia dengan kadar glukosa sebesar 101,00±17,35 mg/dL; protein total sebesar 5,00±0,36 g/dL; sintasan sebesar 86,67± 0,00%; bobot rata-rata akhir sebesar 2,86-3,46 g; panjang total rata-rata akhir sebesar 4,47-5,08 cm; laju pertumbuhan bobot spesifik sebesar 2,92±0,21%/hari; laju pertumbuhan panjang spesifik sebesar 1,15±0,08%/hari; rasio konversi pakan sebesar 2,97±0,05; dan biomassa total sebesar 45,02±1,10 g. Penggunaan tali rafia sebagai selter menjadi perlakuan yang terbaik karena kemampuan tali rafia memisahkan banyak individu sehingga dapat mengurangi kanibalisme dengan cara meminimalkan kontak antarbenih lobster air tawar.The low survival rate in seed production of freshwater crayfish is mainly caused by the territorial behavior of freshwater crayfish which leads to aggressiveness and cannibalism behavior even at a young age. This research aimed to determine the effect of using different nursery shelters on stress responses and production performance of freshwater crayfish Cherax quadricarinatus. This research used a completely randomized design consisted of four treatments, each with triplicate. The treatments used were different shelters made from PVC pipes, ventilation blocks, raffia ropes, and no shelters as controls. The freshwater crayfish seeds had initial weights ranged from 0.60±0.09-0.64±0.02 g, and total length ranged from 2.55±0.06-2.61±0.03 and reared in a recirculation system for 60 days. The results of the research showed that all treatments including controls did not have a significant effect (P>0.05) on stress responses but had a significant effect (P<0.05) on the production performance of freshwater crayfish seed at the end of this research. The seeds reared with raffia ropes shelter had the best production performance indicated by its glucose level of 101.00±17.35 mg dL1, total protein level of 5.00±0.36 g dL1, survival rate of 86.67 ± 0.00%, final average weight of 3.46 ± 0.08 g, final average total length of 5.08 ± 0.12 cm, specific weight growth rate of 2.92±0.21% per day, specific length growth rate of 1.15± 0.08% per day, feed conversion ratio of 2.97±0.05, and total biomass of 45.02±1.10 g. The use of raffia ropes is considered as the best shelter for freshwater crayfish seed as it provides more space to separate individual seeds which can reduce cannibalism behaviour due to minimum contact between individual seeds.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Nahib, Irmadi, and Yatin Suwarno. "PEMODELAN DAMPAK KEBIJAKAN REDD : STUDI KASUS HUTAN DI PULAU SUMATERA." MAJALAH ILMIAH GLOBE 19, no. 2 (October 31, 2017): 185. http://dx.doi.org/10.24895/mig.2017.19-2.696.

Full text
Abstract:
<p class="abstrak">Emisi karbon yang terjadi akibat deforestasi dan degradasi hutan menyumbang hampir 20% emisi global, lebih besar daripada sektor transportasi global dan yang kedua setelah industri energi. Indonesia adalah negara yang sangat penting dalam hal deforestasi dan degradasi hutan. Enam puluh persen dari luas daratan Indonesia adalah hutan, dan memiliki kawasan hutan hujan tropis terbesar ke-3 di dunia. Hutan Indonesia pada periode 2000-2009 telah mengalami deforestasi sekitar 15,15 juta ha. Distribusi spasial deforestasi terjadi di Pulau Kalimatan mencapai 5505863,93 (36,32%), Pulau Sumatera 3711797,45 (24,48%) dan Kepulauan Maluku 1,258,091,72 (8,30%). Di pulau Sumatera, Provinsi ……… Riau merupakan wilayah dengan deforestasi terbesar, mencapai 2002908,83 ha. Deforestasi akan berdampak terjadinya emisi karbon. Salah satu metode untuk mengukur emisi dari deforestasi dan degradasi hutan adalah model Geosiris. Model ini mengasumsikan pemanfaatan hutan menghadapi <em>trade-off</em> antara pendapatan pertanian yang diperoleh dari konversi hutan, dan pendapatan karbon yang diperoleh dengan melindungi hutan. Data yang digunakan dalam studi : peta tutupan hutan pada tahun 2005 dan 2010, peta deforestasi 2005-2010, dan data penyebab deforestasi : ( kemiringan, elevasi, jarak logaritmik ke jalan terdekat, jarak dari ibukota provinsi, peta taman nasional, peta areal perkebunan), harga karbon dan harga pertanian. Sumber data adalah : <a href="https://clarklabsorg/products/">https://clarklabsorg/products/</a>. Analisis emisi karbon dilakukan dengan oleh menggunakan modul Geosiris pada software TerrSet. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur deforestasi dan emisi dari periode 2005-2010 di pulau Sumatera dengan menggunakan model Geosiris. Hasil analisis dengan asumsi harga karbon sebesar US $ 10 / tCO2e, menunjukkan deforestasi yang terjadi di Pulau Sumatera dampak kebijakan REDD adalah 170,447 ha (16,70%), perubahan emisi karena REDD 17,59-22 -29% (di bawah tanpa skenario referensi REDD +), atau mengurangi emisi sebesar 245 - 265 MtCO2e / 5 tahun, akhirnya, surplus bersih pemerintah pusat dari pembayaran karbon sebesar US $ 300276736 (NPV, 5 tahun).</p><p class="abstrak"> </p><p class="katakunci"><strong>Kata Kunci</strong>: Deforestasi, Emisi Karbon, Pendapatan Pertanian, Insentif Karbon , Model Geosiris</p><p class="judulABS">ABSTRACT</p><p class="Abstrakeng">Carbon emissions related to deforestation and forest degradation represent almost 20% of global emissions, greater than the global transportation sector and second only to the energy industry. For several reasons, Indonesia is a very important country in regarding to deforestation and forest degradatio. Sixty percent of Indonesia's land area is forested, and it has the 3rd largest area of tropical rainforest in the world. Indonesia’s Forest in the period 2000-2009 has been deforested about 1515 million ha. The spasial distribution of deforestation occurred on the Kalimatan island reach 5,505,86393 (36.32%), Sumatra Island 3,711,79745 (24.48 %) and Maluku Islands 1,258,09172 (8.30%. In the Sumtra island, it self Riua Province has the greatest deforestation, they are reaching 2,002,90883 ha. Deforestation will cause carbon emissions. One of method for measuring emissions from deforestation and forest degradation is Geosiris model. This model assumes forest users face a trade-off between the agricultural revenue obtained from deforesting land, and the carbon revenue obtained by protecting them. A modeled GeOSIRIS policy uses a carbon payment system to incentivize emission reductions. Data used in study : maps of forest cover in 2005 and 2010, map of deforestation, driver variables (slope, elevation, logarithmic distance to the nearest road or provincial capital, or the amount of area per pixel included in a national park, or a timber plantation), carbon price and agricultural. Data sources in <a href="https://clarklabs.org/products/">https://clarklabsorg/products/</a>. Calculating emisi carbon was done by the GeOSIRIS module in TerrSet. The aim of study is to measuring deforestation and emissions from tropical deforestation period 2005-2010 in Sumatera island using Geosiris model. The results show, according to Geosiris, that at an international carbon price of US $10/tCO2e, Sumatera Island would have : change in deforestation due to REDD is 170,447 ha (1670 %), change in emissions due to REDD is 1759 – 2229 % (below the without REDD+ reference scenario), or reduced emissions by 245 - 265 MtCO2e/ 5 years, finally, net central government surplus from carbon payments US $ 300,276,736 (NPV, 5 years)</p><strong>Keywords</strong>: Deforestation, Carbon Emission, Agricultural Revenue, Carbon payments , Geosiris Model,
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Saputra, Ardhiyan. "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONVERSI TANAMAN KARET MENJADI KELAPA SAWIT DI KABUPATEN MUARO JAMBI." Jurnal Ilmiah Sosio-Ekonomika Bisnis 16, no. 2 (August 6, 2013). http://dx.doi.org/10.22437/jiseb.v16i2.2776.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi petani dalam melakukan konversi tanaman karet menjadi kelapa sawit di Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi. Petani sampel diambil pada tiga desa di Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan analisis regresi logistik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penurunan luas areal tanaman karet dari tahun 2006 sampai 2010 sebesar 3.429 hektar. Analisis regresi logistik menunjukkan tingkat pendidikan, frekuensi penyadapan karet dan dummy pendapatan lain pada taraf nyata sebesar 10 persen mempengaruhi keputusan petani dalam melakukan konversi tanaman. Kata kunci : konversi tanaman, regresi logistik
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Nugroho, Priyo Adi, and Junaidi Junaidi. "PERFORMA TANAMAN KARET DI LAHAN GAMBUT KONVERSI DARI TANAMAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR, RIAU." Jurnal Penelitian Karet, June 18, 2019, 43–54. http://dx.doi.org/10.22302/ppk.jpk.v37i1.627.

Full text
Abstract:
Pengembangan tanaman karet di lahan gambut dalam skala luas masih jarang di Indonesia. Pengusahaan karet di lahan gambut umumnya dilakukan oleh milik petani dalam skala kecil. Evaluasi performa tanaman karet yang di tanam di lahan gambut telah dilakukan di salah satu perkebunan karet skala komersial di Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Evaluasi performa tanaman meliputi (1) Kecukupan hara daun yang dilakukan pada areal TBM 3, TBM 6, dan TM 1, (2) Pertumbuhan tanaman (pada areal TBM 6) dan, (3) Produktivitas tanaman pada TM 1. Hasil analisis daun menunjukkan kadar hara N, P, dan K di areal penelitian tergolong rendah sedangkan Mg tergolong sangat tinggi. Kadar hara N berkisar 2,24 - 2,37%, hara P, K, dan Mg masing - masing berkisar 0,16 - 0,18% , 0,62 - 0,75%, dan 0,40 - 0,60%. Pola status hara hasil analisis daun memperlihatkan pola yang serupa dengan ketersediaan hara tanah gambut di lokasi penelitian. Keseragaman dan pertumbuhan tanaman pada TBM 6 sangat bervariasi (CV=17,88-42,61%) sebagai akibat tingginya persentase tanaman sisipan. Produktivitas awal tanaman menunjukkan rata-rata 25,38 + 6,76 g/p/s, tidak berbeda nyata dibanding produktivitas awal tanaman di lahan mineral (p = 0,4938). Lahan gambut cukup potensial dikembangkan menjadi perkebunan karet jika tata kelola air dan teknis budidaya dilakukan secara baik dan benar serta tersedianya bahan tanam sisipan yang cukup.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Jasmila, Jasmila, Ahmad Munir, and Mahmud Achmad. "Web-Based Computer Assisted Design Dimensi Bangunan Talang & Gorong-Gorong." Jurnal Agritechno, October 10, 2018, 129–38. http://dx.doi.org/10.20956/at.v11i2.133.

Full text
Abstract:
Salah satu aspek sarana dan prasana yang penting untuk pertanian adalah bangunan irigasi. Bangunan irigasi berfungsi untuk menyediakan aliran air pada areal persawahan. Pada bangunan irigasi terdapat berbagai jenis bangunan termasuk bangunan pelengkap. Secara umum proses perancangan bangunan irigasi terkhusus pada bangunan talang dan gorong-gorong masih dilakukan secara manual dimana membutuhkan analisis perhitungan dimensi dan perancangan yang rumit. Berdasarkan hal tersebut, didukung dengan kemajuan teknologi informasi (TI) maka dapat diterapkan sistem perancangan secara online melalui sistem website yaitu web based computer assisted design. Tujuan website ini yaitu dapat digunakan untuk membantu perhitungan secara umum atau perancangan bangunan irigasi dalam melakukan pekerjaan perhitungan dimensi bangunan pelengkap irigasi. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode Web Development Life Cycle (WDLC) yang meliputi analisis kebutuhan, website planning, pengembangan web dan implementasi. Hasil penelitian menampilkan website yang terdiri dari beberapa menu yaitu menu home, konversi, kalkulator, referensi, bantuan dan tentang. Dari enam menu yang ada terdapat dua menu utama dan empat menu tambahan, yang menjadi menu utama yaitu menu konversi dan kalkulator. Pada menu konversi dapat digunakan untuk mengkonversi jenis satuan Panjang, kecepatan, dan volume sedangkan pada menu kalkulator terdapat kalkulator untuk perhitungan dimensi gorong-gorong dan talang yang terdiri dari luas penampang (A), jari-jari hidrolis (R), keliling basah (P) lebar saluran (b), kedalaman saluran (h). Dengan demikian para perancang dapat dengan mudah melakukan perencanaan dan perancangan bangunan yang ekonomis dengan memperhitungankan dimensi yang sesuai dengan perhitungan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography