Academic literature on the topic 'Direktorat Rehabilitasi Penderita Cacat'

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the lists of relevant articles, books, theses, conference reports, and other scholarly sources on the topic 'Direktorat Rehabilitasi Penderita Cacat.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Journal articles on the topic "Direktorat Rehabilitasi Penderita Cacat"

1

Nurhadi, Stefani. "SEORANG LELAKI DENGAN MORBUS HANSEN TIPE BORDERLINE TUBERKULOID DISERTAI CACAT KUSTA TINGKAT 2." Prominentia Medical Journal 4, no. 2 (November 20, 2023): 17–30. http://dx.doi.org/10.37715/pmj.v4i2.4027.

Full text
Abstract:
Morbus hansen (MH) atau kusta adalah penyakit granulomatus kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Penyakit ini dapat menyebabkan kecacatan dan disabilitas yang signifikan pada penderita. Faktor resiko kusta meliputi kerentanan genetik, paparan lingkungan, serta faktor sosial dan ekonomi. Diagnosis dan klasifikasi kusta didasarkan pada tanda klinis, pemeriksaan kulit, dan histopatologi. Cacat yang timbul pada kusta dapat terjadi akibat infiltrasi basil pada kulit dan saraf, serta akibat reaksi kusta berupa neuritis akut. Pencegahan dan perawatan cacat tangan dan kaki perlu dilakukan secara dini dan melibatkan perawatan mandiri oleh penderita. Telah dilaporkan sebuah kasus MH tipe BT pada seorang laki-laki usia 29 tahun yang disertai dengan cacat kusta tingkat 2 berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan yang diberikan dari bagian kulit dan kelamin adalah multi drug treatment (MDT) multi basiler (MB) paket I dan vitamin B1 B6 B12 serta konsul bagian rehabilitasi medis diberikan stimulasi otot intrinsik tangan, latihan range of movement (ROM), pergerakan dan fungsional tangan. Penanganan kusta bertujuan untuk memutus rantai penularan, menyembuhkan penderita, dan mencegah terjadinya cacat. Program pemberantasan kusta melibatkan pengobatan dengan rejimen multi-drug treatment (MDT) yang disesuaikan dengan tipe penyakit. Pencegahan dan perawatan cacat pada kusta melibatkan latihan fisik, perlindungan tangan dan kaki, serta perawatan luka dan kulit. Penderita kusta juga perlu memahami pentingnya merawat diri sendiri dan menghindari faktor risiko yang dapat memperburuk kondisi. Kusta merupakan penyakit yang dapat menyebabkan kecacatan dan disabilitas yang signifikan. Pencegahan dan perawatan cacat pada kusta memegang peranan penting dalam meningkatkan kualitas hidup penderita. Program pemberantasan kusta yang melibatkan pengobatan MDT telah terbukti efektif dalam mengurangi insiden penyakit. Perawatan mandiri oleh penderita melalui latihan fisik, perlindungan tangan dan kaki, serta perawatan luka dan kulit dapat membantu mencegah terjadinya cacat yang lebih parah. Dengan pendekatan yang holistik dan komprehensif, diharapkan dapat mengurangi dampak negatif kusta pada penderita dan masyarakat secara keseluruhan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Munandar, Farid, Heriyanti Amalia Kusuma, and Endang Wahyuningtyas. "Protesa Maksilofasial dengan Hollow Bulb untuk Rehabilitasi Pasca Hemimaxillectomy Klas IV Aramany." Majalah Kedokteran Gigi Indonesia 18, no. 1 (June 30, 2011): 73. http://dx.doi.org/10.22146/majkedgiind.16482.

Full text
Abstract:
Latar belakang. Tindakan operasi pembedahan pada daerah wajah akan mengakibatkan cacat wajah, gangguan fungsi bicara, penelanan, pengunyahan, estetik serta kejiwaan penderita dan dapat menimbulkan masalah pada rehabilitasinya. Tujuan. Penulisan laporan ini untuk menginformasikan bahwa defect atau cacat pada daerah wajah dapat direhabilitasi dengan pembuatan protesa maksilofasial dengan hollow bulb untuk mengembalikan fungsi. Kasus. Pasien laki-Iaki berusia 30 tahun datang ke RSGM atas rujukan dari RS. Dr. Sardjito. Saat datang pasien merasa terganggu dengan adanya defect didalam mulutnya. Operasi hemimaxillectomy telah dilakukan oleh dokter THT R.S Hasan Sadikin setahun yang lalu. Penanganan. Dilakukan pemeriksaan subyektif, obyektif, radiografi dan hasil diagnose terdapat defect klas IV Aramany. Rehabilitasi dapat dilakukan dengan pembuatan protesa maksilofasial dengan hollow bulb klas IV Aramany untuk mengembalikan fungsi dan menghindari akibat dari pasca operasi hemimaxillectomy lebih lanjut. Pemeriksaan retensi, stabilisasi, oklusi, estetik dan pengucapan dilakukan pada waktu insersi, begitu pula pada saat kontrol 1 minggu dan 1 bulan setelah pemakaian tidak ada keluhan. Kesimpulan. Pemakaian protesa maksilofasial dengan hollow bulb ini dapat berguna sebagai alat rehabilitasi yang dapat mengembalikan fungsi bicara dan mengunyah, estetik dan membantu proses penyembuhan jaringan dan psikologi penderita.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Oetami RS, Sri, Suparyono Saleh, and Erwan Sugiatno. "Protesa Maxillofacial Thermoplastic Nylon dengan Hollow Bulb pada Kasus Klas I Aramany Pasca Hemimaxillectomy." Majalah Kedokteran Gigi Indonesia 18, no. 1 (June 30, 2011): 108. http://dx.doi.org/10.22146/majkedgiind.16489.

Full text
Abstract:
Latar Belakang. Operasi pembedahan yang dilakukan pad a daerah wajah akan mengakibatkan cacat wajah, gangguan fungsi bicara, penelanan, pengunyahan, estetik serta kejiwaan penderita dan dapat timbul masalah pada rehabilitasinya. Bahan protesa maxillofacial thermoplastic nylonini digunakan sebagai alat rehabilitasi pasca hemimaxillectomy karena bahan ini selain non toxic juga ringan dan lentur. Tujuan. Penulisan laporan ini untuk menginformasikan bahwa defek atau cacat pada daerah wajah dapat dibuatkan suatu protesa maxillofacial gigi tiruan sebagian dan juga sebagai obturator dengan hollow bulb untuk mengembalikan fungsi bicara, penelanan, pengunyahan, estetik serta kejiwaan penderita. Laporan Kasus. Pasien laki-Iaki berusia 19 tahun datang ke RSGM Prof. Soedomo atas kemauan sendiri karena merasa terganggu dengan adanya cacat wajah akibat operasi pembedahan palatumnya. Operasi hemimaxillectomy dilakukan oleh dokter THT R.S Bethesda dan obturator pasca bedah sudah dipasang setelah operasi. Dua minggu kemudian dibuatkan protesa maksilofasial resin akrilik dengan hollow bulp. Setelah 6 bulan menggunakan obturator resin akrilik pasien merasa sakit dan tidak nyaman karena ada kekambuhan jaringan sehingga dilakukan operasi lagi. Kemudian dibuatkan obturator definitif kerangka logam dengan hollow bulb tetapi hanya bertahan selama 3 bulan pasien merasa kesakitan, dalam pemeriksaan obyektif tampak defek mengalami pengkerutan ada infiltrasi jaringan. Operasi yang ketiga dilakukan kembali kemudian dibuatkan obturator definitif dari bahan thermoplastic nylon dengan hollow bulp. Pembahasan. Bahan Thermoplastic nylon untuk protesa maxillofacial dengan hollowbulp dipilih karena merupakan bahan yang non toxic, ringan dan stabil. Saat insersi diperiksa retensi, stabilisasi, oklusi, estetik dan pengucapan. Kontrol dilakukan 1 minggu dan 1 bulan kemudian tidak tampak iritasi jaringan lunak, pengunyahan lebih stabil karena alat lebih ringan dan tidak goyang, sehingga lebih nyaman. Kesimpulan. Protesa maxillofacial thermoplastic nylon dengan hallow bulb merupakan alat rehabilitasi yang dapat mengembalikan estetik, fungsi bicara, mengunyah dan membantu proses penyembuhan jaringan dari trauma psikologis penderita.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Abidin, Zainal, Kueswardani Kuswardani, and Didik Purnomo. "Pengaruh Terapi Latihan Metode BOBATH terhadap Cerebral Palsy Diplegi Spastic." Jurnal Fisioterapi dan Rehabilitasi 1, no. 1 (January 9, 2017): 16–23. http://dx.doi.org/10.33660/jfrwhs.v1i1.6.

Full text
Abstract:
Cerebral palsy merupakan suatu penyakit kronik yang mengenai pusat pengendalipergerakan dengan manifestasi klinis yang tampak pada beberapa tahun pertama dan secaraumum tidak akan bertambah memburuk pada usia selanjutnya. Angka kejadian cerebral palsyberkisar 1,2-2,5 anak per 1000 anak usia sekolah dini. Data anak dengan kondisi cerebral palsyyang mengikuti program rehabilitasi fisioterapi pada tahun 2013 adalah sebanyak 75 anak.Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh terapi latihan denganpendekatan konsep bobath cerebral palsy diplegi spastic di Yayasan Pembinaan Anak Cacat(YPAC) Semarang. Populasi penelitian ini adalah pasien penderita cerebral palsy diplegi spastik.Sampel penelitian ini menggunakan seluruh populasi, yaitu sebanyak 8 pasien yang secarakeseluruhan diambil sebagai sampel penelitian. Pengumpulan data didapat dari pemeriksaanspesifik seperti pemeriksaan kekakuan sendi/spastisitas dengan skala Asworth. Skala Asworthsebagai hasil pemeriksaan spastisitas. Hal ini berarti spastisitas sebelum dan sesudah tindakan terapilatihan dengan metode bobath tidak sama. Berdasarkan hasil penelitian, didapat disimpulkan adanyapengaruh pemberian terapi latihan dengan menggunakan metode bobath terhadap spastisitas padakasus cerebral palsy diplegi spastic.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Santoso, Daniel Budi, M. Th Esti Tjahjanti, and Heriyanti Amalia Kusuma. "Protesa Maksilofasial Dengan Hollow Bulb pada Kasus Klas I Aramany untuk Rehabilitasi Pasca Hemimaxillectomy." Majalah Kedokteran Gigi Indonesia 18, no. 1 (June 30, 2011): 53. http://dx.doi.org/10.22146/majkedgiind.16478.

Full text
Abstract:
Latar belakang. tindakan hemimaxillectomy akan menimbulkan terjadinya defect yang menyebabkan gangguan bicara (sengau), penelanan, pengunyahan, estetik dan kejiwaan. Tujuan. untuk menginformasikan cara rehabilitasi defect atau cacat pada wajah dengan protesa maksilofasial hollow bulb untuk mengembalikan fungsi bicara, penelanan, pengunyahan, estetik dan kejiwaan penderita. Kasus dan penanganan. pasien pria berusia 43 tahun datang ke RSGM Prof. Soedomo atas rujukan dari dokter THT RS. Dr. Sardjito. Saat datang pasien merasa terganggu dengan adanya pembengkakan di dalam mulut, kemudian dilakukan pemeriksaan subyektif dan obyektif. Hemimaxillectomy dilakukan oleh dokterTHT RS. DR. Sardjito. Obturator pasca bedah dipasang segera setelah operasi. Dua minggu pasca operasi, dibuatkan obturator interim, kemudian dibuatkan protesa maksilofasial klas I Aramany dengan hollow bulb setelah 2 bulan pasca operasi. Hollow bulb adalah rongga yang dibuat pada protesa maksilofasial untuk menutup rongga mulut, rongga hidung dan defect. Pada waktu insersi diperiksa retensi, stabilisasi, oklusi, estetik dan pengucapan. Kontrol dilakukan 1 minggu dan 1 bulan setelah pemakaian. Hasil pemeriksaan dan evaluasi setelah 1 minggu dan 1 bulan setelah pemakaian protesa maksilofasial hollow bulb diketahui retensi, stabilisasi, oklusi dan pengucapan lebih baik. Kesimpulan. setelah menggunakan protesa maksilofasial hollow bulb pasca hemimaxillectomy, pasien dapat berbicara dan mengunyah dengan normal. Protesa maksilofasial hollow bulb juga dapat mengembalikan estetik yang hilang, membantu proses penyembuhan jaringan,serta psikologi pasien.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Hijayanti, Sari. "Efek Exercise Therapy dan Activity Daily Living pada Kondisi Stroke Infark Hemiparese." Syntax Literate ; Jurnal Ilmiah Indonesia 7, no. 2 (February 12, 2022): 2442. http://dx.doi.org/10.36418/syntax-literate.v7i2.6242.

Full text
Abstract:
Stroke mempunyai resiko untuk menyebabkan cacat berupa kelumpuhan. Hal ini akan menyebabkan penurunan kualitas hidup pada penderita. Rehabilitasi latihan gerak sendi atau Range of Motion (ROM) akan meningkatkan kekuatan otot sendi. Hambatan mobilisasi akan menimbulkan pasien rendah diri apabila dibiarkan akan mempengaruhi kepatuhan pengobatan, pemulihan jangka pendek, kualitas hidup setelah stroke dan kecacatan yang permanen. Relaksasi dengan pendekatan Latihan Pasrah Diri (LPD) melalui discharge planning akan memberikan ketenanngan dan meningkatkan semangat untuk mencapai kesembuhan. Tujuan penelitian ini yaitu mengetahui pengaruh Latihan Pasrah Diri dan latihan ROM melalui discharge planning terhadap perubahan kemandirian dalam activity daily living (ADL) pada pasien stroke. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasy-experiment pre- post-test with control group design. Populasi adalah pasien stroke iskemik. Sampel berjumlah 28 orang kemudian dibagi menjadi dua kelompok intervensi berjumlah 14 orang dan kelompok kontrol berjumlah 14 orang dengan teknik consecutive sampling. Penelitian dimulai bulan Agustus - September 2020. Instrument penelitian menggunakan skor Indeks Barthel. Data dianalisa dengan menggunakan uji Wilcoxon Signed Ranks Test dan Mann Withney test. Hasil penelitian ini menunjukkan perbedaan ADL sebelum dan sesudah diberi latihan pasrah diri dan latihan ROM pada kelompok intervensi dan kelompok kontrol dari analisa uji WilcoxonSigned Ranks Testmenunjukkan bahwa ada pengaruh latihan pasrah diri dan latihan ROM terhadap perubahan kemampuan ADL, diperoleh nilai signifikansi 0.000 pada kelompok intervensi dan 0.008 pada kelompok kontrol lebih kecil dari taraf signifikansi 95% (p<0.05). Uji statistik dengan Mann-Whithey diperoleh nilai p=0,003 (p < 0,05). Kesimpulan hasil penelitian ini bahwa latihan pasrah diri dan latihan ROM dapat di praktekkan dalam tindakan keperawatan untuk meningkatkan ADL pada pasien stroke.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Prasida, Dita Wasthu. "PERSEPSI IBU TENTANG PEMBERIAN OBAT FILARIASIS UNTUK PENCEGAHAN ELEPHANTIASIS PADA BALITA DI DESA JONO TAWANGHARJO GROBOGAN." Jurnal SMART Kebidanan 3, no. 2 (July 25, 2017): 1. http://dx.doi.org/10.34310/sjkb.v3i2.57.

Full text
Abstract:
Latar Belakang:Penyakit filariasis sampai saat ini masih menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat. Data Dinas Kesehatan Kabupaten Grobogan Tahun 2015 angka kejadian penderita mencapai 11 kasus, termasuk data yang ada di Tawangharjo yaitu ada 3 kasus, yang terdapat di Desa Jono. Pada pemberian obat pencegahan filariasis di desa Jono yaitu mencapai 682 jiwa kecuali anak dibawah 2 tahun, ibu hamil, penderita penyakit berat dan usia lebih dari 70 tahun. Menurut data yang bersumber dari Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Republik Indonesia, saat ini Indonesia ada 302 kabupaten/kota yang endemis filariasis serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2014 Tentang Penanggulangan Filariasis yaitu Pemutusan rantai penularan sebagaimana yang dimaksud dilaksanakan paling sedikit melalui Pemberian Obat Pencegahan Secara Masal (POPM) Filariasis pada wilayah endemis Filariasis dan upaya perlindungan dari gigitan nyamuk. Tujuan penelitian: untuk melihat implementasi pelaksanaan pemberian obat massal pencegahan filariasis di kabupaten Grobogan tahun 2015. Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan desain ,melalui wawancara terarah. Subyek penelitian adalah ibu-ibu yang mempunyai anak balita (2-5 tahun) yang mendapatkan pengobatan massal. Hasil penelitian: Pemberian obat secara massal untuk pencegahan filariasis pada balita (2-5 tahun) sangat diperlukan dan didukung oleh masyarakat, karena pengobatan massal ini akan berpengaruh terhadap rantai penularan penyakit filariasis yang mengakibatkan penyakit menahun dan cacat permanen pada penderitanya apabila tidak ditangani secara cepat. Tenaga kesehatan diharapkan meningkatkan sosialisasi tentang cara pencegahan filariasis dan memberikan pengobatan massal filariasis secara berkelanjutan untuk memutus rantai penyakit filariasis. Kata kunci : Persepsi; Pencegahan; Obat Filariasis Mother’s Perception About Drug For Prevention Elephantiasis Filariasis In Toddlers In Tawangharjo Grobogan ABSTRACT Background: Filariasis is still a problem for public health. Data health departementGrobogan 2015 the incidence of patients reached 11 cases, including data on the Tawangharjo namely 3 cases, contained in Jono village. Filariasis prevention of drug administration in Jono village, reaching 628 inhabitants except children under 2 years old, woman pregnant, patients with severe disease and the elderly over 70 years. According to data from the Directorate General of Disease Control and Environmental Health Department of the Republic of Indonesia, Indonesia there are 302 districts / cities are endemic filariasis as well as the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 94 Year 2014 About the Countermeasures Filariasisie Termination of the chain of transmission within the meaning carried out at least through Prevention off Mass Drug Administration (POPM) Filariasis in endemic areas of filariasis and protective measures against mosquito bites. Purpose: The purpose of this study is to see the implementation of the implementation of preventive filariasis mass drug administration in Grobogan 2015. Method: This study used qualitative methods to design, through targeted interviews. Subjects were mothers who have young children (2-5 years) who received mass treatment. Result: The results of this study indicate that mass drug administration for filariasis prevention in infants (2-5 years) is required and supported by the community, because this mass treatment would affect the chain of transmission of filariasis disease resulting in chronic diseases and permanent physical disabilities of patients if not treated rapidly.Health workers are expected to increase the socialization and give filariasis mass treatment on an ongoing basis to break the chain of filariasis. Key word : Perception; Prevention; Filariasis Drug
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Astutik, Erni, and Nuning Maria Kiptiyah. "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku Perawatan Eks-Penderita Kusta di Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Eks-Penderita Kusta Nganget, Tuban, Jawa Timur." Jurnal Epidemiologi Kesehatan Indonesia 1, no. 1 (December 13, 2016). http://dx.doi.org/10.7454/epidkes.v1i1.1312.

Full text
Abstract:
Kusta adalah penyakit kronis, disebabkan oleh Mycobacterium leprae dan menyebabkan cacat jika tidak dilakukan perawatan diri. Kabupaten Tubanmerupakan daerah di Jawa Timur dengan kasus kusta dan cacat tingkat2 yang tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambarandan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku perawatan diri ekspenderita kusta yang tinggal di Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Eks-Penderita Kusta Nganget, Tuban. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional . Populasinya adalah seluruh eks-penderita kusta di Unit Pelaksana Teknis Rehabilitasi Sosial Eks-Penderita Kusta Nganget dan semuanya diikutkan dalam penelitian sebagai sampel. Pengambilan data dilakukan pada 14-17 Desember, 2011. Hasil menunjukkan bahwa umur rata-rata eks-penderita kusta adalah 56,08 tahun dan telah menderita cacat selama 24,54 tahun. Kebanyakan dari responden menderita jenis Multi Baciller dan memiliki tingkat cacat 2, serta 61,8% dari responden selalu melakukan perawatan diri yang sesuai dengan jenis kecacatannya. Sebagian besar dari responden memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang perawatan diri . Seluruhnya melaporkan bahwa mereka mendapatkan dukungan yang baik dari petugas kesehatan tetapi tidak baik dalam dukungan keluarga. Unit Rehabilitasi Sosial ini memiliki poliklinik tetapi tidak memiliki kelompok perawatan diri dan responden tidak mendapatkan alat pelindung diri. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara perilaku perawatan diri dengan umur, jenis kelamin, lama cacat, dan pengetahuan maupun sikap tentang perawatan diri. Tidak ada hubungan yang signifikan juga ditemukan antara perilaku perawatan diri dengan ketersediaan alat pelindung diri dan dukungan dari keluarga responden. Sebagian besar responden telah melakukan perawatan diri yang baik untuk meminimalisasi tingkat kecacatan lebih lanjut. Semua faktor yang diteliti tidak ada yang berhubungan secara signifikan dengan perilaku perawatan diri ekspenderita kusta. Petugas kesehatan diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatkan pelayanan kesehatan, terutama dalam pemberian informasi mengenai perawatan diri.Kata kunci : kusta, perawatan diri, rehabilitasi
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

M.Jannah, Ajeng Ayu, and Mahalul Azam. "Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Menjalani Rehabilitasi Medikpada Pasien Stroke (Studi di RSI Sunan Kudus )." JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT 10, no. 2 (October 3, 2018). http://dx.doi.org/10.47317/jkm.v10i2.88.

Full text
Abstract:
ABSTRAKStroke merupakan penyebab kematian terbesar di dunia. Selain sebagai penyebab kematian juga menyebabkan kelumpuhan. Rehabilitasi medik menjadi sangat penting bagi penderita stroke agar dapat kembali normal atau meminimalkan cacat yang mungkin terjadi. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kepatuhan menjalani rehabilitasi medik pada pasien stroke di RSI Sunan Kudus. Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan pendekatan cross sectional. Jumlah sampelnya adalah 40 diambil dengan teknik simple random sampling. Data dianalisis dengan uji validitas dan reliabilitas dan analisis hipotesis penelitian menggunakan chi square test dan Fisher’s Exact test. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor yang berhubungan dengan kepatuhan menjalani rehabilitasi medik pada pasien stroke adalah motivasi pasien (p=0,017) dan dukungan keluarga (p=0,001). Faktor yang tidak berhubungan dengan kepatuhan menjalani rehabilitasi medik pada pasien stroke adalah pengetahuan keluarga (p=0,442), penghasilan (p=0,664), keterjangkauan akses (p=0,726 ), status serangan (p=1,000 ), serta pelayanan petugas kesehatan (p=0,712). Saran yang diberikan khususnya bagi tenaga kesehatan bagian rehabilitasi medik agar lebih mendukung dalam memberikan informasi mengenai hal-hal yang terkait dengan stroke dan pentingnya rehabilitasi medik bagi pasien stroke.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Arisanti, Yunita, Wijaya Andi Saputra, and Putut Wisnu Nugroho. "Implementasi undang-undang kesehatan jiwa di provinsi DIY." Berita Kedokteran Masyarakat, July 30, 2018, 12. http://dx.doi.org/10.22146/bkm.37662.

Full text
Abstract:
Data Riskesdas 2013 menunjukkan prevalensi ganggunan mental emosional yang ditunjukkan dengan gejala depresi dan kecemasan mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk. Jumlah kasus gangguan jiwa berat tahun 2016 di DIY 12.322 orang, dengan data terakhir ada 56 kasus pemasungan. Riskesdas 2013 menyebutkan DIY mempunyai prevalensi kasus gangguan jiwa berat 2.7/mil lebih tinggi daripada prevalensi nasional yaitu 1.7/mil. Undang-undang Kesehatan Jiwa Nomer 18 Tahun 2014 disusun dengan tujuan menghentikan pelanggaran terhadap hak asasi manusia yaitu perlindungan terhadap pemasungan ODGJ berat, mengubah stigma dan diskriminasi terhadap penderita. Sampai tahun 2018 hanya 1 propinsi di Indonesia yang sudah mempunyai Perda mengenai Penyelenggaraan Kesehatan Jiwa yaitu Propinsi Jawa Barat. Di DIY, program kesehatan jiwa belum mempunyai peraturan daerah sendiri, masih dimasukkan ke dalam Perda No 4 tahun 2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak Hak Penyandang Disabilitas. ODGJ dan ODMJ dikategorikan dalam “gangguan sosialitas, emosional, dan perilaku”. Perda ini belum direvisi setelah diberlakukannya UU Nomer 8 tahun 2016 tentang Disabilitas. DIY hanya memiliki satu peraturan yang membahas masalah spesifik pemasungan penderita gangguan jiwa yaitu Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No.81 tahun 2014 untuk Pedoman Penanggulangan Pemasungan. Laporan Kinerja RS Jiwa Grhasia DIY tahun 2017 yang menjadi indikator yaitu “Presentase penderita gangguan jiwa berat yang ditangani RS Jiwa Grhasia DIY”. Menjadi pertanyaan : tanggung jawab siapakah proses promotif, preventif dan rehabilitasi psikososial pasien ODGJ dan ODMJ jika tidak ada peraturan daerah yang menjadi panduan. Kesimpulan yang diambil perlu sinkronisasi program yang disusun oleh Direktorat Bina Kesehatan Jiwa ke pemerintah daerah, masalah Kesehatan Jiwa belum menjadi prioritas dalam pelayanan kesehatan di daerah, UU kesehatan jiwa belum diturunkan menjadi peraturan daerah sesuai spesifikasi kondisi daerah setelah 4 tahun disahkan, dan belum ada PP yang mengatur tentang Kesehatan Jiwa secara lebih spesifik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles

Books on the topic "Direktorat Rehabilitasi Penderita Cacat"

1

Indonesia. Direktorat Rehabilitasi Penderita Cacat., ed. Himpunan data Direktorat Rehabilitasi Penderita Cacat. [Jakarta]: Direktorat Rehabilitasi Penderita Cacat, Direktorat Jenderal Rehabilitasi dan Pelayanan Sosial, Departemen Sosial R.I., 1988.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Indonesia. Direktorat Rehabilitasi Penderita Cacat., ed. Panti dan sasana rehabilitasi penderita cacat netra. Jakarta: Departemen Sosial RI, Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial, Direktorat Rehabilitasi Penderita Cacat, 1988.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Ngadijo. Penelitian karakteristik dan kemampuan potensial penderita cacat tubuh penerima pelayanan rehabilitasi pada Pusat Rehabilitasi Penderita Cacat Tubuh Prof. Dr. Soeharso, Surakarta. Yogyakarta: Departemen Sosial RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial, 1988.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Indonesia. Direktorat Rehabilitasi Penderita Cacat., ed. Pusat dan panti rehabilitasi penderita cacat tubuh, rungu wicara dan bekas penderita penyakit kronis. Jakarta: Departemen Sosial RI, Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial, Direktorat Rehabilitasi Penderita Cacat, 1988.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Sosial, Balai Penelitian Kesejahteraan, ed. Laporan hasil penelitian karakteristik dan potensi penderita cacat netra di Sasana Rehabilitasi Cacat Netra Sewon, Bantul. Yogyakarta: Departemen Sosial RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Sosial, Balai Penelitian Kesejahteraan Sosial, 1988.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Pusat dan panti rehabilitasi penderita cacat mental. Jakarta: Departemen Sosial RI, Direktorat Jenderal Bina Rehabilitasi Sosial, Direktorat Rehabilitasi Penderita Cacat, 1988.

Find full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography