Situmorang, Chazali H. "Study Analysis UU ASN, MENUJU PENYEDERHANAAN BIROKRASI (The Act of ASN, Toward Bureaucratic Trimming )." Jurnal Sosial dan Humaniora 4, no. 8 (June 28, 2020). http://dx.doi.org/10.47313/ppl.v4i8.699.
Abstract:
<div class="WordSection1"><p align="center"><strong>Abstract</strong></p><p>Jokowi emphasizes 5 (five) strategic programmes. Those programmes are not something new, and have been introduced in several occasions, including to the Cabinet recently. One of them is “Bureaucratic Trimming has to be done massively. Investment to create employment opportunity has to be prioritized. Excessively lengthy procedures must be shortened. How? Bureaucracy must be trimmed. Echelon formation must be simplified. Echelon I, Echelon II, Echelon III, Echelon IV, isn’t that too much? It should be simplified to just two levels, substituted by functional positions that appreciate skill, appreciate competence”. What would be the detailed plan, and what would be the more specific and measured technical activities, depends on how Bappenas will formulate them. For five years strategic planning, the media is RPJMN 2020-2024, which then broken down to annual planning in Rencana Kerja Tahunan (RKT), formulated through trilateral meeting between Bappenas, Kemenkeu, and related Ministries/Sector. The Government’s tool is bureaucracy, so that every bureaucrats are driven to have high competency as directors, controllers, and service providers along with other stakeholders. The Act of ASN is very clear, that places ASN within specific duties of policy and leadership. So, why is The Government’s bureaucracy tend to have more structural positions, rather than functional positions? Why are the bureaucrats still reluctant to fill in functional positions, rather than structural positions? On the other hand, The Act of ASN mandated the simplification of the three-level structural positions to just two levels like mentioned before, and gave maximum opportunity to the more expertise, and more skilled functional positions. That is why, it is necessary to do bureaucratic trimming. The importance is so that the objective of governing can be reached, just like the Constitution mandate to fulfil a welfare state.</p><p>This paper discusses The Government’s commitment to do bureaucratic trimming, into two-level structural positions, and replaces the rest of structural positions into functional positions, with respect to individual competencies. This paper uses descriptive analysis, by capturing the nation policies within the nation law. that is executed by the Government as the nation’s administrator.</p><p>The key findings of this paper are (1) Bureaucracy history in Indonesia started form the Dutch colonial era, bequeathed to the Indonesian Government using Max Weber Model (Weberian); (2) The notion of bureaucracy revitalisation has started since 10 years ago, in the form of “Bureaucracy Reform”, as a tribute to “Margaret Thatcher effect” in bureaucratic trimming; (3) The Act of ASN was legalised in 2014, with the spirit of Bureaucracy Reform. ASN is driven to have high competencies, to be professional, to have integrity, to remain neutral in politics, and to fight corruption, collusion, and nepotism - aside from the need of bureaucratic trimming; (4) Withing 5 years since The Act of ASN, there has been no bureaucratic trimming. Even if there has, it is deemed ineffective. Bureaucracy is still “fat”, with excessively wide span of control and high expenses; (5) President Jokowi in Indonesia Maju Cabinet, has made a final decision to trim the bureaucracy chain. Bureaucracy structure will be trimmed in half. From four-echelon formation, will be trimmed to just two-echelon formation, and the rest will be filled with administrative and functional positions. This is aligned with The Act of ASN; (6) Technically speaking, bureaucratic trimming is not difficult to implement. The most important thing is to assure ASN that there will be no hindrance in their normative rights, salaries, and career path; (7) The main obstacle is some bureaucrats who have no potential to develop, compete, or remain professional. There must be an honored way to solve it, rather than being left like “pebbles within our shoes”. Golden handshake should be a plausible alternative.</p><p><strong>Keyword:</strong> Bureaucratic Trimming; Government’s tool is bureaucracy: stakeholders.; structural positions,: functional positions: welfare state: Government’s commitment: nation’s administrator: individual competencies: Bureaucracy Reform: ASN is driven to have high competencies; to be professional; to have integrity; to remain neutral in politics; and to fight corruption; collusion; and nepotism ; -</p><p> </p><p align="center"><strong>Abstrak</strong></p><p>Jokowi mengedepankan Lima Priotas Program Strategis. Kelima program strategis tersebut bukanlah hal yang baru, sudah sering disampaikannya pada berbagai kesempatan, termasuk juga disampaikan oleh para Menteri beberapa waktu yang lalu. Salah satu dianatarnya adalah; <em>Penyederhanaan birokrasi ( bureaucratic trimming) dilakukan besar-besaran. Investasi untuk penciptaan lapangan kerja harus diprioritaskan. Prosedur yang panjang harus dipotong. Caranya bagaimana?. Birokrasi yang panjang harus kita pangkas. Eselonisasi harus disederhanakan. Eselon I, eselon II, eselon III, eselon IV, apa tidak kebanyakan? Agar disederhanakan menjadi 2 level saja, diganti dengan jabatan fungsional yang menghargai keahlian, menghargai kompetensi.</em> Bagaimana rencana detailnya, dan menjadi kegiatan teknis yang lebih spesifik dan terukur, tentu menjadi urusan Bappenas memformulasikannya. Untuk rencana 5 tahun sudah ada rumahnya bernama RPJMN 2020-2024, dan juga kemudian lebih dirinci lagi menjadi target kerja satu tahun yang dituangkan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT), melalui forum trilateral antara Bappenas, Kemenkeu dan Kementerian/Sektor terkait. Perangkat pemerintah adalah birokrasi, dan oleh karena itu para birokrat dituntut untuk punya kompetensi tinggi sebagai pengarah, pengendali, dan peran pelayanan dapat dilakukan bersama-sama dengan stakeholder lainnya. Undang-Udang ASN sudah sangat jelas, menempatkan aparatur sipil negara itu dalam tugas-tugas yang bersifat kebijakan dan kepemimpinan. Lantas, kenapa Birokrasi pemerintahan saat sekarang ini, tangga jabatan strukturalnya masih gemuk, sedangkan jabatan fungsionalnya masih terbatas?. Kenapa para brokrat masih enggan untuk menempati jabatan fungsional dari pada struktural?. Sedangkan UU ASN mengamanatkan pada penyederhanaan jabatan struktural dengan 3 tingkatan dalam dua segmen jabatan sebagaimana diuraikan diatas. Dan memberikan ruang yang luas untuk jabatan fungsional keahlian dan ketrampilan. Oleh karena itulah, diperlukan pemangkasan birokrasi (Bureaucartic Trimming), menjadi penting, supaya tujuan dari diselenggarakannya pemerintahan itu dapat tercapai, sesuai dengan amanat konstitusi yaitu mewujudkan kesejahteraan rakyat (<em>welfare stat</em>e).</p><p>Dalam kajian yang dilakukan terkait dengan komitmen Pemerintah untuk melakukan penyederhanaan birolrasi, hanya sampai pada 2 level jabatan struktural, dan me <em>replace</em> jabatan struktural selebihnya dalam jabatan fungsional sesuai dengan kompetensi masing-masing, dilakukan dengan pendekatan deskriptif, dengan memotret kebijakan-kebijakan negara dalam bentuk hukum negara yang dilaksanakan oleh pemerintah sebagai penyelenggara negara. </p><p>Poin penting yang dapat disimpulkan adalah: 1) Perjalanan birokrasi di Indonesia sangatlah panjang. Mulai zaman Pemerintahan Belanda, diwariskan kepada Pemerintah Indonesia dengan mdel Max Weber (Weberian). 2) Semangat Revitalisasi Birokasi dengan tema Reformasi Birokrasi, sudah sejak 10 tahun yang lalu diwacanakan. Sebagai bentuk imbas globalisasi yang dibawakana oleh Pemerintahan Margareth Thatcher, dengan melakukan gerakan memangkas birokrasi. 3) UU ASN lahir tahun 2014, dengan semangat Reformasi Birokrasi. ASN dituntut punya kompetensi tinggi, profesional, berintegritas, netral, tidak berpolitik, dan melawan kopupsi, kolusi dan neopotisme. Disamping perlu dilakukannya penyederhanaan struktur birokrasi. 4) Lima tahun UU ASN berjalan, perampingan atau penyederhanaan birokrasi dimaksud tidak bergerak. Kalaupun bergerak hanya lebih bersifat dipermukaan saja. Birokrasi masih tetap gemuk, rentang kendali yang panjang, dan masih menggunakan biaya yang besar. Belum efektif dan efisien. 5) Presiden Jokowi dalam Kabinet Indonesia Maju, sudah sampai pada keputusan final, agar memendek mata rantai birokrasi. Struktur birokrasi dipotong separuhnya. Dari empat jenjang eselonering jabatan, hanya dibenarkan dua jenjang struktural, dan selbihnya pada jabatan administrasi dan fungsional. Hal ini sesuai dengan perintah UU ASN. 6) Secara teknis pelaksanaan, pemangkasan birokrasi tidaklah sulit. Yang penting bagi ASN harus diberikan kepastian bahwa hak normatifnya, tunjangan, jenjang karier dan kepangkatannya tidak terhambat. 7) Kendala utama, adalah pada para birokrat yang memang sudah pada tidak punya potensi untuk berkembang, bersaing, dan kemampuan profesional sudah mandeg. Harus dicarikan jalan keluar yang terhormat. Jika tidak akan dapat menjadi krikil di sepatu. <em>Golden second</em> mungkin alternatif yang bijak, bagi yang berkeinginan</p></div>