Academic literature on the topic 'Indonesia. Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the lists of relevant articles, books, theses, conference reports, and other scholarly sources on the topic 'Indonesia. Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Journal articles on the topic "Indonesia. Menteri Negara Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup"

1

Manurung, Rangga Doli P., and Ayi Budi Santosa. "Akar Yang Menjalar: Peran Emil Salim Dalam Kementerian Pengawasan Pembangunan Dan Lingkungan Hidup Di Indonesia 1972-1983." FACTUM: Jurnal Sejarah dan Pendidikan Sejarah 8, no. 2 (December 23, 2019): 199–212. http://dx.doi.org/10.17509/factum.v8i2.22150.

Full text
Abstract:
Tulisan ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulis pada kajian sejarah Orde Baru, terutama mengenai Kementerian Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup. Kemudian ditemukan sebuah informasi bahwa Emil Salim adalah tokoh yang berperan dalam pembentukan kementerian ini dan setelahnya menjabat sebagai Menteri Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup yang pertama tahun 1978-1993, namun penulis membatasi kajian Peran Emil Salim dalam kementerian ini hanya pada periode pertama yakni pada tahun 1978-1983. Untuk itu akan sangat menarik jika peran Emil Salim dalam pembentukan Kementerian Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup serta kebijakannya sebagai menteri dari kementerian ini ditelusuri lebih mendalam pada suatu penelitian. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan proses terbentuknya Kementerian Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, sekaligus menganalisis kebijakan yang dicetuskan oleh Emil Salim dalam melindungi juga mengelola lingkungan hidup dan pembangunan. Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah metode penelitian historis yang dilakukan melalui empat tahapan yaitu heuristik, kritik, intepretasi dan historiografi. Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan informasi bahwa Emil Salim sebenarnya ialah seorang ekonom yang kemudian dipercaya untuk mengelola bidang lingkungan hidup. Selama menjabat sebagai menteri Pengawasan Pembangunan dan Lingkungan Hidup, Emil Salim mencetuskan beberapa kebijakan dalam melindungi juga mengelola lingkungan hidup dan pembangunan. Kebijakan tersebut yaitu Pusat Studi Lingkungan (PSL) tahun 1979, Piagam Kalpataru tahun 1981 dan Produk Hukum Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Hapsari, Dwi Ratna Indri, Aditya Aji Syuhadha Ilmiawan, and Echaib Samira. "Non-litigation as An Environmental Dispute Resolution Mechanism in Indonesia." Indonesia Law Reform Journal 2, no. 1 (March 31, 2022): 55–66. http://dx.doi.org/10.22219/ilrej.v2i1.20756.

Full text
Abstract:
Environmental problems have occurred in the global scope, both developed and developing countries. Environmental problems are not only problems of developed countries or industrialized countries including Indonesia. Efforts to overcome environmental problems in developing countries have no other choice but to carry out development. Without the level of development, people will decline, and the environment will be increasingly damaged. Development must still be carried out without damaging the environment. This balance must be maintained in order to preserve the environment. Indonesia has been paying attention to environmental management since 1972. Settlement of environmental disputes through litigation does not produce many results. Dispute resolution through non-litigation channels assumes that dispute resolution through litigation results in very disappointing results. This study wants to conduct a study related to the implementation of Government Regulation No. 54 of 2000 concerning Service Providers for Environmental Dispute Resolution Services Outside the Court and find obstacles and solutions in resolving environmental disputes out of court. The implementation of Government Regulation No. 54 of 2000 at the central government level has established a service provider institution based on the Decree of the State Minister of the Environment Number 77 of 2003 concerning the Establishment of an Out-of-court Environmental Dispute Resolution Service Provider (LPJP2SLH) at the Ministry of the Environment, but its performance has not yet been felt. Abstrak Masalah lingkungan telah terjadi dalam lingkup global, regional maupun nasional baik negara maju maupun negara berkembang. Masalah lingkungan bukan hanya masalah negara maju atau negara industri namun juga pada negara berkembang termasuk Indonesia. Upaya mengatasi permasalahan lingkungan di negara berkembang tidak ada pilihan lain selain melakukan pembangunan. Pembangunan tetap harus dilakukan tanpa merusak lingkungan. Keseimbangan ini harus dijaga agar kelestarian lingkungan tetap terjaga. Indonesia telah memperhatikan pengelolaan lingkungan sejak tahun 1972. Penyelesaian sengketa lingkungan melalui litigasi tidak banyak membuahkan hasil. Penyelesaian sengketa melalui jalur non-litigasi didasarkan pada asumsi bahwa penyelesaian sengketa melalui jalur litigasi memberikan hasil yang sangat mengecewakan. Penelitian ini ingin melakukan kajian mendalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Penyelenggara Jasa Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Pengadilan, serta mencari kendala dan solusi penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar pengadilan. Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 di tingkat pemerintah pusat telah membentuk lembaga penyedia layanan berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 77 Tahun 2003 tentang Pembentukan Layanan Penyelesaian Sengketa Lingkungan Di Luar Pengadilan Penyelenggara (LPJP2SLH) di Kementerian Lingkungan Hidup, namun kinerjanya belum optimal.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Gunawan, M. Wawan, and Muhammad Adib Alfarisi. "Eco-Pesantren: Perspektif Pengelolaan Lingkungan Pada Ponpes Salafi Abdussalam Kabupaten Kubu Raya." Jurnal Alwatzikhoebillah : Kajian Islam, Pendidikan, Ekonomi, Humaniora 9, no. 2 (July 2, 2023): 299–309. http://dx.doi.org/10.37567/alwatzikhoebillah.v9i2.1724.

Full text
Abstract:
Penerapan pemberdayaan ekonomi umat dengan hadirnya eco-pesantren sebagai ketahanan ekonomi mengakibatkan krisis lingkungan di perekonomian Indonesia, hal ini dapat diatasi berupa pengelolaan lingkungan melalui lembaga pendidikan sebagai fondasi untuk mengembangkan perekonomian yang baik. Tujuan penelitian ini untuk mewujudkan lingkungan pesantren yang sehat dan alami melalui pengelolaan lingkunan hidup di Pondok Pesantren Salafi Abdussalam Kabupaten Kubu Raya. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menganalisis pemberdayaan ekonomi melalui para santri untuk menciptakan santriprenuer. Hasil penelitian yang diperoleh dengan adanya penerapan ecopesantren dalam pengelolaan lingkungan hidup alami dan sehat dapat membantu finansial maupun pembangunan pesantren. Dalam bentuk penerapan eco-pesantren dapat bekerja sama dengan pemerintah dengan mengadakan workshop, seminar, pelatihan skill serta pemberian dana guna membangun di lingkungan pesantren sistematis. Diharapkannya pemerintah dapat terus membantu pesantren yang masih kekurangan dalam financial secara lebih merata hingga ke pondok pesantren khususnya memberdayakan para santri dalam mengelola lingkungan hidup sebagai masa depan ekonomi negara cerah. Selain itu, dapat dilakukannya pengawasan dan pemantauan secara berkala di setiap pesantren yang dibina, sehingga dapat di ketahui keberhasilan atau kegagalan dari program eco-pesantren yang di bina oleh Pemerintah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Yuliana, Sri. "PELANGGARAN HAK MANUSIA DALAM MEMPERTAHANKAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT UNDANG – UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2009 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP." Justicia Sains: Jurnal Ilmu Hukum 7, no. 1 (June 29, 2022): 41–62. http://dx.doi.org/10.24967/jcs.v7i1.1661.

Full text
Abstract:
Hukum Lingkungan yang ketentuan pokoknya diatur dalam Undang- Undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU. No 4 Tahun 1982 yang telah diganti menjadi UU No 23 Tahun 1997 yang disempurnakan menjadi UU Nomor 32 tahun 2009 dengan menyesuaikan perkembangan zaman demi terciptanya sustainable development (pembangunan berkelanjutan). UU No.23 Tahun 1997 jo UU Nomor 32 Tahun 2009 mengandung berbagai ketentuan aspek hukum, yakni Hukum Administrasi Negara (HAN), Hukum Perdata, dan Hukum Pidana. Kebijakan lingkungan disertai tindak lanjut pengarahan dengan cara bagaimana penetapan tujuan dapat dicapai agar ditaati masyarakat. Upaya perbaikan dan pemulihan terhadap lingkungan hidup, kalah cepat dibandingkan laju kerusakan dan pencemaran yang terjadi. Kondisi ini mengindikasikan bahwa, isu lingkungan belum berada dalam sentral pembangunan Indonesia. Penyebab utamanya karena pada tingkat pengambilan keputusan di pusat dan daerah sering mengabaikan kepentingan pelestarian lingkungan. Akibat yang timbul, bencana terjadi di darat, laut, dan udara. Hak dan kewajiban masyrakat dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup dapat terlaksana dengan baik apabila subjek pendukung hak dan kewajiban berperan serta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup. Memahami dan mengakui hak asasi manusia berati juga melindungu lingkungan hidup sekaligus juga dapat digunakan untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Namun Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 juga meiliki kelemahan. Kelemahan Undang-undang yaitu dari penegakan hukum lingkungan baik pada bidang hukum administratif, bidang perdata, serta bidang pidana. Pada umumnya permasalahan lingkungan hidup berumla daritidak dijalankan dengan baik proses perizinan yang seharusnya terpenuhi sebelum dijalnkannya usaha atau kegiatan yang bersangkutan pada lingkungan bidang administrasi, atau pada kurang efektifnya proses penyelesaian sengketa pada jalur litigasi maupun sulitnya pengawasan kesepakatan yang diraih pada jalur nonlitigasi paada bidang perdata, maupun pada kerancuan delik Undang-undang Pokok Lingkungan (UUPPLH) dengan Undang-undang bidang lingkungan lainnya yang menyebabkan banyaknya putusan yang merugikan masyarakat. Hal ini juga diakibatkan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat serta pejabat penyelenggara pemerintahan dalam isu terkait lingkungan hidup dalam upaya perlindungan dan pengelolaannya selain pemanfaatan sumber daya dari lungkungan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Ari Atu Dewi, Anak Agung Istri. "Model Pengelolaan Wilayah Pesisir Berbasis Masyarakat: Community Based Development." Jurnal Penelitian Hukum De Jure 18, no. 2 (June 26, 2018): 163. http://dx.doi.org/10.30641/dejure.2018.v18.163-182.

Full text
Abstract:
Indonesia merupakan negara yang sangat kaya dengan sumber daya laut. Potensi ini tentu dapat dimanfaatkan bagi peningkatan dan percepatan pembangunan ekonomi nasional. Pemanfaatan sumber daya laut secara optimal dan proporsional juga niscaya dapat membantu masyarakat pesisir untuk lepas dari jeratan taraf hidup kemiskinan. Pengelolaan pesisir telah diatur dalam UU 1 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UU 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No 40/PERMEN-KP/2014 tentang Peran serta dan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pengaturan ini memberi arah bagi masyarakat pesisir dalam mengembangkan dan mengelola wilayah pesisir sesuai dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Sepanjang penelusuran peneliti, model pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat yang tepat dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat pesisir belum terformulasikan dengan baik. Penelitian ini didesain sebagai penelitian hukum empiris yang bertujuan untuk menganalisis model pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat. Hasil pembahasan menjelaskan bahwa model yang ideal pengelolaan wilayah pesisir berbasis masyarakat dilakukan dengan adanya sinergi dan interaksi yang tepat antara pemerintah, masyarakat dan nilai kearifan lokal. Pemberdayaan masyarakat pesisir dalam membangun model pengelolaan wilayah pesisir juga sangat penting dilakukan dengan maksud untuk mendorong kemandirian mereka. Penggunaan model ini memiliki keunggulan karena peran serta aktif masyarakat pesisir dapat meningkatkan pendapatan, menjaga kelestarian lingkungan pesisir, dan memberi keleluasaan bagi masyarakat pesisir dalam mengembangkan dan mengelola sumber daya kelautan sesuai dengan potensi, karakteristik dan sosial budaya masyarakatnya. Peran serta aktif masyarakat pesisir juga memberi harapan bagi pengentasan masalah kemiskinan yang berujung pada terwujudnya keadilan dan kesejahteraan masyarakat pesisir.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Maulidina, Putri, and Dony Kusuma. "KETIDAKTAATAN PEMBAYARAN OVERDIMENSION OVERLOADING DRIVER KENDARAAN YANG BERIMPLIKASI PADA KERUSAKAN JALAN ALTERNATIF DESA." LITRA: Jurnal Hukum Lingkungan, Tata Ruang, dan Agraria 1, no. 2 (April 15, 2022): 138–52. http://dx.doi.org/10.23920/litra.v1i2.584.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi kepada pihak pemerintah c.q dinas perhubungan atau pihak-pihak terkait terhadap adanya ketidaktaatan pembayaran overdimension overloading driver kendaraan yang berimplikasi pada kerusakan jalan alternatif desa. Relevansi penelitian ini memberikan dampak yang signifikan terhadap pendapatan negara juga menjadikan keresahan di lingkungan masyarakat yang terdampak Sebagaimana Peraturan Perundang-undangan No. 32 Tahun 2009 pasal 67 terkait dengan kewajiban melestarikan lingkungan hidup. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang menekankan pada studi law in book diantaranya menggunakan bahan literatur buku-buku, jurnal-jurnal, peraturan-peraturan dan sebagainya. Selain itu juga menggunakan metode yuridis sosiologis atau empiris yaitu melalui pengamatan di lapangan. Urgensi perlunya pengawasan terhadap muatan angkutan barang perusahaan wajib mematuhi ketentuan yang berlaku Sebagaimana Peraturan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 2019 tentang penyelenggaraan angkutan barang dengan kendaraan bermotor di jalan pasal 71 ayat 1. Sehingga harus ada upaya dari pemerintah untuk meminimalisir terjadinya potensi penyalahgunaan jalan alternatif desa. Kata kunci: Desa; Jalan; Lingkungan; Overdimension Overloading; Pemerintah ABSTRACT This study aims to provide recommendations to the government, c.q. the transportation agency or related parties, for non-compliance with payments for overdimension overloading of vehicle drivers which have implications for damage to alternative village roads. The relevance of this research has a significant impact on state income and also creates unrest in the affected community. 32 of 2009 article 67 is related to the obligation to preserve the environment. This research uses a normative juridical method that emphasizes law in book studies including using literature, books, journals, regulations and so on. In addition, it also uses sociological or empirical juridical methods, namely through field observations. The urgency of the need for supervision of cargo transportation companies must comply with applicable provisions As the Regulation of the Minister of Transportation Republic of Indonesia Number 60 of 2019 concerning the implementation of goods transportation by motorized vehicles on the road article 71. Keywords: Village; Street; Environment; Overdimension Overloading; Government.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Pedhiena, Ginta Pedhiena. "KEWENANGAN KANTOR OTORITAS BANDAR UDARA." DiH: Jurnal Ilmu Hukum 7, no. 13 (February 13, 2011). http://dx.doi.org/10.30996/dih.v7i13.254.

Full text
Abstract:
Kementerian Perhubungan mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang perhubungan dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara yang diatur lebih detail pada Peraturan Menteri Perhubungan Nomor : KM 60 Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Perhubungan. Sedangkan Transportasi Udara di Indonesia ditangani oleh Kementerian Perhubungan khususnya Direktorat Jenderal Perhubungan Udara. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara, Kementerian Pehubungan adalah salah satu kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden yang mempunyai tugas menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Kewenangan Kantor Otoritas Bandar Udara yaitu menjalankan dan melakukan pengawasan untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan pelayanan penerbangan. Pengawasan meliputi kegiatan pengawasan pembangunan dan pengoperasian agar sesuai dengan peraturan perundang-undangan termasuk melakukan tindakan korektif dan penegakan hukum. Pembinaan Penerbangan dilakukan dengan memperhatikan seluruh aspek kehidupan masyarakat dan diarahkan untuk memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang secara massal melalui angkutan udara dengan selamat, aman, cepat, lancar, tertib dan teratur, nyaman, dan berdaya guna. Pembinaan dilakukan secara terkoordinasi dan didukung oleh instansi terkait yang bertanggung jawab di bidang industri pesawat udara, lingkungan hidup, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta keuangan dan perbankan sebagaimana Pasal 10 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009.Kata kunci : Kewenangan, Kantor Otoritas Bandar Udara
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Rembet, Rodrigo Christopher. "PENGATURAN HUKUM PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP MENURUT DEKLARASI STOCKHOLM 1972." LEX ET SOCIETATIS 8, no. 4 (October 20, 2020). http://dx.doi.org/10.35796/les.v8i4.30908.

Full text
Abstract:
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan hukum mengenai pengelolaan lingkungan hidup dari Deklarasi Stockholm 1972 dan bagaimana penerapan lingkungan hidup Deklarasi Stockholm di Indonesia. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normatif, disimpulkan: 1. Pengaturan hukum pengelolaan lingkungan hidup sesuai deklarasi Stockholm 1972 didasarkan pada pendekatan hukum internasional ekologi Internasional Envinromental Law Approach. Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan, pengawasan, dan penegakan hukum. Pada hakikatnya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan membentuk serta mempengaruhi kualitas lingkungan hidup secara keseluruhan terdiri dari elemen-elemen yang berada diwilayah satu Negara, seperti air, tanah, hutan, flora, fauna dan keanekaragaman hayati. 2. Penerapan Deklarasi Stockholm di Indonesia membawa dampak yang positif bagi penerapan Undang-Undang. Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang diselenggarakan dengan asas tanggung jawab Negara, asas berkelanjutan yang berwawasan Lingkungan Hidup dalam kerangka pembangunan Masyarakat Indonesia seutuhnya dan seluruhnya yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.Kata kunci: Pengaturan Hukum, Pengelolaan Lingkungan Hidup. Deklarasi Stockholm
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Anzari, Mudhafar, M. Ikhwan, and Syukriah Syukriah. "Actualizing Disability Rights Under Law Number 8 of 2016: An Inclusive Development in Lheu Eu Village." MAQASIDI: Jurnal Syariah dan Hukum, June 5, 2024, 11–25. http://dx.doi.org/10.47498/maqasidi.v4i1.3161.

Full text
Abstract:
Desa sebagai konstruksi hukum, terdiri dari badan pemerintahan dan anggota masyarakat di dalamnya. Namun, inisiatif pembangunan di desa-desa ini sering gagal memenuhi kebutuhan individu penyandang disabilitas. Pengawasan ini mengarah pada marginalisasi penyandang disabilitas, memaksa mereka untuk hidup terisolasi di lingkungan pedesaan. Menanggapi hal tersebut, Pemerintah Indonesia telah menerapkan Undang-Undang No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Undang-undang ini bertujuan untuk meningkatkan status penyandang disabilitas menjadi sesama warga negara, memastikan hak dan kesempatan yang adil untuk partisipasi aktif mereka dalam pembangunan desa. Penelitian ini menggunakan metodologi yuridis normatif, menganalisis data dari dokumen hukum dan literatur, dilengkapi dengan pendekatan empiris melalui wawancara dengan pemangku kepentingan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hak-hak penyandang disabilitas dalam konteks pembangunan desa dan untuk memahami perspektif pemerintah desa tentang inklusi mereka. Upaya pembangunan harus berputar ke arah model yang berpusat pada masyarakat yang mengintegrasikan kepentingan kelompok penyandang cacat. Oleh karena itu, kesejahteraan penyandang disabilitas di Desa Lheu Eu, Kabupaten Darul Imarah, Aceh Besar, harus didasarkan pada prinsip-prinsip kemanusiaan. Upaya kolaboratif antara Pemerintah Desa, sektor bisnis, akademisi, dan advokat disabilitas sangat penting untuk mewujudkan mandat hukum dan kerangka peraturan yang mengatur inklusi penyandang disabilitas dalam pembangunan desa.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Rizki, Devi Ayu, Sri Sulastri, and Maulana Irfan. "PEMENUHAN HAK PARTISIPASI ANAK MELALUI FORUM ANAK DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KOTA LAYAK ANAK DI KOTA BANDUNG." Share : Social Work Journal 5, no. 1 (July 27, 2015). http://dx.doi.org/10.24198/share.v5i1.13085.

Full text
Abstract:
Anak adalah harapan setiap orang tua dan keluarga. Dalam cakupan luas, anakadalah harapan bangsa dan negara bahkan dunia di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, menjadi hal yang krusial dan komitmen bersama untuk memenuhi hak-hak anak sebagai manusia serta mewujudkan dunia yang layak bagi mereka.Pada tahun 1989, Perserikatan Bangsa-Bangsa mengeluarkan Konvensitentang Hak-hak Anak (KHA) dan menetapkan kewajiban bagi pemerintah yang meratifikasi untuk membuat langkah-langkah implementasi. Secara garis besar, Konvensi Hak-hak Anak (KHA) tersebut mengelompokkan hak-hak anak ke dalam 4(empat) kelompok hak dasar, yaitu hak untuk bertahan hidup (survival rights), hak untuk tumbuh dan berkembang (development rights), hak atas perlindungan (protection rights), dan hak untuk berpartisipasi (participation rights).Pemerintah Republik Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut pada tahun1990 melalui Keppres Nomor 36 tahun 1990 kemudian mengesahkan Undang-undangPerlindungan Anak Nomor 23 tahun 2002. Dengan meratifikasi KHA, Indonesiamenyepakati bahwa seluruh hak anak adalah hak asasi manusia seorang anak yang setara pentingnya dan bahwa Indonesia akan melakukan segala upaya untuk memastikan seluruh hak tersebut dihormati, dilindungi, dan dipenuhi.Sejak diratifikasi Konvensi Hak Anak, pemerintah mulai menyusun berbagaistrategi untuk membuat kebijakan maupun program yang betujuan untuk mewujudkanhak-hak anak. Salah satunya adalah Peraturan Menteri Pemberdayaan Perempuandan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2011 Tentang KebijakanPengembangan Kota Layak Anak. Terdapat 40 kabupaten dan 34 kota di Indonesia yang telah dicanangkan sebagai salah satu kabupaten/kota menuju layak anak.Bandung adalah kota yang pertama kali memiliki inisiatif untuk mengembangkanKota Ramah Anak pada tahun 2004. Pada tahun 2006 Kota Bandung telah mendapatkan dua penghargaan sebagai pemerintahan yang memiliki komitmen kuatdalam upaya perlindungan anak sehingga telah dicanangkan sebagai Kota Layak Anak.Dalam kebijakan ini, salah satu prinsipnya adalah partisipasi anak dalam pembangunan lingkungan yang juga sebagai salah satu hak dari 31 hak anak. MenurutPeraturan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2011 Pasal 1 Ayat 2, “Partisipasi Anak adalah keterlibatan anak dalam proses pengambilan keputusan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dirinya dan dilaksanakan atas kesadaran, pemahaman serta kemauan bersama sehingga anak dapat menikmati hasil atau mendapatkan manfaat darikeputusan tersebut. Anak perlu dilibatkan dalam pengambilan keputusan, termasukdalam pengambilan keputusan rencana pembangunan daerah untuk mewujudkankota yang layak bagi mereka.Hal di atas menunjukkan bahwa partisipasi anak sesungguhnya merupakan dasar dan batu pijakan yang menjamin bahwa anak-anak merupakan subyek darihak asasi manusia yang sama sehingga tidak selalu menjadi objek dari suatu prosespembangunan. Saat ini, pemerintah telah membentuk dan membina wadah partisipasianak yang disebut Forum Anak, yang didalamnya beranggotakan seluruh anak danpengurusnya terdiri dari perwakilan kelompok-kelompok anak. Forum anak ini dibentuk dengan tujuan untuk menjembatani kepentingan anak-anak dan kepentinganorang dewasa. Forum anak merupakan media, wadah atau pranata untuk memenuhihak partisipasi anak tersebut, untuk secara khusus menegaskan pasal 10 Undang undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Sebagai bentuk komitmen dalam merespon kesepahaman atas pentingnya hak partisipasi anak untukmewujudkan Dunia yang layak bagi anak, Pemerintah Kota Bandung juga membentukdan membina wadah partisipasi anak (forum anak) yang bernama Forum Komunikasi Anak Bandung (FOKAB).Akan tetapi, hal ini agaknya juga masih sulit diimplementasikan. Anak sampai saat ini masih berada dilatarbelakang saja dalam proses pembangunan. Kesejahteraananak diasumsikan akan terjadi bila pembangunan berjalan dengan baik. Jadi anak hanya ada dalam anggapan dan tidak pernah dikedepankan secara sadar dan sengaja sebagai wawasan pembangunan dan bukan subyek pembangunan. Mereka hanya menjadi indikator pembangunan, seperti angka kematian bayi, angka kematian balita dan anak, derajat partisipasi dalam pendidikan, dan sebagainya.Konsep anak sendiri juga masih bias. Anak dipandang sebagai orang dewasa yangbelum ‘jadi’, atau tengah dalam proses ‘menjadi’, sehingga tidak perlu diperhitungkan. Padahal anak adalah warga negara yang penuh akal, yang mampu membantu pembangunan masa depan lebih baik bagi semua orang.Berdasarkan pernyataan tersebut, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untukmengetahui sejauh mana pemenuhan hak partisipasi anak melalui forum anak dalam implementasi kebijakan kota layak anak.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography