To see the other types of publications on this topic, follow the link: Kapa haka.

Journal articles on the topic 'Kapa haka'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Kapa haka.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Kuroda, Y., G. Geisler, P. C. H. Morel, and J. Hapeta. "Stress, Emotions, and Motivational States Among Traditional Dancers in New Zealand and Japan." Psychological Reports 120, no. 5 (June 1, 2017): 895–913. http://dx.doi.org/10.1177/0033294117711130.

Full text
Abstract:
This study used a reversal theory framework to examine motivational dominance and changes in motivational state, arousal, stress, and emotions among members of traditional Japanese (Nihon Odori Sports Science (NOSS)) and New Zealand (Kapa Haka) dance groups. Eighty-four participants (50 in Japan and 34 in New Zealand) completed questionnaires on each variable before and after a dance class. The findings indicated that the Kapa Haka dancers were significantly more playful and arousal-seeking than the NOSS dancers. They also reported higher overall arousal, preferred arousal, and effort during performance while the NOSS dancers became more serious afterward. Data on emotions matched those of arousal in that the Kapa Haka dancers felt significantly more excited and provocative after the session. The NOSS dancers were more relaxed and placid, both overall and after dancing. These patterns were consistent with the dancers’ respective motivational states and motivational dominance, and suggest that both dances can be effective in reducing negative affect. They also suggest that psychological effects are dependent upon performers' personal and cultural affiliation with the two dance forms.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Sakamoto, Hiromi. "Researching Kapa Haka and its Educational Meanings in Today’s Aotearoa/New Zealand." International Journal of the Arts in Society: Annual Review 6, no. 3 (2011): 57–66. http://dx.doi.org/10.18848/1833-1866/cgp/v06i03/36024.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Whitinui, Paul. "Indigenous-based inclusive pedagogy: The art of Kapa Haka to improve educational outcomes for Māori students in mainstream secondary schools in Aotearoa, New Zealand." International Journal of Pedagogies and Learning 6, no. 1 (January 2010): 3–22. http://dx.doi.org/10.5172/ijpl.6.1.3.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Mazer, Sharon. "Girl on a Corner by Victor Rodger, and: Marama dir. by Nina Nawalowalo, and: Room 1334 by Mika, and: Te Matatini—National Kapa Haka Festival." Theatre Journal 67, no. 3 (2015): 530–32. http://dx.doi.org/10.1353/tj.2015.0072.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Zahar, Erlina, and Devi Syahfitri. "MAKNA GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK KARYA HAMKA." Aksara: Jurnal Ilmiah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 3, no. 2 (January 14, 2020): 150. http://dx.doi.org/10.33087/aksara.v3i2.129.

Full text
Abstract:
The purpose of this research to describe the personification figurative language in the novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck by Hamka”. There are many kinds of personification in the novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck by Hamka. The data of this research is primary data in a form of utterances which have personification figurative language in the novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck by Hamka. The source of the data is the novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck by Hamka. This research is qualitative by using content analysis. By collecting whola data, choosing, then analyzing the data, the personification figurative language in the novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck by Hamka can be understood. The researcher then interprets the data in the forms of utterances in the novel. From the analysis, it can be concluded that the personification in the novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck by Hamka consists of personification which can be seen from the words ombak, tenang, hidup, senja, makan, angin, jembatan
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Sunarto, Dwi Adi, Anastasia Siti Murdiyati, and Nurindah. "Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Kapas Ramah Lingkungan." Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 3, no. 1 (October 10, 2016): 38. http://dx.doi.org/10.21082/bultas.v3n1.2011.38-47.

Full text
Abstract:
<p>Penerapan komponen teknologi pengendalian hama ramah lingkungan dilaksanakan di daerah pengembang-an kapas di Kecamatan Jati, Kabupaten Blora, Jawa Tengah di lahan petani seluas ± 5 hektar yang dimiliki oleh 20 petani pada bulan Maret sampai dengan Oktober 2009. Komponen teknologi pengendalian hama ra-mah lingkungan diharapkan menjadi solusi yang tepat untuk mengatasi masalah serangga hama pada tanam-an kapas dan dapat diterima oleh petani. Pengendalian serangga hama kapas yang diterapkan adalah pengen-dalian serangga hama ramah lingkungan dengan komponen pengendalian yang terdiri atas seed treatment dengan insektisida imidakloprit dan penyemprotan insektisida botani ekstrak biji mimba berdasarkan ambang kendali yang mempertimbangkan keberadaan musuh alami dibandingkan dengan pengendalian serangga ha-ma konvensional (pengendalian hama menggunakan insektisida kimiawi sintetis seperti yang biasa diterap-kan oleh petani). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan komponen teknologi pengendalian hama ra-mah lingkungan yang terdiri atas seed treatment, insektisida botani ekstrak biji mimba, dan ambang kendali dengan mempertimbangkan keberadaan musuh alami, terbukti dapat menekan populasi serangga hama ka-pas selalu di bawah batas ambang kendali dan tidak berbeda dengan pengendalian hama secara konvensio-nal. Pengendalian hama ramah lingkungan lebih aman terhadap musuh alami dengan pendapatan usaha tani kapas Rp621.250,00 lebih tinggi dibanding pengendalian hama secara konvensional. Teknologi pengendalian hama ramah lingkungan dapat diterima oleh petani, kecuali teknologi ambang kendali yang secara konsep da-pat diterima, tetapi petani masih enggan untuk melaksanakannya.</p><p> </p><p>Application of environmentally friendly pest control technology is expected to be the best solution to over-come insect pest problem on cotton crops and can be accepted by farmers. The research was conducted in the area of cotton development in Jati District, Blora Regency, Central Java on farmers' land area of 5 hectares owned by 20 farmers from March to October 2009. The applied treatments were: application of environmen-tally friendly pest insect control components, ie: seed treatment and botanical neem seed extracts insecticide sprayed based on an action threshold that considers the presence of natural enemies took in to account, compared with conventional pest control (pest control using synthetic chemical insecticides commonly used by the cotton farmers). The results showed that the application of environmentally friendly pest control tech-nology suppressed cotton insect pest population with no negative effect on natural enemies, and retained seed cotton production, increased the income of cotton farming as much as Rp621.250,00. Components of en-vironmentally friendly pest control technology can be accepted by cotton farmers, including the action thres-hold concept. However, the farmers were mind to implement the action threshold as it is too complicated for them.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Rudianto, Riki, Dedi Supriyatdi, Mirodi Syofian, and Jakty Kesuma. "Uji Resistensi 22 Plama Nutfah Kapas (Gossypium sp.) terhadap Hama Utama pada Fase Generatif." Agrosains : Jurnal Penelitian Agronomi 22, no. 1 (April 1, 2020): 21. http://dx.doi.org/10.20961/agsjpa.v22i1.35535.

Full text
Abstract:
Kapas (<em>Gossypium </em>sp<em>.</em>) merupakan salah satu andalan sub sektor perkebunan. Serat yang dihasilkan banyak dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam industri tekstil di Indonesia. Namun, tanaman kapas banyak yang terserang hama seperti hama <em>Dysdercus cingulatus</em>, <em>Bemissia tabaci</em>, <em>Spodoptera litura</em> dan <em>Antractomorpa crenulata</em> sehingga produksi kapas rendah. Mekanisme resistensi tanaman terhadap serangan hama ada 3 kategori yaitu antixenosis, toleransi, dan antibiosis. Penelitian ini bertujuan untuk menguji resistensi tanaman kapas terhadap serangan hama. Penelitian dilaksanakan di lahan percobaan Politeknik Negeri Lampung dimulai pada bulan Mei sampai November 2018. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok non faktorial terdiri dari 22 perlakuan dan 2 kali ulangan dengan masing-masing perlakuan terdiri dari 5 tanaman, sehingga diperoleh 220 tanaman. Data hasil pengamatan diolah melalui analisis varian (Anova) jika nilai rata-rata berbeda maka dilanjutkan dengan uji BNT 5%. Hasil penelitian menunjukan bahwa Plasma nutfah kapas FDH 834 resisten terhadap kerusakan daun tetapi rentan terhadap kerusakan kerusakan batang pada fase generatif dan plasma nutfah kapas SA 2465 resisten terhadap hama penggerek buah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Pakpahan, Agus. "Kendala kelembagaan dalam sistem produksi kapas di Sulawesi Selatan." Forum penelitian Agro Ekonomi 7, no. 1 (September 13, 2016): 44. http://dx.doi.org/10.21082/fae.v7n1.1989.44-51.

Full text
Abstract:
<strong>Indonesian</strong><br />Tulisan ini ditujukan untuk memperoleh pengetahuan tentang permasalahan dalam usahatani kapas terutama dalam kaitannya dengan unsur kelembagaan. Data atau informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan petani dan pihak lain yang terkait menunjukkan bahwa fluktuasi hasil kapas per hektar di Sulawesi Selatan disebabkan (terutama) oleh serangan hama Heliothis sp. Untuk meningkatkan produksi dan produktivitas kapas bukan hanya diperlukan perbaikan teknologi produksi termasuk teknik pengendalian hama, melainkan juga diperlukan pengetahuan mengenai organisasi usaha kapas yang efektif. Penelitian lanjutan untuk perbaikan organisasi usaha kapas (koordinasi mikro-makro dan makro-makro) perlu dilakukan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Nurindah. "Konservasi Musuh Alami Mendukung Budi Daya Tanaman Kapas Tanpa Penyemprotan Insektisida." Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 6, no. 2 (October 10, 2016): 99. http://dx.doi.org/10.21082/bultas.v6n2.2014.99-107.

Full text
Abstract:
<p>Pengendalian serangga hama pada pertanaman kapas pada umumnya masih menggunakan insektisida kimia sintesis, walaupun sistem PHT telah dikenal dan diterapkan. Pengelolaan hama yang berdasarkan pemaham-an agroekologi dengan memperhatikan musuh alami sebagai faktor mortalitas biotik serangga hama yang efektif menghasilkan pengendalian hama tanpa penyemprotan insektisida. Pengelolaan hama dalam sistem budi daya kapas tanpa penyemprotan insektisida tersebut meliputi penggunaan varietas kapas yang mempu-nyai ketahanan penuh atau moderat terhadap wereng kapas, konservasi musuh alami melalui perlakuan benih dengan imidakloprit sebelum tanam atau penyediaan pakan musuh alami dengan penyemprotan molases (te-tes) tebu, dan penerapan ambang kendali dengan mempertimbangkan keberadaan predator. Penerapan sis-tem budi daya kapas tanpa penyemprotan insektisida menyebabkan budi daya kapas lebih efisien dan ramah lingkungan, sehingga dapat berdampak pada minat petani untuk berusaha tani kapas.</p><p> </p><p>Although IPM concept has been recognized and applied in cotton fields, the use of synthetic chemical insec-ticides are still widespread in many places across the country. One of the reasons is because the role of na-tural enemies to control the pests is not yet well understood. Pest management based on understanding of natural enemies of pests as an effective biotic mortality factor is important and will result in cotton pest con-trol without insecticide sprays. The strategy for pest management without insecticide sprays consists of the use of resistant or moderately resistant cotton varieties, conservation of natural enemies through seed treat-ment or artificial food spray with molasses, and the application of action threshold that consider the preda-tor’s presence. Cotton cultivation system without insecticide spray will cause more efficient and environ-mentally friendly cultivation that provides a positive impact on the farmers eager to grow cotton.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Idris, Herwita. "FORMULA INSEKTISIDA NABATI UNTUK MENGENDALIKAN HAMA PENGGULUNG DAUN (Pachyzancla stultalis) PADA TANAMAN NILAM." Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 25, no. 1 (May 9, 2016): 69. http://dx.doi.org/10.21082/bullittro.v25n1.2014.69-76.

Full text
Abstract:
<p class="IsiabstrakIndonesia">Hama penggulung daun (<em>Pachyzancla stultalis</em>) merupakan salah satu hama penting pada tanaman nilam, dapat merusak dan menurunkan mutu minyak, sehingga perlu dicari solusi yang lebih aman untuk mengendalikan hama tersebut. Penggunaan insektisida botani adalah salah satu cara untuk mengendalikan hama pada tanaman. Sehubungan dengan itu telah dilakukan penelitian insektisida nabati yang mengandung bahan aktif cynamaldehid, citronellal, oleandrin, thevetin dan alamandin terhadap hama penggulung daun nilam <em>P. stultalis</em>. Penelitian dilaksanakan dirumah kaca dan di lapang. Penelitian rumah kaca menggunakan rancangan acak lengkap (tujuh perlakuan dan empat ulangan), sedangkan pengujian skala lapang dilakukan dalam rancangan acak kelompok (10 perlakuan dan tiga ulangan). Parameter pengamatan meliputi mortalitas dan intensitas serangan larva penggulung daun nilam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula insektisida nabati yang diuji dalam skala rumah kaca, dapat mengendalikan penggulung daun <em>P. stultalis </em>antara 19,81-52,09% pada konsentrasi 5-10%. Pemakaian formulasi 20%, menunjukkan efektifitas lebih baik dengan persentase kematian antara 23,96-56,24%. Pada uji skala lapang, efektivitas formula insektisida lebih rendah dibandingkan rumah kaca, dengan tingkat kematian larva antara 46,80-49,50% dan intensitas serangan antara 41,30-46,40%. Peningkatan konsentrasi formulasi menjadi 22%, menunjukkan hasil yang lebih baik pada semua parameter.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

AH, Bahagiawati, and Nurliani Bermawie. "Potensi Sumbangan Kapas Bt untuk Peningkatan Produksi Kapas di Indonesia." Jurnal AgroBiogen 13, no. 2 (March 7, 2018): 137. http://dx.doi.org/10.21082/jbio.v13n2.2017.p137-146.

Full text
Abstract:
<p>Indonesia termasuk lima belas besar negara penghasil tekstil di dunia. Namun, bahan dasar industri tekstil ini, yaitu kapas, 99,5% masih diimpor, padahal lahan potensial untuk penanaman kapas terbilang cukup besar. Ada beberapa hal yang memengaruhi produksi kapas, antara lain belum tersedianya benih kapas bermutu tinggi yang tahan serangan hama dan penyakit. Teknologi rekayasa genetika telah terbukti menghasilkan benih kapas transgenik berpotensi hasil tinggi yang tahan hama utama. Pada tahun 2001&amp;ndash;2002, Indonesia pernah menanam kapas transgenik (kapas Bt) terbatas di tujuh kabupaten di Provinsi Sulawesi Selatan. Pada waktu itu, produksi rerata kapas Bt mencapai 220% lebih tinggi daripada kapas lokal Kanesia. Namun karena beberapa hal penanaman kapas Bt dihentikan. Setelah penanaman kapas Bt terhenti selama lebih kurang 12 tahun, produksi kapas nasional tetap rendah dan cenderung menurun sehingga impor kapas terus meningkat. Kondisi yang berbeda bila dibandingkan dengan negara lain seperti India yang mengalami perkembangan pesat penanaman kapas Bt. Pada tahun 2014, India telah menjadi negara pengekspor kapas utama di dunia mengalahkan Cina dan Amerika Serikat. Berdasarkan pengalaman Indonesia menanam kapas Bt dan keberhasilan yang telah dibuktikan oleh negara lain terutama India dalam meningkatkan produksi kapas, untuk meningkatkan produksi kapas nasional, Indonesia perlu mempertimbangkan untuk menanam kembali kapas Bt di sentra produksi kapas di Indonesia. Tujuan tinjauan ini adalah memberikan informasi tentang pengalaman Indonesia menanam kapas Bt, potensi kapas Bt, dan kebijakan yang disarankan untuk meningkatkan produksi kapas nasional.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Kholidah, Uci Elly, and Siti Hardiyanti Amri. "ETNOSENTRISME DALAM TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK KARYA HAMKA DALAM PERSPEKTIF STRUKTURASI GIDDENS." Poetika 7, no. 1 (July 30, 2019): 90. http://dx.doi.org/10.22146/poetika.v7i1.45407.

Full text
Abstract:
Sebagai makhluk sosial, manusia saling berinteraksi dengan gugus pengetahuan dan pengalaman berbeda satu sama lain. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis etnosentrisme dalam novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck karya Hamka dengan perspektif Strukturasi Giddens. Strukturasi menolak pandangan dualisme dengan menekankan dualitas agen dan struktur. Setiap agen bertindak berdasarkan skemata atau struktur dalam ruang dan waktu tertentu. Selanjutnya, aktivitas sosial para agen tersebut memengaruhi struktur itu kembali. Dalam konteks sastra, agen merujuk pada penulis dan tokoh-tokoh yang ada di dalam karya sastra. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gejala etnosentrisme melalui tindakan para tokoh dalam novel merupakan manifestasi struktur penulis. Novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck merupakan sarana komunikasi Hamka selaku agen yang dimotivasi oleh keinginan akan perbaikan dan perubahan terhadap struktur budaya Minangkabau. Karya ini juga mampu mengubah sistem sosial yang membentuk struktur etnosentrisme Hamka.Kata Kunci: Strukturasi; Agen; Struktur; Anthony Giddens; Tenggelamnya Kapal Van der Wijck As social beings, humans interact using a distinct set of knowledge and experiences. This research aims to analyze ethnocentrism in the novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck by Hamka through the perspective of Giddens’ structuration. The theory of structuration rejects the notion of dualism by highlighting the duality of agent and structure. Every agent acts on a schemata or structure in a certain space and time. Furthermore, the agents' social activities conversely affect the structure. In literary context, agents refer to both writer and characters in literary work. The result of this study indicates that the phenomenon of ethnocentrism showed through the actions of the characters in the novel isthe manifestation of the author's structure. The novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck is a media of communication for Hamka as an agent motivated by his desire for improvements and changes in the structure of Minangkabau culture. This work is also able to change social system that actually constructs Hamka ethnocentrism structure.Keywords: Structuration; Agent; Structure; Anthony Giddens; Tenggelamnya Kapal Van der Wijck.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

TIRTOSUPROBO, SUPRIADI, and JOKO HARTONO HARTONO. "PENINGKATAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI KAPAS MELALUI PENERAPAN TEKNOLOGI PENGENDALIAN HAMA TERPADU (PHT)." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 12, no. 2 (June 25, 2020): 52. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v12n2.2006.52-57.

Full text
Abstract:
ABSTRAK<br />Penelitian dilakukan di Desa Pongkah, Kecamatan Tellusiatinge,<br />Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, bulan April sampai dengan Nopember<br />2001. Tujuan penelitian adalah untuk (a) mengetahui besarnya biaya<br />produksi dan pendapatan usahatani kapas antara petani kapas binaan dan<br />petani kapas non binaan, (b) mengetahui tingkat adopsi teknologi pada<br />usahatani kapas binaan, dan (c) mengetahui kendala yang dihadapi dalam<br />proses adopsi teknologi PHT yang dianjurkan. Lokasi penelitian dipilih<br />secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Bone<br />merupakan salah satu sentra produksi kapas di Sulawesi Selatan. Dua<br />perlakuan yang dibandingkan terdiri dari petani kapas peserta PHT sebagai<br />petani kapas binaan ditentukan secara sengaja sebanyak 87 petani pada<br />hamparan lahan kering seluas 51 ha. Sebagai pembanding diambil secara<br />acak sederhana (simple random sampling) sebanyak 60 petani kapas non<br />binaan dengan luas lahan 33 ha. Komponen teknologi yang dianjurkan<br />pada petani PHT adalah : (a) benih kapas tanpa kabu-kabu, (b) tanam<br />kapas varietas toleran wereng (Kanesia 7), (c) tanam tepat waktu, (d)<br />penanaman jagung sebagai perangkap hama, (e) penggunaan serasah, (f)<br />konservasi gulma penarik parasitoid, dan (g) penyemprotan berdasar hasil<br />panduan. Data yang dikumpulkan meliputi : (1) populasi arthropoda<br />perusak dan berguna, (2) biaya saprodi dan tenaga kerja, (3) hasil kapas<br />berbiji, (4) tingkat adopsi teknologi, (5) kendala penerapan teknologi PHT.<br />Data di analisis menggunakan model analisis diskriptif dan usahatani<br />enterprise. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi predator pada<br />serasah di areal kapas binaan mencapai 178,57 ekor per 0,35m 3 onggokan<br />serasah, dan populasi pada tanaman kapas 11,62 ekor per 25 tanaman<br />kapas. Produksi kapas berbiji yang diperoleh petani binaan dan petani non<br />binaan masing-masing sebesar 1435 kg/ha dan 588 kg/ha, dengan<br />pendapatan atas biaya tunai masing-masing sebesar Rp. 2.330.648 dan Rp.<br />279.273. Tingkat adopsi petani dalam penerapan teknologi PHT baru<br />mencapai 70%. Secara umum kendala yang dihadapi adalah (1) petani<br />masih belum menguasai teknologi bertanam kapas, termasuk teknologi<br />PHT karena minimnya ketersediaan modal, (2) benih yang ditanam petani<br />daya tumbuhnya hanya 20-40%, dan (3) petani menghendaki harga kapas<br />tinggi.<br />Kata kunci : Kapas, Gossypium hirsutum, adopsi teknologi, pendapatan<br />ABSTRACT<br />Increasing production and farmer’s income through<br />integrated pest management application<br />This research was conducted in Pongkah, Tellusiatinge District,<br />Bone, South Sulawesi from April to November 2001. The aims of this<br />research were to (a) determine the production cost and income from cotton<br />cultivation between the trained cotton farmer and non-trained cotton<br />farmer, and (b) determine the level of technology adoption among the<br />trained cotton farmers and (c) investigate constraints in adopting the<br />technology of integrated pest management (IPM) which had been<br />suggested for the implementation by the farmers. The location was<br />purposively selected based on the consideration that the Bone regency was<br />one of the main area of cotton cultivation in the South Sulawesi. Two<br />groups were compared in this study. These groups were 87 trained farmers<br />who cultivated 51 hectares of dry field and 60 non-trained farmers, who<br />cultivated 33 hectares of dry field. The technology implemented by the<br />trained farmers were (a) the use of delinted seed , (b) the use of resistant<br />cotton variety to Sundapteryx biguttula (Kanesia 7), (c) timely planting,<br />(d) planting corn to trap the pest, (e) using mulch (corn stalk waste), (f)<br />conservation of weeds to attracts parasitoid, and (g) insecticide spraying<br />based on scouting system. The data gathered in this study included: (1)<br />population of arthropods, both pest and non-pest, (2) the cost of production<br />and labor, (3) the yield of cotton, (4) the level of technology adoption, and<br />(5) the constraints in adopting PHT technology. The data were analyzed<br />using descriptive analysis and farming enterprise. The results of the<br />analysis showed that the population of predators on the mulch in the field<br />cultivated by trained farmers was 178.57insects 0.35 m 3 and in non-trained<br />farmer field was 11.62 insects/25 plants. The yields of cotton between<br />trained and non-trained farmers was 1435 kg/ha and 55 kg/ha, resulting in<br />cash income of Rp. 2,330,648.00 and Rp. 279,273.00. The level of<br />technology adoption for trained farmers was 70 percent and the constraints<br />were: (1) lack of knowledge in applying PHT technology due to<br />insufficient capital, (2) germination rate of seeds planted by non-trained<br />farmers was only 20-40 percent, (3) the low price of cotton.<br />Key words: Cotton, Gossypium hirsutum, technology adoption, income
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Young, Kim Choong. "The Key of Enlightenment of 『Hana』 in Zeami`s Noh Theory." Korean Journal of Japanology 104 (August 30, 2015): 215–27. http://dx.doi.org/10.15532/kaja.2015.08.104.215.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Qur'ani, Hidayah Budi. "MARTABAT PEREMPUAN MINANGKABAU DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK KARYA HAMKA." Lingua Rima: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 8, no. 1 (January 30, 2019): 9. http://dx.doi.org/10.31000/lgrm.v8i1.1258.

Full text
Abstract:
ABSTRAKTulisan ini membahas tentang martabat tokoh perempuan dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk karya Hamka yang berlatar budaya Minangkabau. Bentuk-bentuk martabat perempuan digambarkan melalui Hayati sebagai tokoh utama dalam novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk karya Hamka. Tokoh Hayati dibesarkan dalam lingkungan keluarga Minangkabau yang menjunjung tinggi tradisi matrilineal. Tradisi matrilineal perempuan Minangkabau diwajibkan mempunyai sifat-sifat yang sudah ditetapkan dalam adat. Hal itu bertujuan agar perempuan Minangkabau dapat menjadi bundo kanduang atau perempuan yang memiliki sifat-sifat keibuan sekaligus sifat-sifat kepemimpinan, yang cerdas, bijaksana, dan berhati mulia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan data novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijk karya Hamka. Analisis data dilakukan dengan cara penyeleksian data, pemaparan data, dan penarikan kesimpulan dalam novel tersebut. Hasil penelitian martabat tokoh perempuan yang digambarkan melalui tokoh Hayati memperlihatkan adanya sifat-sifat yang sesuai dengan budaya Minangkabau. Sebagai seorang individu, martabat tokoh Hayati digambarkan sebagai seorang perempuan yang dapat menjaga pergaulan, berilmu, dan rendah hati dan menjaga kehormatan. Kata Kunci: Novel, Martabat Perempuan, Budaya Minangkabau
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Thahar, Harris Effendi. "THE VALUE OF ABS-SBK IN TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK BY HAMKA." Komposisi: Jurnal Pendidikan Bahasa, Sastra, dan Seni 17, no. 1 (March 15, 2016): 29. http://dx.doi.org/10.24036/komposisi.v17i1.8414.

Full text
Abstract:
The Tenggelamnya Kapal Van der Wijck is a phenomenal Hamka’s novel. One of the most important values in this novel is the author's criticism of the implementation of Minangkabau adat (custom) claiming to be based on the Islamic religion contained in the adatum Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK) ‘custom is based on syariah, syariah is based on the Kitabullah (Al Quran)’. While in "reality" in this novel adat exactly contrary to the teachings of religion.Keyword: adat, Minangkabau, religionNILAI-NILAI ABS-SBK DALAM TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK KARYA HAMKAAbstrakTenggelamnya Kapal Van der Wijck merupakan novel Hamka yang fenomenal. Salah satu nilai yang terpenting dalam novel ini adalah kritik pengarang terhadap pelaksanaan adat Minangkabau yang mengaku berlandaskan agama Islam yang tertuang dalam adagium Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah (ABS-SBK). Sementara dalam “kenyataan” di dalam novel ini adat justru bertentangan dengan ajaran agama. Kata Kunci: adat, Minangkabau, agama
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Indrayani, I. G. A. A., and Siwi Sumartini. "Ketahanan Aksesi Kapas terhadap Hama Pengisap Daun, Amrasca biguttula (ISHIDA)." Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 1, no. 2 (October 10, 2016): 69. http://dx.doi.org/10.21082/bultas.v1n2.2009.69-81.

Full text
Abstract:
<p>Amrasca biguttula (Ishida) adalah salah satu hama utama kapas di Indonesia. Nimfa dan dewasanya meru-sak dengan cara mengisap cairan daun yang menyebabkan gejala seperti terbakar, kekeringan, dan gugur. Pengendalian hama ini semakin sulit karena terjadinya resistensi dan resurgensi hama akibat penggunaan insektisida kimia sintetis yang kurang bijaksana. Berkaitan dengan ketahanan terhadap A. biguttula, karakter morfologi tanaman kapas, khususnya trikom daun memegang peranan penting dalam mekanisme ketahan-an. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh aksesi-aksesi kapas yang tahan terhadap A. biguttula. Pene-litian evaluasi ketahanan plasma nutfah kapas terhadap A. biguttula (Ishida) dilakukan di KP Asembagus, Si-tubondo, mulai Januari hingga Desember 2008. Sebanyak 50 aksesi kapas digunakan sebagai perlakuan yang disusun dalam rancangan acak kelompok (RAK), dengan tiga kali ulangan. Ukuran plot perlakuan 10 m x 3 m, dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm, satu tanaman per lubang. Parameter yang diamati adalah: po-pulasi nimfa A. biguttula, tingkat kerusakan tanaman, dan karakter trikom daun yang meliputi: kerapatan, panjang, dan posisi trikom. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerapatan trikom daun berhubungan de-ngan ketahanan terhadap A. biguttula. Aksesi dengan kerapatan trikom daun yang tinggi lebih tahan ter-hadap serangan A. biguttula dibanding aksesi dengan sedikit trikom atau tidak bertrikom. SK 32, LAXMI, dan SK 14 adalah aksesi kapas yang tahan terhadap serangan A. biguttula, sedangkan SATU 65, LASANI 1, G-cot-10, SAMARU 70, NH4, L 18, dan NIAB adalah aksesi-aksesi dengan tingkat ketahanan sedang (moderat). Selain itu, aksesi yang termasuk sangat rentan adalah: Stoneville 825, 7042-5W-79N, 1073-16-6x491L-619-4-77, dan M35-5-8, sementara aksesi lainnya termasuk rentan terhadap serangan. Terdapat korelasi negatif antara kerapatan trikom daun dan populasi nimfa (Y=-170,8x + 296,6; R2 = 0,414) dan antara kerapatan trikom daun dan tingkat/skor kerusakan tanaman (Y=-0,005x + 2,916; R2 = 0,622). Se-dangkan korelasi positif terjadi antara populasi nimfa dan tingkat/skor kerusakan tanaman (Y=0,469x – 0,071; R2 = 0,672).</p><p> </p><p>The cotton jassid, Amrasca biguttula (Ishida) is a key pest of cotton in Indonesia. The nymphs and adults suck the leaves resulting in hopperburn, drying, and shedding of leaves. The management of this pest is more difficult due to the insect resistance to chemical insecticides and resurgence caused by unwise applications of synthetic insecticides. Related to jassid resistance, morphology of cotton mainly hairiness of leaf, plays an important role in mechanism on the plant resistance. The objective of the study was to screen a large number of cotton accessions for susceptible or resistant to A. biguttula. The study was conducted at Asembagus Experimental Station from January to December 2008. Fifty accessions of cotton were planted in 10 m x 3 m of plot size with 100 cm x 25 cm of plant distance. All accessions were designed in randomized block with three replications. Each plot consists of two rows cotton accession and one row susceptible varie-ty, TAMCOT SP 37 as a attractant plant. Parameters observed were nymph population, plant damage, tri-chome characters and its density, length, and position on the leaf lamina. Results showed that cotton acces-sions with higher trichome density were more resistant to jassid compared to the less trichome of accession. SK 32, LAXMI, and SK 14 were more resistant accession to A. biguttula, while SATU 65, LASANI 1, G-cot-10, SAMARU 70, NH4, L 18, and NIAB were categorized as intermediate resistant accessions to the pest. Sto-neville 825, 7042-5W-79N, 1073-16-6x491L-619-4-77, and M35-5-8 were found as the most susceptible to A. biguttula. Negative correlation was occured between trichome density and nymph population (Y=-170,8x + 296,6; R2 = 0,414) and between trichome density and damage score (Y=-0,005x + 2,916; R2 = 0,622), while positive correlation was found between nymph population and damage score (Y=0,469x – 0,071; R2 = 0,672).</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

INDRAYANI, IGAA, HERI PRABOWO, and SIWI SUMARTINI. "EFEKTIVITAS DAN EFISIENSI BEBERAPA TEKNIK PENGENDALIAN HAMA PENGISAP DAUN PADA KAPAS." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 18, no. 2 (June 19, 2020): 47. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v18n2.2012.47-53.

Full text
Abstract:
<p>ABSTRAK<br />Rekomendasi cara pengendalian hama pengisap daun, Amrasca<br />biguttula (ISHIDA) pada tanaman kapas masih mengandalkan<br />penggunaan kombinasi varietas tahan dan perlakuan benih dengan<br />insektisida kimia sistemik imidakloprid. Namun, tidak jarang petani<br />melakukan penyemprotan insektisida kimia pada kanopi tanaman yang<br />juga dapat membunuh serangga berguna, termasuk musuh alami. Tujuan<br />penelitian adalah untuk mengetahui keefektifan teknik pengendalian A.<br />biguttula pada kapas menggunakan varietas dan insektisida. Penelitian<br />dilakukan di KP Asembagus mulai Januari sampai dengan Nopember<br />2010. Perlakuan petak utama, yaitu teknik pengendalian: (1) perlakuan<br />benih dengan imidakloprid (PB), (2) tanpa perlakuan benih maupun<br />penyemprotan kanopi tanaman atau kontrol (TPB), (3) perlakuan benih +<br />penyemprotan kanopi (PBS), dan (4) penyemprotan kanopi (S). Perlakuan<br />anak petak adalah tiga galur/varietas kapas, yaitu: (1) galur 98050/9/2/4,<br />(2) KI 645, dan (3) Kanesia 10. Pola tanam yang diterapkan adalah<br />tumpangsari kapas dan kacang hijau yang ditanam di antara baris kapas.<br />Setiap perlakuan disusun dalam rancangan petak terbagi dengan tiga kali<br />ulangan. Ukuran anak petak adalah 10 m x 15 m. Pengamatan dilakukan<br />terhadap (1) populasi nimfa A. biguttula dan predatornya, (2) frekuensi<br />pencapaian populasi ambang ekonomi, (3) skor kerusakan tanaman kapas,<br />(4) hasil kapas berbiji dan kacang hijau, dan (5) analisis ekonomi<br />perlakuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap teknik<br />pengendalian yang diuji berpengaruh terhadap perkembangan populasi A.<br />biguttula dan predatornya. Rata-rata pencapaian populasi ambang<br />ekonomi pada perlakuan benih (PB) dan kontrol lebih rendah (0,5–2 kali)<br />dibandingkan dengan kombinasi perlakuan benih dan penyemprotan<br />kanopi (PBS) serta penyemprotan kanopi saja (S) yang mencapai 3–4 kali.<br />Pada galur/varietas kapas yang diuji, pencapaian populasi ambang<br />ekonomi paling rendah terjadi pada galur 98050/9/2/4, diikuti oleh Kanesia<br />10 dan KI 645. Perlakuan benih saja (PB) selain menurunkan populasi A.<br />biguttula dan tidak menurunkan populasi predator, juga lebih efisien<br />dibanding perlakuan lainnya dengan nilai marginal rate of return 1,38 dan<br />peningkatan bersih 14,3%. Makna dari hasil yang diperoleh adalah<br />pengendalian A. biguttula pada kapas dengan cara menyemprot kanopi<br />lebih baik dihindari apabila benih masih dapat diperlakukan, sedapat<br />mungkin dikombinasikan dengan penggunaan varietas tahan/toleran.<br />Kata kunci : Amrasca biguttula, imidakloprid, ambang ekonomi, galur/<br />varietas, kapas, predator, marginal rate of return (MRR)</p><p>ABSTRACT<br />Effectiveness and Efficiency of Different Control<br />Techniques of Cotton Jassid, Amrasca biguttula<br />Recommendation for controlling jassid (A. biguttula) of cotton still relies<br />on the use of combination of resistant variety and seed treatment<br />(imidachloprid). Farmers, however, often spray chemical insecticides over<br />plant canopy that also kill beneficial insects, including natural enemies.<br />This study was conducted at Asembagus Experimental Station from<br />January to November 2010. The objective of the study was to find out the<br />effectiveness and efficiency of control techniques against cotton jassid, A.<br />biguttula. This field study consisted of two factors. First factor consisted<br />of three different control techniques i.e. (1) seed treatment (PB), (2)<br />without seed treatment and foliar application or control (TPB), (3)<br />combination between seed treatment and foliar application (PBS), and (4)<br />foliar application alone (S). Second factor consisted of three cotton<br />varieties, e.g. 98050/9/2/4, KI 645, and Kanesia 10. Treatments were<br />arranged in a split plot design with three replicates. Cotton intercropped<br />with mung bean planted in between cotton rows. Population of A. biguttula<br />and its predator, economic threshold achievement, score of plant injury,<br />yields of cotton and mung bean were observed. Economic analysis of the<br />treatments was evaluated at the end of the experiment. Results showed that<br />each control techniques caused different effect on jassid and its predator<br />development. The average of economic threshold achievement in seed<br />treatment application (PB) and control (TPB) were lower (0.5-2.0 times)<br />compared to combination between seed treatment and foliar sprayed<br />(PBS), also only foliar sprayed (3-4 times). Averaged of economic<br />threshold achievement on 98050/9/2/4 line was the lowest, followed by<br />Kanesia 10 and KI 645. Application of seed treatment (PB) not only<br />reduced jassid population but also less effective on predator population. It<br />was more efficient than other treatments with marginal rate 1.38 and did<br />increase net income by 14.3%. It means that foliar sprays to control A.<br />biguttula on cotton should be ignored, if applying seed treatment and<br />resistant/tolerant varieties.<br />Key words: Amrasca biguttula, imidachloprid, economic threshold,<br />cotton cultivar/variety, predator, marginal rate of return<br />(MRR)</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

INDRAYANI, I. G. A. A., SIWI SUMARTINI, and B. HELIYANTO B. HELIYANTO. "KETAHANAN BEBERAPA AKSESI KAPAS TERHADAP HAMA PENGISAP DAUN Amrasca biguttula (ISHIDA)." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 13, no. 3 (June 25, 2020): 81. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v13n3.2007.81-87.

Full text
Abstract:
ABSTRAK<br />Amrasca biguttula (Ishida) adalah serangga hama pengisap daun<br />yang sangat potensial menurunkan produktivitas kapas. Pengendaliannya<br />secara kimiawi menimbulkan banyak masalah lingkungan, seperti<br />pencemaran dan peningkatan resistensi hama terhadap insektisida kimia<br />sintetis. Salah satu solusi dalam masalah tersebut adalah penggunaan<br />varietas tahan (resisten) yang juga merupakan bagian dari pengendalian<br />hama terpadu (PHT) pada kapas. Penelitian ketahanan beberapa aksesi<br />kapas terhadap A. biguttula (Ishida) dilakukan di Kebun Percobaan Balai<br />Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat di Asembagus, Situbondo, mulai<br />Januari hingga Desember 2006. Tujuannya adalah untuk mengetahui<br />ketahanan beberapa aksesi kapas terhadap serangan hama pengisap daun,<br />A. biguttula. Sebagai perlakuan adalah 30 aksesi kapas yang ditanam<br />dalam plot berukuran 10 m x 3 m, dengan jarak tanam 100 cm x 25 cm,<br />satu tanaman per lobang. Setiap aksesi disusun dalam rancangan acak<br />kelompok dengan tiga kali ulangan. Parameter yang diamati adalah jumlah<br />nimfa A. biguttula per daun, jumlah bulu daun per cm 2 luas daun, dan<br />posisi bulu terhadap lamina (tegak/rebah), serta skor kerusakan tanaman.<br />Hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap aksesi kapas berpotensi<br />terserang A. biguttula, meskipun tingkat populasi hama ini tidak<br />menunjukkan perbedaan nyata antar aksesi. Terjadi korelasi negatif (R 2 =<br />0,2425) antara jumlah bulu daun dan populasi nimfa A. biguttula dan<br />antara jumlah bulu daun dan skor kerusakan tanaman (R 2 = 0,2027).<br />Berdasarkan jumlah bulu daun, aksesi kapas yang termasuk kategori<br />sedikit berbulu dengan kriteria ketahanan sedikit tahan adalah: AC 134,<br />Stoneville 7, Fai Nai, SHR, CRDI-1, Kanesia 5, Kanesia 8, dan Kanesia 9.<br />Sedangkan aksesi lainnya termasuk kategori tidak berbulu dan peka<br />terhadap serangan A. biguttula.<br />Kata kunci : Kapas, Gossypium hirsutum, aksesi, hama, Amrasca<br />biguttula (Ishida), toleran, peka, kerusakan, Jawa Timur<br />ABSTRACT<br />Resistance of several cotton accessions to sucking insect<br />pest, Amrasca biguttula (Ishida)<br />Amrasca biguttula (Ishida) is a sucking insect pest which potentially<br />reduces cotton productivity. Its chemical control often cause environ-<br />mental problems mainly air pollution and increase of pest resistance to<br />certain chemical insecticides. One solution can be used to solve these<br />problems is by using resistant variety that is also an integral part of the<br />integrated pest management (IPM). Study on the resistance of several<br />cotton accessions to sucking insect pest, Amrasca biguttula (Ishida) was<br />conducted at the Experimental Station of the Indonesian Tobacco and<br />Fiber Crops Research Institute (IToFCRI) in Asembagus, Situbondo, East<br />Java, from January to December 2006. The objective of the study was to<br />find out the resistance of cotton accessions to sucking insect pest. Thirty<br />accessions of cotton were used as treatment and were planted in plots 10 m<br />x 3 m with plant spacing 100 cm x 25 cm, one plant per hole. Each<br />accession was arranged in a randomized block design with three<br />replications. Parameters observed were number of nymph of A. biguttula,<br />number of leaf hair, leaf hairs position (erect or lie down), and score of<br />damage. The result showed that every accession of cotton can be attacked<br />by A. biguttula although the insect population was not significantly<br />different among accessions. There is negative correlation (R 2 = 0.2425)<br />between number of leaf hair and population of A. biguttula and between<br />number of leaf hair and score of plant damage (R 2 = 0.2027). Accessions<br />that categorized as lightly hairy and moderately resistant to A. biguttula<br />were AC 134, Stoneville 7, Fai Nai, SHR, CRDI-1, Kanesia 5, Kanesia 8,<br />and Kanesia 9, while the others were categorized as glabrous and<br />susceptible to the sucking pest.<br />Key words: Cotton, Gossypium hirsutum, accession, insect pest, Amrasca<br />biguttula (Ishida), tolerant, sensitive, damage, East Jav
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Indrayani, IGAA, and Siwi Sumartini. "Ketahanan Plasma Nutfah Kapas terhadap Hama Pengisap Daun, Amrasca biguttula (ISHIDA)." Buletin Plasma Nutfah 18, no. 2 (October 11, 2016): 77. http://dx.doi.org/10.21082/blpn.v18n2.2012.p77-83.

Full text
Abstract:
<p>Resistance of Cotton Germplasms Against Sucking Insect Pest, Amrasca biguttula (ISHIDA). IGAA. Indrayani and Siwi Sumartini. Morphological characteristics of cotton leaf have an important role on the resistance against sucking insect pest. Among the characters, leaf hair density is the most important in preventing the attack of sucking insect and it can be used to identify the resistance of cotton germplasms against sucking insect pest, A. biguttula. Study on resistance of cotton germplasms against sucking insect pest, A. biguttula (Ishida) was carried out at Asembagus Experimental Station of Indonesian Tobacco and Fiber Crops Research Institute (IToFCRI) in Malang from January to December 2009. The objective of study was to find out resistant cotton germplasms to A. biguttula. Fifty accessions of cotton germplasm were used as treatment and arranged in Randomized Block Design (RBD) with three replications. Plot size used was 10 m x 3 m that consists of two rows of tested accession and one row of Tamcot SP 37 as an atractant plant for A. biguttula. Parameters observed were leaf hair density, length of hair, population of A. biguttula nymph, and plant damage. Cotton accessions with higher hair density and length of leaf hair significantly reduced the frequency of action threshold population of A. biguttula and plant damage. Eleven cotton accessions, viz., SATU 65; VAR 78443; Sukothai 14; GM5U/4/2; Samir 730; L1; L4 x Rex/1; Paymaster 404; ISA 205B; Albar 72B; dan Tashkent 2 were showed more resistant to A. biguttula because of higher leaf hair density (121-360 hairs/cm2), lower nymph population (0-2 times of population threshold) and lower damage score (1.0-1.8). These cotton accessions could be promising to be genetic resources of resistance to sucking insect pest, A. biguttula.</p><p> </p><p><strong>Abstrak</strong></p><p>Karakteristik morfologi daun kapas mempunyai peran penting pada ketahanan terhadap hama pengisap. Di antara sifat morfologi tersebut, kerapatan bulu daun sangat berperan dalam menghambat serangan pengisap sehingga sifat ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi aksesi kapas yang tahan A. biguttula. Penelitian ketahanan aksesi kapas terhadap hama pengisap, A. biguttula dilakukan di KP. Asembagus Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat mulai Januari hingga Desember 2009. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan aksesi kapas tahan A. biguttula. Sebanyak 50 aksesi kapas digunakaan sebagai perlakuan yang masing-masing disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan tiga kali ulangan. Ukuran petak adalah 10 m x 3 m yang terdiri atas 2 baris aksesi yang diuji dan 1 baris Tamcot SP 37 sebagai tanaman penarik A. biguttula. Parameter yang diamati adalah kerapatan (jumlah) bulu daun, panjang bulu daun, populasi nimfa A. biguttula, dan skor kerusakan tanaman. Aksesi dengan kerapatan bulu daun yang tinggi dan berbulu panjang secara nyata menurunkan frekuensi pencapaian populasi ambang kendali dan kerusakan tanaman. Sebelas aksesi kapas dengan jumlah bulu berkisar 121-360 helai/cm2, populasi nimfa rendah (frekuensi ambang rendah, 0-2 kali) dan skor kerusakan rendah (1,0-1,8) adalah SATU 65; VAR 78443; Sukothai 14; GM5U/4/2; Samir 730; L1; L4 x Rex/1; Paymaster 404; ISA 205B; Albar 72B; dan Tashkent 2. Aksesi ini berpotensi sebagai materi genetik untuk ketahanan terhadap A. biguttula.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

INDRAYANI, IG A. A., and SIWI SUMARTINI. "PENGARUH UKURAN BRAKTEA BEBERAPA AKSESI KAPAS TERHADAP TINGKAT SERANGAN HAMA PENGGEREK BUAH Helicoverpa armigera (HUBNER)." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 13, no. 4 (June 25, 2020): 125. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v13n4.2007.125-129.

Full text
Abstract:
<p>ABSTRAK<br />Hingga kini teknik perakitan varietas kapas tahan hama masih<br />dilakukan secara konvensional berdasarkan beberapa karakter morfologi<br />tanaman, seperti: bulu daun, daun okra, braktea berpilin, nektar, dan<br />gosipol tinggi. Karakter-karakter ini diketahui erat hubungannya dengan<br />ketahanan terhadap hama, khususnya H. armigera. Berkaitan dengan<br />serangan H. armigera pada buah, diduga ada bagian-bagian buah kapas<br />yang berkontribusi secara langsung pada serangan hama ini, misalnya<br />braktea buah. Namun demikian, besarnya pengaruh braktea terhadap<br />kerusakan buah kapas perlu dipelajari dalam upaya meminimalkan<br />kerusakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ukuran<br />braktea terhadap tingkat kerusakan buah oleh H. armigera pada beberapa<br />aksesi kapas. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian<br />Tanaman Tembakau dan Serat, di Asembagus, Situbondo, Jawa Timur<br />mulai bulan Januari hingga Desember 2006. Sebanyak 18 aksesi dari 50<br />aksesi kapas dengan berbagai variasi ukuran braktea digunakan sebagai<br />perlakuan. Setiap perlakuan (aksesi) disusun dalam rancangan acak<br />kelompok (RAK), dengan tiga kali ulangan. Lima tanaman kapas dari<br />masing-masing aksesi ditentukan secara acak, dan sebanyak 5 buah kapas<br />muda (diameter ± 4 cm) dipetik dari masing-masing tanaman sampel,<br />kemudian dibawa ke laboratorium untuk diukur luas braktea dan buahnya.<br />Selain itu dilakukan pula pengamatan kerusakan buah dan hasil kapas<br />berbiji di lapang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran braktea<br />berkorelasi positif dengan tingkat kerusakan buah (R 2 = 0,9014), sehingga<br />braktea berukuran besar dan lebar serta menutupi buah secara total<br />berpotensi mengalami kerusakan akibat serangan H. armigera lebih tinggi<br />dibanding braktea berukuran kecil dan sempit. Ukuran panjang dan lebar<br />braktea pada 18 aksesi kapas bervariasi antar aksesi dan masing-masing<br />berkorelasi positif dengan luas (R 2 = 0,876; R 2 = 0,894). Hasil penelitian<br />ini dapat dimanfaatkan dalam merakit varietas tahan hama, dan<br />kombinasinya dengan karakter-karakter morfologi kapas yang sudah ada<br />untuk menghasilkan varietas kapas baru dengan tingkat ketahanan yang<br />lebih tinggi terhadap hama penggerek buah H. armigera.<br />Katakunci : Braktea, Helicoverpa armigera, aksesi kapas, karakter<br />morfologi.</p><p><br />ABSTRACT<br />Effects of bract size of several cotton accessions to<br />American bollworm injury level<br />Conventional method by crossing technique based on<br />morphological characters of plant is now still used in providing resistant<br />varieties of cotton against insect bollworms. A number of genetic<br />characters are now available and have been studying for their assosiation<br />with insect pests resistance such as hairiness, okra leaf, frego bract,<br />nectariless, and high gossypol. Regarding to boll damage by H. armigera,<br />it can be mentioned that there are many other morphological characters of<br />cotton attributable to bollworm damage, such as floral bract. As a part of<br />boll, it is estimated that bracts assosiated with bollworm attacked due to<br />their larger size compared with boll size. Objective of the study was to find<br />out the effect of bract size in relation to bollworm damage on cotton<br />accessions. The study was conducted at Experimental Station of<br />Indonesian Tobacco and Fiber Crops Research Institute in Asembagus,<br />Situbondo, East Java from January to December 2006. Eighteen of fifty<br />cotton accessions were used as treatment and they were arranged in<br />Randomized Block Design (RBD) with three replications. Five randomly<br />cotton plants from each accession and five young bolls were sampled<br />from the selected plant with about 4 cm of diameter were brought in the<br />laboratory to collect information on bract and boll sizes. Bollworm<br />damage was determined by counting the damaged bolls in the field as well<br />as the seed cotton yield. Result showed that bract size was positively<br />correlated with boll damage (R 2 = 0.9014). Higher damaged bolls occured<br />on bolls which is covered completely by bracts. There is variation between<br />length and wide size of bracts among cotton accessions and both showed<br />positive correlation to bract area (R 2 = 0.876; R 2 = 0.894). Based on this<br />study, higher resistance of cotton variety against H. armigera will<br />possiblly be provided through combination between bract size and any<br />other morphological characters of cotton.<br />Key words : Floral bract, Helicoverpa armigera, cotton accession,<br />morphological character</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Masaiganah, Mwajuma Saiddy. "Is Another World Possible?: ‘Kama huna kitu kabisa huwezi kupata haki’." Development 45, no. 2 (June 2002): 82–83. http://dx.doi.org/10.1057/palgrave.development.1110357.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Ramli, Fathin Noor Ain, and Azhar Wahid. "Pengurusan identiti bangsa dalam trilogi karya Hamka: Suatu pengenalan." Jurnal Peradaban Melayu 14 (December 12, 2019): 35–48. http://dx.doi.org/10.37134/peradaban.vol14.4.2019.

Full text
Abstract:
Penulisan makalah ini bertujuan memperlihatkan penggunaan prinsip pengurusan untuk mengetahui prinsip yang terdapat dalam pengurusan identiti bangsa yang berasaskan daripada penyelidikan Pengurusan Identiti Bangsa dalam Trilogi Karya Hamka. Antara objektif kajian ialah mengenalpasti pengurusan identiti bangsa Melayu dan melihat kesesuaian Teori Teksdealisme dalam menganalisis pengurusan identiti bangsa yang terdapat dalam trilogi novel Hamka iaitu Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau Ke Deli dan Di Bawah Lindungan Ka’bah. Penelitian yang berbentuk tekstualiti ini adalah penelitian yang berasaskan kajian kualitatif. Teori Teksdealisme telah dijadikan sebagai landasan utama dan digabungkan bersama 14 Prinsip Asas Pengurusan oleh Henry Fayol. Empat prinsip Teori Teksdealisme iaitu prinsip kehadiran, prinsip pelanggaran, prinsip pengukuhan dan individualisme diaplikasikan bagi melihat proses pembentukan identiti bangsa dalam novel tersebut. Manakala 14 Prinsip Asas Pengurusan oleh Henry Fayol dijadikan teori sokongan untuk menganalisis pembentukan identiti bangsa Melayu. Kajian ini merupakan kajian kualitatif yang menggunakan kaedah kepustakaan dan kaedah analisis teks kandungan (content analysis). Kaedah ini akan mengumpul dan menganalisis data daripada tiga buah novel karya Hamka iaitu Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, Merantau ke Deli dan Di Bawah Lindungan Ka’bah. Watak dan perwatakan tonggak utama diteliti dalam merungkai pengurusan identiti yang telah diketengahkan oleh Hamka. Kajian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada golongan sastera terutamanya golongan-golongan yang terlibat dalam aspek pengurusan sastera. Mereka bukan sahaja memerlukan pengetahuan dalam bidang kesusasteraan semata-mata, tetapi juga pengetahuan yang mendalam dalam bidang pengurusan untuk mencapai objektif penubuhan masing-masing.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

SULISTYOWATI, EMY, SIWI SUMARTINI, SUJAK SUJAK, M. MACHFUD, and SUHADI SUHADI. "Evaluation of Productivity, Fiber Fineness, and Tolerance to Insect Pests of F7 Cotton Lines with Brown Fiber." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 21, no. 4 (June 3, 2016): 189. http://dx.doi.org/10.21082/littri.v21n4.2015.189-198.

Full text
Abstract:
<p>ABSTRACT<br />Coloured cotton has been used since 3400-2300 BC. Historically, it has been used prior to allotetraploid cotton which are now planted (G. hirsutum dan G. barbadense) of which some have brown and green fiber. The use of coloured cotton is environmentally friendly, and the demand for it will be increasing in relation with the increased demand of organic cotton. The research was aiming to evaluate of Productivity, Fiber Fineness, and Tolerance to Insect Pests ofF7 promising cotton lineswith brown fiber for the development of national cotton new varieties with brown fiber. The experiment was carried out at Pasirian Experimental Station at Lumajang on Januari-December 2013. 14 F7 lines resulted from 2006 crosses and two control varieties were tested in Randomised Blocked Design. There were two unit tests, the spray and unspray test, each was replicated three times. Plot size was 3 x 10m2 with plant spacing was made of 100 x 25 cm in which one single plant per hole was maintained. observation was done on growth and generative components, seed cotton yield, and field tolerance component. Experimental result showed that line 06063/5 was consistently shown high seed cotton yield under spray (2348,3 kg/ha) and unspray conditions (2372,8 kg/ha). Under unspray condition, there were four promising lines which were yielded higher that the best control varieties (Kanesia 10, 2197,2 kg/ha), i.e. 06063/5 (2372,80 kg/ha), 06067/3 (2235,0 kg/ha), 06062/3 (2255,60 kg/ha), and 06066/2 (2383,90 kg/ha). In addition, the best line showingthe highest field tolerance index was 06066/2 (110,5%). There were only two lines which had fiber length of ≥ 1 inch (25,4 mm), i.e. 06067/4 and 06062/1. It terms of fiber strength, genetic improvement achieved was ranging from 0,81 to 11,54% better than Kanesia 10, but 8,11 – 17,64% worse than Kanesia 8. Nine lines which had their fiber fineness 3,0 – 3,8 mic which are met the industry’s demand.<br />Keywords: Gossypium hirsutum L., coloured cotton, productivity, field tolerance index</p><p> </p><p>EVALUASI PRODUKTIVITAS, MUTU SERAT, DAN KETAHANAN TERHADAP HAMA GALUR-GALUR F7 KAPAS BE RSERAT COKLAT</p><p>ABSTRAK<br />Kapas dengan serat berwarna non-putih telah digunakan sejak tahun<br />3400-2300 sebelum Masehi. Sejarah perkembangannya diperkirakan lebih<br />awal dibandingkan kapas allotetraploid yang banyak dikembangkan saat<br />ini (G. hirsutum dan G. barbadense) yang beberapa memiliki warna serat coklat dan hijau. Penggunaan serat kapas berwarna sangat ramah lingkungan dan pemanfaatannya akan meningkat sejalan dengan meningkatnya permintaan kapas organik. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi produktivitas, mutu serat dan ketahanan terhadap hama galur-galur harapan F7 kapas dengan serat berwarna coklat dalam rangka mengembangkan varietas kapas nasional berserat coklat.Penelitian menguji 14 galur F7 hasil persilangan tahun 2006 dan dua varietas pembanding dilaksanakan di KP Pasirian, Lumajang pada bulan Januari- Desember 2013; disusun dalam Rancangan Acak Kelompok. Terdapat dua unit pengujian yaitu pengujian dengan pengendalian hama optimal (SPRAY atau S) dan pengujian tanpa pengendalian hama (TANPA SPRAY atau TS) masing-masing diulang tiga kali. Ukuran plot adalah 3 x 10m2; jarak tanam adalah 100 x 25 cm dan pada masing-masing lubang tanam dipelihara satu tanaman. Pengamatan komponen pertumbuhan dan hasil, hasil kapas berbiji, dan komponen ketahanan dilakukan untuk menilai penampilan galur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa galur 06063/5 secara konsisten menunjukkan produksi kapas berbiji yang cukup tinggi baik dalam kondisi dengan pengendalian hama (2 348,3 kg/ha) maupun tanpa pengendalian hama (2372,8 kg/ha). Pada kondisi tanpa pengendalian hama, terdapat empat galur yang lebih unggul dibandingkan varietas pembanding terbaik (Kanesia 10, 2197,2 kg/ha) yaitu 06063/5 (2 372,80 kg/ha), 06067/3 (2 235,0 kg/ha), 06062/3 (2255,60 kg/ha), dan 06066/2 (2383,90 kg/ha). Selain itu, galur yang menunjukkan indeks ketahanan lapang terbaik adalah 06066/2 (110,5%). Hanya terdapat dua galur yang panjang seratnya ≥ 1 inchi (25,4 mm), yaitu 06067/4 dan 06062/1. Apabila dibandingkan Kanesia 10, diperoleh kemajuan dalam hal kekuatan serat sebesar 0,81-11,54%. Tetapi apabila dibandingkan dengan Kanesia 8, maka kekuatan serat dari galur-galur yang diuji lebih rendah 8,11 – 17,64%. Terdapat sembilan galur yang kehalusan seratnya dikelompokkan pada kategori diterima oleh industri (3,0 – 3,8 mic).<br />Kata kunci: Gossypium hirsutum L., kapas dengan serat berwarna, produktivitas, indeks ketahanan lapang.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Son, Young Suk. "The Use of -suru and –hada among Korean-Japanese Bilinguals: Analysis of a Spoken Corpus." Korean Journal of Japanology 115 (May 30, 2018): 109–27. http://dx.doi.org/10.15532/kaja.2018.05.115.109.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Son, Youngsuk. "The Use of -suru and –hada among Korean-Japanese Bilinguals : Analysis of a Spoken Corpus." Korean Journal of Japanology 115 (May 31, 2018): 109–27. http://dx.doi.org/10.15532/kaja.2018.05.115.6.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

SUNARTO, DWI ADI, NURINDAH NURINDAH, and SUJAK SUJAK. "INTERAKSI ANTARA Trichogrammatoidea bactrae N. DAN Trichogrammatoidea armigera N. PADA TELUR KAMA PENGGEREK BUAH KAPAS Helicoverpa armigera Hbn." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 11, no. 4 (June 25, 2020): 152. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v11n4.2005.152-158.

Full text
Abstract:
<p>ABSTRAK<br />Penggerek buah kapas, Helicoverpa armigera Hubner. (Lepidoptera;<br />Noctuidae) dan Pectinophora gossypiella Saunders (Lepidoptera;<br />Gelechiidae) merupakan hama Unaman kapas. Trichogrammatoidea<br />armigera N. yang dilepas secara inundasi telah terbukti mampu<br />mengendalikan populasi H. armigera, tctapi belum mampu mengendalikan<br />P. gossypiella. Parasitoid telur yang berpotensi sebagai agens hayati bagi-P.<br />gossypiella adalah Trichogrammatoidea bactrae N. Penelitian ini bertujuan<br />mempelajari interaksi antara T. bactrae (muncul dari telur P. gossypiella<br />yang berasal dari Lamongan (T. bactrae - L) dan Asembagus T. bactrae -<br />A)) dengan T. armigera yang digunakan untuk pengendalian H. armigera.<br />Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Hayati (parasitoid &amp; predator)<br />Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Malang pada bulan Maret<br />2002 sampai dengan Desember 2002. Suhu ruang penelitian 25-27 derajat C<br />dan kelembaban nisbi 65-70 persen. Interaksi yang diuji adalah (1)<br />interaksi imago dengan perlakuan variasi kepadatan populasi parasitoid dan<br />inang telur H. armigera; dan (2) interaksi pra imago yang berada di dalam<br />telur inang dengan perlakuan pemaparan telur H. armigera secara<br />bergantian terhadap (a) T. armigera dan T. bactrae - A, dan (b) T. armigera<br />dan T. bactrae - L. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara<br />imago T. armigera dengan T. bactrae - A dan T. bactrae - L, lebih<br />didominasi oleh T. armigera. Total dominasi dari semua perlakuan<br />mencapai 6 : 95 atau proporsi parasitisasi terhadap telur inang H.<br />armigera oleh T. armigera yang lebih tinggi dibanding proporsi<br />parasitisasi oleh T. bactrae peluangnya adalah 0,94. Pada interaksi pra<br />imago, interaksi antara T. bactrae - A dan T. armigera didominasi oleh<br />T. armigera, sedangkan antara T. bactrae - L : T. armigera didominasi<br />oleh T. bactrae - L. Dominasi T. armigera terhadap T. bactrae adalah 0<br />: 21 atau peluang proporsi T. armigera yang bertahan hidup di dalam telur<br />H. armigera yang lebih tinggi dibanding proporsi T. bactrae - A adalah<br />1. Sedangkan dominasi T. bactrae terhadap T. armigera adalah 16 : 3<br />atau peluang proporsi T. bactrae - L yang bertahan hidup di dalam telur<br />H. armigera yang lebih tinggi dibanding proporsi T. armigera adalah 0,84.<br />Berdasarkan bentuk interaksi tersebut, maka T. bactrae - A dapat dipilih<br />sebagai kandidat agens hayati P. gossypiella yang lebih ideal dibanding T.<br />bactrae -L. Penggunaan T. bactrae - L sebagai agens hayati,<br />berpeluang menyebabkan terganggunya efektifttas parasitisasi T. armigera<br />dalam pengendalian H. armigera.<br />Kata kunci: Kapas, Gossypium hirsutum, hama, penggerek kapas, agens<br />hayati, Trichogrammatoidea armigera, Trichogrammatoidea<br />bactrae, Pectinophora gossypiella, Helicoverpa armigera,<br />interaksi antar spesies</p><p><br />ABSTRACT<br />Trichogrammatoidea bactrae N, The objective of this research is to study<br />the interaction between T. bactrae (emerged from P. gossypiella collected<br />from Lamongan (7". bactrae - L) and collected from Asembagus T. bactrae<br />- A)) with T. armigera. The study was conducted in Biological Control<br />Laboratory of ITOFCRI, March - December 2002. The tested interactions<br />were (1) adult interaction with different density of parasitoids and the host<br />H. armigera eggs; (2) pre-adult interactions in H. armigera eggs with<br />subsequently exposed the eggs to T. armigera and T. bactrae - A IT.<br />bactrae - L. The results showed that T. armigera dominates the adult<br />interaction with T. bactrae - A / T. bactrae - L. Total domination of all<br />treatments was 6:95 or the probability of higher proportion of T. armigera<br />to parasitize H. armigera than that of T. bactrae was 0.94. T. armigera<br />also dominates pre-adult interaction with T. bactrae - A, but T. bactrae - L<br />dominates T. armigera. The dominance value of T. armigera against T.<br />bactrae - A was 0:21 or probability of the higher proportion of T.<br />armigera survival than tat of T. bactrae - A was 1. The dominance value<br />of the higher proportion of T. bactrae - L survival than that of T. armigera<br />was 0.84. Based on the results, prospective biocontrol agent of P.<br />gossypiella is T. bactrae - A. Mass release of T. bactrae - L may interfere<br />the effectiveness of T. armigera on H. armigera eggs.<br />Key words : Cotton, Gossypium hirsutum, pest, cotton bollworms, bio<br />agents, Trichogrammatoidea armigera, Trichogrammatoidea<br />bactrae, Pectinophora gossypiella, Helicoverpa armigera,<br />interspecific interaction<br />Interaction of Trichogrammatoidea armigera N. and<br />Trichogrammatoidea bactrae N. on cotton-bottworms<br />Helicoverpa armigera Hbn. eggs<br />Cotton bollworms Helicoverpa armigera Hubner. (Lepidoptera;<br />Noctuidae) and Pectinophora gossypiella Saunders (Lepidoptera;<br />Gelechiidae) are two of cotton pests in Indonesia. Inundation releases of<br />Trichogrammatoidea armigera N. could control H. armigera population,<br />but not P. gossypiella. The potential egg parasitoid of P. gossypiella is</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Yogie Wijaya, Bangbang, and Diyanah Nisa Halimatussa’diah. "Bentuk-Bentuk Konstruksi Identitas Postkolonial dalam Novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck." Jurnal Genre (Bahasa, Sastra, dan Pembelajarannya) 2, no. 1 (July 22, 2020): 42. http://dx.doi.org/10.26555/jg.v2i1.1410.

Full text
Abstract:
Postcolonial becomes an interesting topic to be discussed when it has changed the custom and cultural order that had existed in the previous community. Postcolonialism received many pros and cons comments, one of which was delivered by HAMKA in its pro-work entitled The Sinking of the Van der Wijck Ship. Through the postcolonial study of Homi K. Bhabha, the author examines the forms of identity construction conveyed by HAMKA in his novel. This research uses descriptive qualitative method to look for characteristics, elements, traits or phenomena.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

INDRAYANI, IGAA, SUJAK SUJAK, and DECIYANTO SOETOPO. "KEMAMPUAN PEMULIHAN AKSESI KAPAS SEBAGAI RESPON TERHADAP KERUSAKAN OLEH KOMPLEKS HAMA PENGGEREK BUAH SECARA SIMULASI." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 16, no. 3 (June 19, 2020): 106. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v16n3.2010.106-111.

Full text
Abstract:
<p>ABSTRAK</p><p>Sebagai tanaman indeterminit, kapas (Gossypium hirsutum) mem-perlihatkan pola pertumbuhan yang memungkinkan bertahan darikehilangan sejumlah komponen produksi tanpa kehilangan hasil secaranyata. Dengan kata lain tanaman kapas mampu melakukan pemulihan(recovery) dan kompensasi setelah kerusakan akibat serangan hama.Penelitian tentang kemampuan pemulihan aksesi kapas sebagai responterhadap kerusakan oleh kompleks hama penggerek buah secara simulasiini dilakukan di KP Karangploso, Balai Penelitian Tanaman Tembakaudan Serat, Malang, mulai Januari hingga Desember 2009. Tujuannyaadalah untuk mengetahui kapasitas pemulihan aksesi kapas setelahserangan hama dan kemampuan melakukan kompensasi. Sepuluh aksesikapas, yaitu: (1) L57x1124-81-411, (2) M35-5-2, (3) 40727-2xNL-11-1-73-1, (4) HG10x1209-619-9-76, (5) NC-177-16-C2, (6) 731Nx1656-12-76-2, (7) Stoneville 825, (8) 619-998xLGS-10-77-3-1, (9) NMG 1222, dan(10) NMG-5-2 diuji dalam penelitian ini dengan menggunakan rancanganacak kelompok (RAK) dengan tiga kali ulangan. Setiap aksesi kapasditanam dalam kantong-kantong plastik berukuran 10 kg dengan duatanaman per kantong. Satu tanaman diperlakukan dengan cara meng-hilangkan seluruh kuncup bunga yang ada setelah tumbuh 9-13 daun padabatang utama yang dilakukan selama 21 hari dengan interval 3 hari.Sedangkan satu tanaman lainnya dibiarkan tumbuh normal (kontrol).Parameter yang diamati adalah: luas daun, bobot kering tanaman, indekspemulihan, jumlah node, tinggi tanaman, luas daun, jumlah kuncup bunga,hasil kapas, dan persentase kompensasi. Hasil penelitian menunjukkanbahwa tanaman kapas tahan, moderat, dan rentan serangan hama mampumelakukan pemulihan (recovery) dari kerusakan. Berdasarkan luas daun(R L ) dan bobot kering (R B ), setiap aksesi mempunyai indeks pemulihanyang berbeda-beda dan diantaranya ada yang berbeda nyata. Beberapaaksesi dengan kapasitas pemulihan tinggi memiliki tinggi tanaman, jumlahkuncup bunga, dan hasil kapas lebih tinggi dibanding tanaman kontrol.Dampak dari pemulihan juga terlihat pada perbedaan persentasekompensasi. NMG-5-2, Stoneville 825, 731Nx1656-12-76-2, 619-998xLGS-10-77-3-1, 40727-2xNL-11-1-73-1, dan NMG 1222 merupakanaksesi yang dapat melakukan kompensasi melalui penambahan hasil kapas&gt;15% dibanding kontrol, yaitu berturut-turut sebesar 36,6; 34,5; 31,3;26,6; 20,4; dan 19,2%.</p><p>Kata kunci: Aksesi, indeks pemulihan, kompleks hama, simulasi</p><p>ABSTRACT</p><p>Recovery ability of cotton accessions as response tosimulated damage by bollworms</p><p>As an indeterminate crop cotton has demonstrated its ability torecover from pest damage over the growing season without significantyield loss. However, it was unclear to what extent can cotton toleratedamage before and after the onset of fruiting. This field study was carriedout at Karangploso Experimental Station of Indonesian Tobacco and FiberCrops Research Institute (ITOFCRI) Malang from January to December2009. The aim was to know the capacity of cotton accessions to recoverafter damage. Ten cotton accesssions as treatment were planted in polybagand were arranged in randomized block design with three replicate. Tenaccessions of cotton used as treatment were: (1) L57x1124-81-411, (2)M35-5-2, (3) 40727-2xNL-11-1-73-1, (4) HG10x1209-619-9-76, (5) NC-177-16-C2, (6) 731Nx1656-12-76-2, (7) Stoneville 825, (8) 619-998xLGS-10-77-3-1, (9) NMG 1222, and (10) NMG-5-2. Each accessionwas plantation in four polybags with two plants in each polybag. One plantin each polybag was damaged manually by removing all squares (100%)for 21 days at a three-day interval, while another plant was as anundamaged control. Parameters observed in this study were leaf area, dryweight of plant, indices of recovery ( R ), number of main-stem nodes, theaverage of plant height, number of square, and yield of cotton. Resultshowed that all accessions showed their ability to recover after damagedand the recovery indices based on leaf area (R L ) and dry weight (R w )varied among the accessions tested. Accessions with high recovery abilityperformed better plant height, square formation, and cotton yield than thatof undamaged control. Effect of good recovery was resulting in higherpercentage of plant compensation. NMG-5-2, Stoneville 825, 731Nx1656-12-76-2, 619-998xLGS-10-77-3-1, 40727-2xNL-11-1-73-1, and NMG-1222 were accessions with average compensation percentage was greaterthan 15% : 36.6; 34.5; 31.3; 26.6; 20.4; and 19.2%, respectively whencompared with undamaged control.</p><p>Key words: Accession, indices of recovery, insect complex, simulation</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Prabowo, Heri, and I. G. A. A. Indrayani. "Potensi Nematoda Patogen Serangga Steinernema spp. dalam Pengendalian Hama Utama Tanaman Kapas." Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 1, no. 2 (October 10, 2016): 101. http://dx.doi.org/10.21082/bultas.v1n2.2009.101-110.

Full text
Abstract:
<p>Steinernema spp. memiliki potensi untuk mengendalikan hama tanaman kapas seperti Helicoverpa armigera dan Pectinophora gossypiella. Steinernema spp. mampu menyebabkan mortalitas P. gossypiella dan H. armi-gera berturut-turut sebesar 31,6–55,4 dan 46,3–63,8%. Steinernema spp. memiliki kemampuan membunuh lebih baik pada P. gossypiella, sedangkan kemampuan reproduksi dalam inangnya lebih baik pada H. armi-gera. Steinernema spp. mampu menginfeksi serangga inang lebih baik pada stadium ulat lebih tua diban-dingkan stadium muda. Steinernema spp. dapat diproduksi secara in vivo dan in vitro. Produksi secara in vivo dapat menggunakan Tenebrio molitor, Tirathaba rufivena, dan Attacus atlas. Produksi secara in vitro dapat menggunakan usus ayam, lemak sapi, dan minyak kedelai. Perlu dikembangkan formulasi Steinerne-ma spp. yang murah dan efektif untuk mengendalikan hama di atas permukaan tanah. Selain itu diperlukan pencarian isolat Steinernema spp. yang virulen dan cepat membunuh hama sasaran.</p><p> </p><p>Steinernema spp. could be potentially used for controlling H. armigera and P. gossypiella on cotton. Steiner-nema spp. causes mortality on P. gossypiella and H. armigera 31,6–55,4 and 46,3–63,8% respectively. The nematode causes a higher mortality on P. gossypiella than on H. armigera, however, produces more juvenile infective on H. armigera than on P. gossypiella. Higher successful infections of Steinernema spp. occurs on late larval stadium than on early one. Production of Steinernema spp. can be in vivo using Tenebrio molitor, Tirathaba rufivena, and Attacus atlas; and in vitro using chicken intestinum, cow lipid, and soy bean oil. For effecttively use, this nematode need to be formulated especially for controlling insect pests on soil surface, as well as finding the more virulent isolates against the target insects.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Harsanti, S.Si, Lilik. "PERBAIKAN PEMULIAAN MUTASI PADA TANAMAN KAPAS (Gossypium hirsutum.L)." Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi 12, no. 2 (June 9, 2017): 123. http://dx.doi.org/10.17146/jair.2016.12.2.3225.

Full text
Abstract:
PERBAIKAN PADA TANAMAN KAPAS DENGAN PEMULIAAN MUTASI (Gossypium hirsutum.L). Kapas memiliki potensi yang besar untuk dibudidayakan dan dikembangkan di Indonesia karena memiliki daya adaptasi yang luas, produktivitas tinggi, efisien dalam penggunaan input perkebunan, relatif tahan terhadap hama dan penyakit tanaman. Secara umum tanaman kapas merupakan tanaman industri penghasil serat yang penting dalam industri bahan pakaian. Sentra penanaman kapas telah lama dikenal dan ditanam oleh petani khususnya di Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, Sulawesi selatan dan sulawesi tenggara biasanya ditanam setelah pemanenan padi sawah. Galur-galur mutan yang berasal dari kultur jaringan embrio aksis kapas varietas NIAB-999 yang diiradiasi gamma 60 Co, dengan dosis 20 gray digunakan dalam percobaan ini. Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Citayam menggunakan rancangan Acak Kelompok dengan ulangan 5 kali.Kedua galur ditanam pada plot yang berukuran 8 x 7 M2 dengan jarak tanam 10 x 100 cm dan menggunakan varietas: Kanesia 15, Karisma sebagai pembanding. Parameter yang diamati adalah umur tanaman, tinggi tanaman, jumlah cabang generatif, jumlah boll perpohon dan berat kapas per biji perpetak/produksi . Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman galur mutan CN 2A merupakan hasil terbesar hasil berat kapas per biji perpetak perkilogram yaitu 6,300 kg jika dibandingkan dengan kontrol nasional (Kanesia 15 dan varietas Karisma) serta kontrol induk NIAB 999. Pengujian Mutu Serat di Balai Besar Tekstil Bandung Sedangkan untuk kekuatan serat CN4A (29,7 (g/tex) masih tinggi hasilnya dibandingkan dengan Karisma (29,7 g/tex) dan Kanesia 15 (29,00 g/tex). Untuk kehalusan serat CN4A (5,3 micron) dan yang terendah NIAB 999 (4,9 micron) masih unggul dari kontrol nasional Kanesia 15 (5,2 micron). Demikian juga dengan keseragaman serat yang tertinggi CN2A (8,6 %) sedang kontrol nasional Kanesia 15 (83,7%) keseragaman serat dari keempat jenis kapas yang diuji cukup baik yaitu di atas 80 %. Pengujian Penyakit di Hama Penyakit di BALITTAS Malang dengan uji hasil utk mortalitas larva Helicoverpa amigera setelah mengkonsumsi daun kuncup bunga dan daun buah muda yang Pada hari ketiga umumnya larva masih hidup100%, kecuali pada varietas Kanesia 15 terjadi kematian larva 8%. Pada hari ketujuh kematian larva 15-37% dan hari kesebelas kematian larva mencapai 39-57%. Mortalitas larva hari ketujuh dan kesebelas, tidak berbeda nyata pada semua galur harapan dan varietas kontrol nasional kanesia 15, Kanesia 10 dan Karisma.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Fauzana, Hafiz, Rusli Rustam, Nelvia Nelvia, Susilawati Susilawati, Husnayetti Husnayetti, Irfandri Irfandri, and Wardati Wardati. "Pengendalian hama padi secara terpadu di Desa Pulau Rambai Kabupaten Kampar." Riau Journal of Empowerment 2, no. 1 (June 12, 2019): 27–35. http://dx.doi.org/10.31258/raje.2.1.21.

Full text
Abstract:
Komoditas padi merupakan pangan utama dan banyak ditanam di Desa Pulau Rambai Kecamatan Kampa Kabupaten Kampar. Serangan hama merupakan kendala utama dalam pembudidayaan tanaman padi. Konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) diterapkan ke petani padi yaitu memadukan teknik pengendalian hama yang kompatibel, mengutamakan pengendalian alami menggunakan musuh alami. Pengabdian bertujuan memberikan penyuluhan, pendampingan dan bimbingan petani padi menerapkan PHT untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas produksi padi. Sasaran yang ditujukan adalah petani padi di Desa Pulau Rambai. Metoda penerapan yang dilakukan adalah penyuluhan, pembimbingan dan pendampingan. Penyuluhan berupa penyajian di pondok sawah petani mengenalkan konsep PHT, pengelolaan budidaya tanaman yang kurang sesuai untuk perkembangan hama padi, dan pengenalan jenis musuh alami hama, dan jenis pengendalian yang ramah lingkungan seperti pestisida nabati dan agen hayati. Pembimbingan dan pendampingan petani dalam pemantauan hama, musuh alami, dan ekosistem padi. Tingkat ketercapaian sasaran program terpantau dari kuisioner yang diisi oleh petani sebelum penyuluhan dan akhir program kegiatan pendampingan. Dari kuisioner terlihat adanya perubahan pandangan dan pengetahuan petani dalam konsep pengendalian hama. Ketercapaian program juga terlihat dari adanya perubahan cara budidaya seperti sistem legowo 4x1 dengan 3 bibit per rumpun dan pengendalian hama menggunakan pestisida hayati sesuai yang disuluhkan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

HADIYANI, SKI, DA SUNARTO, A. A. A. GOTHAMA, and S. A. WAHYUNI. "PERBAIKAN REKOMENDASI PAKET PHT UNTUK PENGENDALIAN HAMA Helicoverpa armigera Hbn. PADA TANAMAN KAPAS." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 9, no. 2 (July 15, 2020): 63. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v9n2.2003.63-69.

Full text
Abstract:
<p>Rekomendasi pengendalian hama terpadu (PUT) hama utama lanaman kapas, akan tetapi secara tcknis dan ekonomis masih sulit diterapkan oleh petani. Unluk memperbaiki rekomendasi itu maka dikaji efisiensi pemanfaatan parasitoid Trichogrammatoidea armigera N&amp;N. HeUcoverpa armigera nuclear polyhedrosis virus (//oNPV). dan insektisida nabati serbuk biji mimba (SBM) terhadap // armigera. Penelitian dilaksanakan pada musim lanam 199899 di kebun Instalasi Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat, Asembagus, Situbondo, Jawa Timur. Rancangan penelitian adalah acak kelompok dengan 6 perlakuan, dan 3 ulangan Ukuran plot adalah 50 m x 50 m Pada rekomendasi standar rakitan komponen PITT, perlakuan yang ditambahkan adalah (1) penyemprotan SBM. (2) pelepasan T. armigera ■ penyemprotan SBM, (3) pelepasan '/'. armigera ' penyemprotan insektisida kimia, (4) penyemprotan faNPV I penyemprotan insektisida kimia. (5) penyemprotan insektisida kimia, dan (6) lanpa perlakuan (kontrol). Penyemprotan SUM, //oNPV, dan insektisida kimia dilakukan apabila populasi ulat // armigera mencapai ambang pengendalian (4 tanaman lerinfestasi per 25 tanaman). dan pelepasan 7 armigera dilakukan apabila populasi telur //. armigera mencapai ambang pelepasan (25 telur per 25 tanaman) Penyemprotan SBM, pelepasan T. armigera dan penyemprotan //oNPV dapat ditambahkan pada rekomendasi standar rakitan komponen PHT. Penambahan penyemprotan SBM pada rekomendasi standar rakitan komponen PITT adalah paling cisien diantara tiga komponen PITT yang ditambahkan, memberikan eisiensi (Marginal Regional Rate of Return. MRR) scbasar 3.64 dengan produktivitas kapas berbiji 1 562 kgha (meningkatkan 392 kg atau 25%) dan biaya penyemprotan Rp 172 267 (menurun Rp 259 883 atau 60%).</p><p>Kata Kunci : Azadirachla tndica A. Juss, Trichogrammatoidea armigera N&amp;N, WoNPV, HeUcoverpa armigera Hbn . PITT, Gossypium hirsutum I.</p><p> </p><p><strong>ABSTRACT </strong></p><p><strong>Improved 1PM recomendation package for controlling Helicoverpa armigera Hbn. on coton</strong></p><p>An experimcnl on Ihe use of IPM components for controlling HeUcoverpa armigera Hbn. as ihe pests of cotton was conducted in Asembagus Research Station during cotton planting season 1998/99 Ihe objective of this experiment was to assess the usefulness of Trichogrammatoidea armigera N&amp;N., //oNPV, and botanical insecticide (neem seed powder) in improving the IPM recommendation package, so that it can be adopted by farmers This experiment was arranged in randomized blok design with 6 treatments and 3 replicates. Ihe size of each plot was 50 m X 50 m Ihe treatments comprise: (1) neem spray; (2) T. armigera release neem spray; (3) T. armigera release i insecticide spray; (4) //(A'I'V spray I chemical. (5) chemical; and (6) control (unlrcatment) were added lo the standar IPM recommendation package. Neem, /YoNPV, and chemical spray was done whenever population of H. armigera larvae reached action threshold (4 infected plants 25 plants) and release of T. armigera was done whenever population of H. armigera eggs reached "release threshold" (25 cggs/25 plants) Neem seed powder spray, T. armigera release, and //oNPV spray could be added to (he standar IPM recomendation package. Ihe most efficient among this three components was neem seed powder spray. Which gives eicjency Marginal Rate of Return (MRR) 3 64, cotton seed productivity I 562 kgha (increase 392 kg or 25%) and spraying cost Rp 172 267 (decrease Rp 259 883 or 60%).</p><p>Key words: Azadirachla indica A. Juss., Trichogrammatoidea armigera N&amp;N, 7/aNPV, Helicoverpa armigera Hbn , IPM, Gossypium hirsutum I.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Riajaya, Prima Diarini, and Fitriningdyah Tri Kadarwati. "Kesesuaian Galur-Galur Harapan Kapas Berdaun Okra dalam Sistem Tumpang Sari Dengan Kedelai." Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 6, no. 1 (October 10, 2016): 11. http://dx.doi.org/10.21082/bultas.v6n1.2014.11-22.

Full text
Abstract:
<p>Galur-galur kapas berdaun okra atau menjari berpotensiuntuk ditanam pada tata tanam rapat dalam sistem tumpangsari dengan palawija karena bentuk daun yang menjari dapat meneruskan intersepsi cahaya ke ca-bang bagian bawah, namun kesesuaiannya perlu diteliti. Penelitian lapang dilakukan di Kebun Percobaan Ka-rangploso, Malang mulai AprilsampaiSeptember 2011 bertujuan untuk mendapatkan galur-galur kapas ber-daun okra yang sesuai pada sistem tumpang sari dengan kedelai. Bahan tanaman yang digunakan adalah 4 galur harapan kapas berdaun okra dan 2 varietas kapas berdaun normal terdiri atas 98031/1/7, 98039/6, 98040/3, 98048/2, Kanesia 8, dan Kanesia 10. Galur-galur kapas tersebut tahan terhadap hama penggerek buah dan mempunyai tingkat produktivitas yang tinggi. Penelitian disusun dalam rancangan acak kelompok yang diulang tiga kali. Monokultur kapas dan kedelai ditanam untuk menghitung penurunan produksi tumpang sari terhadap monokultur dan menghitung Nilai Kesetaraan Lahan (NKL). Parameter yang diamati pada ta-naman kapas adalah tinggi tanaman, lebar kanopi, jumlah cabang vegetatif dan generatif, serta jumlah buah/ tanaman setiap dua minggu mulai 60–120 HST. Bobot buah, jumlah buah terpanen, hasil kapas berbiji, dan hasil kedelai diamati saat panen. Parameter pertumbuhan yang diamati pada jagung maupun kedelai adalah tinggi tanaman dan lebar kanopi. Hasil penelitian menunjukkan galur kapas berdaun okra yaitu galur 98048/2 mempunyai kesesuaian yang tinggi bila ditumpangsarikan dengan kedelai dengan hasil kapas 1.888 kg/ha dan kedelai 1.492 kg/ha, dengan 67,3% dari potensi hasil galur tersebut dan NKL 1,3. Tingkat penurunan hasil kapas dan kedelai masing-masing 33% dan 39% terhadap monokultur. Hasil kapas monokultur galur 98048/2 tertinggi dibanding galur okra lainnya yaitu 2.837 kg/ha, dengan 101,1% dari potensi hasil galur tersebut. Penurunan hasil kedelai lebih tinggi (45–47%) bila ditumpangsarikan dengan kapas berdaun nor-mal dibanding galur okra (36–44%).</p><p> </p><p> </p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Harsanti, S.Si, Lilik, Ita Dwimahyani, and Tarmizi Tarmizi. "Perbaikan Produksi Kapas (Gossypium hirsutum) Varietas Niab 999 dengan Teknik Mutasi Radiasi." Jurnal Ilmiah Aplikasi Isotop dan Radiasi 13, no. 1 (December 16, 2017): 59. http://dx.doi.org/10.17146/jair.2017.13.1.3962.

Full text
Abstract:
Pemuliaan tanaman kapas perlu terus dilakukan untuk mendapatkan varietas kapas yang lebih unggul dari segi kuantitas dan kualitas. Kapas varietas NIAB 999 hasil pemuliaan yang berasal dari kultur jaringan embrio aksis kapas varietas NIAB-999 yang diradiasi dengan sinar gamma 60Co dengan dosis 20 gray. Benih kapas yang dihasilkan dari kultur jaringan Kj 1 dan Kj 2 dengan hasil yaitu percobaan dengan menggunakan rancangan Acak Kelompok dengan ulangan 4 kali luas plot yang berukuran 8 x 7 M2 dengan jarak tanam 10 x 100 cm dan menggunakan varietas Kanesia 2, Kanesia 8 dan Kanesia 9 sebagai pembanding. Pengujian jumlah buah yang terbanyak UDHP Kanesia 2 (91) dan UDHL Kanesia 2 (77). Produksi kg/ha yang tertinggi dari 6 uji multi lokasi di NTB1 Kj 2 (3740,00), Lamongan Kanesia 2 (829,20), Banyuwangi Kanesia 9 (982,4), NTB 2 Kanesia 9 (1470), Bulukumba Kanesia 9 (1565,4), Cinangka Kanesia 9 (1959,2) hasilnya tidak berbeda nyata, artinya sama antara kontrol nasional dan galur mutan. Penggunaan insektisida pada tanaman menyebabkan penurunan produksi kapas berbiji yaitu galur mutan Kj 1 dan Kj 2 sehingga galur ini lebih tinggi produktivitasnya Kj 2 (857 kg/ha) dari pada yang disemprot pembasmi hama, dari tanaman kapas tidak berbeda nyata antara galur dan varietas pembanding. Galur Kj 2 dilepas sebagai varietas baru oleh Menteri Pertanian masing masing dengan nama Karisma-1 pada tahun 2009.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Yunusnova, Toshkenboyevna, Sayyora, Davron Holmatov, Abdalimovich, Muhiddin Atajonov, Odiljonovich, and Ulugjon Huzanazarov. "FORMALIZATION OF THE COTTON DRYING PROCESS BASED ON HEAT AND MASS TRANSFER EQUATIONS." IIUM Engineering Journal 21, no. 2 (July 4, 2020): 256–65. http://dx.doi.org/10.31436/iiumej.v21i2.1456.

Full text
Abstract:
The paper deals with the construction of a mathematical model of the cotton drying process, taking into account the thermal and mass transfer properties of raw cotton components. To determine changes in the temperature of the fibre and raw cotton seeds, the application of Fourier's law is proposed. The mathematical dependence of the change on the humidity of the cotton fibre and seeds along the length of the drum is determined. The rational value of the heat agent consumption in the process of drying raw cotton is also determined. Research methods are based on the provisions of modern trends in management theory and identification. Mathematical models are constructed using analytical methods and equations that describe the physical properties of an object. Methods for constructing a mathematical model usually rely on experimental methods, in particular, the method of acceleration curves, and as a result, the mathematical description becomes a priori inaccurate. It is shown that the mathematical model used is quite adequate for the dynamics of a real object, fully describes it, and characterizes it over the entire range of changes. The analysis of the developed mathematical model based on simulation showed the adequacy of the obtained mathematical dependence of the temperature regime of the cotton drying process with the consumption of heat agent. ABSTRAK: Kajian ini membincangkan tentang penciptaan model matematik bagi proses pengeringan kapas, dengan mengambil kira terma dan sifat-sifat pindah jisim komponen kapas mentah. Bagi mendapatkan perubahan suhu fabrik dan biji benih kapas mentah, penggunaan hukum Fourier telah dicadangkan. Kebergantungan matematik pada perubahan kelembapan fabrik kapas dan biji benih sepanjang drum telah diperolehi. Nilai bersesuaian menggunakan ejen haba dalam proses pengeringan kapas kering mentah didapati. Kaedah kajian berdasarkan tren moden dalam teori pengurusan dan pengenalpastian. Model matematik dibina dengan menggunakan kaedah analisis dan persamaan yang menerangkan ciri-ciri fizikal pada objek. Kaedah bagi membina model matematik selalunya bergantung pada kaedah eksperimen, khususnya, kaedah pecutan melengkung, dan hasilnya, penyataan penaakulan matematik menjadi tidak tepat. Model matematik yang digunakan adalah cukup bagi objek dinamik sebenar, dengan penerangan penuh dan perincian ke atas keseluruhan perubahan. Analisis model matematik yang terhasil berdasarkan simulasi, dilihat cukup kebergantungan matematik terhasil melalui proses pengeringan kapas pada aturan suhu dengan ejen haba.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Rahman, Fauzi. "Classic Polemical Between the novel of Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck and Magdalena." Hortatori : Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia 1, no. 2 (July 25, 2019): 108–15. http://dx.doi.org/10.30998/jh.v1i2.44.

Full text
Abstract:
This study aims to determine the comparison between the novel Tenggelamnya Kapal van Der Wijck (TKVDW) by Hamka with Magdalena by Al-Manfaluthi. There was a calm question of Hamka's novel which was the result of a copy of the Magdalena. By the method of literary comparison, the results obtained are that indeed in both novels, there are similarities starting from the plot, the detail of the story, and the function of character. However, each story with a different social background ultimately shows its own story, ideas, and social details. Furthermore, regarding the similarity of the story and the rumors of plagiarism by Buya Hamka, there is indeed a plot resemblance, there are thoughts and ideas that remind Magdalena. But the reader must be intelligent and admit that in his narrative in the novel TKVDW, there is a culture of his own, his own experience, as well as his own problems.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

NURINDAH, NURINDAH, and DWI ADI SUNARTO. "AMBANG KENDALI PENGGEREK BUAH KAPAS, Helicoverpa armigera, DENGAN MEMPERHITUNGKAN KEBERADAAN PREDATOR PADA KAPAS." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 14, no. 2 (June 25, 2020): 72. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v14n2.2008.72-77.

Full text
Abstract:
ABSTRAK<br />Helicoverpa armigera adalah salah satu hama utama pada kapas,<br />sehingga perlu dikendalikan. Konsep ambang kendali sebagai salah satu<br />komponen dalam PHT telah dikembangkan untuk H. armigera, namun<br />hanya berdasarkan populasi hama dan belum mempertimbangkan<br />keberadaan musuh alami. Penelitian ini bertujuan untuk menguji ambang<br />kendali H. armigera dengan mempertimbangkan keberadaan musuh alami<br />pada skala luas di daerah pengembangan dengan menggunakan lahan<br />petani. Penelitian ini dilakukan pada pertanaman kapas tumpangsari<br />dengan kedelai yang ditanam sesudah padi di Kecamatan Mantup dan<br />Kembangbau, Lamongan, Jawa Timur pada Maret-Oktober 2005. Lahan<br />yang digunakan seluas 15 hektar, di bawah pengelolaan 36 petani.<br />Pengujian ambang kendali H. armigera dilakukan dengan menerapkan dua<br />perlakuan konsep ambang kendali yang merupakan bagian dari PHT<br />kapas, yaitu: (1) AKH: 4 tanaman terinfestasi/25 tanaman contoh; dan (2)<br />AKH+MA: 4 tanaman terinfestasi/25 tanaman contoh; jumlah tanaman<br />yang terinfestasi yang teramati dikurangi 1 jika ditemukan 8 ekor predator<br />dan kelipatannya. Jika populasi pada petak perlakuan mencapai ambang<br />kendali, dilakukan penyemprotan dengan Ekstrak Biji Mimba (EBM).<br />Setiap lahan petani dibagi dua, setiap bagian menerapkan satu perlakuan<br />(n=36). Pengamatan dilakukan pada 25 unit pengamatan per 1,0 ha yang<br />diambil secara W sampling, setiap 7 hari sejak 50 hari setelah tanam (hst)<br />hingga 90 hst. Satu unit pengamatan adalah 1 m 2 . Parameter yang diamati<br />secara periodik adalah populasi H. armigera (telur dan larva); kerusakan<br />buah, hasil kapas berbiji, serta penggunaan saprodi dan tenaga kerja untuk<br />pengendalian hama. Data yang diperoleh dianalisa dengan menggunakan<br />uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi H. armigera pada<br />kapas + kedelai dapat ditekan oleh musuh alaminya, khususnya kompleks<br />predator yang terdiri atas laba-laba, kumbang kubah dan kepik mirid.<br />Populasi kompleks predator dapat mencapai 40-80 ekor/25 tanaman.<br />Dengan demikian, penerapan ambang kendali H. armigera pada kapas +<br />kedelai dengan memperhitungkan keberadaan predator menyebabkan tidak<br />perlu dilakukannya penyemprotan insektisida sama sekali, sehingga<br />terdapat keuntungan ekonomis, yaitu penghematan biaya saprodi sebesar<br />Rp 259.000 per hektar dan keuntungan ekologis, yaitu tidak tercemarnya<br />lingkungan oleh senyawa toksik.<br />Kata kunci : Kapas, Gossypium hirsutum L., ambang kendali, Helicoverpa<br />armigera, Jawa Timur<br />ABSTRACT<br />Action threshold for Helicoverpa armigera by<br />considering the presence of predators on cotton<br />Helicoverpa armigera on cotton was considered as the main pest,<br />therefore it always be a focus of pest control. Action threshold concept as<br />an IPM component had been developed for H. armigera on cotton;<br />however it has not considered the presence of natural enemies. The<br />objective of this research is to test the action threshold of H. armigera by<br />considering the presence of natural enemies on cotton intercropped with<br />soybean in farmers’ fields. The test involved 15 hectares of farmers’<br />fields (involving 36 farmers) in Lamongan, East Java in March-October<br />2005. The action thresholds for H. armigera tested were: (1) AKH: 4<br />infested plants/25 sample plants; and (2) AKH+MA: 4 infested plants/25<br />sample plants, and the number of infested plants observed was subtracted<br />by 1 when 8 predators, and it’s folded up, were found in the sample plants.<br />Spray of neem seed extract (NSE) was applied when the pest population<br />reached action threshold level. Each farmer field was divided into two<br />parts to accommodate the treatments. The observations were made<br />periodically on 25 units per 1,0 hectare in 7-days interval on 50 – 90 days<br />after planting (dap). The size of observation unit was 1 m 2 . Parameters<br />observed included H. armigera population (egg and larva); damage bolls,<br />seed cotton production and the cost of pest control. Data were analysed by<br />using t-test. The results showed that H. armigera population on cotton<br />intercropped with soybean could be repress by its natural enemies,<br />especially by the complex predator (consisted of spiders, lady bird beetles<br />and predatory mirid bugs) to be always under action threshold level. The<br />application of action threshold by considering the presence of predator in<br />cotton + soybean fields would lead to unsprayed cultivation. Resulted<br />economical benefit by saving of the production cost Rp 259.000 per<br />hectare as well as ecological advantage by avoiding of sprays of toxic<br />materials in the environment.<br />Key words : Cotton, Gossypium hirsutum L., action threshold,<br />Helicoverpa armigera, East Java
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

INDRAYANI, I. G. A. A., DWI WINARNO, and TEGER BASUKI BASUKI. "EFISIENSI PENGENDALIAN PENGGEREK BUAH KAPAS Helicoverpa armigera HÜBNER DENGAN SERBUK BIJI MIMBA DAN NUCLEAR POLYHEDROSIS VIRUS." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 12, no. 2 (June 25, 2020): 45. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v12n2.2006.45-51.

Full text
Abstract:
ABSTRAK<br />Pengendalian hama non-kimiawi semakin meningkat sehingga<br />mengurangi penggunaan insektisida kimia. Alternatif pengendalian hama<br />menggunakan pestisida botani dan agensia mikrobia cukup efektif<br />mengendalikan penggerek buah kapas H. armigera. Penelitian efisiensi<br />pengendalian penggerek buah kapas H. armigera dengan SBM dan NPV<br />dilakukan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan<br />Serat di Asembagus, Situbondo, Jawa Timur mulai Januari hingga<br />Desember 2003. Tujuannya adalah untuk mengetahui tingkat efisiensi<br />pengendalian penggerek buah kapas H. armigera terutama dengan<br />kombinasi SBM dan NPV. Perlakuan yang digunakan adalah: (1)<br />SBM(LC 25 )+NPV(LC 50 ), (2) SBM(LC 50 )+NPV(LC 50 ), (3) SBM (dosis<br />rekomendasi), (4) NPV (dosis rekomendasi), (5) betasiflutrin (dosis<br />rekomendasi), dan (6) kontrol (tanpa perlakuan). Setiap perlakuan disusun<br />dalam rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga ulangan. Parameter<br />yang diamati meliputi populasi ulat H. armigera dan kompleks<br />predatornya, frekuensi penyemprotan masing-masing perlakuan, kerusakan<br />kuncup bunga dan buah kapas, biaya pengendalian hama, pendapatan,<br />marginal rate of return (MRR), dan hasil kapas serta kacang hijau. Hasil<br />penelitian menunjukkan bahwa pengendalian H. armigera dengan<br />kombinasi perlakuan SBM(LC 50 )+NPV(LC 50 ) lebih efisien menurunkan<br />biaya pengendalian hama hingga 63,4% dan meningkatkan pendapatan<br />sebesar 32,7% dibanding insektisida kimia betasiflutrin, dengan nilai MRR<br />4,66 dan 4,28 masing-masing atas kontrol dan insektisida kimia.<br />Kata kunci: Kapas, Gossypium hirsutum, hama, penggerek buah,<br />Helicoverpa armigera, SBM, NPV, pengendalian hama,<br />marginal rate of return, Jawa Timur<br />ABSTRACT<br />Efficiency in cotton bollworm Helicoverpa armigera Hübner control<br />using neem seed powder and nuclear polyhedrosis virus<br />Insect pest biological control potentially decreases the use of<br />chemical insecticides. The alternative control method chosen was<br />combination of botanical and microbial agents that showed higher<br />effectiveness against H. armigera. This control method might also<br />potential to minimize the use of chemical pesticide on cotton. Study on<br />efficiency of cotton bollworm Helicoverpa armigera Hübner control using<br />neem seed powder (NSP) and nuclear polyhedrosis virus was conducted at<br />Asembagus Experimental Station of Indonesian Tobacco and Fiber Crops<br />Research Institute, Situbondo, East Java, from January to December 2003.<br />The objective of this study was to find out the efficiency level of cotton<br />bollworm control using combination of neem seed powder (NSP) and<br />nuclear polyhedrosis virus (NPV). The treatments were : (1) NSP(LC 25 ) +<br />NPV(LC 50 ), (2) NSP(LC 50 ) + NPV(LC 50 ), (3) NSP (recommended dose),<br />(4) NPV (recommended dose), (5) betacyfluthrin (recommended dose),<br />and (6) control (untreated). The treatments were arranged in a randomized<br />block design with three replications. Parameters observed were population<br />of H. armigera larvae and its complex predators, frequency of spraying,<br />square and boll damage, cost of control, net income, marginal rate of<br />return, and yield of seed cotton and mungbean. The research results<br />showed that the combination of NSP(LC 50 )+NPV(LC 50 ) effectively<br />reduced the total cost of insect control by 63.4% and increased the increase<br />32.7% compared to betacyfluthrin. The combination also showed the<br />highest marginal rate of return of 4.66 and 4.28 based on control and<br />betacyfluthrin, respectively.<br />Key words: Cotton, Gossypium hirsutum, insect, cotton bollworm,<br />Helicoverpa armigera, NSP, NPV, insect control, marginal<br />rate of return, East Java
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

INDRAYANI, IGAA, NURINDAH NURINDAH, and SUJAK SUJAK. "PENGARUH VARIETAS DAN POLA TANAM KAPAS TERHADAP KELIMPAHAN POPULASI PREDATOR HAMA PENGISAP DAUN Amrasca biguttula (ISHIDA)." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 13, no. 1 (June 25, 2020): 34. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v13n1.2007.34-39.

Full text
Abstract:
ABSTRAK<br />Penanaman varietas tahan hama adalah salah satu cara pengendalian<br />serangga hama pengisap daun, A. biguttula, yang telah diadopsi petani<br />kapas di Indonesia. Penggunaan varietas tahan hama cukup efektif<br />menekan serangan hama pengisap ini. Namun demikian, peluang adanya<br />cara pengendalian alternatif patut dipertimbangkan, misalnya memanfaat-<br />kan faktor mortalitas biotik A. biguttula, seperti musuh alami. Penelitian<br />pengaruh varietas dan pola tanam kapas terhadap perkembangan populasi<br />predator hama pengisap daun A. biguttula telah dilakukan di Kebun<br />Percobaan Asembagus, Situbondo, dan di laboratorium Entomologi Balai<br />Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat di Malang, mulai Januari sampai<br />Desember 2005. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh<br />perbedaan varietas dan pola tanam kapas terhadap perkembangan predator<br />A. biguttula. Perlakuan terdiri atas dua faktor, yaitu faktor I adalah varietas<br />kapas dengan tingkat ketahanan terhadap A. biguttula berbeda-beda, yaitu:<br />(1) TAMCOT SP37 (peka), (2) Kanesia 7 (moderat), dan (3) LRA 5166<br />(tahan). Faktor II adalah pola tanam kapas, yaitu: (1) monokultur, dan (2)<br />tumpangsari dengan kedelai. Setiap perlakuan disusun secara faktorial<br />dengan rancangan petak terbagi (Split Plot) dengan tiga kali ulangan.<br />Parameter pengamatannya adalah populasi nimfa A. biguttula dan<br />predator. Di laboratorium dilakukan uji pemangsaan terhadap predator<br />terpilih dengan cara memberi umpan nimfa A. biguttula untuk mengetahui<br />kemampuannya memangsa per hari. Hasil penelitian menunjukkan bahwa<br />perbedaan tingkat ketahanan varietas terhadap A. biguttula mempengaruhi<br />perkembangan populasi kompleks predator. Lebih banyak predator<br />ditemukan pada TAMCOT SP37 dan Kanesia 7 dibanding pada LRA<br />5166. Sedangkan perbedaan pola tanam tidak menyebabkan perbedaan<br />populasi predator. Kapas monokultur maupun tumpangsari dapat<br />menyediakan lingkungan ideal bagi perkembangan kompleks predator.<br />Laba-laba dan Paederus sp. adalah predator yang populasinya lebih<br />dominan dibanding predator lainnya. Pada uji pemangsaan di<br />laboratorium, Paederus sp. mampu memangsa 15-25 nimfa A. biguttula<br />instar kecil dan 10-20 instar besar, sedangkan laba-laba per hari<br />memangsa 2-12 nimfa A. biguttula instar kecil dan besar.<br />Kata kunci: Kapas, Gossypium hirsutum, hama, Amrasca biguttula,<br />Paederus sp., nimfa, mortalitas biotik, varietas, pola tanam,<br />Jawa Timur<br />ABSTRACT<br />Effect of variety and cropping pattern of cotton on<br />population density of insect predator Amrasca biguttula<br />(Ishida)<br />Planting resistant variety of cotton is one of cultural method for<br />controlling sucking insect pest, A. biguttula. This method has widely been<br />applied by cotton farmers in Indonesia. Nevertheless, alternative control<br />should also be found to obtain better control of this pest, e.g. biological<br />control by using parasitoids and predators. Study on effect of variety and<br />cropping pattern of cotton to population density of insect predator of A.<br />biguttula was carried out at Asembagus Experimental Station and in<br />Entomology Laboratory of Indonesian Tobacco and Fiber Crops Institute<br />in Malang from January to December 2005. The objective of study was to<br />study the effect of variety and cropping pattern of cotton to population<br />density of insect predators. Treatment consists of two factors. The first<br />factor was cotton variety based on resistance to A. biguttula, viz.<br />TAMCOT SP37, Kanesia 7, and LRA 5166 known susceptible,<br />intermediate, and resistant to A. biguttula, respectively. The second factor<br />was cropping system with monoculture and intercropping with soybean.<br />Each treatments was arranged in Split Plot Design with three replications.<br />Parameter observed in field study were population of A. biguttula and its<br />predators. While, the laboratory study was to find out the daily prey<br />ability of selected predator by baiting nymph of A. biguttula.<br />The result showed that difference resistance of cotton variety<br />influenced the population density of insect predator. More insect predators<br />were found on TAMCOT SP37 and Kanesia 7 compared to LRA 5166,<br />while the density of insect predator was not affected by different cropping<br />pattern and it was due to the patterns provided better environment for<br />insect predator development. Spider and Paederus sp. were the dominant<br />insect predators found in the field because their population higher than<br />those other predators. Laboratory study showed that Paederus sp. preyed<br />15-25 younger and 10-20 older instar of nymph per day, while spider ate<br />2-12 nymphs of both age of A. biguttula per day.<br />Key words: Cotton, Gossypium hirsutum, pest, Amrasca biguttula,<br />Paederus sp., nymph, biotic mortality, variety, cropping<br />pattern, East Java
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Santoso, Sugeng, and Widi Astuti. "Ketahanan Empat Kultivar Ubi Kayu Terhadap Tetranychus kanzawai Kishida (Acari: Tetranychidae)." Agrovigor: Jurnal Agroekoteknologi 12, no. 2 (September 3, 2019): 87–93. http://dx.doi.org/10.21107/agrovigor.v12i2.5741.

Full text
Abstract:
Tungau merah (Tetranychus kanzawai Kishida) merupakan hama penting pada ubi kayu. Hama tersebut menyebabkan kehilangan hasil sebesar 95%. Penggunaan kultivar merupakan faktor yang mempengaruhi kehilangan hasil. Kultivar ubi kayu yang tahan terhadap tungau merah dapat digunakan sebagai salah satu alternatif pengendalian. Penelitian ini bertujuan mengetahui ketahanan kultivar Manggu, Roti, Jimbul, dan Mentega terhadap T. kanzawai. Penelitian di rumah kaca dilakukan untuk mengetahui intensitas kerusakan pada kultivar Mannggu, Roti, Mentega, dan Jimbul. Pengamatan biologi T. kanzawai dilakukan di laboratorium. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa setiap kultivar menunjukkan ketahanan terhadap T. kanzawai yang berbeda-beda. Kultivar Manggu menunjukkan intensitas kerusakan paling rendah dan kultivar Mentega menunjukkan intensitas kerusakan paling tinggi. Pada kultivar Manggu T. kanzawai menunjukkan waktu perkembangan yang lebih panjang dan memiliki keperidian yang lebih rendah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Sunarto, Dwi Adi, and Nurindah Nurindah. "Peran insektisida botani ekstrak biji mimba untuk konservasi musuh alami dalam pengelolaan serangga hama kapas." Jurnal Entomologi Indonesia 6, no. 1 (December 15, 2016): 42. http://dx.doi.org/10.5994/jei.6.1.42.

Full text
Abstract:
Natural Enemies Conservation: The Role of Neem-seed Extracts for Natural Enemies Conservation Used of Cotton Insect Pest Control. Insects associated with cotton plant are numerous, as the plant bears extrafloral nectar. More than 90 species of natural enemies are reported and identified. They could manage the cotton pest, keeping the pest population is under action threshold level when their presence is considered in scouting and action threshold concept. However, most of cotton farmers are insecticide-spray-minded people who think that insecticide sprays is a must in cotton cultivation. This behavior is unfavorable for the natural enemies in building their population so they can act as an effective mortality factor for the pest. Neem seed extract (NSE) is toxic to herbivores but relatively safe for natural enemies, so that it could be used as a substitute for synthetic chemical insecticides. Therefore, NSE is recommended to be used for conserving natural enemies in cotton agro ecosystem.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

PRABOWO, HERI, and IGAA INDRAYANI. "VIABILITAS DAN EFEKTIVITAS FORMULA NEMATODA Steinernema sp. TERHADAP HAMA PENGGEREK BUAH KAPAS Helicoverpa armigera HUBNER." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 18, no. 4 (June 19, 2020): 151. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v18n4.2012.151-155.

Full text
Abstract:
<p>ABSTRAK<br />Entomopatogen dari genus Steinernema berpotensi digunakan<br />sebagai pengendali berbagai serangga hama, terutama ordo Lepidoptera,<br />seperti Helicoverpa armigera. Penggunaan Steinernema untuk<br />pengendalian H. armigera akan menguntungkan karena aman terhadap<br />lingkungan, mudah diproduksi massal, toleran terhadap berbagai macam<br />pestisida, dapat aktif mencari serangga sasaran, tidak menyebabkan<br />resisten dan resurjensi, serta dapat diaplikasikan dengan alat semprot<br />standar. Namun, formula pestisida hayati mengandung Steinernema masih<br />sangat terbatas. Tujuan penelitian adalah membuat formula Steinernema<br />sp. yang efektif terhadap hama penggerek buah kapas (H. armigera).<br />Penelitian dilaksanakan di laboratorium Patologi Serangga, Balai<br />Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat, Malang mulai bulan Mei-Juli<br />2010. Larva instar III Steinernema sp. dibuat dalam 6 macam formula<br />perlakuan dengan bahan pembawa (carrier) berbeda-beda, yaitu (1)<br />suspensi (akuades + sukrosa), (2) pellet-2 (sekam padi), (3) pellet-1<br />(tanah liat + arang), (4) agar + spon, (5) kapsul (Ca-alginat), dan (6)<br />kontrol (akuades). Setiap formula diinokulasikan 10 6 juvenil infektif (JI).<br />Masing-masing perlakuan disusun dalam rancangan acak lengkap (RAL)<br />dengan tiga kali ulangan. Penurunan jumlah juvenil infektif (JI) pada<br />setiap formula yang diamati per minggu selama ± 4 minggu. Isolat yang<br />digunakan untuk penelitian ini berasal dari Asembagus. Untuk<br />mengevaluasi efektivitas formula, larva H. armigera diperlakukan dengan<br />JI yang berasal dari masing-masing formula setiap minggu selama empat<br />minggu. Perlakuan ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan<br />empat ulangan. Jumlah penurunan JI setiap minggu selama empat minggu<br />setelah perlakuan. Persentase JI yang hidup pada pellet-1, suspensi, pellet-<br />2, agar + spon, kapsul, dan kontrol berturut-turut sebesar 53; 12,4; 44;<br />63,8; 17,6; dan 5%. Pada minggu pertama sampai minggu keempat setelah<br />perlakuan terlihat bahwa formula yang paling baik mempertahankan JI<br />adalah agar + spon dan kemudian berturut-turut diikuti oleh pellet-1,<br />pellet-2, kapsul, suspensi. Steinernema sp. yang disimpan selama empat<br />minggu dalam berbagai bentuk formula terhadap H. armigera berkisar<br />antara 80-99%. Formula agar dan spon paling baik untuk menyimpan<br />Steinernema sp. selama empat minggu, karena formula ini memberikan<br />tingkat viabilitas dan efektivitas Steinernema sp. paling tinggi.<br />Kata kunci : efektivitas, formula, Helicoverpa armigera, Steinernema sp.,<br />viabilitas</p><p>ABSTRACT<br />Entomopathogenic nematodes genus Steinernema for are potential<br />to be used as a control for various insect pests, especially ordo<br />Lepidoptera, such as Helicoverpa armigera. The use of Steinernema to<br />control H. armigera is beneficial because it is environmentally friendly,<br />easy to produce, tolerant to several pesticides, actively search the target<br />insect, does not cause resistance and resurgence, and can be applied by<br />using standard sprayer. Unfortunately, biological pesticide containing<br />Steinernema is still limited. The study was aimed at formulating a<br />biological agen containing Steinernema sp. to control the cotton bollworm<br />weevil (H. armigera). The experiment was conducted at insect pathology<br />laboratory, Indonesian Sweetener and Fiber Crops Research Institute,<br />Malang from May to July 2010. Steinernema sp. instar III larvae was<br />formulated in six different forms such as Pellet-1 (clay+carbon),<br />suspension (distilled water+sucrose), Pellet-2 (rice husk), agar+sponge,<br />capsule (Ca-alginate), and control (distilled water). Each formulation was<br />inoculated with 10 6 Infective Juvenile (IJ). Each treatment was arranged in<br />completely randomized design (CRD) with three replicates. Each<br />formulation observed showed decrease in IJ number every week for + 4<br />weeks. Isolates used for this research were originated from Asembagus<br />experimental station. For evaluation of the formulation effectiveness, H.<br />armigera larvae was treated using IJ from the formula weekly for four<br />weeks. On the first week after treatment, the percentages of living IJ in<br />Pellet-1, suspension, Pellet-2, agar+sponge, capsule, and control were 53;<br />12.4; 44; 63.8; 17.6; and 5%, respectively. Effectiveness of Steinernema<br />sp. stored for four weeks in various formulations against H. armigera<br />ranged from 80-99%. The best formula of Steinernema sp for storage was<br />agar+sponge because of its ability to viability and effectiveness of<br />Steinernema sp.<br />Key words: effectiveness, formulation, Helicoverpa armigera, viability,<br />Steinernema sp.,</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Nurindah, Dwi Adi Sunarto, Sujak, Nur Asbani, and A. M. Amir. "Pemanfaatan Ekstrak Tanaman untuk Atraktan Predator dan Parasitoid Wereng Kapas." Buletin Tanaman Tembakau, Serat & Minyak Industri 4, no. 1 (October 10, 2016): 21. http://dx.doi.org/10.21082/bultas.v4n1.2012.21-31.

Full text
Abstract:
<p>Salah satu kendala dalam peningkatan produksi kapas dalam negeri adalah serangan serangga hama. Hama utama tanaman kapas adalah wereng kapas, <em>Amrasca biguttulla</em>. Pengendalian wereng kapas dengan pe-nyemprotan insektisida berakibat pada meningkatnya populasi penggerek buah. Pemanfaatan predator dan parasitoid wereng kapas merupakan solusi pengendalian yang tepat. Penggunaan atraktan untuk mening-katkan populasi predator dan parasitoid pada pertanaman kapas akan meningkatkan peran musuh alami sebagai faktor mortalitas biotik yang efektif. Ekstrak tanaman, terutama yang berupa minyak atsiri, telah banyak digunakan sebagai atraktan musuh alami, tetapi belum banyak yang menggunakannya sebagai atrak-tan musuh alami wereng kapas. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi ekstrak beberapa tanaman yang diduga dapat berfungsi sebagai atraktan bagi parasitoid telur dan predator wereng kapas di laboratorium dengan pengujian secara olfaktometri dan mengujinya di lapangan dengan menggunakan metode perangkap yang dilengkapi dispenser untuk atraktan. Pengujian di lapangan dilakukan pada pertanaman kapas. Ekstrak tanaman yang diuji adalah daun kapas yang telah terinfestasi oleh <em>A. biguttulla</em>, batang dan daun jagung, dan daun teh hitam (<em>Melalaeuca brachteata</em>) dengan menggunakan pelarut organik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa minyak atsiri dari ekstrak daun kapas yang terserang <em>A. biguttulla</em> dan daun teh hitam dapat dimanfaatkan sebagai atraktan parasitoid telur wereng kapas. Parasitoid telur menunjukkan respon positif terhadap minyak atsiri dari ekstrak daun kapas yang terserang A. biguttulla dan daun teh hitam dalam uji olfaktometri di laboratorium. Pada uji lapangan, peningkatan populasi parasitoid dengan penam-bahan kedua atraktan tersebut dapat mencapai 176% dibandingkan kontrol. Minyak atsiri dari ekstrak tanaman yang diuji tidak mempunyai pengaruh terhadap predator jenis kumbang kubah, kumbang kembara, kepik mirid, dan sayap jala.</p><p> </p><p>ABSTRACT</p><p>The Use of Plant Extract for Attractant of Predators and Parasitoids of Cotton LeafhopperCotton production is restricted by pest attack. The key pest of cotton is cotton leafhopper,<em> Amrasca biguttula</em>. Aerial spray to control of this pest caused the increase of bollworm population. Therefore, the use of parasitoids and predators could be a proper method to control the leafhoppers. The use of attractant to in-crease predator and parasitoid population on cotton field would also increase the role of those natural enemies as an effective biotic mortality factor. Plant extracts, especially in the form of essential oils, have been used as attractants for the natural enemies; however attractant for natural enemies of cotton leafhopper has not been intensively developed. Therefore, this research aims were to evaluate some plant extracts that may function as an attractant for egg parasitoid and predators of cotton leafhopper in laboratory tests using olfactometry method, and also to test the effectiveness of the attractant in increasing population of parasi-toids and predators in cotton fields. The plant extracts were of leafhopper-infested-cotton leaves, maize stalks and leaves, and <em>Melalaeuca brachteata</em> leaves, using organic solvents. Results showed that the essential oils of leafhopper-infested-cotton leaves and black-tea tree leaves could be used as an attractant for the hopper egg parasitoids. The parasitoids showed positive response to the essential oils of leafhopper-infested-cotton leaves and black-tea tree leaves in olfactometry tests. The use of those attractants in cotton fields increased parasitoid population by 179% compared to the control. Essential oils of the tested pants did not have any effect on predators, such as ladybird beetles, staphylinid beetles, mirid bugs, as well as lacewings.</p><p>Keywords: Essential oils, attractant, parasitoid, predator, cotton leafhopper.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Jasril, Jasril. "PENENTANGAN LAKI-LAKI MINANGKABAU TERHADAP BUDAYA MINANGKABAU DALAM NOVEL HAMKA." GENTA BAHTERA: Jurnal Ilmiah Kebahasaan dan Kesastraan 3, no. 1 (June 1, 2017): 1–12. http://dx.doi.org/10.47269/gb.v3i1.1.

Full text
Abstract:
Minangkabau menganut sistem kekerabatan matrialineal yang menempatkan laki-laki pada posisi unik, yaitu tidak memiliki hak warisan atas pusaka turunan dan tidak mewariskan suku kepada anaknya. Dampak perlakuan adat tersebut tidak terlihat secara kasat mata, namun bila dicermati, ditemukan penentangan yang dilakukan oleh laki-laki Minangkabau melalui sastra tradisi seperti pantun, kaba, dan nyanyian. Penelitian ini mencoba melihat sejauh mana novel karya Hamka merefleksikan penentangan laki-laki Minangkabau terhadap budayanya. Pandangan ini berangkat dari asumsi bahwa karya sastra modern (novel) merupakan kelanjutan dari sastra tradisi. Teori yang mendasari kajian ini adalah teori sosiologi sastra dengan menggunakan pendekatan mimesis. Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskripstif. Pengumpulan dan penganalisisan data dilakukan secara bersamaan dengan teknik baca-catat-analisis, menggunakan metode content analysis dan metode pembacaan heuristik dan hermeneutik. Hasil penelitian dan pembahasan menunjukan bahwa novel karya Hamka sarat dengan pencerminan sosial budaya Minangkabau. Laki-laki dalam budaya Minangkabau berada pada posisi yang tidak menguntungkan, memiliki kekuatan dan kekuasaan, tetapi tidak memiliki hak atas harta pusaka. Oleh sebab itu, laki-laki melakukan penentangan dalam bentuk menolak pulang ke Minangkabau dan meninggalkan Minangkabau. Penentangan yang dilakukan berdasarkan motif agama Islam yang tidak membedakan laki-laki dengan perempuan baik dalam pembagian warisan maupun dalam pernikahan. Kata Kunci: penentangan, laki-laki Minangkabau, budaya Minangkabau, novel Hamka
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Sari, Nita Kartika, Sumartini Sumartini, and U’um Qomariyah. "HEGEMONI KEKUASAAN PEMANGKU ADAT MINANGKABAU DALAM NOVEL TENGGELAMNYA KAPAL VAN DER WIJCK KARYA HAMKA: KAJIAN HEGEMONI GRAMSCI." Jurnal Sastra Indonesia 7, no. 1 (April 15, 2019): 41–48. http://dx.doi.org/10.15294/jsi.v7i1.29815.

Full text
Abstract:
Karya sastra memang tidak bisa dilepaskan begitu saja dari pengarang dan keadaan sosial yang melatarbelakangi penciptaanya serta segala gejolak kemasyarakatan yang ada seperti kekuasaan dan dominasi yang dirasa merugikan. Dari tiga rumusan masalah penulis hanya akan memfokuskan pembahasan pada bentuk hegemoni yang dilakukan pemangku adat di Minangkabau. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra dan teori hegemoni Antonio Gramsci. Sumber data adalah novel Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck karya Hamka. Data diperoleh dengan teknik membaca dan mencatat. Hasil penelitian berupa jenis hegemoni yang disadari dan tidak disadari. Terdapat empat bentuk dari hegemoni yang disadari yaitu kekeraan, penindasan, paksaan dan perampasan, sedangkan bentuk dari hegemoni yang tidak disadari berupa provokasi. There is an inseparable bond between a literary work with the background experience of its writer, and the underlying socio-cultural circumstances behind its creation, as well as all the existing disadvantageous problems in society such as hegemony and dominance. Of the three research problems, the discussion in this article will focus solely on the form of hegemony practices done by the Elders in Minangkabau culture. In conducting this research, descriptive qualitative approach is used. Literary sociological approach using the theory of Hegemony by Antonio Gramsci is used as the research approach. The data are obtained by using reading and noting technique. The data source is the novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck by Hamka. As the result of the research, there are two type of hegemony practices found, the conscious and unconscious hegemony. The conscious hegemony take four forms, there are: violence, oppression, coercion and deprivation. Meanwhile the unconscious hegemony realized only in form of provocation.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

MACHFUD, MOCH, and E. SULISTYOWATI. "PENDUGAAN AKSI GEN DAN DAYA WARIS KETAHANAN KAPAS TERHADAP Amrasca biguttula." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 15, no. 3 (June 25, 2020): 131. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v15n3.2009.131-138.

Full text
Abstract:
<p>ABSTRAK</p><p>Amrasca biguttula merupakan salah satu hama utama kapas yangmampu menurunkan hasil secara nyata. Penggunaan varietas tahan hamasecara genetik merupakan salah satu dari sekian metode pengendalianyang efektif untuk menurunkan kerusakan hama. Penelitian bertujuanuntuk mengetahui aktivitas kerja gen dan daya waris gen yang mengen-dalikan sifat ketahanan terhadap hama pengisap daun A. biguttula.Penelitian dilakukan di Karangploso, Kabupaten Malang, Jawa Timur daribulan Mei sampai Oktober 2006. Pengujian dilakukan terhadap 17genotipe yang terdiri dari (a) tiga varietas tetua jantan berbulu lebat yaituLRA 5166, SRT-1, dan Laxmi; (b) dua varietas tetua betina yangditingkatkan ketahanannya yaitu Kanesia-8 dan Kanesia-9; (c) enamgenotipe generasi F1 hasil persilangan tetua jantan dan betina tersebut diatas, dan d) enam genotipe generasi F2 yang merupakan keturunan darihasil persilangan F1. Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok(RAK), diulang 3 kali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tiga genotipeF1 dari pasangan persilangan Kanesia-8 x LRA 5166, Kanesia-9 x LRA5166, dan Kanesia-8 x Laxmi menunjukkan penampilan gen yangmengatur kelebatan bulu daun bersifat dominansi sebagian negatif.Sedangkan penampilan gen pada pasangan persilangan Kanesia-8 x SRT-1, Kanesia-9 x SRT-1, dan Kanesia-9 x Laxmi adalah dominansi sebagianpositif. Nilai heritabilitas dalam arti luas dari gen yang mengatur kelebatanbulu daun pada empat pasangan persilangan Kanesia-8 x SRT-1, Kanesia-9 x SRT-1, Kanesia-8 x Laxmi, dan Kanesia-9 x Laxmi adalah tinggi,sedangkan dua pasangan persilangan Kanesia-8 x LRA 5166 dan Kanesia-9 x LRA 5166 nilai heritabilitasnya sedang. Korelasi nyata terjadi antarajumlah bulu daun, populasi nimfa dan nilai JRI. Tingkat kehadiranpopulasi nimfa wereng dan nilai JRI sangat dipengaruhi oleh kerapatanbulu daun.</p><p>Kata kunci : Gossypium hirsutum, Amrasca biguttula, kerapatan bulu,ketahanan, daya waris</p><p>ABSTRACT</p><p>Estimation of Gene Action and Resistance Heritability ofCotton to Amrasca biguttula</p><p>Amrasca biguttula is one of main pests attacking cotton that causessignificant yield loss. The use of resistant varieties is genetically aneffective way to control the pest. An experiment was conducted to studythe activity and heritability of gene(s) responsible for controlling cropresistance to jassid, A. biguttula. The test involved 17 genotypes consistingof (a) three varieties with high trichome density as male parents i.e. LRA5166, SRT-1, and Laxmi; (b) two varieties to be improved their resistanceto jassid as female parents i.e. Kanesia-8 and Kanesia-9; (c) six genotypesof F1 generation resulted from crossing between male and female parents,and d) six genotypes of F2 generation resulted from selfing of genotypes.The test was arranged in randomized block design with three replications.Experimental result showed that the action of gene(s) responsible intrichome density or leaf pubescent of three F1 genotypes i.e. Kanesia-8 xLRA 5166, Kanesia-9 x LRA 5166, and Kanesia-8 x Laxmi were partlynegative dominance, whereas those of F1 genotypes of Kanesia-8 x SRT-1, Kanesia-9 x SRT-1, and Kanesia-9 x Laxmi were partly positivedominance. The heritability of that gene(s) in Kanesia-8 x SRT-1,Kanesia-9 x SRT-1, Kanesia-8 x Laxmi, and Kanesia-9 x Laxmicombinations were high, whereas those in Kanesia-8 x LRA 5166 andKanesia-9 x LRA 5166 combinations were medium. A significantcorrelation was observed between trichome density, nymph population,and JRI value, in which nymph population and JRI were significantlyinfluenced by trichome density.</p><p>Key words : Gossypium hirsutum, Amrasca biguttula, gene action,heritability</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Wihardjaka, Anicetus. "Penerapan Model Pertanian Ramah Lingkungan sebagai Jaminan Perbaikan Kuantitas dan Kualitas Hasil Tanaman Pangan." JURNAL PANGAN 27, no. 2 (October 24, 2018): 155–64. http://dx.doi.org/10.33964/jp.v27i2.376.

Full text
Abstract:
Keberhasilan peningkatan produktivitas tanaman pangan yang diikuti dengan kelestarian lingkungan hidup merupakan prinsip penerapan sistem pertanian ramah lingkungan berkelanjutan. Berbagai sistem pertanian ramah lingkungan telah dikembangkan dengan berpedoman pada budidaya pertanian yang baik melalui sinergis antar komponen teknologi, antara lain pengelolaan tanaman terpadu, jajar legowo super, sistem integrasi tanaman-ternak bebas limbah, dan pengendalian organisme pengganggu tanaman secara terpadu. Melalui sinergi komponen teknologi secara terpadu, penerapan sistem pertanian ramah lingkungan memantapkan capaian produktivitas tanaman pangan, kualitas tanah terpelihara, dan emisi gas rumah kaca dapat tereduksi. Beberapa komponen teknologi yang mampu memberikan hasil tanaman tinggi, emisi gas rumah kaca rendah, dan rendah kontaminan antara lain pengairan berselang, penggunaan bahan organik matang (nisbah C/N rendah) dengan bantuan biodekomposer, pemupukan berimbang, pengendalian hama secara terpadu dengan mengandalkan pestisida nabati, jarak tanam legowo, dan varietas padi unggul rendah emisi. Melalui pengelolaan tanaman terpadu, hasil padi sawah dapat meningkat hingga 47%, pendapatan petani meningkat 29-76%, dan emisi GRK turun sekitar 18-26%.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Susanto, Untung, and Satoto Satoto. "Kekerabatan Beberapa Aksesi Padi Lokal Tahan Hama Penyakit Berdasarkan Analisis Polimorfisme Marka SSR." Jurnal AgroBiogen 12, no. 2 (February 13, 2018): 81. http://dx.doi.org/10.21082/jbio.v12n2.2016.p81-90.

Full text
Abstract:
<p>Kegiatan karakterisasi secara genotipik merupakan salah satu sub kegiatan penting dalam pengelolaan plasma nutfah. Filogeni atau pohon kekerabatan berdasarkan data genotipik lebih mampu memperlihatkan berapa jarak genetik antar plasma nutfah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Filogeni dan jarak genetik antar plasma nutfah padi lokal unggul koleksi Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Penelitian dilakukan pada bulan April – Desember 2015 di Laboratorium DNA Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Materi genetik yang digunakan adalah 15 padi lokal unggul dan varietas Ciherang yang merupakan varietas popular dilibatkan dalam penelitian sebagai kontrol. Analisa molekuler yang digunakan adalah analisa mikrosatelit SSR (<em>simple sequence repeat)</em> dengan jumlah marka SSR sebanyak 18. Hasil penelitian menunjukkan terbentuk 3 kelompok/cluster besar pada pylogeni yang terbentuk. Cluster 1 terdiri dari genotype: Gadis Langsat, Kebo, Bandang sigadis, Ciherang, Jawa sleman, Marahmay, Takong, Ampek panjang, Benoraja, dan Siawak. Cluster 2 terdiri dari: Ase balucung, Ase bukne, Jadul, Pare lotong, dan Pare pulu. Cluster 3 terdiri dari varietas lokal Kapas. Jarak genetik paling jauh dimiliki antara Pare pulu dan Ampek panjang dengan koefisien jarak genetik 2.054. kekerabatan paling dekat dimiliki antara Siawak dan Padi kuning dengan jarak genetik 0.089.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

SUNARTO, DWI ADI, NURINDAH, and SUJAK. "PENGARUH EKSTRAK SERBUK BIJI MIMBA TERHADAP KONSERVASI MUSUH ALAMI DAN POPULASI Helicoverpa armigera HUBNER PADA TANAMAN KAPAS." Jurnal Penelitian Tanaman Industri 10, no. 3 (July 15, 2020): 89. http://dx.doi.org/10.21082/jlittri.v10n3.2004.89-95.

Full text
Abstract:
<p>Musuh alami dalam konsep pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan kekuatan alami yang diharapkan dapat bekerja untuk mengen¬ dalikan serangga hama. Musuh alami akan mampu mengendalikan hama apabila sepcnuhnya mendapat kesempatan untuk bcrkembangbiak dan dukungan untuk berperan secara optimal sebagai faktor mortalitas biotik serangga hama. Untuk mendapatkan kesempatan tersebut, perlu didukung dengan tindakan konservasi. Penggunaan insektisida botani serbuk biji mimba (SBM) yang aman terhadap musuh alami diharapkan dapat mengkonservasi musuh alami. Tujuan penelitian adalah menguji pengaruh SBM terhadap musuh alami dan efektivitasnya dalam menekan populasi Helicoverpa armigera Hbn. pada tanaman kapas. Penelitian dilaksanakan di KP. Asembagus pada bulan Desember 1999 sampai dengan Mei 2000. Perlakuan yang diuji adalah (1) penyemprotan dengan insektisida botani serbuk biji mimba (SBM) konsentrasi 20 g/l air, (2) penyemprotan dengan insektisida sintetis betasifultrin (ISB) konsentrasi 1.5 ml/1 air. Masing- masing perlakuan diulang sebanyak 8 kali. Ukuran petak untuk masing- masing perlakuan pada setiap ulangan 25 x 30 m. Penyemprotan SBM maupun IBS dilakukan secara bcrkala sebelum pengamatan populasi hama dan musuh alami mulai 41 hingga 86 hari setelah tanam (hst) dengan selang waktu 5 hari (10 kali penyemprotan). Pengamatan dilakukan setiap 5 hari, sejak tanaman berumur 40 hingga 100 hsl. Variabel yang diamati adalah populasi musuh alami (parasitoid dan predator), populasi ulat dan larva penggerek buah // armigera, kerusakan badan buah, dan hasil kapas berbiji. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Insektisida botani SBM dapat mengkonservasi musuh alami terutama predator dan menekan populasi penggerek buah H. armigera pada tanaman kapas. Perbedaan penekanan populasi predator yang disebabkan oleh perlakuan ISB dibanding SBM rata-rata 25%. Parasitisasi telur dan larva H. armigera pada kedua perlakuan tidak berbeda dengan tingkat parasitisasi tertinggi mencapai 63% oleh parasitoid telur Trichogrammatoidea armigera dan 25% oleh parasitoid larva Eriborus argenteopilosus dan Carcelia illola. Efektivitas SBM dalam menekan populasi hama tidak berbeda dengan efektivitas ISB. Populasi larva //. armigera rata-rata 0.95 ekor pada perlakuan SBM dan 1.5 ekor pada perlakuan ISB per 10 tanaman. Tingkat kerusakan buah pada kedua perlakuan kurang dari 10% dengan produktivitas hasil kapas berbiji 1 921 kg/ha pada perlakuan SBM dan 1 838 kg/ha pada perlakuan ISB. Dengan demikian, maka SBM layak digunakan sebagai substitusi ISB.</p><p>Katakunci: Gossypium hirsutum L, Azadirachla indica A. Jussieu, insektisida botani, konservasi musuh alami, Helicoverpa armigera Hbn.</p><p> </p><p><strong>ABSTRACT </strong></p><p><strong>The effect of neem seed powder extract on natural enemy conservation and population of Helicoverpa armigera (Hubner) on cotton</strong></p><p>In IPM concept, natural enemies are expected to act as natural power in controlling the pests. They will eonlrol the pests when they are in an encouraging environment. Conservation is possible to build such environment. The use of botanical insecticide, extract of neem seed powder (NSP), which is relatively save for natural enemies could be expected for conservation. The objective of this research was to test the effects of NSP extract on Helicoverpa armigera and its natural enemies. <br /><br />The research was carried out at Asembagus Research Station from December 1999 to May 2000. The treatments applied were: NSP spray (NSP) versus betasifultrin chemical insecticide spray (BCI); designed in 8 replicates. The plot size was 25 m x 30 m. Both NSP and BCI were applied every 5 days since 41 days ater planting (dap) to 86 dap (10 sprays). Variables observed were the population of natural enemies (parasitoids and predators), H. armigera (eggs and larvae), damaged bolls and seed cotton production. The results showed that NSP did not have any adversary effects on parasitoids and predators on cotton, but it does on // armigera so that it could be functioned for natural enemy conservation Average suppression on predator population by BCI was higher 25% than thai of NSP. However, egg and larvae parasitism on BCI and NSP were not significantly different. The highest parasitism level was 63% and 25% by egg parasitoid Trichogrammatoidea armigera and larvae parasitoid Eriborus argenteopilosus and Carcelia illola, respectively. The effectiveness of BCI on H. armigera larvae was not significant with NSP. Larvae population was 0.95 larvae/10 plants and 1.5 larvae/10 plants on BCI and NSP, respectively. Fruit damage on both treatments was less than 10% and seed cotton productivity was 1 921 kg/ha and I 838 kg/ha on NSP and BCI, respectively. Therefore, NSP could be used as BCI substitution.</p><p>Key words : Gossypium hirsutum L, Azadirachla indica A. Jussieu. botanical insecticides, natural enemy conservation, Helicoverpa armigera Hbn</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography