Journal articles on the topic 'Khasi drama'

To see the other types of publications on this topic, follow the link: Khasi drama.

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 36 journal articles for your research on the topic 'Khasi drama.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Suciawaty, Wulan Nur, and Hikmawaty Hikmawaty. "Representasi Bendera pada Naskah Drama Penjual Bendera Karya Wisran Hadi." REFEREN 1, no. 1 (May 31, 2022): 114–26. http://dx.doi.org/10.22236/referen.v1i1.9180.

Full text
Abstract:
Dalam mengenali suatu negara perlu memiliki identitas yang sebagai ciri khas suatu negara itu sendiri. Bendera negara merupakan salah satu yang menjadi identitas negara tersebut. Pada identitas bendera di suatu negara memiliki makna simbolik yang menggambarkan atau melukiskan suatu maksud dari bendera itu sendiri. Penelitian ini mengangkat suatu permasalahan tentang identitas serta makna pada bendera bertujuan untuk (1) mendeskripsikan struktur pembangun naskah drama Penjual Bendera, (2) mendeskripsikan identitas bendera berdasarkan ideologi yang direpresentasikan pada naskah drama Penjual Bendera, (3) mendeskripsikan representasi makna yang terkandung dalam bendera pada naskah drama Penjual Bendera. Peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif sebagai metode penelitian yang digunakan. Sumber data pada penelitian ini bersumber dari data naskah drama karya Wisran Hadi yaitu Penjual Bendera. Dalam pengumpulan data penelitian ini menggunakan teknik pustaka, simak, dan catat. Hasil penelitian mengindikasikan adanya tiga tokoh yang memiliki ideologi berbeda, hal tersebut berpengaruh pada identitas bendera dan makna yang dimiliki oleh setiap tokoh.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Waryanti, Endang, Mochamad Muarifin, Encil Puspitoningrum, and Lucky Audrylya Mahatan. "PENGGUNAAN TEKS TERTULIS CERITA WARA KESTHI DALAM PEMENTASAN KETOPRAK SISWO BUDOYO." Wacana : Jurnal Bahasa, Seni, dan Pengajaran 6, no. 2 (December 16, 2022): 108–33. http://dx.doi.org/10.29407/jbsp.v6i2.19195.

Full text
Abstract:
Indonesia merupakan negara yang memiliki kekayaan budaya melimpah dan jenis yang beragam. Masing-masing daerah memiliki budaya yang menjadi ciri khas suatu wilayah. Salah satu bentuk kekayaan budaya daerah adalah drama. Pada masyarakat Jawa, kesenian drama banyak dipentaskan yaitu dalam kesenian ketoprak. Lakon atau cerita yang dimainkan dalam pementasan ketoprak juga beragam. Salah satu lakon atau cerita yang dipentaskan dalam kesenian ketoprak adalah Wara Kesthi yang menjadi objek penelitian pada artikel ini. Masalah yang diteliti adalah penggunaan teks tertulis dalam pementasan lakon atau cerita Wara Kesthi yang dipentaskan oleh Siswo Budoyo. Tujuanya adalah untuk mengetahui unsur-unsur yang terdapat dalam teks tertulis cerita Wara Kesthi. Metode penelitian yang digunakan adalah dengan melakukan observasi kemudian dicatat. Data yang diperoleh kemudian dikumpulkan dan dideskripsikan untuk dijadikan data sekunder pada penelitian ini. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah unsur intrinsik cerita Wara Kesthi yang meliputi pengertian drama, tipe drama, tema, plot, latar atau setting, penokohan dan perwatakan, dimensi percintaan, dramatisasi konflik, teknik dialog, gaya dan bahasa.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Karisma, Resty Putri Puja, Muhammad Farid Alaudin, Naflah Shabah Amelya, Adenarsy Avereus Rahman, and Inno Cahyaning Tyas. "Analisis Diksi dan Citraan Dalam Naskah Drama Canting Karya Aliya Nissa Thalib dkk." Lingua Skolastika 3, no. 1 (June 19, 2024): 124. http://dx.doi.org/10.19184/linsko.v3i1.48906.

Full text
Abstract:
Penelitian ini menggunakan pendekatan stilistika dengan tujuan mengungkapkan aspek kebahasaan yaitu diksi dan citraan, Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Penggunaan modul statistika dapat membantu dalam menganalisis diksi dan jenis citraan yang digunakan dalam naskah drama berjudul Canting tersebut sehingga membantu pembaca memahami karakter secara mendalam agar dapat merasakan emosional dalam ceritanya. Manfaut dari penelitian ini dapat memahami diksi dan citraan pada naskałdruma berjudul Canting juga membantu pembaca dan penulis mengelola diksi dan citraan dalam penulisan naskah drama. Pada naskałtersebut, ditemukan lima benak diksi yang sesuai dengan klasifikasi Al Ma'aruf yaitu kata konkret, dilosi kata serapan dari bahasa asing, diksi sebutan khas atau nanta diri, si kata seruan klas jawa, dan diksi kosa kata bahasa jawa. Berdasarkan hasil analisis, uraan yang ditentukan dalam naskah drama Canting karya Aliya Nissa Thalib, dkk. yaitu citraan gerak, citraan penglihatan, citraan perabuan, dan citraan pendengaran.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Loren, Fabio Testy Ariance. "PENGGUNAAN DIKSI DAN UNSUR INTRINSIK PEMBANGUN NASKAH DRAMA ORANG KASAR KARYA ANTON CHEKOV SADURAN WS RENDRA." GENTA BAHTERA: Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan 6, no. 1 (July 24, 2020): 90–105. http://dx.doi.org/10.47269/gb.v6i1.103.

Full text
Abstract:
Sastra memiliki fungsi kebermanfaatan dan keindahan atau sering disebut dulce et utile, sehingga sastra selain indah bila dinikmati juga merupakan pembelajaran nilai kehidupan yang berharga. Naskah drama atau naskah lakon yang berjudul Orang Kasar ini tergolong unik karya dari Anton Chekov, yang kemudian disadur ulang oleh WS. Rendra.. Pada penelitian ini mengkaji tentang jenis diksi yang digunakan dan unsur intrinsik pembangun karya sastra Penelitian yang dilakukan ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Objek penelitian ini berupa naskah drama Orang Kasar karya Anton Chekov yang telah disadur WS. Rendra. Teknik yang digunakan untuk mengumpulkan data dengan melakukan analisis isi mengenai diksi dan unsur intrinsiknya. Hasilnya, secara umum unsur intriksik dalam naskah drama ini sudah terpenuhi yakni beberapa unsurnya adalah tema, penokohan, alur, latar, dan amanat. Diksi yang digunakan dalam naskah ini terbagi menjadi kata konkret, kata konotatif, kata serapan bahasa asing, sapaan khas diri, kata vulgar, dan kata seruan agamis.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Irwan, Irwan. "ASPEK SOSIAL BUDAYA NASKAH DRAMA “SANG MANDOR” KARYA RAHMAN ARGE." Walasuji : Jurnal Sejarah dan Budaya 9, no. 2 (December 1, 2018): 415–24. http://dx.doi.org/10.36869/wjsb.v9i2.57.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan aspek sosial budaya dalam naskah drama Sang Mandor karya Rahman Arge. Metode penelitian yang digunakan dalam mengkaji naskah drama tersebut adalah metode deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Rahman Arge dalam naskah dramanya mengangkat budaya orang Bugis/Makassar. Sang Mandor mempunyai karakter yang begitu keras. Dalam sakitnya, sang Mandor masih ingin berlayar sebagai mandor kapal. Karakter tersebut merupakan ciri khas orang Bugis/Makassar, yakni: angkuh, bergelora, acapkali menyala, dan kadang-kadang tidak memandang apa dan siapa. Akan tetapi, orang Makassar dan Bugis dalam ketenangan dapat menerima hal yang baik dan indah. Orang Bugis/ Makassar mempunyai karakter tegas, berani, dan bersedia memikul segala konsekuensi dari setiap kata dan perbuatannya. Realita kehidupan yang digambarkan dalam naskah drama Sang Mandor karya Rahman Arge mulai pudar pada masyarakat Bugis/Makassar saat ini, nilai-nilai budaya pun mulai bergeser. Pergeseran ini disebabkan oleh pengaruh budaya luar yang masuk dalam budaya Bugis/Makassar.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Rachmat, Ani. "Adaptasi Nama-Nama Tokoh dalam Drama “Inspektur Jendral” Karya N.V. Gogol." Metahumaniora 12, no. 1 (April 27, 2022): 119. http://dx.doi.org/10.24198/metahumaniora.v12i1.38365.

Full text
Abstract:
Nama-nama tokoh dalam karya-karya Gogol senantiasa mencerminkan karakter tokoh tersebut, begitu pula dengan nama tokoh dalam drama “Inspektur Jendral”. Sistem antroponim Rusia dan Eropa memiliki banyak kesamaan. Nama lengkap meliputi nama keluarga, nama depan, dan nama tengah. Ciri khas nama orang Rusia jika dibandingkan dengan nama Eropa pada umumnya adalah nama tengah yang berasal dari nama ayahnya, sering disebut patronimik. Penelitian ini membahas adaptasi nama tokoh drama “Inspektur Jendral” karya Nikolai Vasilevich Gogol dalam dua pementasan di Indonesia, di Bandung dan Jakarta, dengan judul yang sama. Metode penelitian menggunakan analisis perbandingan, etimologi, rekonstruksi nama, dan stilistika. Hasil analisis menunjukkan bahwa adaptasi nama tokoh drama ke dalam Bahasa Indonesia disesuaikan dengan tempat dan latar budaya pertunjukan lakon tersebut. Dalam adaptasi yang dilakukan oleh N. Riantiarno nama-nama tersebut menggunakan nama tokoh pewayangan, sedangkan adapatasi yang dilakukan oleh Arya Sanjaya menggunakan nama bangsawan Sunda. Arti nama-nama tokoh dalam Bahasa Rusia, tidak menunjukkan hal yang positif sebagaimana karakter tokohnya, sedangkan adapatasi dalam karya Arya Sanjaya menunjukkan hal yang sebaliknya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Alfian Syahmadan Siagian. "Iago Membongkar Mitos Antagonisme dalam Drama Othello." Jurnal Seni Nasional Cikini 8, no. 2 (December 31, 2022): 115–24. http://dx.doi.org/10.52969/jsnc.v8i2.189.

Full text
Abstract:
Artikel ini merupakan pengembangan atas artikel Othello dan Iago: Konstruksi Baik-Buruk Sebagai Instrumen Diplomasi Inggris Untuk Meraih Dukungan dalam Konflik dengan Spanyol yang dimuat Catatan Kritis Seputar Drama, Teater dan Film. Analisis mendalam dilakukan terhadap Drama Othello, the Tragedy of the Moor of Venecia karya oleh sastrawan Inggris William Shakespeare. Drama ini ditengarai ditulis oleh sang maestro atas permintaan monarki Inggris untuk membantu mereka membentuk citra negatif musuh mereka, Spanyol di Anglo-Spanish War pada akhir abad ke-16 dan awal abad ke-17. Berdasarkan pengamatan, penokohan dalam drama Othello memang sengaja dipesan oleh penguasa Inggris untuk mengarahkan imaji masyarakat Inggris atas Spanyol. Drama yang ditulis oleh William Shakespeare pada tahun 1603 ini memang ditulis di tengah konfrontasi antara Inggris dengan Spanyol. Sebagai penulis istana, Shakespeare sangat berpotensi untuk diduga menerima pesanan membentuk representasi “baik” dalam hal melalui karakter Othello, yaitu orang Moor dari Afrika Utara. Upaya ini diduga merupakan upaya untuk memperoleh dukungan dari pihak Moor dan Arab yang memang menaruh semacam dendam terhadap Spanyol. Pada saat yang sama, Ratu Elizabeth I juga memesan representasi “buruk” melalui tokoh antagonis Iago. Karakter jahat itu dengan sengaja ditempelkan pada nama Iago yang merupakan nama khas dari Spanyol. Artikel ini berfokus pada pengaruh konteks, simbol, dan sejarah dalam penciptaan suatu karya, sehingga dapat dikatakan bahwa penciptaan karakter Othello dan Iago bertujuan agar Inggris meraih dukungan dari entitas Islam, sekaligus untuk memperkuat sentimen antagonistik terhadap Spanyol. Konteks ini juga tidak dapat dilepaskan dari latar belakang Shakespeare sebagai sastrawan istana Inggris. Pada tataran tertentu, kehadiran Othello merupakan suatu strategi diplomasi Inggris melalui instrumen soft power atau kekuatan lunak berupa karya drama.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Prusdianto, Prusdianto, Hamrin Samad, and Faisal Faisal. "PERANCANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN DRAMA RADIO/ TELEVISI BERBASIS CERITA RAKYAT SULAWESI SELATAN." JURNAL IMAJINASI 3, no. 2 (September 25, 2019): 1. http://dx.doi.org/10.26858/i.v3i2.10390.

Full text
Abstract:
Pendidikan secara praktis tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan. Cerita rakyat menjadi ciri khas setiap daerah yang mempunyai kultur budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan budaya dan sejarah yang dimiliki masing–masing daerah. Cerita rakyat yang masih banyak terdapat di masyarakat akan punah jika tidak segera diteliti dan dibukukan. Pendokumentasian cerita-cerita rakyat itu semakin penting dan mendesak untuk segera dilakukan. Salah satu alternatif pendokumentasiannya adalah melalui media drama radio.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk; mengetahui cara mengembangkan perangkat pembelajaran berbasis pelestarian cerita rakyat Sulawesi Selatan dengan model 4-D, mengetahui validitas, praktisan, efektivitas perangkat pembelajaran berbasis pelestarian cerita rakyat Sulawesi Selatan pada mata kuliah Drama Radio/ Televisi materi penulisan naskah drama radio yang dikembangkan. Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian dan pengembangan (Research and Developmen). Produk yang dihasilkan dari penelitian ini berupa perangkat pembelajaran yang terdiri dari Rencana Pembelajaran Semester (RPS), Rencana Tugas Mahasiswa (RTM) yang berbasis pelestarian cerita rakyat Sulawesi Selatan. Analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi 3 yaitu analisis kevalidan, kepraktisan dan keefektifan. Pembelajaran menggunaka media disertai dengan RTM dilaksanakan sesuai dengan RPS dan diperiksa berdasarkan instrumen penilaian yang telah disusun. Setelah implementasi perangkat pembelajaran yang dilakukan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Valenciana, Catherine, and Jetie Kusmiati Kusna Pudjibudojo. "Korean Wave; Fenomena Budaya Pop Korea pada Remaja Milenial di Indonesia." Jurnal Diversita 8, no. 2 (December 16, 2022): 205–14. http://dx.doi.org/10.31289/diversita.v8i2.6989.

Full text
Abstract:
Korean Wave/Hallyu (한류) sedang marak di beberapa negara. Hal itu terjadi karena Korea Selatan terus melebarkan budaya-budayanya menghiasi kehidupan masyarakat di berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Beragam budaya Korea mulai dari drama, film, musik, acara televisi, festival budaya, masakan/makanan khas Korea, produk-produk elektronik, fashion, style, sampai pada kosmetik dan produk kecantikan (makeup dan skincare) mulai dikenal oleh masyarakat Indonesia. Kepopuleran Korean Wave yang saat ini sedang marak di Indonesia, terutama pada kalangan remaja ini membawa dampak bagi remaja milenial. Pada umumnya remaja di Indonesia menyukai K-Pop dan K-Drama. Secara tidak disadari, para remaja di Indonesia mengkonsumsi budaya-budaya Korea. Para remaja sangat antusias terhadap maraknya Korean Wave di Indonesia. Namun sebagai anak Indonesia, diharapkan para remaja Indonesia mampu bersikap kritis terhadap budaya Korean Wave dan tetap menjaga serta melestarikan budaya lokal. Sebagai remaja generasi penerus bangsa, remaja yang menyukai K-Pop diharapkan untuk lebih terbuka pada budaya bangsa dan tidak menutup mata dan telinga pada musik-musik pop Indonesia atau budaya-budaya lokal Indonesia lainnya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Pratomo, Wachid, Sapriya Sapriya, Dadang Sundawa, and Susan Fitriasari. "Penguatan Good Character Mahasiswa melalui Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Dasar Berbasis Metode Sariswara." Jurnal Moral Kemasyarakatan 9, no. 1 (June 30, 2024): 1–14. http://dx.doi.org/10.21067/jmk.v9i1.10155.

Full text
Abstract:
Penelitian ini dilatarbelakangi untuk memperkuat karakter baik mahasiswa dalam pembelajaran pendidikan kewarganegaraan sekolah dasar berbasis metode sariswara. Pendidikan kewarganegaraan membutuhkan metode yang menarik agar mahasiswa merasa senang dalam belajar, dengan demikian akan terbentuk karakter yang baik. Metode Sariswara sebagai salah satu metode khas Tamansiswa hasil karya Ki Hajar Dewantara dirasa cocok untuk dikembangkan di mata kuliah Pendidikan Kewarganegaran Sekolah dasar. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif diskriptif bertempat di program studi pendidikan guru sekolah dasar Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa. Dengan narasumber kaprodi, dosen dan mahasiswa, dengan menggunakan teknik analisis data pengumpulan data, reduksi data, menyajikan data, dan verifikasi/penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan metode sariswara mahasiswa lebih mampu mengembangkan karakternya dalam pembelajaran. Kegiatan yang dilakukan meliputi berbentuk aplikasi wiraga, wirasa, dan wirama berupa  video vlogger,drama musikalisasi, menari, pantomim serta project citizen. Dengan kegiatan ini, karakter baik mahasiswa lebih diperkuat terutama dalam karakter mandiri dan tanggung jawab dalam pembuatan video vlogger serta pemaparan esai budaya. Sedangkan dalam drama musikalisasi, menari, pantomime, project citizen berupa pewarta istimewa didapat menumbuhkan karakter menghargai prestasi, bersahabat, cinta tanah air dan semangat kebangsaan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Isnaini, Heri. "MISTIK-ROMANTIK PADA NOVEL DRAMA DARI KRAKATAU KARYA KWEE TEK HOAY: REPRESENTASI SASTRA BENCANA." DIALEKTIKA: JURNAL BAHASA, SASTRA DAN BUDAYA 9, no. 1 (June 28, 2022): 21–32. http://dx.doi.org/10.33541/dia.v9i1.3970.

Full text
Abstract:
Artikel ini membahas konsep mistik-romantik pada tragedi bencana meletusnya gunung Krakatau pada novel Drama dari Krakatau karya Kwee Tek Hoay. Novel ini terinspirasi oleh novel Baron Edward Bulwer-Lytton yang berjudul The Last Day of Pompeii yang diterbitkan tahun 1834. Drama dari Krakatau karya Kwee Tek Hoay disajikan dengan konsep realis yakni dengan menampilkan deskripsi meletusnya gunung Krakatau pada tahun 1883. Artikel ini bertujuan menunjukkan konsep tersebut dengan menganalisisnya berdasarkan tataran tanda dalam konvensi novel. Mistik-romantik dalam novel ini dimaknai sebagai peristiwa yang digambarkan dalam perpektif sastrawan atas peristiwa bencana yang terjadi melalui kacamata karya sastra. Meletusnya gunung berapi Krakatau yang menewaskan puluhan ribu orang dan membuat bencana lain tersebut diposisikan sebagai bagian intertekstualitas oleh Kwee Tek Hoay dalam sudut pandang sastra. Sekaitan dengan itu, sastra dapat dipahami sebagai dokumen sejarah yang menggambarkan peristiwa secara jujur. Akhirnya, artikel ini menunjukkan novel Drama dari Krakatau sebagai alat dokumentasi tentang peristiwa bencana dengan balutan romansa cerita khas novel Melayu Tionghoa. Kata Kunci: Krakatau, Kwee Tek Hoay, mistik-romantik, novel, sastra bencana Abstract This article discusses the mystical-romantic concept of the tragedy of the eruption of Mount Krakatau in the novel “Drama dari Karakatau” by Kwee Tek Hoay. The novel was inspired by Baron Edward Bulwer-Lytton's novel The Last Day of Pompeii published in 1834. The drama from Krakatau by Kwee Tek Hoay is presented with a realist concept, namely by displaying a description of the eruption of Mount Krakatau in 1883. This article aims to demonstrate the concept by analyzing it based on the state of signs in the novel convention. The mystics in this novel are interpreted as events depicted in the literati's perspective of catastrophic events that occur through the lens of literary works. The eruption of the Krakatau volcano that killed tens of thousands of people and made another disaster was positioned as part of intertextuality by Kwee Tek Hoay from a literary point of view. Related to it, literature can be understood as a historical document that describes events honestly. Finally, this article shows the novel “Drama dari Krakatau” as a tool for documentation of catastrophic events wrapped in the romance of stories typical of Chinese Malay novels. Keywords: Krakatau, Kwee Tek Hoay, mystic-romantic, novel, disaster literature
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Saefuddin, NFN. "SASTRA BANJAR KALIMANTAN SELATAN PASCA KEMERDEKAAN." UNDAS: Jurnal Hasil Penelitian Bahasa dan Sastra 12, no. 2 (December 22, 2016): 99. http://dx.doi.org/10.26499/und.v12i2.561.

Full text
Abstract:
Abstrak: Sastra Banjar Kalimantan Selatan pascakemerdekaan menggambarkan tentang peristiwa yang melatarbelakangi kehidupan penulis dan masyarakatnya. Peristiwa-peristiwa itu terjadi dalam kehidupan yang memiliki latar belakang berbeda dengan daerah lain. Sastra Banjar dan penulisnya memiliki kekhasan masing-masing dari waktu ke waktu. Perkembangan sastra pascakemerdekaan tahun 1950—1959 memiliki ciri yang khas, meskipun karya sastra yang berkembang memiliki kategori yang sama, yakni puisi, prosa, dan drama. Ciri-ciri yang khas itu, dapat dikatakan karena beberapa faktor, antara lain karena bangsa ini kondisi transisi pascakemerdekaan. Berdasarkan uraian itu, masalah dalam penelitian ini akan membahas tentang perkembangan sastra pascakemerdekaan tahun 1950—1959 dengan latar belakang kehidupan masyarakatnya sebagai pemilik sastra daerah Banjar di Kalimantan Selatan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif-kualitatif. Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi tentang perkembangan sastra daerah di Kalimantan Selatan dan kemudian menjadi bahan analisis. Penelitian ini akan memberikan gambaran tentang kondisi kesusastraan di Kaliantan Selatan pasckemerdekaan.Kata kunci: Sastra Banjar, pascakemerdekaan. Abstract: Banjar literature of South Kalimantan post independence describes obaut event that becames the backgraound of the writei’s life and its society. Each events has different backgraound with other region. Banjar literature and the writer have special characteristic from time to time. The development of literature post independence age in 1950—1959 has special characteristic, even thougt the literature has the same catagoris, they are poem, prose, and drama. That special characteristic can be because of reveral factors, for example when this nation is in transition condition post independence. Base on the explanation, the problem in this study will discuss abaut the development of literature post independence in 1950—1959 whith the background of its social life as the owner of Banjar local literature in South Kalimantan. This study is used descriptive qualitative method. This method is uses to get information abaut the development of local literature in South Kalimantan and it becomes the data. This study will give description abaut the condition of literature is South Kalimantan post independence.Key words: Banjar literature, post independence.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Tresnayasa, I. Putu Tangkas, Dewa Gede Purwita, and Gede Pasek Putra Adnyana Yasa. "ANIMASI BONDRES 2D SEBAGAI DAYA TARIK REMAJA TERHADAP KESENIAN BONDRES." Jurnal Nawala Visual 2, no. 2 (October 28, 2020): 52–60. http://dx.doi.org/10.35886/nawalavisual.v2i2.120.

Full text
Abstract:
Kesenian Bondres merupakan seni komedian tradisional Bali yang termasuk seni tari dalam kategori tari balih-balihan atau hiburan. Dalam pertunjukan Bondres menampilkan karakter yang unik dengan memiliki ciri khas yaitu karakter yang menggunakan topeng seperti orang cacat beserta membawakan humor-humor khas Bondres yang memiliki pesan moral dalam lawakannya, oleh sebab itu bondres memiliki daya tarik tersendiri daripada pertunjukan lawak lainnya sehingga Bondres diminati oleh masyarakat. Namun dari banyaknya peminat Bondres saat ini, yang meminati hanya orang tua dan orang dewasa saja sedangkan remaja masih sedikit meminati Bondres karena lebih tertarik dengan teater-teater jaman sekarang seperti drama, animasi, kartun dan lainnya yang sangat mudah diakses melalui internet.Oleh sebab itu penulis tertarik mengangkat objek kasus ini agar remaja menjadi lebih tertarik menonton Bondres. Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam mengumpulkan data adalah metode primer (Observasi, wawancara, Kuisioner) dan Sekunder (Kepustakaan, dokumentasi, internet). Dari penelitian ini diperoleh kesimpulan berupa konsep yang tepat dalam perancangan ini adalah “Kebudayaan yang Menghadirkan Keceriaan” yang telah melalui tahapan brainstorming, dalam merancang animasi sebagi upaya menarik minat remaja terhadap Bondres dengan cara Bondres dikemas melalui sebuah animasi dengan tampilan, alur cerita, dan humor-humor yang disukai oleh remaja, dan untuk mempromosikan animasi diperlukan beberapa media pendukung berupa, Video teaser, Sosial Media, Poster, X-banner, T-shirt, Totebag, Stiker, Feed Instagram.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Fadhli, Nurrul Riyadh, Taufik Taufik, Dona Sandy Yudasmara, Eldiene Zaura I’tamada, and Ricky Setya. "Representasi kebudayaan lokal dan nasionalisme pada maskot Pon XX Papua 2020: Analisis semiotika Charles Sanders Pierce." Bravo's : Jurnal Program Studi Pendidikan Jasmani dan Kesehatan 10, no. 4 (December 22, 2022): 315. http://dx.doi.org/10.32682/bravos.v10i4.2729.

Full text
Abstract:
Event-event olahraga seperti Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua XX 2020 menjadi salah satu event yang ditunggu-tunggu masyarakat Indonesia. Maskot selalu menjadi hal penting dalam acara olahraga, karena tidak jarang netizen mengkritik maskot. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis maskot PON XX Papua 2020 menggunakan analisis semiotika Charles Sanders Pierce. Ditemukan bahwa unsur-unsur yang terkandung dalam maskot Kangpho mencakup nilai-nilai budaya dan nasional pada saat yang bersamaan. Secara kultural, budaya lokal suku Asmat dan beberapa etnis lainnya dihadirkan melalui pakaian dan ikat pinggang berukir khas sebagai nilai budaya dan estetika. Secara nasional, pemilihan maskot kanguru pohon yang bersifat antropomorfik dan pencantuman representasi gunung yang eksotis menjadi simbol nasionalisme melalui kekayaan yang ada di dalamnya, sedangkan maskot Drawa mengenakan topi dan rok rumbai khas Papua, menunjukkan budaya di mana event olahraga tersebut diselenggarakan. Sedangkan dari representasi nasionalisme, pemilihan maskot Cendrawasih dan kalung berwarna bendera Indonesia menunjukkan nilai nasionalisme terhadap eksistensi olahraga yang diselenggarakan di Papua.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Rizaldy Ramadhan, Mohammad, Egy Fernando, Muhammad Sulton Ridho, and Vivia Suaidin. "Ludruk Jember: Ruang Kebudayaan Masyarakat Jember dalam Mengekspresikan Kembali Kultur Kemaduraan di Wilayah Perantauan." Pustaka : Jurnal Ilmu-Ilmu Budaya 21, no. 2 (November 21, 2021): 97. http://dx.doi.org/10.24843/pjiib.2021.v21.i02.p01.

Full text
Abstract:
Ludruk merupakan drama pertunjukan tradisional khas jawa timur, persebaran kesenian ludruk ini tidak lepas dari adanya mobilisasi yang dilakukan oleh para perantau yang kemudian menjadi identias budaya dari masing-masing wilayah. Misalnya, ludruk Surabaya, Ludruk Sumenep, Termasuk Jember juga tidak luput dari penyebarluasan kesenian tersebut. Metode penelitian ini didasarkan pada penelitian wawancara secara langsung dan kajian literatur. Setting penelitian berada di Kecamatan Ledokombo, Desa Lembengan, Kabupaten Jember. Tulisan ini berupaya untuk melihat "Ludruk Jember" sebagai sebuah wacana dari perspektif foucault. Terutama bagaimana Jember dimunculkan dalam kesenian ludruk, untuk menegaskan posisi geografis, atau sebagai sebuah kesenian lokal, fenomena tersebut memuat nilai-nilai baru yang dimodifikasi sebagai sebuah ekspresi kecintaan terhadap kultur kemaduraaan. Semisal dialog dalam pertunjukan ludruk dihadirkan dalam dua bahasa, Jawa dan Madura. Adapun dalam babadnya juga terdapat nama-nama tempat yang ada di Jember yang menghasilkan corak baru dalam kesenian ludruk.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Supadma. "Langendriya dan Serat Damarwulan: Suatu Kajian Pendekatan Intertekstual." Mudra Jurnal Seni Budaya 26, no. 1 (January 30, 2011): 25–35. http://dx.doi.org/10.31091/mudra.v26i1.1586.

Full text
Abstract:
Di Yogyakarta terdapat drama tari opera yang bersumber dari cerita Damarwulan dan adanya Serat Damarwulan. Serat Damarwulan dipandang dapat mencerminkan kehidupan masyarakat dengan ciri budayanya sewaktu naskah tersebut ditulis. Begitu pula Langendriya yang muncul pada era yang sama yakni pada masa Hamengku Buwana VII mencerminkan nilai yang paralel terhadap paham kehidupan masyarakat kala itu. Sebagai cerita asli pribumi Jawa, kisah dalam Serat Damarwulan dengan tokoh yang dihadirkan menyiratkan ciri manusia Jawa dengan idealisme yang khas. Karakter tokoh dan perilakunya, baik karakater tokoh yang luhur maupun yang buruk dengan demikian mengacu pada apa yang dipedomani oleh orang Jawa tentang nilai ajaran hidup ideal. Langendriya dan Serat Damarwulan: Suatu Kajian Pendekatan Intertekstual adalah telaah mencari keterkaitan hubungan interrelasi antara Langendriya dan Serat Damarwulan. Nilai yang tertuang dalam serat Damarwulan adalah memberikan ketauladanan tentang kesetiaan seorang wanita kepada suami lewat tokoh Dewi Anjasmara. Begitu pula ketauladanan yang dicapai seorang pria melalui penggambaran kisah tokoh Damarwulan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Grieve, Alexandra. "Surface tensions: Race, costume and the politics of texture in Claire Denis’s Chocolat (1988)." Film, Fashion & Consumption 10, no. 2 (October 1, 2021): 335–52. http://dx.doi.org/10.1386/ffc_00029_1.

Full text
Abstract:
This article examines the costumes of Claire Denis’s Chocolat. A highly aestheticized drama of pressed khaki uniforms and pith helmets in colonial Cameroon, clothing is, as this article argues, enfolded into a far broader topography of material power; it is an apparatus through which racialized and gendered difference is actively ‘fashioned’ for the screen. In Chocolat, it becomes clear that fashion and celluloid are intimately intertwined (‘sutured’ together, through Denis’s editing), with the bio-political containment of white femininity, historically underwritten by French society’s anxieties concerning racial miscegenation and sexual excesses in the colonies. Concurrently, however, dress also grants expression to transgressive currents of desire, which, in Denis’s provocative portrait of interracial attraction, intersect vividly with the sexual politics of fetishism. In the very fabrics of its material content – costumes, the pliable ‘skin’ of its images and the tissue of human relationships – Chocolat portrays colonial identity as deeply conflicted, and Denis affirms the material world as an agile and highly transgressive force in the theatre of colonial power.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Sartika, Santi, and Agus Mulyana. "Kesenian Tarling: Pertunjukan Hiburan, Pendidikan, Media Komunikasi 1966-2000." FACTUM: Jurnal Sejarah dan Pendidikan Sejarah 10, no. 1 (April 29, 2021): 89–100. http://dx.doi.org/10.17509/factum.v10i1.31629.

Full text
Abstract:
ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menguraikan perkembangan kesenian di Kabupaten Cirebon pada tahun 1966-2000. Secara garis besar, masalah utama yang dikaji dalam artikel ini mengenai “bagaimana perkembangan fungsi kesenian tarling di Kabupaten Cirebon tahun 1966-2000. Untuk membahas permasalahan tersebut penulis melakukan kajian dengan menggunakan metode historis yang terdiri dari empat langkah yaitu heuristik, kritik sumber, interpretasi dan historiografi. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan kesimpulan bahwa ada tiga fungsi dalam pertunjukan kesenian tarling. Pertama tarling berfungsi sebagai media hiburan, kesenian tarling digunakan untuk hiburan melekan(menjaga semalam suntuk) menemani masyarakat yang membakar bata, pesta panen, dan acara hajatan. Sebagai media pendidikan terdapat suatu ajaran nilai dan moral dalam setiap drama dan lirik-lirik lagu tarling yang di pertunjukan. Sebagai media komunikasi yaitu dalam pertunjukan tarling seringkali dibawakan menggunakan bahasa daerah, sehingga kekuatan komunikasinya dapat menjangkau warga desa yang masih buta huruf. Hal tersebut dijadikan sebagai media komunikasi oleh pemerintah, untuk mengantarkan pesan-pesan pembangunan. Ketiga fungsi tersebut yang membuat kesenian tarling mempunyai keunikan tersendiri sebagai ciri khas dan jati diri masyarakat Cirebon sehingga harus tetap dilestarikan. Kata Kunci: Kesenian Tarling, Tarling Klasik, Kabupaten Cirebon.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Nugroho, Didit Prasetyo. "Penciptaan Video Seni “Panji Romance”." Citradirga - Jurnal Desain Komunikasi Visual dan Intermedia 1, no. 01 (May 2, 2019): 7. http://dx.doi.org/10.33479/cd.v1i01.198.

Full text
Abstract:
Kisah Panji merupakan sastra lisan yang bercerita tentang kisah cinta Raden Panji Asmarabangun, seorang putra mahkota Kerajaan Jenggala, dengan Dewi Sekartaji seorang putri Kerajaan Panjalu. Perjalanan romantika kedua tokoh ini tidak berjalan dengan mulus, namun banyak terjadi petualangan dan penyamaran sehingga kisah Panji ini tersebar dengan berbagai macam versi berupa dongeng dan cerita rakyat lainnya. Cerita Panji ditampilkan dalam bentuk karya sastra dan seni pertunjukan. Cerita ini juga muncul dalam beragam versi. Perbedaan versi tersebut secara umum disebabkan oleh kreativitas personal penyadur, kelenturan cerita dalam bentuk tradisi lisan, dan pengadaptasian cerita pada mitos dan legenda di setiap daerah persebarannya. Dari beragam jenis cerita yang dipentaskan oleh berbagai daerah, Malang merupakan salah satu daerah yang memiliki kesenian khas yaitu wayang topeng Malang. Wayang topeng adalahsebuah pertunjukan jenis drama yang mengedepankan aspek tari sebagai sajian utamanya dan dalang sebagai pengatur cerita. Setiap penari memakai topeng yang berbeda sesaui dengan karakter yang dimainkannya. Kesenian wayang topeng Malang telah menjadi kesenian yang melekat di masyarakat daerah Malang sejak dahulu dan menjadi bagian identitas masyarakat Malang. Dalam penelitian ini, penulis memaparkan bagaimana proses perancangan video seni dengan berdasarkan pada cerita wayang topeng Malang dengan judul “Panji Romance”.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Satoto, Soediro. "Seni Sastra, Teater, dan Film dalam Konteks Perkotaan: Industrialisasi dan Urbanisme (Studi Kasus Serial Sinetron Film ”Intan”)." ATAVISME 13, no. 1 (June 30, 2010): 33–43. http://dx.doi.org/10.24257/atavisme.v13i1.142.33-43.

Full text
Abstract:
Tulisan ini bertujuan memaparkan korelasi antara produksi seni sastra, seni teate, dan film serta menjelaskan keterkaitan yang erat antara urbanisasi, industrialisasi, dan urbanisme dengan perkembangan iptek dan seni, termasuk seni sastra, seni drama/teater, dan seni film/sinetron. Seirama dengan dinamika proses globalisasi di segala bidang, termasuk budaya dan seni, fenomena tersebut akan berdampak pada proses akulturasi lintas/silang budaya, perge- seran dan atau perubahan tata nilai dan identitas budaya bangsa. Akankah muncul identitas bu- daya ’baru’ (sebut yang khas ’urban’) dengan cara mengesampingkan atau membuang jauh-jauh identitas budaya ’lama’ (sebut tradisional) yang dianggap sudah ketinggalan zaman? Bagaimana sepantasnya ’masyarakat sastra, teater, dan film’ menyikapi fenomena-fenomena tersebut secara kritis, realistis, dinamis, dan arif? Serial Sinetron Film “Intan” dalam makalah ini diambil seba- gai studi kasus karena rating-nya yang relatif konstan tertinggi jika dibandingkan dengan serial sinetron film lainnya di media yang sama dalam kurun waktu yang sama. Abstract: This paper is aimed to describe correlation between literary, theater, and film art production and explain the strong interrelatedness between urbanization, industrialization, and urbanism by the development of science technology and art, including literary art, drama/theater art, and film/sinetron art. Along with the dynamic of globalization process in all aspects, including culture and art (literary, theater, and film art in this case), the phenomena will have influences to cross/inter-cultural acculturation process, shift and/or change in a nation’s cultural identity and values. Will a ‘new’ (call it urban) cultural identity emerge by putting aside or getting rid of the ‘old’ cultural identity (call it traditional) which is regarded as old fashion? How should a ‘literary, theater, and film community’ behave critically, realistically, and dynamically, and wisely to the phenomena? Sinetron series Intan in this article has been taken as a case study for its relatively-constant-high rating compared to other sinetrons in the same media and period. Key Words: literary art, industrialization, urbanism
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Rachmaria, Laksmi. "Melacak keberadaan ideologi pada film Cahaya dari Timur: Beta Maluku." ProTVF 4, no. 2 (September 30, 2020): 270. http://dx.doi.org/10.24198/ptvf.v4i2.26283.

Full text
Abstract:
Posisi Indonesia sebagai negara multikultur membuatnya rentan terhadap ancaman separatisme dan konflik komunal berbasis suku, agama, dan antargolongan. Maluku merupakan sebuah tempat di mana pernah terjadi tragedi kemanusiaan terbesar dalam sejarah bangsa Indonesia. Tak hanya merenggut korban dari kalangan laki-laki dewasa, konflik komunal ini juga merenggut masa depan anak-anak yang berada di tengah–tengah kelompok yang bertikai. Penelitian ini bertujuan untuk melihat bagaimana wacana resiliensi ditampilkan pada film Cahaya dari Timur: Beta Maluku. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode analisis wacana kritis Norman Fairclough. Analisis wacana kritis merupakan salah satu cara untuk membongkar adanya sebuah ketidakberesan di masyarakat. Film ini merupakan sebuah film drama yang diangkat dari kisah nyata tentang bagaimana sepak bola dapat mengobati jiwa anak-anak yang terluka akibat konflik komunal yang terjadi di Maluku. Teks merupakan sebuah situs perjuangan sosial yang berusaha mencairkan dan melacak keberadaan ideologi. Menganalisis wacana secara kritis pada hakikatnya adalah menganalisis tiga dimensi wacana secara integral, yakni taks-teks bahasa, praksis kewacanaan, dan praksis sosiokultural. Hasil penelitian: pada level teks film Cahaya dari Timur: Beta Maluku menggambarkan bagaimana kondisi anak-anak korban konflik komunal Maluku untuk bangkit dari keterpurukan, berjuang mengobati luka batin akibat konflik komunal. Pada level praksis kewacanaan menekankan tentang kegagalan pemerintah dalam melakukan rehabilitasi sosial masyarakat. Level sosiokultural masyarakat sesungguhnya merupakan korban dari politisasi agama. Ideologi Pela-Gandong merupakan kultur khas Maluku sebagai sarana penyelesaian konflik komunal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Suharto, Aisyah, Ute Chairuz M. Nasution, and Diana Juni Mulyati. "PENGARUH BRAND AMBASSADOR GIRL GROUP RED VELVET, BRAND IMAGE DAN BRAND AWARENESS TERHADAP MINAT BELI CUSTOMER PADA PRODUK AZARINE DI KOTA SURABAYA." GEMAH RIPAH: Jurnal Bisnis 4, no. 02 (July 14, 2024): 53–63. http://dx.doi.org/10.69957/grjb.v4i02.1683.

Full text
Abstract:
Berkembangnya zaman membuat semua hal semakin berubah tidak hanya teknologi, informasi, kebudayaan dan juga life style, namun standar kecantikan juga terdampak akan hal itu. Saat ini banyak orang yang mengedepankan penampilan sehingga hal ini dapat mendasari berkembangnya produk – produk kecantikan yang merebak saat ini. Ditambah impact dari era globalisasi saat ini, terdapat berbagai macam informasi sehingga sampai ditelinga masyarakat secara luas di dunia. Standar kecantikan yang berkiblat dari berbagai negara maju salah satunya Korea Selatan merupakan salah satu negara yang mencoba untuk memperluas pengaruh budayanya ke negara lain dengan cara mengekspor budaya makanan khas, musik pop, serial drama, kosmetik dan berbagai hiburan lainnya. Indonesia merupakan pasar utama yang telah merasakan dampak globalisasi kultur dari Korea Selatan terutama kalangan generasi Z di Indonesia. Terdapat salah satu produk lokal kecantikan yang memilih salah satu brand ambassador dari Korea Selatan untuk menarik konsumen yaitu produk Azarine yang merupakan produk kosmetik dan skincare. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak dari para brand ambassador, brand image, dan brand awareness terhadap minat beli produk Azarine di Surabaya. Ini adalah pendekatan penelitian kuantitatif, dan teknik sampel yang digunakan adalah sampel acak dari 100 responden. Sebuah kuesioner elektronik digunakan sebagai alat penelitian. Penelitian ini mencakup pernyataan untuk indikator variabel. Temuan dari penelitian ini mengungkapkan bahwa semua faktor independen, seperti brand ambassador, brand image, dan brand awareness, memiliki dampak yang menguntungkan pada variabel tergantung, minat beli.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Ayu Desiari, Made, and Ni Wy Suratni. "Karakter Mantri Manis dalam Pertunjukan Dramatari Arja." Segara Widya Jurnal Penelitian Seni 10, no. 1 (March 23, 2022): 65–76. http://dx.doi.org/10.31091/sw.v10i1.1946.

Full text
Abstract:
Dramatari Arja merupakan sebuah seni pertunjukan yang memadukan unsur drama, tari, dan musik di dalamnya. Dalam penyajiannya dramatari Arja menampilkan beberapa jenis karakter yang berbeda-beda. Fokus kajian dalam penelitian ini adalah karakter Mantri Manis. Tujuan jangka panjang dari penelitian ini adalah pencatatan yang menyeluruh mengenai tokoh-tokoh yang terdapat dalam pertunjukan dramatari Arja, sehingga bisa dijadikan bahan acuan oleh generasi penerus dalam mempelajari salah satu kekayaan seni tradisi Bali. Untuk mencapai tujuan jangka panjang tersebut, diperlukan adanya tujuan jangka pendek yakni dengan melakukan kajian awal dengan menitikberatkan pada salah satu karakter, yakni Mantri Manis. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang dilakukan melalui tahapan observasi (Maret 2021), pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan, wawancara, serta observasi partisipasi (Maret-Juli 2021), Selanjutnya dilakukan reduksi, analisis data, serta penarikan kesimpulan (Juli-Agustus 2021), dilanjutkan dengan pelaporan 70%, penyempurnaan, dan laporan akhir (Agustus-Oktober 2021). Seluruh tahapan dalam merealisasikan tujuan jangka panjang penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk melestarikan salah satu kesenian tradisi Bali. Pelestarian budaya yang dimaksud tidak sebatas mempelajari tariannya saja melainkan juga mencatat dan menuliskan agar bisa dijadikan referensi atau acuan oleh para generasi penerus. Hasil penelitian menunujukkan bahwa : karakter Mantri Manis dalam pertunjukkan dramatari Arja adalah karakter putra halus atau manis. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa faktor diantaranya struktur tari yang terdiri dari igel panglembar dan igel pagunem, tata rias dan busana dengan ciri khas gelungan kakendon, serta penggunaan tembangnya dalam sebuah cerita yang berjudul “memandung anglukar gelung”
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Zamharira, Cut. "TREND MAKANAN KOREA DI BANDA ACEH; PENYELENGGARAAN JAMINAN PRODUK HALAL OLEH LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA (LPPOM) MPU ACEH." Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin 5, no. 2 (August 3, 2022): 109. http://dx.doi.org/10.52626/jg.v5i2.153.

Full text
Abstract:
Budaya Korea Selatan yang masuk ke Indonesia baik melalui drama, k-pop, fashion dan kuliner yang khas, telah membentuk trend tersendiri di kalangan remaja, bahkan dewasa. Khusus untuk makanan Korea, penikmat kuliner di kota Banda Aceh sudah sangat familiar dengan kimchi, tteobokki, kimbab, korean garlic cheese bread dan lain-lain. Peneliti menemukan setidaknya terdapat 5 gerai kuliner yang menawarkan jajanan Korea di Kota Banda Aceh, baik yang dijual secara online maupun offline. Namun dari literatur yang peneliti pelajari menyebutkan bahwa di Indonesia prosentase produk makanan Korea paling sedikit mendapatkan sertifikasi halal dibandingkan produk makanan yang berasal dari Cina dan Jepang (Ramita Paraswati, 2017). Aceh sebagai wilayah dengan mayoritas muslim, kepastian kehalalan produk makanan menjadi hal yang utama. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sejauh mana penyelenggaraan jaminan produk halal yang dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh (LPPOM MPU Aceh) pada peredaran makanan, khususnya makanan Korea dengan merujuk pada Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Sistem Jaminan Produk Halal. Dengan metode penelitian kualitatif deskriptif, melalui tahapan wawancara dan observasi, peneliti menggali informasi lebih mendalam dari para informan untuk menjelaskan langkah-langkah yang telah dilakukan oleh LPPOM MPU Aceh dalam rangka penjaminan produk halal, terutama pada makanan Korea di kota Banda Aceh. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa belum ada gerai makanan Korea di Banda Aceh yang telah tersertifikasi halal MPU Aceh. Hal ini dilatarbelakangi oleh mind set pelaku usaha bahwa selama bahan baku yang dipergunakan halal, maka otomatis produk olahan mereka terjamin kehalalannya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Mohd Zaini, Nurhidayah Amni, and Firuz-akhtar Lubis. "Tawakal Semasa Musibah dalam Travelog Biniku Ninja Karya Azlan Andi [Tawakkul During Calamities in Biniku Ninja Travelogue by Azlan Andi]." Jurnal Islam dan Masyarakat Kontemporari 23, no. 2 (August 30, 2022): 153–69. http://dx.doi.org/10.37231/jimk.2022.23.2.687.

Full text
Abstract:
Kajian ini membahaskan konsep tawakal semasa musibah berdasarkan Imam Ghazali dalam travelog Biniku Ninja karya Azlan Andi. Travelog ini mengisahkan kehidupan dan pengembaraan penuh dugaan pasangan muda Azlan Andi dan Sabatini Dzue ke luar negara. Sambutan dalam kalangan peminat amat hangat sehingga ia menjadi antara buku terlaris dalam syarikat penerbitan Sahabat At Taqwa dan diadaptasi menjadi drama khas di Astro Oasis pada 2017. Dalam pengembaraan, tanpa disedari tawakal sering saja berlaku kepada seseorang pengembara. Walaupun begitu, kajian terhadap konsep tawakal dalam karya pengembaraan tidak banyak dilakukan. Justeru itu, kajian ini akan menganalisis travelog Biniku Ninja dari aspek tawakal ketika menyara kehidupan, kehilangan barang, kecemasan dan memulakan kehidupan baru daripada kategori tawakal untuk mendapatkan sesuatu dalam urusan duniawi atau mencegah musibah berdasarkan Imam Ghazali. Kajian ini berbentuk kualitatif dengan menggunakan kaedah analisis kandungan dan temubual. Hasil dapatan kajian menunjukkan bahawa tawakal dan pasrah berkemungkinan wujud dalam pengembaraan. Namun begitu, tawakal lebih afdhal untuk diamalkan kerana impaknya yang positif kepada pengembara berbanding pasrah yang cenderung kepada impak negatif. Malah, pengamal tawakal dalam pengembaraan mampu mendekatkan diri kepada Allah kerana tawakal mempengaruhi kembara fizikal dan rohaninya. Diharapkan kajian ini akan menggalakkan penyelidikan lanjutan terhadap konsep tawakal dan juga karya-karya kembara yang lain. This study discusses the tawakkul concept in calamities according to Imam Ghazali in Azlan Andi's travelogue Biniku Ninja. This travelogue tells the story of the life and adventures of a young couple Azlan Andi and Sabatini Dzue abroad. The reception among fans was so warm that it became one of the best-selling books in the publishing company, Sahabat At Taqwa and was adapted into a special drama on Astro Oasis in 2017. In travel, tawakkul often happens to a traveller without realizing it. Even so, the study of tawakkul concept in travel narratives is not done much. Therefore, this study will analyse the travelogue Biniku Ninja from the aspects of tawakkul when making a living, losing things, experiencing emergency and starting a new life from the tawakkul category; to get something in worldly affairs or prevent misfortune according to Imam Ghazali. This study is qualitative by nature by applying the methods of content analysis and interviews. The result of this study shows that tawakkul and surrender are likely to exist in adventure. Nevertheless, tawakkul is better to be practiced because of its positive impact on travelers compared to surrender which tends to have a negative impact. In fact, tawakkul practitioners in travel are able to draw closer to Allah because tawakkul affects their physical and spiritual journey. It is hoped that this study will encourage further research into the tawakkul concept and also other travel narratives.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Sholihah, Alvia Mustafidatus, and Siti Rumilah. "Implikatur dan Eksplikatur Percakapan Lokadrama “Lara Ati” Karya Bayu Skak (Kajian Pragmatik)." Alinea: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajaran 12, no. 1 (April 27, 2023): 88. http://dx.doi.org/10.35194/alinea.v12i1.2714.

Full text
Abstract:
This article will discuss the context of the implications and explications of the language spoken in an early episode of a film/lokadrama by a YouTuber who is also a Bayu Skak actor. The data were analyzed with Grice's theory regarding explicators and implicatures. The research method used is descriptive qualitative. The film "Lara Ati" is a typical East Javanese drama with the accent "Urip lan karep ora sedalan" which gives the meaning that life and desires do not always match what is expected. The results of the study show that the speech between characters uses the dialect of everyday language so that it seems as it is and creates implicit meaning from the interlocutor speakers. The forms of implicature found are declarative (confirming) implicature; imperative implicature (giving an order); and interrogative implicature (asking). Based on the implicature function, there are those that show directive (ordering and begging) and expressive (low self-esteem and mocking).Keyword: implicature, explicature, pragmatics, and Lara Ati's film.Abstrak:Artikel ini akan membahas konteks implikasi dan eksplikasi tuturan berbahasa pada sebuah film/lokadrama episode awal garapan seorang youtuber sekaligus pemain film Bayu Skak. Data dianalisis dengan teori Grice terkait eksplikatur dan implikatur. Metode penelitian yang digunakan deskriptif kualitatif. Film “Lara Ati” merupakan lokadrama khas Jawa Timur dengan aksen “Urip lan karep ora sedalan” memberikan makna bahwa hidup dan keinginan tidak selalu sesuai dengan apa yang diharapkan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tuturan antartokoh menggunakan dialek bahasa sehari-hari sehingga terkesan apa adanya dan menimbulkan makna implisit dari penutur petutur. Bentuk implikatur yang ditemukan, yaitu implikatur deklaratif (mengkonfirmasi); implikatur imperatif (memberikan sebuah perintah); dan implikatur interogatif (bertanya). Berdasarkan fungsi implikaturnya, ada yang menunjukkan direktif (menyuruh dan memohon) dan ekspresif (rendah diri dan mengejek).Kata kunci: implikatur, eksplikatur, pragmatik, dan Film Lara Ati.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Budhiana, I. Gusti Ngurah Wiryawan. "The Creation of Nyanyian Layonsari Opera." International Journal of Creative and Arts Studies 7, no. 1 (July 27, 2020): 77–88. http://dx.doi.org/10.24821/ijcas.v7i1.4161.

Full text
Abstract:
ABSTRACTThe creation of Nyanyian Layonsari was started with the writer's anxiety as a musician. In his journey as a cellist and conductor, he plays many works originating from Western Classical composers. In concerts, he rarely plays works originating from Indonesian composers; even it can be said to have never played them. From that experience, the writer wants to make a composition which has a characteristic. Nyanyian Layonsari is inspired by Geguritan Jayaprana which comes from North Bali. This work tells the story of the love tragedy between Jayaprana and Layonsari. The drama begins when Raja Kalianget falls in love with Layonsari, Jayaprana's wife, and wants to marry her. The story in this opera ends tragically when all are killed and all destroyed. The uniqueness of the story is on the atmosphere of sadness in the beginning when an outbreak of disease occurs, and it ends with the sadness too when all is destroyed. The Jayaprana and Layonsari stories are full of moral messages. In the creating process of Nyanyian Layonsari, the idioms of Balinese music were used, namely, kotekan, beetle sound effect “ngisep”, and “kajar” sound effect. In addition to Balinese musical idioms, nine-note synthetic scales were also used which were based on and inspired by the pelog and slendro harmony. The elements of music were processed based on the understanding of Western music theories. Through this staging opera, it is expected to convey the messages contained in the story and can be understood by the audiences. Besides, the creation of Nyanyian Layonsari Opera can bring a distinctive musical style and can be used as a development in the field of music composition in Indonesia, and can be raised in international forums. Penciptaan Opera Nyanyian Layonsari ABSTRAK Penciptaan Nyanyian Layonsari dimulai dari kegelisahan penulis sebagai musisi. Dalam perjalanannya sebagai pemain cello dan kondakter, banyak memainkan karya-karya yang berasal dari komponis Klasik Barat. Dalam konser-konser jarang sekali memainkan bahkan bisa dikatakan tidak pernah memainkan karya yang berasal dari komponis Indonesia. Dari pengalaman itu penulis ingin membuat komposisi yang memiliki ciri yang khas. Nyanyian Layonsari bersumber dari Geguritan Jayaprana yang berasal dari Bali Utara. Karya ini mengisahkan tentang tragedi cinta antara Jayaprana dan Layonsari. Tragedi dimulai ketika Raja Kalianget jatuh cinta kepada Layonsari, istri Jayaprana dan ingin memilikinya. Kisah dalam opera ini berakhir tragis ketika semua saling bunuh dan semua musnah. Keunikan dari cerita ini adalah, diawali dengan suasana kesedihan, katika terjadi wabah penyakit dan berakhir dengan kesedihan pula, ketika semua musnah. Kisah Jayaprana dan Layonsari sarat mengandung pesan-pesan moral. Dalam penggarapan Nyanyian Layonsari digunakan idiom-idiom musik Bali yaitu, kotekan, efek suara kumbang ngisep, dan efek suara kajar. Selain idiom musik Bali, digunakan juga tangga-nada sintetis Sembilan-nada yang bersumber dan terinspirasi dari laras pelog dan laras slendro. Unsurunsur musik diolah berdasarkan pemahaman teori musik Barat. Melalui pementasan Opera ini diharapkan dapat menyampaikan pesan yang terkandung di dalam cerita dan bisa dimengerti oleh audiens. Selain itu penciptaan Opera Nyanyian Layonsari ini dapat memunculkan gaya musikal yang khas dan dapat digunakan sebagai pengembangan bidang komposisi musik di Indonesia dan dapat dimunculkan di forum internasional.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Andeska, Niko, and Rahmawati Rahmawati. "KAJIAN ESTETIKA PADA RUMAH ADAT ACEH BESAR TAMAN RATU SAFIATUDDIN." Gorga : Jurnal Seni Rupa 10, no. 1 (May 2, 2021): 80. http://dx.doi.org/10.24114/gr.v10i1.24736.

Full text
Abstract:
Traditional houses in Indonesia have their own characteristics with various physical forms to the aesthetic of the ornaments engraved on each part, one of which we can see in the traditional house of Aceh. The traditional house in Aceh province is called Rumoh Aceh. The traditional house is identical to the elongated rectangle with various carvings. One of the uniqueness of Aceh's traditional house is the form of carved ornaments that have differences in each district, both in terms of the shape of the ornament, the placement and the meaning contained in the ornament. The form of the traditional house studied was the Aceh Besar traditional house located in Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh. This research was conducted because of the lack of available references relating to the carving of traditional Aceh Besar house ornaments, so that it became an attraction for the author to conduct this research. The method used in this research uses qualitative methods. This qualitative method is carried out by collecting information by determining objects and topics, observation, determining informants, interviews, collecting data to analyzing data related to carving ornaments found in traditional houses of Aceh Besar. The data analysis stage uses aesthetic studies as a surgical theory in researching the form of carving ornaments of traditional houses of Aceh Besar. Keywords: ornaments, traditional, house, aesthetic study.AbstrakRumah adat di Indonesia memiliki ciri khas masing-masing dengan bentuk fisiknya yang beragam hingga estetik ornamen yang terukir di setiap bagiannya, salah satunya dapat kita lihat pada rumah adat Aceh. Rumah adat di provinsi Aceh disebut dengan Rumoh Aceh. Rumah adat yang identik dengan persegi empat memanjang dengan ukiran yang beragam. Salah satu keunikan rumah adat Aceh yaitu bentuk ukiran ornamen yang memiliki perbedaan pada setiap Kabupatennya, baik dari segi bentuk ornamen, penempatan dan makna yang terkandung pada ornamen tersebut. Bentuk rumah adat yang diteliti adalah rumah adat Aceh Besar yang terdapat di Taman Ratu Safiatuddin, Banda Aceh. Penelitian ini dilakukan karena minimnya referensi yang tersedia berkaitan dengan ukiran ornamen rumah adat Aceh Besar, sehingga menjadi daya tarik bagi penulis untuk melakukan penelitian ini. Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Metode Kualitatif ini dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi dengan penentuan objek dan topik, observasi, penentuan informan, wawancara, pengambilan data hingga analisis data yang terkait dengan ukiran ornamen yang terdapat pada rumah adat Aceh Besar. Tahap analisis data menggunakan kajian estetika sebagai teori pembedah dalam penelitian bentuk ukiran ornamen rumah adat Aceh Besar. Kata Kunci: ornamen, rumah, adat, kajian estetika. Authors: Niko Andeska : Institut Seni Budaya Indonesia AcehRahmawati : Institut Seni Budaya Indonesia Aceh References:Andeska, N., Setiawan, I., & Wirandi, R. (2019). Inventarisasi Ragam Hias Aceh pada Iluminasi Mushaf AL-Quran Kuno Koleksi Pedir Museum di Banda Aceh. Gorga: Jurnal Seni Rupa, 8(2), 351-357. https://doi.org/10.24114/gr.v8i2.15134.Ghifari, Muhammad. (2020). “Foto Rumah Adat Aceh Besar”. Hasil Dokumentasi Pribadi: 2020, Taman Ratu Safiatuddin.Kartika, Dharsono Sony. (2016). Kreasi Artistik: Perjumpaan Tradisi Modern dalam Paradikma Kekaryaan Seni. Karanganyar: Citra Sains.Leigh, Barbara, (1989). Tangan-Tangan Trampi: Seni Kerajinan Aceh. Djambatan: Jakarta.Maulin, S., Zuriana, C., & Lindawati, L. (2019). Makna Motif Ragam Hias pada Rumah Tradisional Aceh di Museum Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pendidikan Seni, Drama, Tari & Musik, 4(1), 78-96. Paramita, N. C., Azmi, A., & Azis, A. C. K. (2020). Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Menggambar Bentuk Buah Teknik Krayon. Journal of Education, Humaniora and Social Sciences (JEHSS), 3(1), 171-177. https://doi.org/10.34007/jehss.v3i1.245.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Ahmad, Abdul Kadir. "DEMENSI BUDAYA LOKAL DALAM TRADISI HAUL DAN MAULIDAN BAGI KOMUNITAS SEKARBELA MATARAM." Al-Qalam 9, no. 2 (November 11, 2018): 1. http://dx.doi.org/10.31969/alq.v9i2.596.

Full text
Abstract:
<p>Penelitian ini dilakukan di Kotamadya<br />Mataram Nusa Tenggara Barat. Sasaran<br />penelitian adalah suatu masyarakat lokal yang<br />menamakan dirinya orang Sekarbela, berdiam<br />di Kelurahan Karang Pule Kecamatan<br />Ampenan Kotamadya Mataram. Mereka<br />menarik untuk dijadikan fokus penelitian,<br />karena dengan nama khas Sekarbela, mereka<br />menampilkan prilaku keagamaan yang dalam<br />banyak hal berbeda dengan komunitas Islam<br />sekitarnya, terutama dalam tradisi haul dan<br />dalam memperingati Maulid Nabi Muhammad<br />saw.<br />Sebagai bagian dari budaya daerah<br />yang secara operasional dijadikan sebagai alat<br />untuk menangkal dampak budaya asing yang<br />tidak sesuai dengan nilai-nilai luhur dan<br />kepribadian bangsa, identifikasi terhadap<br />budaya lokal semacam itu menjadi amat<br />penting atas dasar berbagai pertimbangan.<br />Pertama, pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan<br />dan teknologi telah mendorong interaksi<br />antar bangsa, terutama teknologi komunikasi<br />dan transportasi, mengakibatkan<br />derasnya arus informasi dan masuknya nilainilai<br />ajaran agama dan nilai-nilai budaya<br />luhur budaya bangsa. Kedua, masuknya nilainilai<br />yang bertentangan tersebut mengakibatkan<br />terjadinya pendangkalan nilai-nilai moral<br />dan nilai-nilai luhur budaya bangsa, yang<br />pada akhirnya dikhawatirkan akan mengakibatkan<br />terjadinyqa krisis jati diri kepribadian<br />bangsa. Ketiga, masyarakat Indonesia belum<br />sepenuhnya mempunyai daya tangkal yang<br />handal dan kemampuan untuk memilih dan<br />memilah berbagai pengaruh dari luar, sehingga<br />dampak negatif globalisasi dapat<br />dihindari. Keempat, perlunya memperkuat<br />jati diri dan kepribadian bangsa Indonesia<br />sehingga mempunyai ketahanan sosial budaya<br />yang tangguh dan handal.<br />Fokus penelitian adalah perwujudan<br />agama dalam upacara haul dan maulid, dua<br />jenis upacara keagamaan yang secara tradisional<br />hidup dan berlaku dalam sistem<br />budaya masyarakat Sekarbela. Upacara<br />tradisional tersebut dilaksanakan setiap tahun<br />dan dianggap sebagai upacara suci dengan<br />corak spesifik yang amat mencerminkan<br />nuansa lokal. Dengan demikian penelitian<br />bertujuan untuk memperoleh pengetahuan<br />mengenai corak kehidupan keagamaan dalam<br />konteks lokal, yang memperlihatkan ekspresi<br />keagamaan yang khas.<br />Yang dimaksud dengan upacara keagamaan<br />dalam penelitian ini adalah upacara<br />yang bersifat keramat/suci yang berhubungan<br />dengan peristiwa dalam rangka suatu sistem<br />keyakinan yang bersumber pada ajaran-ajaran<br />dalam sistem itu telah terwujud sebagai tradisi<br />dalam masyarakat. Dalam pengertian<br />tradisi tersebut, tercakup pengertian kuat<br />dalam sistem budaya dari suatu kebudayaan<br />yang menata tindakan manusia dalam kehidupan<br />sosial kebudayaan itu (Koentjaraningrat<br />dkk. 1984 : 2).<br />Sehubungan dengan pengertian tersebut,<br />konsep-konsep dasar yang perlu dijelaskan<br />dalam penelitian ini adalah berkaitan<br />dengan agama dan upacara atau upacara dan<br />agama serta kaitan hubungan antara keduanya.<br />Ajaran dalam pengertian ini dipahami<br />sebagai suatu sistem keyakinan yang dianut<br />dan tindakan-tindakan yang diwujudkan oleh<br />No. 14 Th. IX Juli/Desember 1997 1<br />DMENSIBUDAYA LOKAL DALAM TRADISI HAUL<br />DAN MAULIDAN BAGIKOMUNITAS SEKARBELA MATARAM<br />suatu kelompok atau masyarakat dalam<br />menginterpretasikan dan memberi respons<br />terhadap apa yang dirasakan dan diyakini<br />sebagai suci (Suparlan, 1988 : v-vi). Sedangkan<br />upacara dapat dilihat sebagai sistem<br />aktivitas atau rangkaian tindakan yang ditata<br />oleh adat atau hukum yang berlaku yang<br />berhubungan dengan berbagai macam peristiwa<br />tetap yang biasanya terjadi dalam<br />masyarakat yang bersangkutan (Koenjtaraningratdkk.,<br />1984 : 1989).<br />Dengan pengertian seperti itu, pertalian<br />agama dan upacara secara jelas dapat diidentifikasi.<br />Upacara dapat dilihat sebagai salah<br />satu corak perwujudan agama dalam kehidupan<br />sehari-hari bagi penganut agama yang<br />bersangkutan. Tindakan yang bertujuan<br />mencari hubungan dengan dunia gaib yang<br />dilaksanakan menurut tata kelakuan yang<br />baku pada dasarnya merupakan upacara<br />keagamaan yang menurut Koentjaraningrat<br />(1985 : 243), terdiri dari empat komponen<br />yaitu : (1) tempat upacara, (2) saat upacara,<br />(3) benda-benda dan alat-alat upacara, dan<br />(4) orang yang melakukan dan memimpin.<br />Semua komponen upacara tersebut bersifat<br />sakral. Dalam kenyataannya, upacara<br />keagamaan itu dapat terwujud dalam bentuk<br />(1) bersanji, (2) berkurban, (3) berdoa, (4)<br />makan bersama, (5) menari dan menyanyi,<br />(6) berprosesi, (7) memainkan seni drama,<br />(8) berpuasa, (9) intoksikasi, (10) bertapa,<br />dan (11) bersamadi (Koentjaraningrat, 1985 :<br />235).<br />Pendekatan yang digunakan dalam penelitian<br />ini adalah holistik atau sistematik,<br />yaitu memperlakukan sebuah masyarakat<br />sebagai bagian unsur-unsur sosial budaya<br />dalam hubungan struktural fungsional yang<br />saling berkaitan antara satu dengan lainnya<br />dan secara keseluruhan merupakan sebuah<br />satuan utuh dan menyeluruh. Dalam pendekatan<br />seperti ini, haul dan maulid sebagai<br />sasaran kajian diperlakukan sebagai sebuah<br />kasus.<br />Sesuai dengan pendekatan yang digunakan<br />dalam penelitian ini, maka pengumpulan<br />data dilakukan melalui metode-metode<br />(1) Studi kepustakaan, yaitu mempelajari<br />dokumen-dokumen atau tulisan-tulisan yang<br />berkaitan dengan masyarakat atau kebudayaan<br />setempat, (2) wawancara mendalam<br />dengan informan kunci yang terdiri atas Tuan<br />Guru, penghulu, dan pemuka agama lainya;<br />pemuka adat/masyarakat, pejabat pemerintah<br />dan pendukung upacara tersebut serta warga<br />masyarakat lainnya; (3) Pengamatan terlibat<br />struktur kegiatan masyarakat sehari-hari, dan<br />ketika upacara maulid berlangsung. Sayang<br />sekali metode ini tidak dapat dilakukan untuk<br />upacara haul karena kebetulan waktu penelitian<br />sulit dikompromikan dengan waktu<br />pelaksanaan haul.<br />Dari penelitian ini ditemukan bahwa<br />ternyata kedua upacara tersebut (haul dan<br />maulid) tetap mampu mempertahankan eksistensinya<br />dan kelestariannya; dan dalam kelestarian<br />itu nuansa lokal mewujudkan diri<br />dalam bentuk mengkota dan modern. Dalam<br />penampilan upacara yang dipentingkan bukan<br />makna material dari upacara haul dan maulid<br />akan tetapi lebih pada makna simbolis,<br />berupa kecintaan kepada tokoh yang diperingati<br />dalam hal ini Tuan Guru Muhammad<br />Rais untuk upacara haul, dan Nabi<br />Muhammad untuk upacara maulid. Resistensi<br />haul dan maulid dalam aroma lokal dan<br />tradisional mengalami penguatan dari adanya<br />tantangan dari luar (modernintas di satu sisi<br />dan tarikan sejarah kepahlawanan orangorang<br />Sekarbela dalam mempertahankan<br />bendera Islam di tengah pergulatan Islam-<br />Hindu di zaman Penjajahan Anak Agung dari<br />Bali</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Farnell, Gary, David Watson, Christopher Parker, Robert Shaughnessy, Daniel Woolf, Michael Hicks, Ivan Roots, et al. "Reviews: The Future of Environmental Criticism: Environmental Crisis and Literary Imagination, History, Historians and Autobiography, Making History: An Introduction to the History and Practices of a Discipline, Practicing History: New Directions in Historical Writing after the Linguistic Turn, Early Modern Tragedy and the Cinema of Violence., Renaissance England's Chief Rabbi: John Selden, Marriage Relationships in Tudor Political Drama, Print Culture and the Early Quakers, Wordsworth in American Literary Culture, British Women Writers and the French Revolution: Citizens of the World, the Afterlife of Character, 1726–1826, We Met Morris: Interviews with William Morris, 1885–96, George Gissing: Voices of the Unclassed, Grant Allen: Literature and Cultural Politics at the Fin de Siecle, British Aestheticism and the Urban Working Classes, 1870–1900: Beauty for the People, Boys in Khaki, Girls in Print: Women's Literary Responses to the Great War, 1914–1918, Suffrage Discourse in Britain during the First World War, Clifford Geertz by His ColleaguesBuellLawrence, The Future of Environmental Criticism: Environmental Crisis and Literary Imagination , Blackwell Publishing, 2005, pp. x + 195, £45, £14.99 pb.PopkinJeremy D., History, Historians and Autobiography , University of Chicago Press, 2005, pp. x + 339, £22.50.LambertPeter and SchofieldPhillipp (eds), Making History: An Introduction to the history and practices of a discipline , Routledge, 2004, pp. x310, £16.99 pbSpiegelGabrielle M., Practicing History: New Directions in Historical Writing after the Linguistic Turn , Routledge, 2005, pp. xiv + 274, £18.99 pb.SimkinStevie, Early Modern Tragedy and the Cinema of Violence .Palgrave, 2006, pp. viii +264, £45.RosenblattJason P., Renaissance England's Chief Rabbi: John Selden , Oxford University Press, 2006, pp. ix + 314, £60.WinkelmanMichael A., Marriage Relationships in Tudor Political Drama , Studies in Performance and Early Modern Drama, Ashgate, 2005. pp. xxix + 234, £45.PetersKate, Print Culture and the Early Quakers , Cambridge University Press, 2005, pp. xiii + 273, £45.PaceJoel and ScottMatthew (eds), Wordsworth in American Literary Culture , Palgrave Macmillan, 2005, pp. xx + 248, £45.CraciunAdriana, British Women Writers and the French Revolution: Citizens of the World , Palgrave Macmillan, 2005, pp. xii + 225, £45.BrewerDavid A., The Afterlife of Character, 1726–1826 , University of Pennsylvania Press, 2005, pp. x + 262, £39.PinkneyTony (ed.), We Met Morris: Interviews with William Morris, 1885–96 , Spire Books in association with the William Morris Society, 2005. pp. 144, $40.RyleMartin and BourneJenny (eds), George Gissing: Voices of the Unclassed , Ashgate, 2005, pp x + 164, £40.GreensladeWilliam and RodgersTerence (eds), Grant Allen: Literature and Cultural Politics at the Fin de Siecle , Ashgate, 2005 pp. 262, £47.50MaltzDiana, British Aestheticism and the Urban Working Classes, 1870–1900: Beauty for the People , Palgrave, 2006, pp. 290, £52.PotterJane, Boys in Khaki, Girls in Print: Women's Literary Responses to the Great War, 1914–1918 , Clarendon Press, 2005, pp. ix + 257, £50SmithAngela, Suffrage Discourse in Britain during the First World War , Ashgate, 2005, pp. 153, £40.SchwederRichard A. and GoodByron (eds), Clifford Geertz by his Colleagues , University of Chicago Press, 2005, pp. 160, PB, $15.00." Literature & History 16, no. 1 (May 2007): 103–21. http://dx.doi.org/10.7227/lh.16.1.7.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Fadilla, Ditania Nur, and M. E. Fuady. "Representasi Bullying pada Drama Korea True Beauty." Bandung Conference Series: Public Relations 2, no. 1 (January 16, 2022). http://dx.doi.org/10.29313/bcspr.v2i1.347.

Full text
Abstract:
Abstract. The Korean entertainment industry is growing rapidly to enter various countries, especially Asia, starting from the entry of films, dramas, music and even culinary. Korean drama is one that people are interested in because the storyline is always interesting and the characters are never playful, including the Indonesian people. Korean dramas often raise social issues as themes and insert messages about the reality of people's lives. True Beauty is one of the dramas that presents the issue of bullying in the school environment, this drama managed to become one of the five highest-rated dramas in 2021. Bullying, which is a form of deviant communication itself, has been an issue that has been troubling for a long time. In the surrounding environment, there are still many cases of bullying that afflict especially students. The drama True Beauty raises some of the reality about a girl with an ugly face who is always the victim of bullying at her school, packaged into a visual show with a love story flavored with a typical Korean drama. The purpose of this study is to find out the signs and meanings of connotations and denotations as well as the myths of bullying contained in the Korean Drama True Beauty. This research method uses a qualitative approach using the semiotic method of Roland Barthes' model which is seen from denotation, connotation and myth. The results of the study revealed that in the Korean Drama True Beauty there were verbal and non-verbal bullying scenes. Verbal bullying is a form of humiliation that can be seen or heard by the senses, marked by words and actions which in this drama are represented by cursing, laughing, cheering (Calling Ugly, Mandu, Red Face, Slapping, Sprinkling with dirty water, Throwing things), while Non-verbal bullying is a form of humiliation that can not be directly felt by the senses in this drama represented by the form of action (Gazes, Spreading embarrassing videos, crossing out face posters). Abstrak. Industri hiburan Korea berkembang pesat hingga masuk ke berbagai negara khususnya Asia, dimulai dari masuknya film, drama, musik bahkan kuliner. Drama Korea merupakan salah satu yang diminati masyarakat karena jalan cerita yang selalu menarik dan pemeranan yang tidak pernah main-main, tak terkecuali masyarakat Indonesia. Drama Korea sering kali mengangkat isu sosial sebagai tema dan menyelipkan pesan mengenai realita kehidupan masyarakat. True Beauty merupakan salah satu drama yang menyuguhkan isu bullying di lingkungan sekolah, drama ini berhasil menjadi salah satu dari lima drama dengan rating tertinggi tahun 2021. Bullying yang merupakan suatu bentuk komunikasi yang menyimpang sendiri sudah menjadi isu yang meresahan sejak lama, tidak menutup mata di lingkungan sekitar pun masih banyak terjadi kasus bullying yang menimpa khususnya pelajar. Drama True Beauty mengangkat sebagian dari realita mengenai seorang gadis dengan wajah jelek yang selalu menjadi korban bully di sekolahnya, dikemas kedalam sebuah tayangan visual dengan dibumbui kisah cinta khas Drama Korea. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui tanda dan makna konotasi dan denotasi serta mitos dari bullying yang terdapat dalam Drama Korea True Beauty. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode semiotika model Roland Barthes yang dilihat dari denotasi, konotasi dan mitos. Hasil penelitian mengungkapkan dalam Drama Korea True Beauty terdapat adegan bullying verbal dan non verbal. Bullying verbal merupakan bentuk penghinaan yang bisa dilihat atau didengar oleh indra ditandai dengan ucapan dan perbuatan yang dalam drama ini direpresentasikan dengan memaki, mentertawakan, menyoraki (Memanggil Jelek, Mandu, Wajah merah, Menampar, Menyiram dengan air kotor, Melempar dengan barang), Sedangkan bullying non verbal merupakan bentuk penghinaan yang tidak langsung dapat terasa oleh indra dalam drama ini direpresentasikan dengan bentuk tindakan (Tatapan, Menyebar luaskan video memalukan, mencoret poster wajah).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Safutra, Ahmad Fahmi, and Rifqi Royhani. "ANALISIS PENOKOHAN DAN LATAR PADA NASKAH DRAMA DI DALAM ATAP SEBUAH CINTA KARYA ASLAM DHENA MAYSAR." Prosiding Seminar Nasional Sasindo 4, no. 1 (December 14, 2023). http://dx.doi.org/10.32493/sns.v4i1.36679.

Full text
Abstract:
Drama adalah suatu genre sastra yang menunjukkan penampilan secara lisan dalam setiap percakapan atau dialog antara pemimpin. Drama memiliki ciri khas dari sudut penggunaan bahasa dan dalam penyampaian amanatnya. latar belakang permasalahan yang muncul adalah bagaimana aspek penokohan dan latar dalam naskah drama "Di Dalam Atap Sebuah Cinta" karya Aslam Dhena Maysar. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan (1) Penokohan dalam naskah Drama "Di dalam Atap Sebuah Cinta", dan (2) latar dalam naskah Drama “Di dalam Atap Sebuah Cinta” karya Aslam Dhena Maysar. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data yang digunakan ialah sebuah teks naskah drama yang berjudul "Di Dalam Atap Sebuah Cinta" karya Aslam Dhena Maysar. Teknik analisis data yang digunakan yaitu analisis data kualitatif. Hasil dari penelitian ini yaitu (1) penokohan meliputi (a) protagonis : sikap ramah, pandai mengendalikan emosi, dan mudah memaafkan. (b) antagonis : membuat orang lain sakit hati atau menderita, membuat orang lain terluka (kehilangan masa depan), dan berselingkuh. dan (c) Tirtagonis : memecahkan masalah. (2) Latar. Latar tempat yang menunjukkan peristiwa: rumah bima. latar waktu yang digunakan dalam naskah drama ini adalah : malam hari, dan pagi hari Latar suasana yang digunakan dalam naskah drama ini adalah : Cemas dan gelisah, terkejut, romantis, menangis, Memanas dan penuh dengan kemarahan, dan tragis.Kata Kunci: Latar, Naskah Drama, Penokohan
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Erlande, Rike, and Novita Sari. "Perspektif Mahasiswa UNISKI Terhadap Fenomena Budaya Korea (Korean Wafe) dan Budaya Lokal (Local Wisdom)." ASANKA : Journal of Social Science and Education 4, no. 2 (September 20, 2023). http://dx.doi.org/10.21154/asanka.v4i2.6359.

Full text
Abstract:
ABSTRACTThe current rapid flow of globalization makes foreign culture enter through several media platforms without any filtering. Including Korean culture that enters and spreads among teenagers. Popular culture of the Korean wave or better known as the "Korean Wave/Hallyu" has its own characteristics in attracting devotees. Hallyu presents music, films, dance, television dramas, and culinary delights that suit the interests of the younger generation. In the past few years, Korean music or Korean pop and Korean dramas have been increasingly discussed. In addition, K-Pop has also become a trending topic on several social media such as Instagram and Twitter. Therefore, the entry of the Korean wave really needs to be discussed and reviewed for its development and its impact on Indonesian culture. The purpose of this research is to find out how the impact of the Korean Wave has on Indonesian culture. The method in this research is a qualitative method, with data collection techniques using questionnaires. The subjects in this study were students of Sriwijaya University. The results of the study stated that the Korean wave had a significant influence on students, not a few of these students were interested in finding out more about the culture in South Korea. ABSTRAK Pesatnya arus globalisasi saat ini membuat budaya asing masuk melalui beberapa platform media tanpa adanya penyaringan. Termasuk budaya Korea yang masuk dan menyebar di kalangan remaja. Budaya populer gelombang Korea atau yang lebih dikenal dengan “Korean Wave/Hallyu” memiliki ciri khas tersendiri dalam menarik peminatnya. Hallyu menyajikan musik, film, Dance, drama televisi, hingga kuliner yang sesuai dengan minat generasi muda. Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir, musik Korea atau Korean pop dan drama Korea semakin marak diperbincangkan. Selain itu, K-Pop juga menjadi trending topic di beberapa media sosial seperti instagram dan twitter. Oleh karena itu masuknya Korean wave sangat perlu untuk dibahas dan ditinjau karena berdampak terhadap kebudayaan Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana dampak dari Korean Wave terhadap kebudayaan Indonesia. Metode dalam penilitian ini adalah metode kuantitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan angket kuesioner. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa Universitas Sriwijaya. Hasil penelitian menyatakan bahwa Korean wave memiliki pengaruh yang signifikan pada mahasiswa, tidak sedikit dari mahasiswa tertarik untuk mencari tahu lebih dalam bagaimana kebudayaan di Korea Selatan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Lestari, Sri. "UPAYA MENINGKATKAN KETERAMPILAN BERBAHASA LISAN (BERBICARA)." Jurnal Pendidikan Guru 3, no. 3 (August 25, 2022). http://dx.doi.org/10.47783/jurpendigu.v3i3.386.

Full text
Abstract:
Kesempatan yang baik untuk mengembangkan keterampilan berbicara ialah pada tahap publikasi dalam proses menulis. Banyak anak yang senang mengubah karangannya dalam bentuk drama pendek yang diperankan dikelas. Sedangkan untuk meningkatkan keterampilan bepikir anak-anak ialah dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka kepada mereka. Segera setelah anak-anak mulai dapat berpikir tentang proses mereka sendiri dalam berpikir, mereka siap untuk menggunakan strategi berpikir yang khas, misalnya membedakan fakta dan pendapat, mengenal hubungan sebab akibat, dan melakukan kegiatan berpikir yang lebih sulit yaitu menilai hasil, mengevaluasi argument, dan menyelidiki hal-hal yang melandasi tanggapan emosional Keterampilan berbicara lebih mudah dikembangkan apabila murid-murid memperoleh kesempatan untuk mengkomunikasikan sesuatu secara alami kepada orang lain dalam kesempatan-kesempatan yang bersifat informal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Nurhalimah, Lilim. "NILAI SOSIAL YANG TERKANDUNG DALAM NOVEL MY STUPID BOSS KARYA CHAOS@WORK." Diksatrasia : Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 5, no. 2 (July 21, 2021). http://dx.doi.org/10.25157/diksatrasia.v5i2.6466.

Full text
Abstract:
Lilim Nurhalimah, NIM: 2108170015. Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Galuh Ciamis. Judul skripsi, “Nilai Sosial yang Terkandung dalam Novel My Stupid Boss Karya Chaos@Work”. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra yaitu mengkaji hubungan antara karya sastra dengan masyarakat, bagaimana hubungan itu terjadi, dan apa akibat yang ditimbulkan atas hubungan tersebut. Penelitian ini mendeskripsikan unsur intrinsik yang terdapat dalam novel My Stupid Boss Karya Chaos@Work diantaranya: tema, tokoh dan penokohan, alur, latar (tempat, waktu, suasana, dan sosial), sudut pandang, dan gaya bahasa. Selain itu, hasil penelitian ini dapat menemukan nilai sosial yang terkandung dalam novel My Stupid Boss Karya Chaos@Work. Nilai sosial yang dimaksud yaitu rasa kasih sayang , Tanggung jawab, serta keserasian hidup. Nilai sosial ini merupakan ciri khas sifat Bossman yang mempunyai sifat yang aneh dan dengan kesabaran orang-orang sekitarnya yaitu Diana, Dika dan karyawan yang lainnya Bossman mempunyai sisi baiknya. Banyak hikmah yang dapat diambil dari kehidupan Bossman dan karyawannya setelah menganalisis nilai sosial yang terkandung di dalamnya sehingga dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesiadi sekolah, dalam aspek membaca. Pada pembelajaran ini, kompetensi pembelajaran bahasa Indonesia kelas XII pada Kompotensi Dasar (KD) 3.14 Mengidentifikasi nilai-nilai yang terdapat dalam sebuah buku pengayaan (nonfiksi) dan satu buku drama (fiksi) serta mengembangkan sikap apresiatif dalam menghayati karya sastra.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Sariada, I. Ketut. "Commodification of Tektekan Calonarang At Baturiti Village, Kerambitan, Tabanan." Mudra Jurnal Seni Budaya 32, no. 3 (October 20, 2017). http://dx.doi.org/10.31091/mudra.v32i3.180.

Full text
Abstract:
Tektekan Calonarang is a Calonarang dance drama performed as a new tourism model which in its presentation is accompanied by Tektekan gamelan; a small traditional bamboo music from Baturiti village, Kerambitan, Tabanan. Balinese communities usually disagree to showcase a sacred culture for tourism, but in Baturiti village this is different. They actually support the commodification of TektekanCalonarang using sacred barong and rangda for tourism. This raises questions because it is contrast with the attitude of Balinese communities in general. This research is conducted in Baturiti village, Kerambitan, Tabanan using qualitative method. There are three main problems in this study, such as: (1) why do the community of Baturiti village, Kerambitan, Tabanancommodify Tektekan Calonarang which uses sacred barong and rangda for tourism?, (2) what is the form of the commodified Tektekan Calonarang; (3) what are the implications for those conducting it, the community and the performance itself. The purpose of this research is to understand the commodification of Tektekan Calonarang in Baturiti village, Kerambitan, Tabanan which uses sacred barong and rangda for tourism. To explain the problems, Deconstruction theory, Social Practice theory, Aesthetic theory, and Knowledge Relation theory are used. The results of this research are (1) the community of Baturiti village, Kerambitan, Tabanan commodify Tektekan Calonarang using sacred barong and rangda is motivated by market ideology, development ideology, religious ideology, and conservation ideology; (2) the community of Baturiti village, Kerambitan, Tabanan commodify Tektekan Calonarang using sacred barong and rangda in the form of procession and Tektekan Calonarang performance; (3) the commodification of Tektekan Calonarang using sacred barong and rangda has the implications for the increase of income of the conductors, community (multi flyer effect), the continuance of the barong and rangda’s mystical strength, the increase of interest from the market/ tourism, and as a reinforcing social solidarity of the community. The findings of this research are that desecration did not happen even though sacred barong and rangda is commodified for tourism because in every performance the conductor/ community conduct a special purification ceremony for the barong and rangda according to their individual context.Tektekan Calonarang merupakan sebuah drama tari Calonarang untuk pariwisata model baru. Penyajiannya diiringi oleh gamelan tektekan, sebuah musik tradisional bambu berukuran kecil, khas Desa Baturiti, Kerambitan, Tabanan. Pada umumnya masyarakat Bali tidak setuju menampilkan unsur budaya yang bersifat sakral untuk pariwisata. Namun, berbeda halnya dengan masyarakat Desa Baturiti, Kerambitan, Tabanan. Mereka justru mendukung komodifikasi Tektekan Calonarang dengan menggunakan barong dan rangda sakral untuk pariwisata. Hal itu menimbulkan berbagai pertanyaan, karena bertentangan dengan sikap masyarakat Bali pada umumnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami komodifikasi Tektekan Calonarang Desa Baturiti, Kerambitan, Tabanan yang menggunakan barong dan rangda sakral untuk pariwisata. Penelitian yang berlokasi di Desa Baturiti, Kerambitan, Tabanan ini dilakukan dengan metode kualitatif. Permasalahan yang dikaji meliputi (1) mengapakah masyarakat di Desa Baturiti, Kerambitan, Tabanan mengomodifikasikan Tektekan Calonarang dengan menggunakan barong dan rangda sakral untuk pariwisata; (2) bagaimanakah bentuk komodifikasi Tektekan Calonarang tersebut; (3) apakah implikasinya bagi pelaku, masyarakat, dan pertunjukan itu sendiri. Untuk menjelaskan permasalahan tersebut digunakan teori dekonstruksi, teori praktik sosial, teori estetika, dan teori kuasa pengetahuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) masyarakat Desa Baturiti, Kerambitan, Tabanan mengomodifikasikan Tektekan Calonarang dengan barong dan rangda sakral untuk pariwisata dilatari oleh ideologi pasar, ideologi pembangunan, ideologi religi, dan ideologi konservasi; (2) masyarakat Desa Baturiti, Kerambitan, Tabanan mengomodifikasikan Tektekan Calonarang dengan barong dan rangda sakral dalam bentuk prosesi dan pertunjukan Tektekan Calonarang; (3) komodifikasi Tektekan Calonarang dengan barong dan rangda sakral itu berimplikasi pada peningkatan pendapatan pelaku, masyarakat (multiplier effects), kelangsungan kekuatan magis barong dan rangda tersebut, peningkatan animo pasar/pariwisata, serta sebagai penguat solidaritas sosial masyarakat setempat. Temuan baru penelitian ini adalah tidak terjadi desakralisasi walaupun barong dan rangda sakral itu dikomodifikasikan untuk pariwisata. Hal itu disebabkan oleh pelaku/masyarakat setempat melakukan upacara penyucian khusus terhadap barong dan rangda tersebut sesuai dengan konteksnya masing-masing pada setiap penyajiannya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography