Academic literature on the topic 'Kodröta'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the lists of relevant articles, books, theses, conference reports, and other scholarly sources on the topic 'Kodröta.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Journal articles on the topic "Kodröta"

1

Pangestu, Dimas Aldi, Wahyu Bagja Sulfemi, and Yusfitriadi. "PHILOSOPHY OF FREEDOM TO LEARN IN THE PERSPECTIVE OF INDONESIA." Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 6, no. 1 (June 26, 2021): 78–92. http://dx.doi.org/10.24832/jpnk.v6i1.1823.

Full text
Abstract:
Tujuan artikel ini adalah mengetahui hakikat dari merdeka belajar berdasarkan pemikiran merdeka belajar Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Dewantara dan mengetahui persamaan serta perbedaannya. Metode yang digunakan pada artikel ini adalah metode sejarah yang terdiri dari pemilihan topik, heuristik, kiritik sumber, interpretasi dan historiografi. Hakikat Merdeka belajar, berdasarkan pemikiran pendidikan para pendiri bangsa Indonesia, adalah mengakui hak-hak manusia secara kodrati untuk memperoleh pembelajaran dan pengelaman secara bebas yang bertujuan menciptakan manusia yang berkarakter, manusia baru dan masyarakat baru. Persamaan pemikiran merdeka belajar dari Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Dewantara adalah mendidik manusia dengan jiwa yang merdeka supaya menjadi manusia yang berkarakter, bersumber dari kebudayaan dan kandungan dari bangsanya sendiri, dan mempunyai objek pendidikan yaitu manusia. Sementara perbedaan dari pemikiran tokoh-tokoh terletak pada peruntukan merdeka belajar. Soekarno memandang merdeka belajar untuk menciptakan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan. Mohammad Hatta berpendapat bahwa merdeka belajar berperan dalam mengembangkan kemampuan peserta didik. Sjahrir menyatakan merdeka belajar untuk membangun stabilitas politik dan bukan menetapkan tujuan-tujuan pendidikan yang pragmatis. Ki Hadjar Dewantara berpandangan merdeka belajar sebagai pendidikan sesuai kodrat alam. Merdeka belajar mengakui kodrat manusia dan membebaskan manusia memperoleh pembelajaran dan pengalaman. Merdeka belajar diperuntukan sebagai pelaksanaan pembelajaran, pengembangan peserta didik, menciptakan stabilitas, dan pengakuan terhadap kodrat manusia. This article is to find out the philosophy of freedom to learn based on founders' thoughts both similarities and differences. I use historical method consisting of topic selection, heuristics, criticisms of sources, interpretation, and historiography. Freedom to learn, based on the educational ideas of the founding fathers of Indonesia, is recognizing human rights to gain free learning and experience to create human characters, new humans, and a new society. The similarity of freedom to learn is to educate humans with an independent spirit to become human beings with character, originating from the culture and content of their nation, and having an educational object (humans). Soekarno saw freedom to learn to create comfortable and enjoyable learning. Mohammad Hatta argues that freedom to learn plays a role in developing students' abilities. Sjahrir stated that he could learn to build political stability and not set pragmatic educational goals. Ki Hadjar Dewantara has the view that freedom to learn is education by nature. Freedom to learn recognizes human nature and frees humans to learn and experience. Freedom to learn is showed as the implementation of learning, the development of students, creating stability, and recognition of human nature.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Suhaili, Achmad. "Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Penerapan Hukum Islam Di Indonesia." Al-Bayan: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist 2, no. 2 (October 14, 2019): 176–93. http://dx.doi.org/10.35132/albayan.v2i2.77.

Full text
Abstract:
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang secara alamiah diperoleh seseorang sejak lahir, karena itu HAM sejalan dengan ftrah manusia itu sendiri. HAM pada hakikatnya merupakan anugrah Allah kepada semua manusia. Dilihat dari kodrat manusia, hakekatnya telah dianugerahi hak-hak pokok yang sama oleh Allah SWT. Hak-hak pokok inilah yang disebut sebagai hak asasi manusia (HAM). HAM yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal, dan abadi berkaitan dengan martabat dan harkat manusia itu sendiri. HAM juga menjadi keharusan dari sebuah negara untuk bisa menjaminnya dalam konstitusinya. Karena Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, di jungjung tinggi, di lindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia. Ajaran Islam meliputi seluruh aspek dari sisi kehidupan manusia, dan tentu saja telah tercakup di dalamnya aturan dan penghargaan yang tinggi terhadap hak asasi manusia (HAM). Namun memang tidak dalam satu dokumen yang terstruktur, tetapi tersebar dalam ayat-ayat suci alQuran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah Islam, selalu konsisten dalam penerapan Hukum Islam yang senantiasa mensandingkan prinsipnya dengan Nilai-nilai Hak Asasi Manusia yang harus di lindungi oleh Negara dan Pemerintah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Susilawati N, MTP, Dr Ir Hj. "MENERAPKAN PANCASILA SEBAGAI NILAI DASAR PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN UNTUK MENCAPAI TUJUAN NASIONAL BANGSA INDONESIA." Jurnal Khazanah Intelektual 3, no. 3 (March 10, 2020): 583–90. http://dx.doi.org/10.37250/newkiki.v3i3.42.

Full text
Abstract:
Andaikan para ilmuwan dalam pengembangan ilmu konsisten terhadap janji awalnya ditemukan ilmu, untuk mencerdaskan manusia, memartabatkan manusia dan menyejahterakan manusia, maka pengembangan ilmu yang didasarkan pada kaedah keilmuan tidak perlu menimbulkan ketegangan antara ilmu dan teknologi dengan masyarakat. Fakta yang kita saksikan saat ini ilmu empiris mendapatkan tempatnya yang sentral dalam kehidupan manusia karena dengan teknologi modern yang dikembangkannya dapat memenuhi kebutuhan praktis hidup manusia. Ilmu empiris tersebut tumbuh dan berkembang dengan cepat melebihi ritme pertumbuhan dan perkembangan peradaban manusia. Ironisnya tidak diimbangi kesiapan mentalitas sebagian masyarakat, khususnya di Indonesia. Teknologi telah merambah berbagai bidang kehidupan manusia secara ekstensif dan mempengaruhi sendi kehidupan manusia secara intensif, termasuk merubah pola pikir dan budaya manusia, bahkan nyaris menggoyahkan eksistensi kodrati manusia itu sendiri. Kondisi ini terlihat ketika misalnya, anak-anak sekarang dengan alat-alat permainan yang serba teknologis seperti playstation, mereka sudah dapat terpenuhi hasrat hakekat kodrat sosialnya hanya dengan memainkan alat permainan tersebut secara sendirian. Mereka tidak sadar dengan kehidupan yang termanipulasi teknologi menjadi manusia individualis.Masih terdapat banyak persoalan akibat teknologi yang dapat disaksikan, meskipun secara nyata manfaat teknologi tidak dapat dipungkiri. Problematika keilmuan dapat segera diantisipasi dengan merumuskan kerangka dasar nilai bagi pengembangan ilmu. Kerangka dasar nilai ini harus menggambarkan suatu sistem filosofi kehidupan yang dijadikan prinsip kehidupan masyarakat, yang sudah mengakar dan membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Valerian, Hizkia Fredo. "Diskursus Hukum Kodrat dan Problem Pascamodernitas." Studia Philosophica et Theologica 21, no. 1 (May 4, 2021): 67–81. http://dx.doi.org/10.35312/spet.v21i1.261.

Full text
Abstract:
Abstrak Tulisan ini membahas persoalan diskursus Hukum Kodrat dalam dinamika konteks Pascamodernitas. Hal ini merupakan satu pokok penting baik secara filosofis maupun praktis, ketika kita berkaca dari polemik dan perdebatan yang selalu terjadi di seputar dasar legitimasi hukum dan makna kebenaran. Di sinilah gagasan tentang hukum kodrat masih menjadi hal yang penting untuk memotret ketegangan antara sikap anti-hukum dan pluralitas makna. Dengan menilik kembali problem yang khas dari konteks pascamodern sebagai latar, pembicaraan tentang hukum kodrat tidak bisa dibatasi hanya pada aspek formal-legal. Melainkan melangkah lebih jauh untuk membangun sikap terbuka pada berbagai diskursus dan usaha-usaha reinterpretasi yang beragam tentang makna kebenaran dan keadilan. Kata-kata Kunci: Pascamodernitas, Hukum Kodrat, Diskursus, Makna. Abstract This article discussing on the problem of Natural Law discourse in the dynamic context of Posmodernity. There is a important matter, both philosophically and practically, when we look at the polemic and the dispute around the legitimacy foundation of law and the meaning of truth. In there, the thought about natural law still be an important issue to picturing the tention between the antinomian attitude and the plurality of meaning. By looking at the typical problem of postmodern context, the discourse about natural law can not be restricted just on the formal-legal aspect. But, step over, fartherly to build the open attitude to the discourses and the plural reinterpretation efforts on the meaning of truth and justice.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Kusmana, Kusmana. "Kodrat Perempuan dan Al-Qur’an dalam konteks Indonesia Modern: Isyarat dan Persepsi." Musãwa Jurnal Studi Gender dan Islam 19, no. 1 (September 28, 2020): 21. http://dx.doi.org/10.14421/musawa.2020.191.21-41.

Full text
Abstract:
Makalah ini mendiskusikan kodrat perempuan dalam al-Qur’an dalam isyarat dan persepsi penafsir dalam konteks modern. Dengan menggunakan deskriptif analitik, ayat-ayat al-Qur’an menginspirasi secara-relevan yang didiskusikan dari perspektif al-Qur’an dan persepsi penafsir serta pemikir. Dari keduanya tersebut menganalisis hubungan tafsir pemahaman atas ayat-ayat dan tafsir realitas sosial. Studi ini menemukan bahwa al-Qur’an mendiskusikan kodrat perempuan dalam dua sisi dalam sisi pengertian esensi dan pengertian empiris. Dalam pengertian esensial, al-Qur’an mendiskusikan kodrat perempuan dari sisi apa-apa yang terberi dari Allah secara dinamis. Dalam pengertian empiris, al-Qur’an mendiskusikan kodrat perempuan dari sisi praktik-praktik atau anggapan-anggapan manusia yang terekam dalam al-Qur’an. Sementara dari sisi persepsi, penafsir, dan pemikir Islam mendiskusikan kodrat perempuan dengan menjadikan al-Qur’an sebagai salah satu sumber inspirasi utama dan menarik pada pengertian esensial dan empiris. Hal tersebut sebagai tren umum dengan merasionalisasikan keadilan gender atas implikasi dari isyarat dan persepsi kodrat.[This article discusses the term kodrat Perempuan (woman's constructed nature) in the Qur'an in terms of its signs and the perception of Muslim interpreters in the modern context. Using a descriptive-analytic method, the related verses are discussed from both the Qur'anic and interpreters' perspective, analyzed within the relation between the Qur' anic perspective and social realities that inspire the interpreters. This study finds that the Qur'an discusses Kodrat Perempuan in two dimensions: essential as well as the empirical dimension. In its essential dimension, the Qur'an discusses Kodrat Perempuan from the point of what is given by Allah dynamically. In its empirical dimension, the Qur'an discusses it from the point of social practice or people's assumptions, which were recorded by in the Qur'an. Meanwhile, interpreters or Muslim thinkers discuss kodrat Perempuan by treating the Qur'an as one of their primary sources of inspiration and treat the discussed matter either to its essential or empirical dimension. With a general trend of rationalizing gender equity and its implication from the sign and the view of kodrat Perempuan.]
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Kusmana, Kusmana. "Kodrat Perempuan dalam Al-Qur’an: Sebuah Pembacaan Konstruktrivistik." ILMU USHULUDDIN 6, no. 1 (December 31, 2019): 55–74. http://dx.doi.org/10.15408/iu.v6i1.13892.

Full text
Abstract:
This article discusses how the Qur’an and the perceptions of some Indonesian Muslim interpreters or thinkers inform and discuss the nature of women. It’s just that information and perceptions are extracted and analyzed through descriptive-analytic methods, read constructively. This study found that the concept of female nature has Qur'anic relevance, perceptual relevance and conceptual relevance. The study also found that from a constructivist perspective, women’s natural values were fluid. That is, in understanding the phenomenon of women and efforts to empower them, it is advisable to understand the perception of the nature of women who are held by the community, because what they understand and hold about the nature of women determines the spaciousness and narrowness of the region and opportunities for women’s involvement itself. In other words, failure to understand this aspect will correlate with the results of the empowerment effort.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Sirait, Timbo Mangaranap. "Menilik Akseptabilitas Perkawinan Sesama Jenis di dalam Konstitusi Indonesia." Jurnal Konstitusi 14, no. 3 (January 9, 2018): 620. http://dx.doi.org/10.31078/jk1438.

Full text
Abstract:
Diskursus hubungan antara hukum dengan “moral” dan “fakta” selalu saja menarik untuk dibahas di kalangan sarjana hukum. Hukum kodrat irrasional adalah teori hukum besar yang pertama yang cara pandangnya theocentris mengakui bahwa hukum bersumber dari “moralitas” Tuhan YME. Derivasi nilai moral universal ternyata semakin bermetamorfosa dalam berbagai fenomena kehidupan kemudian dituntut agar diperlakukan setara di hadapan hukum. Di berbagai belahan dunia, Gerakan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) dengan perjuangan perkawinan sesama jenis berkembang semakin luas dan telah memfalsifikasi dominasi perkawinan kodrati heteroseksual. Untuk itu, perlu ditilik secara reflektif filosofis akseptabilitas Konstitusi Indonesia atas perkawinan sesama jenis ini. Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif melalui cara berpikir deduktif dengan kriterium kebenaran koheren. Sehingga disimpulkan: pertama, kritikan hukum kodrat irrasional yang teosentris terhadap perkawinan sesama jenis, menganggap bahwa sumber hukum adalah “moral” bukan “fakta”, oleh karenanya aturan perundang-undangan dipositifkan dari/dan tidak boleh bertentangan dengan moral Ketuhanan. Oleh karena itu, menurut hukum kodrat irrasional perkawinan sesama jenis tidak mungkin dapat diterima dalam hukum karena bertentangan dengan moralitas Ketuhanan Y.M.E. Kedua, bahwa Konstitusi Indonesia menempatkan Pancasila sebagai grundnorm dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi fondasi dan bintang pemandu pada Undang-undang Perkawinan Indonesia, yang intinya perkawinan harus antara pria dan wanita (heteroseksual) dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga). Perkawinan sesama jenis juga tidak dapat diterima karena ketidakmampuan bentuk perkawinan ini untuk memenuhi unsur-unsur utama perkawinan, untuk terjaminnya keberlangsungan kemanusiaan secara berkelanjutan (sustainable).The discourse of relationships between law, moral and facts are always interesting to be discussed among legal scholars. Irrational natural law is the first major legal theory that which theocentris worldview admit that the law derived from the “morality” of the God. The derivation of universal moral values appear increasingly metamorphosed into various life phenomena then are required to be treated equally before the law. In different parts of the world the movement LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender) struggle for same-sex marriage has grown falsified domination of heterosexual marriage. Therefore it is necessary be a reflective philosophical divine the acceptability of the Constitution of Indonesia on same-sex marriage. This research was conducted by the method of normative juridical approach, in the frame of a coherent deductive acknowledgement. Concluded, Firstly, criticism Irrational natural law against same-sex marriage, assume that the source of the law is a “moral” rather than “facts”, therefore the rules of law are made of / and should not contradict with the morals of God. Therefore, according to irrational natural law that same-sex marriage may not be accepted in law as contrary to morality God. Secondly, That the Constitution of Indonesia puts Pancasila as the basic norms to please Almighty God be the foundation and a guiding star in the Indonesian Marriage Law, which is essentially a marriage should be between a man and a woman (heterosexual) with purpose of forming a family. Same-sex marriage is not acceptable also because of the inability to fulfill marriage form of the major elements of marriage, ensuring the sustainability of humanity in a sustainable manner.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Agung, Dewa Agung Gede. "Keragaman Keberagaman (Sebuah Kodrati Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Berdasarkan Pancasila)." Sejarah dan Budaya : Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya 11, no. 2 (December 29, 2017): 151–59. http://dx.doi.org/10.17977/um020v11i22017p151.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Nalle, Victor Imanuel W. "KONSTRUKSI MORALITAS YANG RASIONAL DALAM HUKUM." Sapientia Et Virtus 2, no. 2 (March 1, 2015): 122–40. http://dx.doi.org/10.37477/sev.v2i2.61.

Full text
Abstract:
Hukum dalam konteks modernitas, sebagai instrumen rekayasa sosial, seringkali dibenturkan dengan konsep hukum sebagai tatanan moral yang diusung oleh hukum kodrat. Hukum sebagai instrumen rekayasa sosial oleh penganut positivisme dipandang lebih rasional, sedangkan moralitas dalam hukum kodrat cenderung diparalelkan dengan moralitas agama. Hal ini disebabkan teori hukum kodrat didominasi filsafat Thomas Aquinas yang banyak dipengaruhi oleh aspek teologis. Padahal moralitas dalam hukum modern tidak melekat pada doktrin atau dogma agama. Moralitas dalam hukum modern justru dapat dirasionalkan dengan akal budi manusia. Dengan demikian hukum tidak perlu disterilkan dari moralitas sebagaimana pendapat positivisme. Kemanfaatan dan keadilan dalam hukum justru akhirnya dapat dibangun berlandaskan moralitas yang rasional.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Devi, Shalini, and Rajni Modgil. "Physico-chemical characteristics and cooking quality of Kodra (Eleusine coracana L.) millet of Himachal Pradesh." FOOD SCIENCE RESEARCH JOURNAL 11, no. 2 (October 15, 2020): 56–61. http://dx.doi.org/10.15740/has/fsrj/11.2/56-61.

Full text
Abstract:
The present study was carried out in the department of Food Science, Nutrition and Technology, CSK Himachal Pradesh Agricultural University, Palampur with the objective to explore the physico-chemical characteristics and cooking quality of Kodra (Eleusine coracana L.). The samples of Kodra grains used in the present investigation were procured from local farmers of district Sirmaur of Himachal Pradesh. Kodra grains were assessed for nutritional composition and cooking quality. Results of the study showed that Kodra grains were found to contain valuable nutrients. The physical characteristics revealed the mean length and width of Kodra grain as 1.43 and 1.40 mm, respectively. The average moisture content of Kodra was recorded as 8.52 per cent. Expressed on dry matter basis the value for average ash content was 3.48 per cent and fat content was 3.53 per cent. Kodra was high in protein and also rich in mineral content.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Dissertations / Theses on the topic "Kodröta"

1

Måbrink, Alexander, and André Möller. "Javascript code smells från en utvecklares perspektiv." Thesis, Malmö universitet, Institutionen för datavetenskap och medieteknik (DVMT), 2021. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:mau:diva-42873.

Full text
Abstract:
Software development can be a difficult and time consuming task. In addition, producing good code is even more difficult. Poor design and implementation choices in software code can result in an end product that is both difficult to understand and difficult to maintain. A collective name for implementation and design choices that is considered to have a negative impact or indicate something negative in software code is Code smells. In this study, we identify 34 unique code smells through a systematic literature study. The results are then ranked and validated with interviews with people who work or have worked with Javascript in a professional environment at some point during the past five years. The end result is a ranked list of 32 code smells that are applicable to Javascript. The result shows that the five highest ranked code smells are Variable name conflict in closures, Depth, Argument Type Mismatch, Duplicated code and Excessive global Variables.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Books on the topic "Kodröta"

1

Koumarianou, Aikaterinē. Archeio P. Kodrika. Athēna: Kentron Neoellēnikōn Ereunōn Ethnikou Hidrymatos Ereunōn, 1987.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Nadia, Zunly. Waria: Laknat atau kodrat!? Baciro Baru, Yogyakarta: Pustaka Marwa, 2005.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Harumiwati, Yayuk. Televisi: Media dengan kodrat menghibur. Lowokwaru, Malang: Media Mahasiswa, 2013.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Salim. Kodrat maritim Nusantara: Catatan strategis kemaritiman. Tegalrejo, Yogyakarta: Leutikaprio, 2014.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Kallamata, Miço. Kodra pas bregut: Tregime dhe skica humoristike. Tiranë: "Naim Frashëri", 1989.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Il caso Kodra: Giallo d'amore a Milano. 2nd ed. Milano: Rusconi, 1987.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Olivieri, Renato. Il caso kodra: Giallo d'amore a Milano. Milano: Arnoldo Mondadori Editore, 1991.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Iswanti. Kodrat yang bergerak: Gambar, peran, dan kedudukan perempuan dalam gereja Katolik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius, 2003.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

1762-1827, Kodrikas Panagiōtēs, ed. Epistoles tou Kōnstantinou Stamatē pros ton Panagiōtē Kodrika gia tēn gallikē epanastasē, Ianouarios 1793. Athēnai: Ideogramma, 2002.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Schäfer, Ruth. Menggugat kodrat, mengangkat harkat: Tafsiran dengan perspektif feminis atas teks-teks Perjanjian Baru. Jakarta, Indonesia: BPK Gunung Mulia, 2014.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography