Journal articles on the topic 'Balai Konservasi Sumber Daya Alam III'

To see the other types of publications on this topic, follow the link: Balai Konservasi Sumber Daya Alam III.

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 49 journal articles for your research on the topic 'Balai Konservasi Sumber Daya Alam III.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Saragih, Dapot Pardamean, Andi Patta Yusuf, and Aenal Fuad Adam. "Fungsi Pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Dalam Melestarikan Sumber Daya Alam." Musamus Journal of Public Administration 1, no. 2 (April 20, 2019): 25–31. http://dx.doi.org/10.35724/mjpa.v1i2.1987.

Full text
Abstract:
Pengawasan proses melestarikan Sumber Daya Alam menemui beberapa persoalan yang terjadi di Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui Fungsi Pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dalam Melestarikan Sumber Daya Alam Di Kabupaten Merauke. Data analisis menggunakan metode deskriptif. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan teknik analisa data, penulis menggunakan tiga tahap : Reduksi data, Penyajian data, dan Penarikan kesimpulan. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Fungsi Pengawasan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Dalam Melestarikan Sumber Daya Alam Di Kabupaten Merauke sudah optimal yang dilihat dari segi waktu pengawasan yang dilakukan yaitu: 1) Pengawasan Preventif yang menunjukkan bahwa para pegawai Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Merauke sangat mempertanggungjawabkan semua hasil kerjanya; 2) Pengawasan Berkala yang menunjukkan bahwa Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Merauke dalam hal memberikan pengawasan secara berkala sudah berjalan dengan baik; 3) Pengawasan Mendadak sudah dilakukan BKSDA guna memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang ada; 4) Pengawasan Melekat sudah berjalan dengan baik sesuai dengan tupoksi yang ada di BKSDA, dan 5) Pengawasan Saat Proses Dilakukan sudah sangat sering dilakukan oleh atasan kepada bawahanya guna melihat apa saja yang perlu diperbaiki dan ditutupi. Penegakan hukum yang berlaku di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kabupaten Merauke yakni berupa teguran-teguran yang langsung diberikan oleh Kepala BKSDA dan diberlakukanya aturan-aturan yang sudah ditetapkan dalam tupoksi BKSDA.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Ramdhani Subagdja, Dony, and Diangsa Wagian. "Implementasi Pengadaan Barang Dan Jasa Di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi NTB." Private Law 2, no. 3 (October 7, 2022): 666–77. http://dx.doi.org/10.29303/prlw.v2i3.1563.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengadaan barang dan jasa antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam dengan CV. Multi Indo Perkasa dan faktor penghambat dalam pengadaan barang dan jasa di Balai Konservasi Sumber Daya Alam NTB. Dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif dan penelitian yuridis empiris. Dari hasil penelitian yang di lakukan, dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa antara Balai Konservasi Sumber Daya Alam dengan CV. Multi Indo Perkasa dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah sedangkan yang menjadi faktor penghambat dalam pengadaan barang dan jasa di Balai Konservasi sumber Daya Alam NTB adalah dari segi sumber daya manusia dimana masih minimnya pegawai yang memiliki sertifikasi sebagai pejabat pengadaan barang dan jasa serta adanya kesulitan dalam menetukan spesifikasi barang dan harga yang wajar tanpa menyebutkan merek. Yang disebabkan karena tidak di ijinkan merujuk kepada suatu merek atau produk tertentu.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Raditya, Ananda. "Protektifitas Satwa Langka di Indonesia Melalui UU No.5 Tahun 1990." Jurnal Hukum Pidana dan Kriminologi 4, no. 1 (April 30, 2023): 57–63. http://dx.doi.org/10.51370/jhpk.v4i1.92.

Full text
Abstract:
Perdagangan satwa liar merupakan ancaman besar bagi konservasi satwa liar di Indonesia. Satwa liar yang diperdagangkan secara ilegal berdasarkan berbagai fakta yang ditemukan di lapangan sebagian besar ditangkap dari alam, bukan dari penangkaran. Balai Konservasi Sumber Daya Alam sebagai lembaga yang memiliki peran strategis penting dalam penyelamatan dan perlindungan satwa langka berdasarkan UU No. 5 Tahun 1990 Perlindungan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui bagaimana upaya Konservasi Satwa Langka di Indonesia Agar Tidak Punah baik dilakukan oleh balai konservasi maupun dari masyarakat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Hidayat, Angga Arif, Nasrullah Nasrullah, and Beni Hidayat. "Peran Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) dalam Perlindungan Satwa Dilindungi Di Yogyakarta." Jurnal Locus Penelitian dan Pengabdian 3, no. 7 (July 24, 2024): 588–96. http://dx.doi.org/10.58344/locus.v3i7.2991.

Full text
Abstract:
Aktivitas jual beli satwa yang dilindungi secara sah oleh hukum dapat menjadi bahaya besar dalam mengancam keberlangsungan satwa di Indonesia. Balai Konservasi Sumber Daya Alam, merupakan sebuah organisasi dengan perannya yang vital untuk usaha menyelamatkan serta melindungi yang satwa yang mendapat perlindungan. Fokus dalam penelitian bertujuan guna mengevaluasi berbagai usaha yang dilaksanakan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Daerah Istimewa Yogyakarta untuk menjaga keberlangsungan satwa di sekitar wilayah daerah tersebut. Metode dalam studi tergolong sebagai penelitian yuridis empiris, yang berarti studi kehukuman untuk memahami bagaimana bagaimana implementasi dari peraturan perundang-undangan yang berkaitan mengenai melindungi satwa. Untuk menganalisis data, digunakan metode deskriptif kualitatif, yang berfokus pada menjelaskan dan merinci fenomena dengan jelas dan mendalam. Secara umum, meskipun Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta telah menjalankan tugasnya dengan baik, lembaga tersebut masih menghadapi berbagai tantangan dalam upaya pelestarian satwa, baik dari faktor internal seperti masalah organisasi atau sumber daya maupun eksternal seperti ancaman dari luar. Satwa yang dilindungi masih banyak ditemukan di pasar masyarakat, dan perdagangan satwa dilindungi terus berlanjut, terutama melalui internet.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Warsito, Edi, and Hari Purwadi. "PENYELESAIAN TINDAK PIDANA KONSERVASI OLEH KEPALA BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM YOGYAKARTA." Jurnal Hukum dan Pembangunan Ekonomi 7, no. 1 (April 9, 2019): 153. http://dx.doi.org/10.20961/hpe.v7i1.29210.

Full text
Abstract:
<p>Abstract<br />This article aimed to reveal and analyze the solutions in addressing ownership of protected wildlife carried out by the Yogyakarta Natural Resources Conservation Center (BKSDA). It is a descriptive socio-legal research based on the fifth concept of law, which is law as a manifestation of the symbolic meanings of social perpetrators as seen in the interaction among them. Data were obtained through interview and library research. Analysis technique was qualitative data analysis.Based on the discussion, it can be concluded that the measures conducted by BKSDA Yogyakarta in relation with the issue of protected wildlife ownership is not accordance with the Law No. 5 of 1990 on Conservation.It essential to raise public awareness, particularly those who possess protected wildlife, that the protected wildlife is an integral part of an ecosystem entity. As the follow-up, they will be asked to hand over them to the government and make a statement that they will not repeat their action.By considering the Law No. 5 of 1990 which is imbued with the spirit of the protection, utilization and preservation of biodiversity aimed at the conservation of biodiversity as a single entity of the ecosystem as a buffer for life and survivors<br />of the serious risk of extinction, BKSDA Yogyakarta determines to prioritize the safety of animals. The main purpose of conservation is biological conservation by releasing wildlife into their<br />natural habitat. Measures carried out by BKSDA Yogyakarta are in accordance with one of the objectives of law, namely expediency.<br />Keywords : Wildlife ownership;release of wildlife; releasing</p><p>Abstrak<br />Tujuan artikel ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa tentang cara menyelesaikan masalah kepemilikan satwa liar yang dilindungi oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) D.I Yogyakarta. Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian hukum sosiologis, bersifat deskriptif dengan menggunakan konsep hukum kelima yaitu hukum sebagai manifestasi maknamakna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar mereka. Pengumpulan datanya dilakukan dengan cara wawancara dan studi pustaka. Teknik analisa datanya adalah teknik analisa data kualitatif.Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa langkah yang ditempuh oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) D.I Yogyakarta dalam menyelesaikan masalah kepemilikan satwa liar dilindungi undang-undang oleh masyarakat di Yogyakarta adalah tidakmenerapkan hukum, sebagaimana yang diatur dalam undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi.Masyarakat yang memiliki satwa liar yang dilindungi undang-undang diberikan penyadaran bahwa satwa liar yang dilindungi undang-undang adalah bagian yang tak terpisahkan dari satu kesatuan ekosistem, kemudian diminta untuk menyerahkan satwanya kepada pemerintah dan membuat pernyataan bahwa tidak akan mengulagi lagi perbuatannya.Dengan mempertimbangkan bahwa semangat yang dibawa oleh undang-undang nomor 5 tahun 1990 ini adalah dalam rangka perlindungan, pemanfaatan dan pengawetan keanekaragaman hayati yang bertujuan lestarinya keanekaragaman hayati sebagai satu kesatuan dari ekosistem sebagai penyangga kehidupan dan selamat dari bahaya kepunahan, maka yang lebih diutamakan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) D.I Yogyakarta adalah dengan memprioritaskan keselamatan satwanya.Tujuan utama konservasi adalah kelestarian hayati, yang dilakukan dengan melepasliarkan satwa ke habitatnya. Langkah yang diambil oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) D.I Yogyakarta sudah sesuai dengan salah satu dari tujuan hukum, yaitu kemanfaatan.<br />Kata kunci: Memiliki satwa liar; menyerahkan satwa; melepasliarkan<br /><br /></p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Ningrum, Enggah Esty, Niwin Rangga Mangape, Kordiana Sambara’, Mira Labi Bandhaso, and Djusniati Rasinan. "Pengaruh Kualitas Sdm Dan Pelatihan Tik Terhadap Era Kehutanan 4.0 Pada (Studi Kasus) Kantor Bbksda (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam) Sulawesi Selatan." JEMSI (Jurnal Ekonomi, Manajemen, dan Akuntansi) 10, no. 1 (February 1, 2024): 581–88. http://dx.doi.org/10.35870/jemsi.v10i1.2020.

Full text
Abstract:
Penelitian ini menyelidiki pengaruh kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dan pelatihan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terhadap implementasi Kehutanan 4.0 di Kantor Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sulawesi Selatan. Menggunakan pendekatan kuantitatif, data dikumpulkan melalui survei pada staf BBKSDA Sulawesi Selatan. Analisis path model menunjukkan bahwa pelatihan TIK memiliki dampak yang lebih signifikan (koefisien 0,626) dibandingkan dengan kualitas SDM (koefisien 0,258) terhadap kesuksesan implementasi Kehutanan 4.0. Hasil ini menunjukkan bahwa penguatan kapasitas dalam aspek pelatihan TIK menjadi kunci dalam meningkatkan adaptasi terhadap era kehutanan yang semakin terdigitalisasi. Implikasinya, perbaikan dalam strategi pelatihan TIK di lingkungan kerja dapat mempercepat integrasi teknologi dalam pengelolaan sumber daya alam. Penelitian ini memberikan kontribusi bagi pemahaman praktis dan kebijakan terkait upaya meningkatkan efektivitas organisasi konservasi di era Kehutanan 4.0.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Herliyanto, Arif Firmansyah. "Sanksi Pidana Terkait Perdagangan Ilegal Satwa Liar yang Dilindungi." Jurist-Diction 2, no. 3 (July 11, 2019): 835. http://dx.doi.org/10.20473/jd.v2i3.14358.

Full text
Abstract:
Perdagangan satwa liar yang dilindungi merupakan suatu tindakan pidana yang memiliki pengaruh besar bagi keseimbangan ekosistem makhluk hidup di alam. Maraknya kasus perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi ini diakibatkan kurangnya kesadaran masyarakat akan kelestarian alam serta keseimbangan ekosistem yang salah satu dampaknya adalah terjadinya kepunahan pada satwa yang dilindungi tersebut. Perdagangan satwa liar dikatakan ilegal apabila tidak dimilikinya ijin resmi dari pemerintah serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Tindak pidana perdagangan tersebut telah diatur dalam Undang Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Modus operandi yang dilakukan oleh pelaku perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi adalah melalui jual beli secara konvensional yang sering kali dilakukan secara langsung di pasar tradisional serta melalui media sosial bahkan pelaku perdagangan ilegal satwa liar yang dilindungi ini berasal dari masyarakat hingga aparat negara yang seharusnya memberikan contoh yang baik kepada masyarakat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Widiyanti, Handini, Rinekso Soekmadi, and Nyoto Santoso. "STRATEGI PENINGKATAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA DI TAMAN WISATA ALAM KAWAH IJEN." RISALAH KEBIJAKAN PERTANIAN DAN LINGKUNGAN: Rumusan Kajian Strategis Bidang Pertanian dan Lingkungan 2, no. 3 (March 22, 2017): 202. http://dx.doi.org/10.20957/jkebijakan.v2i3.12574.

Full text
Abstract:
Taman Wisata Alam Kawah Ijen (TWAKI) merupakan salah satu obyek wisata di Jawa Timur yang sudah sangat terkenal akan keindahan alamnya dan semakin tahun jumlah wisatawan semakin meningkat. Namun, pengelolaan kawasan konservasi di TWAKI saat ini belum optimal dalam pengembangan ekowisatanya. Pengelolaan kawasan TWAKI menghadapi berbagai macam tantangan, dari faktor eksternal seperti vandalisme, kebakaran hutan, TWAKI menjadi mass tourism, gempa freatik dan keluarnya gas beracun, serta dari faktor internal, seperti: sumber daya, anggaran, tata batas, dan manajemen. Terkait permasalahan dan upaya pengelolaan yang telah dilakukan oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur, maka perlu dilakukan penilaian efektivitas pengelolaan kawasan konservasi di TWAKI. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji efektivitas pengelolaan kawasan konservasi pada setiap siklus pengelolaan yaitu perencanaan, masukan, proses dan keluaran sehingga didapat rekomendasi strategis yang efektif untuk peningkatan efektivitas pengelolaan kawasan konservasi dalam pengembangan ekowisata di TWAKI. Berdasarkan hasil penilaian Management Effectiveness Tracking Tool (METT) kawasan TWAKI, didapat nilai skor METT telah mencapai nilai minimum indeks METT yang artinya kawasan konservasi sudah dikelola secara efektif. Salah satu strategi untuk mendorong pengelolaan TWAKI yang berkelanjutan, efektif dan berdampak bagi kesejahteraan masyarakat yaitu pengelolaan secara bersama dengan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk membangun suatu model kolaborasi pengelolaan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Balqis, Siti Noor Auliya, Bambang Iswanto, and Dewi Maryah. "Efektivitas Penanggulangan Konflik Manusia dan Satwa Liar dalam Perspektif Maqashid Syari'ah." QONUN: Jurnal Hukum Islam dan Perundang-undangan 7, no. 2 (December 25, 2023): 193–208. http://dx.doi.org/10.21093/qj.v7i2.7132.

Full text
Abstract:
Banyaknya peristiwa serangan satwa liar yaitu buaya yang kerap meresahkan warga di sekitar wilayah Sangatta Kabupaten Kutai Timur. Penulis melihat banyaknya konflik yang melibatkan antara buaya dengan manusia yang tidak sedikit memakan korban meninggal dunia, luka-luka dan cacat tetap.Dengan permasalahan demikian, penulis akan meneliti terkait efektivitas peraturan yang sudah dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan pada tahun 2008 ditinjau dalam perspektif Maqashid Syari’ah. Dalam penelitian ini, penulis mengambil pemikiran Imam Al-Ghazali. Dalam konflik antara manusia dengan satwa liar kedua mahluk hidup tersebut sangatlah penting keberadaannya. Satwa dan manusia sama-sama tidak boleh disakiti, dilukai bahkan dibunuh. Hasil yang didapat dari penelitian ini adalah bahwa pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur belum sepenuhnya menerapkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.48/Menhut-II/2008 sebagaimana mestinya sehingga peraturan ini belum efektif. Ada beberapa faktor penghambat yang dihadapi oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Timur pada penanganan pasca koflik kepada buaya yang terkena konflik dengan manusia seperti lokasi pelepasliaran, penanganan jika buaya tersebut terkena luka atau sakit akibat proses evakuasi, dana untuk kompensasi kepada korban manusia, serta kurangnya Sumber Daya Manusia terlatih untuk menangani buaya. Menurut pandangan Maqashid Syar’iah, konflik antara manusia dan satwa liar sebisa mungkin harus dihindari. Manusia dan hewan adalah mahluk hidup yang diciptakan oleh Allah SWT. yang artinya keberadaannya sangatlah penting serta tidak boleh disakiti, dilukai bahkan dibunuh dalam kondisi tertentu.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Halimah, Difa. "Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perdagangan Satwa Dilindungi di Sumatera Utara." Rechtsnormen Jurnal Komunikasi dan Informasi Hukum 2, no. 1 (August 11, 2023): 32–42. http://dx.doi.org/10.56211/rechtsnormen.v2i1.295.

Full text
Abstract:
Bangsa Indonesia dianugrahi Tuhan Yang Maha Esa Kekayaan berupa sumber daya alam yang melimpah, baik di darat, diperairan maupun udara. Salah satunya kekayaan sumber daya alam itu adalah satwanya. Satwa yang ada diIndonesia itu sangat banyak sekali, namun Indonesia tidak bisa menjaga satwa yang dimilikinya, yang menyebabkan satwa itu sendiri terancam punah. Salah satu, faktor utama yang mengancam punahnya satwa itu sendiri adalah perburuan untuk diperdagangkan. Pengaturan hukum tentang tindak perdagangan satwa yang dilindungi diatur dalam Pasal 21 ayat (2) dan Pasal 40 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 dan peraturan pemerintah nomor 8 Tahun 1999. Proses penegakan hukum tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi yaitu melalui aduan dan diselidiki langsung kelapangan. Adapun hambatan dan upaya penegakan hukum perdagangan satwa yang dilindungi adalah jaringan pemetaan harus lebih luas lagi, kurangnya kepedulian masyarakat mengenai perdagangan satwa, dan kurangnyan pemahaman pihak pengadilan mengenai tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi sehingga tidak membuat efek jera kepada pelaku. Peran Lembaga Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya, dalam proses penegakan hukum terhadap perdagangan satwa liar yang dilindungi adalah sebagai tempat untuk menitipkan barang bukti yaitu satwa liar yang berhasil diamankan dari tangan pelaku. Kesimpulan dari skripsi ini bahwa penegakan hukum terhadap tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi di Sumatera Utara hanya dilakukan oleh BKSDA Sumatera utara,Balai Gakkum dan pihak Kepolisian Sumatera Utara, dengan membawa para pelaku tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi ke dalam proses peradilan yang berlaku. Lembaga Konservasi seperti Balai Gakkum, BKSDA harus lebih bersosialisasi ke masyarakat agar perdagangan satwa yang dilindungi tidak terjadi lagi, dan agar satwa yang dilindungi di Indonesia harus tetap terjaga.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

Susila Wibawa, Kadek Cahya, Shania Prilla Davanti, and F.C. Susila Adiyanta. "BELEIDSREGEL SEBAGAI INSTRUMEN PERLINDUNGAN WARGA NEGARA DALAM UPAYA PELESTARIAN SATWA." Mimbar Hukum 35, no. 1 (June 30, 2023): 84–103. http://dx.doi.org/10.22146/mh.v35i1.2124.

Full text
Abstract:
Abstract Consequences of the stipulation of Permenlhk No. 20 of 2018 is the shift in the classification of some animals that were not protected before to become protected. Beleidsregel is a logical consequence of the usage of discretion in the government administration in a welfare state. The realization of public welfare as the main goal of a welfare state can be accomplished by recognizing discretion. Beleidsregel is needed if there is any urgent problem that requires immediate solution, including the efforts of animals conservation that intersect the interest of citizens who exploit protected animals that are unprotected before. Beleidsregel issued by agencies within the Ministry of Environment and Forestry, namely the Circular Letter of the General Director of Natural Resources and Ecosystem Conservation and the Announcements of the Central Java Natural Resources Conservation Agency, has provided legal certainty regarding the transition required in the classification change of unprotected animals into protected animals. The Circular Letter has instructed the Natural Resources Conservation Agencies to collect data and tag the protected animals, while the Announcements has provided informations regarding provisions of protected animals data collection during the COVID-19 pandemic to reduce the transmission of COVID-19. Abstrak Konsekuensi penetapan Permenlhk No. 20/2018 adalah beralihnya penggolongan beberapa satwa yang semula tidak dilindungi menjadi dilindungi. Beleidsregel adalah konsekuensi logis penggunaan asas diskresi dalam penyelenggaraan pemerintahan di negara kesejahteraan. Perwujudan kesejahteraan umum yang menjadi tujuan utama negara kesejahteraan dapat terakomodir dengan adanya pengakuan asas diskresi. Beleidsregel dibutuhkan apabila terjadi persoalan yang mendesak di masyarakat dan membutuhkan penyelesaian yang segera, termasuk dalam upaya pelestarian satwa yang bersinggungan dengan kepentingan warga negara pemanfaat satwa yang semula tidak dilindungi menjadi dilindungi. Beleidsregel yang dikeluarkan oleh instansi yang berada di lingkup Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, yaitu SE Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya serta Pengumuman Balai Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Tengah, telah memberikan kepastian hukum dengan perihal peralihan yang dibutuhkan dalam perubahan penggolongan satwa menjadi satwa yang dilindungi. SE telah menginstruksikan kepada Balai/Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam untuk melakukan pendataan dan penandaan satwa, sedangkan Pengumuman telah memberikan informasi perihal ketentuan pendataan satwa di masa pandemi COVID-19 untuk mengurangi penyebaran COVID-19.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Jabalnur, Jabalnur, Heryanti, Sahrina Safiuddin, Nur Intan, Jumiati Ukkas, Muslimah Suciati, and Ramadan Tabiu. "Kemitraan Konservasi di Hutan Mangrove dalam Zona Pemanfaatan Tradisional." Halu Oleo Law Review 7, no. 1 (March 26, 2023): 52–65. http://dx.doi.org/10.33561/holrev.v7i1.13.

Full text
Abstract:
Letak hutan mangrove yang strategis melandasi pengelola Balai Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai membuka sarana ekowisata. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui pola kemitraan konservasi di hutan mangrove dalam zona pemanfaatan tradisional dan menganalisis dampak pola kemitraan tersebut pada pelestarian ekosistem hutan mangrove. Metode penelitian yang digunakan adalah normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan konsep yang berdasar pada data sekunder. Analisis dilakukan secara deskriptif untuk menguraikan jawaban permasalahan. Hasil penelitian dan pembahasan bahwa bentuk pola kemitraan konservasi di hutan mangrove dalam zona pemanfaatan tradisional yaitu dengan mengakomodasi pemanfaatan secara tradisional yang dilakukan oleh penduduk setempat, terutama yang memiliki keterikatan secara adat istiadat/turun temurun terhadap sumber daya alam dalam kawasan Taman Nasional Rawa Aopa Watumohai. Kemudian dampak pola kemitraan konservasi di hutan mangrove dalam zona pemanfaatan tradisional terhadap pelestarian ekosistem hutan mangrove yaitu masyarakat dan pihak balai TNRAW dapat bekerja sama meningkatkan potensi yang ada dan menjaga keberlangsungan mangrove.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Basri, Nurwana, Yulia A. Hasan, and Siti Zubaidah. "TINJAUAN HUKUM TERHADAP PENERAPAN BIOTA LAUT YANG DILINDUNGI." Clavia 20, no. 2 (August 30, 2022): 230–38. http://dx.doi.org/10.56326/clavia.v20i2.1653.

Full text
Abstract:
Biota Laut merupakan salah satu objek pencaharian manusia yang dilindungi dengan undang-undang, namun dalam penelitian diperoleh fakta bahwa telah terjadi pencurian dengan beberapa modus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui, bagaimana penerapan hukum materiil dalam putusan Nomor: 34/Pid.B/2020/PN.Mks. dan apakah pemberian kepada pelaku dalam putusan Nomor: 34/Pid.B/2020/PN.Mks telah sesuai dengan nilai-nilai keadilan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif, jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, data dari bahan primer diperoleh secara langsung melalui informasi dengan menggunakan teknik wawancara dengan Pengadilan Negeri Makassar dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan data dari bahan sekunder mengacu pada undang-undang, buku, jurnal, dan informasi yang diperoleh dari hasil kuisioner dengan nelayan dan masyarakat di Pasar Lelong Makassar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan hukum materil dalam putusan nomor: 34/Pid.B/2020/PN.Mks telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 40 Ayat ( 2) jo Pasal 21 ayat (2) huruf d. sanksi yang diberikan kepada pelaku dalam putusan Nomor: 34/Pid.B/2020/PN.Mks menurut hakim sudah tepat namun tidak sesuai dengan akibat dari terdakwa.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Hidayat, Ronald. "PENEGAKAN HUKUM TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA SECARA BERSAMA-SAMA PENYEBAB KEBAKARAN HUTAN SERTA LAHAN DI KAWASAN HUTAN KONSERVASI SUAKA MARGASATWA BARISAN (Laporan Polisi Nomor: LP/246/B/IX/2019/Polres Solok Kota)." UNES Journal of Swara Justisia 6, no. 3 (October 3, 2022): 239. http://dx.doi.org/10.31933/ujsj.v6i3.266.

Full text
Abstract:
Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya melarang setiap orang melakukan perubahan pada keutuhan Kawasan Suaka Alam. Pelanggaran terhadap pasal tersebut di wilayah hukum Polres Solok Kota terjadi di Jorong Balai Batingkah Nagari Saniang Bakar Kec. X Koto Singkarak Kab. Solok dimana pelaku melakukan pembakaran hutan di Kawasan Hutan Suaka Margasatwa Barisan yang bertujuan untuk membuka lahan perkebunan. Tindak pidana tersebut telah diproses oleh Satreskrim Polres Solok Kota berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/246/B/IX/2019/Polres Solok Kota, dan terhadap pelaku tindak pidana telah dijatuhi hukuman pidana berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor 3171/Pid.Sus-LH/2020 dan Nomor 3174/Pid.Sus-LH/2020. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa Pertama, penegakan hukum oleh Satreskrim Polres Solok Kota terhadap pelaku tindak pidana secara bersama-sama penyebab kebakaran hutan dan lahan di kawasan Hutan Konservasi Suaka Margasatwa Barisan dilakukan berdasarkan SOP penyidikan dan menerapkan Pasal 40 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Juncto Pasal 55 KUHP. Kedua, kendala-kendala yang dihadapi penyidik Satreskrim Polres Solok Kota dalam penegakan hukum terhadap pelaku tindak pidana secara bersama-sama penyebab kebakaran hutan dan lahan di Kawasan Hutan Konservasi Suaka Margasatwa Barisan mencakup kendala internal yaitu: 1) kualitas SDM penyidik yang harus ditingkatkan, 2) belum adanya anggaran khusus untuk penyidikan tindak pidana pembakaran hutan; 3) belum lengkapnya sarana dan prasarana yang mendukung penyidikan tindak pidana pembakaran hutan. Kendala eksternal yaitu: 1) Ketidaktahuan masyarakat tentang batas hutan ulayat dengan Kawasan Suaka Margasatwa Barisan; 2) Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang bahaya dan dampak dari pembakaran hutan dan pentingnya hutan; 3) Tempat Kejadian Perkara (TKP) yang luas dan sulit dijangkau; 4) Terbatasnya ahli kehutanan di tingkat daerah; 5) Sedikitnya orang yang mau menjadi saksi dalam proses penyidikan tindak pidana kebakaran hutan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Darmansyah, Ramlan, and Raja Muhammad Amin. "Kearifan Lokal Desa Buluh Cina (Studi Kasus Koordinasi Lembaga Adat, Pemerintahan Desa Dan BBKSDA Riau Dalam Melindungi Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina)." Nakhoda: Jurnal Ilmu Pemerintahan 18, no. 1 (November 22, 2019): 35. http://dx.doi.org/10.35967/jipn.v18i1.7804.

Full text
Abstract:
Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina lahir dari kearifan lokal, dimana hutan ini memiliki usia yang sudah ratusan tahun yang berada ditengah-tengah budaya keikhlasan warga masyarakat Desa Buluh Cina. Sebelum dinamai Hutan Taman Wisata Alam dahulu disebut sebagai Hutan Adat. Penelitian ini dilakukan di Desa Buluh Cina Kecamatan Siak Hulu Kabupaten Kampar. Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina dilindungi dan dijaga oleh Lembaga Adat, Pemerintahan Desa dan BBKSDA Riau. Hutan Taman Wisata Alam ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK. 3587/ Menhut-VII/KUH/2014 dengan luas _+1.000 hektar. BBKSDA adalah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam yang memiliki fungsi pengelolaan dan perlindungan sumber daya alam berdasarkan asas dekonsentrasi. Ada beberapa masalah yang diangkat dalam penelitian ini (1). Bagaimana koordinasi Lembaga Adat, Pemerintah Desa dan BBKSDA Riau dalam melindungi Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina? (2). Apa faktor yang mempengaruhi koordinasi Lembaga Adat, Pemerintah Desa dan BBKSDA Riau dalam melindungi Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina?. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana koordinasi Lembaga Adat, Pemerintah Desa dan BBKSDA Riau dalam melindungi Hutan Taman Wisata Alam. Pengambilan data penelitian dilakukan secara wawancara, observasi dan dokumentasi. Hasil dari penelitian ini adalah koordinasi Lembaga Adat, Pemerintah Desa dan BBKSDA Riau masih kurang optimal, baik dalam kebijakan maupun kerja sama. Koordinasi yang dilakukan Lembaga Adat, Pemerintah Desa dan BBKSDA Riau adalah untuk melindungi dan menjaga kearifan lokal Hutan Taman Wisata Alam Desa Buluh Cina.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Komang Gede Pramantara, I. Made Minggu Widyantara, and I. Wayan Arthanaya. "Peran Polisi Kehutanan dalam Perlindungan Satwa Liar (Studi Kasus di Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bali)." Jurnal Interpretasi Hukum 3, no. 1 (March 2, 2022): 182–87. http://dx.doi.org/10.22225/juinhum.3.1.4741.182-187.

Full text
Abstract:
Irresponsible actions that can cause damage to nature reserves and conservation areas where there is rampant hunting of protected wildlife that can damage the ecosystem. Forestry Police at the Natural Resources Conservation Center as law enforcers who have the duty and authority to protect and implement forest, plant and animal security. The purpose of this research is to address the causes of wildlife violations in Bali's natural resource conservation areas, as well as to find out how the role of the forest police from the Bali Natural Resources Conservation Center is in protecting wildlife in Bali's natural resource conservation areas. The research uses empirical research methods using a sociological juridical approach. The form of data used is Primary, Secondary, and Tertiary data. To find out the results in this study, data analysis using qualitative methods. The results of this study indicate that the Forestry Police who are at the Bali BKSDA carry out patrols and monitoring in nature, protect the community, install warning boards, make captive areas, coordinate with related agencies and carry out socialization.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Hidaya, Wahab Aznul, and Rajab Lestaluhu. "Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Eksploitasi Pada Kawasan Hutan Konservasi di Wilayah Kota Sorong." JUSTISI 8, no. 2 (May 21, 2022): 126–34. http://dx.doi.org/10.33506/js.v8i2.1663.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui Penerapan sanksi dalam melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang korelasi yuridisnya berkaitan dengan tugas dan fungsi kinerja BKSDA sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang No 5 Tahun 1990, dengan kajian dan analisa mendalam terhadap penerapan sanksi pidana dan penghambat keberhasilan pelaksanaan BKSDA, serta pandangan masyarakat terhadap kinerja BKSDA kota Sorong.Penelitian ini di laksanakan di BKSDA Kota sorong dengan mengambil sampel pegawai BKSDA Kota sorong, yang dilakukan dengan pengamatan secara mendalam mengenai gejala yang diteliti. Di samping wawancara terstruktur dengan responden, dengan lokasi yang berbeda–beda, sehingga peneliti dapat menelaah rasionalitas dan akurasi implementasi atau pelaksanaan penerapan sanksi yang dilakukan oleh BKSDA Kota sorong, dan rating ekspektasi publik terhadap bobot pelaksanaan penerapan sanksi terhadap eksploitasi pada kawasan hutan konservasi di Kota sorong.Temuan yang diperoleh dalam penelitian diantara lain adalah: (1) Mengetahui penghambat penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana penambangan liar terbuka di dalam kawasan hutan konservasi. (2) BKSDA Kota sorong mampu untuk menerapkan sanksi pidana terhadap penyelenggara eksploitasi di Kota sorong yang pada aspek hukum terhadap tindak pidana pelaku penambangan liar terbuka di dalam kawasan konservasi hutan dan mampu untuk bisa terealisasi dengan baik yang telah ditetapkan pada peraturan perundang–undangan yang mengatur tentang terkait Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam pada kawasan Hutan.Sebagai bahan informasi bagi masyarakat mengenai potensi sumber daya hutan serta cara pengelolaannya di Kota sorong, sehingga mampu untuk dijadikan sebagai salah satu bahan pada bagian stakeholder, pemerintah, maupun swasta dalam pengambilan keputusan dan berkaitan dengan penggunaan dan pemanfaatan Sumber Daya Alam yang terdapat pada kawasan hutan konservasi Agraria kehutanan yang berada pada wilayah Kota sorong sebagai Zona yang memiliki kawasan hutan yang begitu besar dan sangat bermanfaatkan bagi masyarakat Kota Sorong.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Yulifda Elin Yuspita and Muhammad Rezeki. "Sistem Informasi Pusat Pengaduan Pelayanan Masyarakat Menggunakan Work System Framework." JURNAL TEKNIK MESIN, INDUSTRI, ELEKTRO DAN INFORMATIKA 1, no. 3 (September 30, 2022): 01–13. http://dx.doi.org/10.55606/jtmei.v1i3.451.

Full text
Abstract:
Public service or community service is defined as the provision of services to people who have an interest. The Center for Conservation and Natural Resources is an agency that is engaged in the field of conservation and natural resources which is responsible for supervising the captive efforts and maintenance of protected plants and animals by individuals, companies and institutions. The community is the main source of information for this agency in terms of monitoring the use of natural resources in their environment, but it is the community themselves who rarely provide information because the community must report directly and it takes time and money to report. One alternative that can be done to provide good service is to build an information system application for communication media with the Work System Framework approach. Work System Framework is a system where humans or machines participate in running business processes using information, technology and resources, in conducting analysis and design modeling is carried out with the Unified modeling language. Pelayanan publik atau layanan masyarakat diartikan sebagai pemberian layanan kepada masyarakat yang mempunyai kepentingan. Balai Konservasi Dan Sumber Daya Alam adalah sebuah Instansi yang bergelut di bidang konservasi dan sumber daya alam yang bertanggung jawab mengawasi upaya-upaya penangkaran dan pemeliharaan tumbuhan dan satwa dilindungi oleh perorangan, perusahaan dan lembaga. Masyarakat merupakan sumber informasi utama bagi instansi ini dalam hal pemantauan terhadap pemanfaatan sumberdaya alam di lingkugannya, tetapi justru masyarakat sendiri yang jarang memberikan informasi dikaranakan masyarakat harus melakukan pelaporan secara langsung dan membutuhkan waktu dan biaya untuk melakukan pelaporan. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk memberikan pelayanan yang baik adalah dengan membagun aplikasi sistem informasi untuk media komunikasi dengan pendekatan Work System Framework. Work System Framework adalah sebuah sistem dimana manusia atau mesin berpartisipasi menjalankan proses bisnis dengan menggunakan informasi, teknologi dan sumber daya, dalam melakukan analisa dan perancangan dilakukan kan pemodelan dengan Unified modeling language.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Lestari, Resti, and Sandy Pradana. "Konservasi Meranti dalam upaya Revitalisasi dan Pemberdayaan Masyarakat di Kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Muka Kuning oleh PT Pertamina Patra Niaga DPPU Hang Nadim." Jurnal Syntax Admiration 3, no. 11 (November 22, 2022): 1447–59. http://dx.doi.org/10.46799/jsa.v3i11.496.

Full text
Abstract:
Wujud kontribusi sebuah perusahaan dalam meningkatkan kepercayaan masyarakat adalah melalui program Corporate Social Responsibility yang lebih dikenal sebagai program CSR. Implementasi CSR sendiri telah diatur secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Penelitian ini bertujuan untuk melindungi dan melestarikan ekosistem tanaman meranti yang terancam punah, memaksimalkan pemanfaatan lahan di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Muka Kuning, mengurangi permasalahan perubahan iklim dan pemanasan global, pemberdayaan masyarakat di sekitar, sekaligus sebagai bentuk tanggung jawab PT Pertamina Patra Niaga DPPU Hang Nadim terhadap masyarakat dan lingkungan sekitar. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bersifat deskriptif. Dari data yang dihasilkan, Hubungan antar stakeholder yang terjalin dengan baik baik dari masyarakat lokal, Balai Besar Konservasi dan Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau yang dilakukan dalam pelaksanaan program CSR ini yang menjadi kunci utama kelancaran program CSR PT Pertamina Patra Niaga DPPU Hang Nadim.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Hanim, Lathifah, Munsharif Abdul Chalim, and Jawade Hafidz. "PELAKSANAAN PERLINDUNGAN SATWA LIAR YANG DILINDUNGI MENURUT HUKUM INDONESIA DAN HUKUM INTERNASIONAL." Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat 1, no. 1 (November 13, 2020): 161–68. http://dx.doi.org/10.24967/psn.v1i1.819.

Full text
Abstract:
Perlindungan satwa liar diatur dalam instrument Hukum Internasional seperti Convention on International Trade in Endangered Species of wild Fauna and Flora (CITES) . Di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan peraturan pelaksanaan lainnya mengatur perlindungan jenis satwa liar atau hidupan liar. Rumusan masalahnya adalah 1. Bagaimana Perbandingan Bentuk Perlindungan Satwa Liar Menurut Hukum Indonesia dan Hukum Internasional ? 2. Apa hambatan-hambatan dan solusi dalam pelaksanaan perlindungan satwa liar menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ?. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis empiris. Hasil Penelitiannya adalah : 1. Pelaksanaan Perlindungan Satwa Liar Menurut Hukum Indonesia dan Hukum Internasional yaitu Perlindungan satwa liar diatur dalam instrument Hukum Internasional seperti Convention on International Trade in Endangered Species of wild Fauna and Flora (CITES) . Instrumen Hukum Internasional perlindungan dan pemanfaatan satwa liar yang dilindungi (wilslife spesies) antara lain adalah Daftar Merah Spesies yang terancam Punah IUCN dan CITES 1973. Indonesia meratifikasi CITES melalui Keputusan Presiden No.43 tahun 1978.CITES mengategorikan spesies dalam 3 (tiga) kelas yaitu spesies yang termasuk di dalam Appendix I, II dan III (NonAppendix). Di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan peraturan pelaksanaan lainnya mengatur perlindungan jenis satwa liar atau hidupan liar. 2. Hambatan-hambatan dan solusi dalam pelaksanaan perlindungan satwa liar menurut Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya ? Instrumen hukum nasional yang melindungi satwa dan tumbuhan liar belum memiliki kelengkapan ketentuan yang mengacu pada CITES sepenuhnya, dan ancaman sanksi yang ada juga tidak menimbulkan efek jera pelaku kejahatan. Perlu dilakukan perubahan perundang-undangan dibidang konservasi, perlindungan satwa atau tumbuhan liar yang sejalan dengan perkembangan instrument hukum Internasional.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Sasongko, Widodo Djati. "PERAN SUMBERDAYA HUTAN TERHADAP KEPARIWISATAAN JAWA TIMUR *)." CAKRAWALA 1, no. 2 (March 21, 2018): 95–109. http://dx.doi.org/10.32781/cakrawala.v1i2.81.

Full text
Abstract:
Tujuan kajian : (1) Memahami peranan sumber daya hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TN-BTS) dan kepariwisataan di Jawa Timur; (2) Menghasilkan rekomendasi usulan strategi pengembangan TN-BTS untuk pemanfaatan kepariwisataan. Metode kajian deskriptif dengan pendekatan yang digunakan adalah kajian kualitatif dan analisannya kualitatif. Lokasi kajian di TN-BTS. Metode pengumpulan data dilakukan dengan 3 (tiga) teknik metode, yaitu : (1) wawancara, (2) Observasi, dan (3) dokumentasi dan literatur.sedangkan metode analisis menggunakan analisis SWOT dan analisis interaktif. Rekomendasi : (1) Memberi kesempatan kepada civil society turut mengembangkan zona pemanfaatan, melalui hubungan kemitraan yang bisa melibatkan organisasi internasional, nasional, lokal maupun pribadi-pribadi dengan balai TH-BTS, (2) Mendorong berdirinya pendidikan konservasi alam atau laboratorium konservasi alam di zona pemanfaatan yang dapat dikunjungi oleh para peminat pendidikan lingkungan hidup maupun para peminat kegiatan alam terbuka termasuk wisatawan, (3) Mempertahankan dan mengembangkan adat istiadat dan budaya masyarakat Tengger yang arif bijaksana, luhur dan positif, misalnya ajaran wewaton, aturan adat untuk tidak merusak hutan dan lingkungannya, sistem pemilikan tanah yang tidak boleh dijual atau dipindahkan ke masyarakat di luar masyarakat Tengger; (4) Pemanfaatan pariwisata TN-BTS sebagai kawasan wisata terbatas dengan menekankan pada kualitas. TN-BTS bukanlah lokasi kawasan wisata massal (non mass tourism), (5) Mengembangkan obyek dan daya tarik wisata kompleks Gn. Semeru dan kompleks Gn. Bromo menjadi kopleks pariwisata yang terpadu dan berkelanjutan yang berdampak pariwisata negatif rendah dan memiliki daya saing; (6) Melengkapi fasilitas yang dibutuhkan oleh wisatawan didaerah penyangga (buffer zone) yang menuju pintu masuk kawasan TN-BTS yang sesuai dengan skala kebutuhannya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Bayu aldo kistara, Dias wahyu anggreani, Silvianna fatmawati, Dewi Agustina, Ratih Pratiwi, and Samsoo Sa-U. "Protean Career Development And Social Compensation On Employee Performance Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah." International Journal of Management and Business Economics 1, no. 1 (December 31, 2022): 41–45. http://dx.doi.org/10.58540/ijmebe.v1i1.41.

Full text
Abstract:
This study aims to determine the partial and simultaneous effect of protean career development and social compensation on performance of Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Tengah employees. This study uses an associative approach to determine the relationship between the independent variables and the dependent variable. The population in this study were 160 employees. The sample that will be used in this study uses the Slovin formula with a significance level of 10% and a sample of 62 employees is obtained. Data collection using questionnaires and data analysis using multiple linear regression analysis. The results of this study indicate that the protean career development variable partially has a significant effect on employee performance. The social compensation variable partially has no significant effect on employee performance. Simultaneously the variables of protean career development and social compensation have a significant effect on employee performance 17.5%. And the remaining 82.5% is influenced by other variables.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Alfian, Alfian, Anni Nurliani, and Titik Sundari. "PERILAKU MACAN DAHAN KALIMANTAN (Neofelis diardi borneensis) DI KANDANG TRANSIT BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM KALIMANTAN SELATAN." BIOSCIENTIAE 21, no. 1 (March 14, 2024): 57. http://dx.doi.org/10.20527/b.v21i1.12102.

Full text
Abstract:
In a broad sense, behavior is the visible actions carried out by living creatures to adapt to environmental conditions for survival. N. diardi borneensis is one of the endemic animals of Kalimantan and is considered the highest leader of the food chain in Kalimantan. The Bornean clouded leopard was once considered the same species as the clouded leopard (Neofelis nebulosa), but in 2006 it was classified as a different species. The Bornean clouded leopard, which is endangered, is very interesting as an object of observation. The presence of the Bornean clouded leopard in the South Kalimantan (Kalsel) BKSDA transit cage after evacuation is an opportunity to observe the behavior of this rare animal. This study aims to determine the behavior of N. diardi borneensis while in the South Kalimantan BKSDA transit cage as scientific information that can be used as a reference for preservation and conservation programs. The method used is observation using the focal animal sampling method. Observations are divided into three periods: in the morning from 08.00 – 09.00, in the afternoon from 12.00 – 13.00, and the afternoon from 16.00 – 17.00. In each period, observations were made for 1 hour with recording intervals, namely every 5-minute interval, to calculate the duration/time of the behavior and then calculate the percentage. The results obtained from observing the behavior of N. diardi borneensis for 14 days are the behavior shown by N. diardi borneensis during the transit drum, namely resting behavior with an average duration of 1883 minutes (75%), movement behavior with an average duration of 584 minutes (23%), and eating behavior with an average duration of 53 minutes (2%). The Bornean clouded leopard has a unique special behavior: spending most of its time doing activities on tree branches (arboreal).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Sulaeman, Sulaeman, Lalu Masyhudi, Mujriah Mujriah, Maruf Alqifari, M. Rozi Iskandar, and Mulhidin Mulhidin. "SOSIALISASI MEKANISME PEMUNGUTAN SUMBER PENDANAAN DALAM PENGELOAAN TAMAN WISATA PERAIRAN (TWP) GILI MATRA KABUPATEN LOMBOK UTARA." J-ABDI: Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat 3, no. 2 (July 9, 2023): 429–36. http://dx.doi.org/10.53625/jabdi.v3i2.6084.

Full text
Abstract:
Taman Wisata Perairan Gili Meno, Gili Air dan Gili Trawangan (TWP Gili Matra) merupakan taman wisata perairan yang menjadi andalan wisata selam di Nusa Tenggara Barat, karena memiliki keunikan biodiversitas terumbu karang, lamun dan mangrove yang ada dipandu dengan keindahan pantai dan bawah laut yang sangat indah. Perpaduan panorama alam yang dimiliki merupakan daya Tarik terutama bagi wisatawan, baik wisatawan asing atau mancanegara maupaun wisatawan domestic. Dilain pihak tingginya kunjungan wisatawan yang berwisata di kawasan konservasi ini dapat berdampak pada penurunan kondisi sumberdaya alam perairan yang ada di TWP Gili Matra itu sendiri, berakibat pada kebutuhan biaya pengelolaan yang tidak kecil, sehingga membutuhkan pendanaan yang berkelanjutan, mersepon tantangan yang dihadapi dalam pengelolaan kawasan TWP Gili Matra ini, maka pengabdian ini bermaksud untuk mensosialisasikan kepada seluruh stakeholder yang ada di TWP Gili Matra terkait pentingnya tersedianya dana yang kontinya untuk pengelolaan taman wisata perairan ini, sehingga tetap lestari, adapun saat ini, sumber pendanaan yang dikelola oleh Balai Kawasan Konservasi Perairan (BKKPN) Kupang sebagai pemilik kawasan adalah pemungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di TWP Gili Matra, dengan sumber dana yang telah ditetapkan berdasarkan peraturan menteri terkait, sosialisasi terkait PNBP ini penting untuk dilakukan, untuk dapat terus meningkatkan pelayanan agar PNBP yang ditargetkan dapat tercapai, sebagai biaya pengelolaan kawasan TWP Gili Matra itu Kembali, sehingga TWP Gili Matra data terjaga kelestariannya, serta pentingnya mengkaji opsi sumber dana pengelolaan lainnya yang bisa di terapkan dan dijalankan di TWP Gili Matra selain bersumber dari dari APBN itu sendiri
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Irfan, Mhd, and Riri Rezeki Hariani. "IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG NO 5 TAHUN 1990 TENTANG KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM DAN EKOSISTEMNYA DI KANTOR BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER MEDAN." Lex Lectio Law Journal 1, no. 2 (August 28, 2023): 63–74. http://dx.doi.org/10.61715/jlexlectio.v1i2.19.

Full text
Abstract:
Abstrak To maintain the sustainability of all habitats in the forest of the Gunung Leuser National Park, it has been fully regulated in Law no. 5 of 1990 concerning Conservation of Biological Natural Resources and Their Ecosystems. The formulation of the problem in this research is how the implementation of Law no. 5 of 1990 in TNGL and what are the obstacles to the Gunung Leuser National Park Center. The research method in data collection is used by the method of literature study and field study. The data that has been collected was analyzed qualitatively. Based on the results of the study found the implementation of Law no. 5 of 1990 concerning the Conservation of Biological Natural Resources and Their Ecosystems is carried out by means of pre-emptive, preventive to repressive activities. The obstacle experienced by the Gunung Leuser National Park Center is the lack of joint forestry police personnel and the weapons used are only long-barreled weapons that are very old, so that it is possible for crimes in the Gunung Leuser national forest area to be repeated. AbstractUntuk menjaga kelestarian dan seluruh habitat yang berada di hutan Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser sepenuhnya telah di atur di dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Adapun rumusan masalah dalam penelitian tersebut adalah Bagaimana implementasi Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 di TNGL dan apa saja hambatan Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser. Metode penelitian dalam pengumpulan data yaitu digunakan dengan metode studi pustaka dan studi lapangan. Data yang telah dikumpulkan dianalisa secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan implementasi Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya dilakukan dengan cara kegiatan preemtif, preventif sampai dengan represif. Hambatan yan dialami oleh Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser adalah kurangnya personel gabungan polisi kehutanan dan senjatan yang digunakan hanya menggunakan senjata laras panjang yang sudah berusia sangat tua, sehingga dapat memungkinkan kejahatan di kawasan hutan nasional Gunung Leuser akan tetap terulang.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Manapa, Franscisca Sekar Jayanti. "IMPLEMENTASI PERATURAN KERJA SAMA KEMITRAAN DALAM MENINGKATKAN EFEKTIVITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PADA BALAI KONSERVASI SUMBER DAYA ALAM KALIMANTAN SELATAN (STUDI KASUS DI CAGAR ALAM TELUK KELUMPANG, SELAT LAUT, SELAT SEBUKU." Jurnal Hutan Tropis 9, no. 2 (August 5, 2021): 342. http://dx.doi.org/10.20527/jht.v9i2.11285.

Full text
Abstract:
The collaborative and synergistic management of Teluk Kelumpang, Selat Laut, and Selat Sebuku Nature Reserve is carried out based on the mutual understanding and agreement of the stakeholders, in accordance with the prevailing laws and regulations and manifested in joint activities according to the principles of professionalism and accountability. This study aimed to assess the quality of the joint regulations, to assess the roles of the stakeholders in carrying out the collaborative efforts, to assess the collaborative process, and to assess the effectiveness of the management in Teluk Kelumpang, Selat Laut and Selat Sebuku Nature Reserve.This qualitative research used a descriptive method. It was done in Teluk Kelumpang, Selat Laut and Selat Sebuku Nature Reserve and Natural Resource Conservation Agency of South Kalimantan. The results revealed: first, the good quality of the joint regulation as indicated by the absence of conflict; the consistency; the accountability and promptness of the regulation. Second, the significance of the stakeholders role in the collaborative efforts in Teluk Kelumpang, Selat Laut, and Selat Sebuku Nature Reserve. The first and second players are the primary actors. Third, the collaboration in Teluk Kelumpang, Selat Laut, and Selat Sebuku Nature Reserve, is carried out based on the joint regulation. Fourth, the attainment of the threshold of the protected area management effectiveness is affected by the threats and weaknesses in areas. The issuance of joint regulation potentially diminishes the threats and weaknesses in area management, and eventually enhances the value of protected area management effectiveness. Based on these results, it is recommended: to issue regulation on the technical guidelines for the management of nature reserve and nature conservation areas and also to standardize the template for the documentation of collaborative management as the guideline/reference.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Sulistianto, Sulistianto, Muhammad Sumaryono, and Ali Suhardiman. "ANALISIS SEBARAN Nepenthes spp. DI HUTAN KERANGAS CAGAR ALAM PADANG LUWAY DI KABUPATEN KUTAI BARAT." AGRIFOR 18, no. 2 (October 7, 2019): 363. http://dx.doi.org/10.31293/af.v18i2.4354.

Full text
Abstract:
Cagar Alam Padang dengan luas ± 5.000 Ha Luway merupakan kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan/keunikan jenis tumbuhan dan/atau keanekaragaman tumbuhan seperti berbagai jenis anggrek dan Nepenthes spp. beserta gejala alam dan ekosistemnya berupa hutan kerangas dengan ciri khas lantai hutan berupa pasir (kersik) berwarna putih yang memerlukan upaya perlindungan dan pelestarian agar keberadaan dan perkembangannya berlangsung secara alami, secara administrasi berada di tiga kecamatan yaitu Melak, Damai dan Sekolaq Darat Kabupaten Kutai Barat. Pengelolaannya oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Timur. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui sebaran Nepenthes spp. dengan menggunakan indeks Morisita dan Nearest Neighbor Analysis serta untuk mengetahui potensinya dengan menggunakan metode analisa vegetasi. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui terdapat 3 (tiga) jenis Nepenthes yaitu N. Reinwardtiana hijau dan merah, N. Ampullaria dan N. Gracilis hijau dan merah, yang tersebar pada tiga lokasi penelitian yaitu di lokasi Kersik Luway ditemukan 137 individu N. Reinwardtiana yang tersebar di 10 (sepuluh) plot penelitian, di lokasi Kersik Mencege ditemukan 120 individu N. Ampullaria yang tersebar di 5 (lima) plot penelitian dan N. Gracilis di 2 (dua) plot penelitian serta di lokasi Kersik Serai ditemukan 80 individu N. Gracilis hijau pada 2 (dua) plot penelitian dan 162 individu N. Gracilis merah pada 8 plot penelitian. Dari Indek Nilai Penting (INP) diketahui dominasi tertinggi adalah N. Gracilis Merah sebesar 58,420 % dan terendah adalah N. Gracilis Hijau yaitu 15,953 %. Sedangkan hasil Indeks Morisita untuk semua jenis nepenthes di CA. Padang Luway adalah lebih dari 1 (Id˃1) yang menunjukan pola penyebaran mengelompok, begitu pula hasil pengolahan data dengan menggunakan Nearest Neighbor Analysis dengan hasil mengelompok (Cluster).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Krismono, Adriani Sri Nastiti Sri Nastiti. "DATA BASE KEANEKARAGAMAN HAYATI PERIKANAN PERAIRAN UMUM DARATAN DI SULAWESI." BAWAL Widya Riset Perikanan Tangkap 2, no. 4 (February 7, 2017): 143. http://dx.doi.org/10.15578/bawal.2.4.2009.143-150.

Full text
Abstract:
Data base keanekaragaman hayati perikanan perairan umum daratan di Sulawesi dibangun dengan tujuan mengumpulkan dan mengorganisasi data keanekaragaman hayati perikanan perairan umum daratan Sulawesi, agar data base tersebut mudah diakses dan dimanfaatkan sebagai bahan informasi keanekaragaman hayati perairan umum daratan di Indonesia. Metode pembangunan data base keanekaragaman hayati tersebut disusun dalam sebuah aplikasi program Microsoft Access 2000, dan didukung oleh referensi standar taxon list flora dan fauna, batas administrasi Indonesia, dan referensi geografi atau georeference. Berdasarkan pada metode ini, informasi yang dihasilkan dapat ditumpang tindihkan (overlay) untuk memperoleh gambaran, baik secara tekstual maupun secara spasial dengan lokasi yang menjadi cor. Sumber data berasal dari laporan penelitian Pusat Riset Perikanan Tangkap, Perguruan Tinggi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Balai Penelitian Perikanan Air Tawar, Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Selatan, Badan Konservasi Sumber Daya Alam di lingkup Kabupaten Sulawesi Selatan, karya tulis mahasiswa Universitas Ratulangi Manado. Aktual data base keanekaragaman hayati perikanan perairan umum daratan Sulawesi diperoleh dari sejumlah badan air yang sudah diteliti sekitar 214 buah yang terdiri atas 175 buah sungai dan rawa dengan persentase sungai yang terbanyak di Sulawesi Selatan, danau di Sulawesi Utara, sedangkan perairan waduk hanya dilakukan di satu lokasi yaitu Waduk Bili-Bili di Sulawesi Selatan yang dilengkapi dengan data ikan, plankton, bentos, serangga air, tumbuhan air, dan kualitas air. Berdasarkan pada aplikasi data base diketahui bahwa perlu melengkapi data keanekaragaman hayati perairan sungai, data kualitas air yang baru tercatat sekitar 29 badan air dari 214 badan air.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Hayadin and P. R. Yuniarto. "Sustainable harvest: exploring sugar palm trees as a green economy catalyst in Bukit Kaba Natural Park, Bengkulu, Indonesia." IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 1267, no. 1 (December 1, 2023): 012007. http://dx.doi.org/10.1088/1755-1315/1267/1/012007.

Full text
Abstract:
Abstract Conservation areas are synonymous with protected areas and is prohibited for social and industrial activities that damage the environment. How ever, this research found in which at Bukit Kaba, the use of conservation areas could support the preservation of the natural environment. This article explained that by finding niche commodities, conservation areas can generate many economic benefits for the surrounding community and preserve the natural environment at the same time. This research was environmental qualitative research conducted at conservation area of the Bukit Kaba, Bengkulu, Indonesia. Data were obtained through observation, interviews, document studies, and focus group discussion with the Bukit Kaba conservation area stakeholders. The research team stayed for 20 days in Rejang Lebong district and visited community groups while conducting observations and interviews. The research concluded that the agreement between farmer groups and the Balai Konservasi Sumber Daya Alam (Nature Conservation Agency) to maintain and cultivate sugar palm trees at Bukit Kaba conservation area is an excellent green economic practice. The agreement stipulated the palm trees growing in the Bukit Kaba conservation area as a niche commodity because it can provide multiple benefits. On the one hand, palm trees provide economic benefits to residents around the conservation area. On the other hand, palm trees help maintain land and soil resilience in the Bukit Kaba area.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Mondolu, Sri Ester, Novriest Umbu Walangara Nau, and Roberto Cornelis Seba. "KERJASAMA INDONESIA-JERMAN DALAM PELESTARIAN KAWASAN TAMAN NASIONAL LORE LINDU MELALUI FOREST PROGRAMME III SULAWESI TAHUN 2018-2022." Administraus 7, no. 2 (May 31, 2023): 130–45. http://dx.doi.org/10.56662/administraus.v7i2.202.

Full text
Abstract:
ABSTRACT Deforestation and degradation of natural resources are the main problems in the management of the Lore Lindu National Park area. Social and economic activities carried out around the area can threaten the sustainability of the Lore Lindu National Park area (TNLL). natural. With the collaboration between Indonesia and Germany through the presence of Sulawesi's forest program III, it can contribute to forest conservation and rehabilitation to reduce emissions and improve the livelihoods of communities around the National Park area. The research method used in this study is a qualitative method and in this writing, the author will describe how the collaboration between Indonesia and Germany in the Preservation of the Lore Lindu National Park Area through the Sulawesi Forest Program III, Cooperation between Indonesia and Germany in the environmental field through the Sulawesi Forest Program III has making a significant contribution to the preservation of the TNLL area. This collaboration has produced a positive impact which can be seen from the marketing market which is achieved through the intervention activities carried out. Overall the collaboration between Germany through FP III Sulawesi has succeeded in strengthening efforts to conserve and manage the area. Keywords: Sulawesi Forest Program III, Indonesian-German Cooperation, Area Conservation, Lore Lindu National Park (TNLL) ABSTRAK Deforestasi dan degradasi sumber daya alam menjadi permasalahan pokok dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Lore Lindu. Aktivitas sosial dan ekonomi yang dilakukan di sekitar kawasan dapat mengancamcam kelestarian kawasan Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti pangan, pemukiman, dan penyediaan lapangan kerja, masyarakat sekitar kawasan sebagian melakukan pencurian dan mengeksploitasi sumber daya alam. Dengan adanya kerjasama antara Indonesia dan Jerman melalui kehadiran forest programme III Sulawesi dapat memberikan kontribusi terhadap konservasi hutan dan rehabilitasi untuk mengurangi emisi dan memperbaiki penghidupan masyarakat sekitar kawasan Taman Nasional. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dan dalam Penulisan ini, penulis akan mendeskripsikan bagaimana kerjasama Indonesia dan Jerman dalam Pelestarian Kawasan Taman Nasional Lore Lindu melalui Forest Programme III Sulawesi, Kerjasama antara Indonesia dan Jerman dalam bidang lingkungan melalui Forest Programme III Sulawesi telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pelestarian kawasan TNLL kerjasama ini telah menghasilkan dampak positif yang dapat dilihat dari indikator keberhasilan yang di capai melalui intervensi kegiatan yang dilakukan. Secara keseluruhan kerjasama antara Jerman melalui FP III Sulawesi berhasil memperkuat upaya pelestarian dan pengelolaan kawasan. Kata kunci: Forest Programme III Sulawesi, Kerjasama Indonesia-Jerman, Pelestarian Kawasan, Taman Nasional Lore Lindu (TNLL)
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Kartamihardja, Endi Setiadi, Kunto Purnomo, Didik Wahju Hendro Tjahjo, and Sonny Koeshendradjana. "PENDEKATAN EKOSISTEM UNTUK PENGELOLAAN SUMBERDAYA IKAN ARWANA IRIAN, Scleropages jardinii DI SUNGAI MARO, MERAUKE–PAPUA." Jurnal Kebijakan Perikanan Indonesia 5, no. 2 (November 30, 2013): 87. http://dx.doi.org/10.15578/jkpi.5.2.2013.87-96.

Full text
Abstract:
<p>Pengelolaan perikanan dengan pendekatan ekosistem merupakan bagian dari berbagai prinsip dasar pengelolaan perikanan sejak disetujuinya konvensi mengenai keanekaragaman hayati (Convention on Biological Diversity), dan FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries. Ikan arwana irian (<em>Scleropages jardinii</em>) merupakan satwa yang dilindungi sehingga pemanfaatannya didasarkan pada jumlah kuota nasional. Sampai saat ini, jumlah kuota yang ditetapkan belum didasarkan secara proporsional atas potensi sumberdaya riil (stok) ikan arwana di setiap perairan sungai yang berada di empat kabupaten, yaitu: Kabupaten Merauke, Boven Digul, Mappi dan Asmat. Sungai Maro di Kabupaten Merauke merupakan salah satu kawasan eksploitasi ikan arwana yang paling intensif. Oleh karena itu, kebijakan pengelolaan dan konservasi sumber daya ikan arwana dengan pendekatan ekosistem di perairan Sungai Maro perlu dilakukan. Pemangku kepentingan dalam pengelolaan<br />sumber daya ikan arwana di Sungai Maro terdiri dari nelayan, kepala dusun, kepala adat, plasma (pengumpul yuwana ikan arwana), pengusaha ikan hias, penangkar, pemerintah daerah (Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Merauke, Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Merauke), Balai Konservasi Sumberdaya Alam dan Agen Perubahan (Peneliti Badan Litbang Kelautan dan Perikanan dan Penyuluh). Langkah-langkah pengelolaan sumberdaya ikan arwana yang perlu diterapkan meliputi: penetapan kuota yuwana ikan arwana di Sungai Maro sebanyak 112.000 ekor per musim; penetapan kawasan konservasi habitat pemijahan dan pembesaran yuwana arwana di sebagian kecil kawasan sentra penangkapan yang hanya ditutup pada musim penangkapan yuwana ikan arwana; pencatatan hasil tangkapan yuwana ikan arwana yang dilakukan oleh nelayan dan pengumpul sesuai dengan kuota; adopsi pengelolaan secara ko-manajemen dan berdasarkan pendekatan ekosistem yang didasarkan pada indikator pengelolaan yaitu indikator lingkungan sumberdaya, biologi, sosial dan ekonomi.</p><p>Ecosystem approach to fisheries is a part of basic principles of fisheries management since ratification of convention on biological diversity and FAO Code of Conduct for Responsible Fisheries are agreed. Saratoga (Scleropages jardinii), a protected fish fauna of Papua being exploited based on national quota. Unfortunately, the Saratoga quota has not been estimated proportionally based on their potential stock at every waters body of the Saratoga inhabits which were administratively included in four regencies, namely Merauke, Boven Digul, Mappi and Asmat. Maro River at Merauke Regency is one of the potential rivers which were exploited intensively for Saratoga. Therefore, policy management package of ecosystem approach to Saratoga fisheries at Maro River should be implemented. The main stakeholders of Saratoga management at Maro River compose of fishers, head of village, head of local ethnic group, whole seller, raisers, exotic fish seller, local government (Regency of Fisheries Extension Service, Regency of Environmental Agency), Institute of Natural<br />Resources Conservation, and Agent of Change (Researcher of the Agency for Fisheries and Marine Research). Management measures which should be implemented are: quota of Saratoga juvenile of Maro River was 112,000 individuals per spawning season; establishment of conservation area for spawning and nursery of Saratoga by allocated a part of center exploited area and there closed for fishing at Saratoga spawning season; collected and reported of the number of Saratoga fry by the fishers and whole sellers; development of co-management and ecosystem approach to Saratoga fisheries which should be based on environmental, biological, social and economic indicators.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Kuswanda, Wanda, and Onrizal Onrizal. "Strategi penangkaran Trenggiling (Manis javanica) di Sumatera Utara." Talenta Conference Series: Agricultural and Natural Resources (ANR) 1, no. 2 (December 17, 2018): 227–30. http://dx.doi.org/10.32734/anr.v1i2.241.

Full text
Abstract:
Sampai saat ini upaya penangkaran trenggiling (Manis javanica) sangat terbatas, padahal ancaman kepunangan sangat tinggi akibat perburuan dan perdagangan ilegal serta kerusakan habitat. Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi penangkaran trenggiling dalam upaya mempelajari perilaku trenggiling di penangkaran. Penelitian dilakukan dengan cara penangkaran di kandang satwa liar yang dimodifikasi, diberikan pakan dan dicatat perilakunya. Trenggiling yang ditangkarkan berasal dari hasil sitaan dari masyarakat dan penyerahan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukan bahwa trenggiling merupakan (a) satwa yang sulit beradaptasi dengan lingkungan baru, (b) satwa yang memiliki tingkat stress yang tinggi apabila berdekatan dengan manusia, (c) satwa sangat rentan terhadap penyakit, terutama flu pada lingkungan yang baru, (d) satwa yang menyukai sarang semut dari alam untuk konsumsinya dibandingkan dengan kroto atau lainnya. Oleh karena itu, untuk membudidayakan trenggiling di penangkaran diperlukan (a) bibit yang berasal dari kondisi fisik habitat yang sama, (b) pemeliharaan kesehatan harus intensif, (c) kandang menggunakan tembok dan pagar besi dengan lantai tanah dan (d) ketersediaan air yang cukup serta (e) pemberian pakan pada tahap pemeliharaan awal (1-2 bulan) sebaiknya menggunakan sarang semut yang diambil dari alam. The efforts of capturing pangolin (Manis javanica) are very limited so far, even though the threat of extinction is very high due to hunting, illegal trade, and habitat destruction. This study aims to develop a pangolin breeding strategy in an effort to study anteater behavior in captivity. The study was carried out by capturing the cage of modified wildlife, feeding and recording behavior. The anteater that is anchored from confiscated products from the community and the surrender of the Center for Natural Resources Conservation (BBKSDA), North Sumatra. The results showed that anteater was (a) an animal that is difficult to adapt to a new environment, (b) animals that have a high level of stress when close to humans, (c) animals were very susceptible to diseases, especially flu in new environments, (d ) animals that like ant nests from nature to consume compared to others. Therefore, to cultivate anteaters in captivity it is necessary (a) seedlings originating from the same physical condition of habitat, (b) health care must be intensive, (c) cages using iron walls and fences with soil floors and (d) availability of water enough and (e) feeding in the initial maintenance stage (1-2 months) should use ant nests taken from nature.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Darniwa, Adisty Virakawugi, Ida Kinasih, and Nurul Aulia Fitri. "Diet, Feed Preferences, and Nutritional Intake of Hylobates albibarbis in Transit Cage BKSDA Kalimantan Tengah." Al-Kauniyah: Jurnal Biologi 16, no. 2 (October 27, 2023): 386–94. http://dx.doi.org/10.15408/kauniyah.v16i2.27817.

Full text
Abstract:
AbstractHylobates albibarbis is a type of small primate that lives on the island of Borneo with a characteristic black face and white hair on the eyebrows, cheeks, and chin that resembles a beard. H. albibarbis feeding management is important in conservation efforts on ex-situ conservation because of animal welfare. This study aims to determine the composition of the diet, feed preferences and nutritional intake of feed given to H. albibarbis in transit cage at the Palangka Raya-Central Kalimantan Office for Conservation of Natural Resources (named Balai Konservasi Sumber Daya Alam-BKSDA) under the Directorate of Conservation of Natural Resources and Ecosystems of the Ministry of Environment & Forestry of the Republic of Indonesia. The methods used are focal animal sampling and restricted feeding observed in individual male adult and infant of H. albibarbis. The observations show that the feed preferred by adult H. albibarbis was the Ambon banana (98.21%) and the least preferred was the Kepok banana (74.26%). Otherwise, in infants H. albibarbis the most preferred feed was papaya (93.43%), and the least preferred feed was Ambon banana (58.10%). The average daily feed intake for adult H. albibarbis was 658.52 g, and for infant was 378.16 g. H. albibarbis in transit cage at the Palangka Raya BKSDA office, Central Kalimantan had good growth and healthy physical condition assumed from their body weight and length.AbstrakHylobates albibarbis merupakan kera kecil yang hidup di Pulau Kalimantan dengan ciri khas wajah berwarna hitam dan rambut berwarna putih pada alis, pipi, dan dagu yang menyerupai janggut. Pengelolaan pakan H. albibarbis penting dalam upaya konservasi dengan konservasi ex-situ untuk kesejahteraan hewan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi pakan, preferensi pakan, dan asupan nutrisi pakan yang diberikan pada H. albibarbis di kandang transit kantor BKSDA Palangka Raya Kalimantan Tengah. Metode yang digunakan adalah focal animal sampling dan restricted feeding pada individu jantan dewasa dan jantan bayi H. albibarbis. Observasi dilakukan dalam durasi 12 jam selama 31 hari. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pakan yang disukai H. albibarbis dewasa adalah pisang Ambon (98,21%) dan yang tidak disukai adalah pisang Kepok (74,26%). Pakan yang disukai bayi H. albibarbis adalah pepaya (93,43%) dan yang tidak disukai adalah pisang Ambon (58,10%). Total asupan pakan harian untuk H. albibarbis dewasa adalah 658,52 g. Total asupan pakan harian untuk H. albibarbis bayi adalah 378,16 g. H. albibarbis di kandang transit kantor BKSDA Palangka Raya Kalimantan Tengah memiliki pertumbuhan yang baik dan kondisi fisik yang sehat berdasarkan berat badan dan panjang tubuhnya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Ariani, Susanty, Agil Al Idrus, Lalu Japa, and Didik Santoso. "STRUKTUR KOMUNITAS MAKROALGA SEBAGAI INDIKATOR EKOLOGI EKOSISTEM PERAIRAN PADA KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH DI GILI SULAT LOMBOK TIMUR." Jurnal Biologi Tropis 20, no. 1 (April 22, 2020): 132. http://dx.doi.org/10.29303/jbt.v20i1.1690.

Full text
Abstract:
Abstrak: Makroalga adalah salah satu sumber daya alam yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Keragaman makroalga kawasan daerah tropis sangat tinggi, tidak terkecuali di daerah intertidal Gili Sulat. Keberadaan komuditas ini di Gili Sulat belum banyak diketahui. Penelitian ini bertujuan mendiskripsikan keragaman spesies makroalga sebagai indikator ekologi ekosistem perairan di kawasan konservasi laut daerah Gili Sulat Lombok Timur. Pengumpulan data penelitian makroalga dengan metode kuadrat (1 x 1 m) yang disebar pada tiga stasiun pengamatan. Analisis data untuk indeks keanekaragaman spesies menggunakan indeks Shannon-Wiener, indeks keseragaman spesies menggunakan indeks Evennes, indeks dominansi menggunakan indeks Simpson dan analisis hubungan makroalga dengan faktor lingkungan menggunakan uji Korelasi Product Moment. Hasil penelitian menemukan 11 spesies makroalga, dan 7 spesies dari kelas Chlorophyceae dan 4 spesies dari kelas Phaeophyceae. Selain itu, spesies yang memiliki nilai kepadatan tertinggi adalah Halimeda opuntia sebesar 18.519 rumpun/ha. Sementara itu, hasil analisis indkes keanekaragaman spesies dari semua spesies yang temukan berada dalam kategori sedang dengan nilai pada stasiun I adalah 1,00, stasiun II adalah 1,36; dan stasiun III adalah 1,59. Selanjutnya, nilai keseragaman spesies berdasarkan hasil perhitungan diperoleh pada stasiun I adalah 0,53, stasiun II adalah 0,65 dan Stasiun III adalah 0,85. Oleh karena itu, spesies makroalga pada stasiun III memiliki tingkat keseregaman yang paling tinggi dibandingkan dua stasiun lain (I dan II) di lokasi studi. Kesimpulan dari penelitian adalah makroalga dapat menjadi indikator ekologi untuk menilai perubahan ekosistem pada kawasan konservasi laut daerah di Gili Sulat Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.Kata kunci: Makroalga, Keanekaragaman dan Gili Sulat.Abstract: Macroalgae is one of the natural resources that has high economic value. The diversity of macroalgae in the tropics is very high, not least in the intertidal area of Gili Sulat. The existence of this community in Gili Sulat is not well known. This study aims to describe the diversity of macroalgae species as an indicator of the ecology of aquatic ecosystems in regional marine conservation areas in Gili Sulat, East Lombok. Research data collection for macroalgae using the quadratic method (1 x 1 m) spread across three observation stations. Data analysis for the species diversity index uses the Shannon-Wiener index, the species uniformity index uses the Evennes index, the dominance index uses the Simpson index and the analysis of the relationship of macroalgae with environmental factors using the Product Moment Correlation test. The results found 11 species of macroalgae, and 7 species of the class Chlorophyceae and 4 species of the class Phaeophyceae. In addition, the species that has the highest density value is Halimeda opuntia of 18,519 clumps / ha. Meanwhile, the results of the analysis of the species diversity index of all species found were in the medium category with the value at station I being 1.00, station II being 1.36; and station III is 1.59. Furthermore, the species uniformity value based on the calculation results obtained at station I is o, 53, station II is 0.65 and Station III is 0.85. Therefore, the macroalgae species at station III have the highest level of uniformity compared to the other two stations (I and II) at the study location. The conclusion from the study is that macroalgae can be an ecological indicator to assess ecosystem changes in the marine conservation area in Gili Sulat, East Lombok, West Nusa Tenggara.Keywords: Macroalgae, Diversity and Gili Sulat
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Haksama, Setya, Diansanto Prayoga, Syifa’ul Lailiyah, and Jayanti Dian Eka Sari. "CAPACITY BUILDING PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENANGGULANGAN BENCANA DI DAERAH WISATA KABUPATEN BANYUWANGI DALAM RANGKA MENDUKUNG DESA/ KELURAHAN TANGGUH BENCANA (DESTANA) TAHUN 2017." Jurnal Layanan Masyarakat (Journal of Public Services) 2, no. 2 (June 10, 2020): 72. http://dx.doi.org/10.20473/jlm.v2i2.2018.72-77.

Full text
Abstract:
Banyuwangi district was hit by a tsunami in 1994 with a height of 13.9 m due to the 7.2 SR earthquake at a depth of 33 km. Banyuwangi district included high grade class with national rank 163 based on Indonesia Disaster Prone Index 2011. Besides the development of tourism in Banyuwangi district, it was also worth noting also the Index of Disaster Prone. Community participation was needed to support District/Sub-district/ Village of Disaster Resilience. The purpose of this activity was to provide education and demonstrate about community participation in disaster management in tourist area of Banyuwangi District to support Disaster Resilience Village (DESTANA). Methods was training activities. The participants of this training consisted of village from Licin, Kalipuro and Wongsorejo sub-districts; and tour guides (Tour Guide) from Travel Agency (Tourism Travel Agency). The activity was held at Banyuwangi District Public Service Training Center. Data were collected through pretest, post test and observation. Data were analyzed descriptively. The training was divided into two stages, namely the stage of material exposure and simulation. The speakers came from Airlangga University, Culture and Tourism Office of Banyuwangi District, Natural Resource ConservationCenter (KSDA) and Regional Disaster Management Agency (BPBD) of Banyuwangi District. The success rate of community service activities was the achievement of the first objective “Providing education about community participation in disaster management in Banyuwangi District to support DESTANA” by 90% and second goal “Demonstrate about community participation in disaster management in Banyuwangi District tourism area for supporting DESTANA “by 107%. Community service activities were able to improve the knowledge and skills of the community in the tourist area about the participation of the community in disastermanagement in the tourist area of Banyuwangi District to support DESTANA.AbstrakKabupaten Banyuwangi diterjang tsunami pada tahun 1994 dengan ketinggian 13,9 m akibat gempa 7,2 SR pada kedalaman 33 km. Kabupaten Banyuwangi termasuk kelas rawan tinggi dengan peringkat 163 Nasional berdasarkan Indeks rawan bencana Indonesia 2011. Disamping berkembangnya pariwisata di Kabupaten Banyuwangi, perlu diperhatikan juga Indeks Rawan Bencana tersebut. Peran serta masyarakat dibutuhkan untuk mendukung Kabupaten/Kecamatan/Desa Tangguh Bencana. Tujuan kegiatan ini adalah Memberikan edukasi dan mendemonstrasikan tentang peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana di daerah wisata Kabupaten Banyuwangi untuk mendukung Desa/ Kelurahan Tangguh Bencana (DESTANA). Metode kegiatan melalui pelatihan. Peserta pelatihan ini terdiri dari perangkat Desa/Kelurahan dari Kecamatan Licin, Kalipuro, dan Wongsorejo; dan pemandu wisata (Tour Guide) dari Agen Perjalanan Wisata (Tourism Travel Agency). Kegiatan dilaksanakan di Balai Diklat PNS Licin Kabupaten Banyuwangi. Data dikumpulkan melalui pretest, post test dan observasi. Data dianalisis secara deskriptif. Pelatihan ini dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap paparan materi dan simulasi. Narasumber berasal dari Universitas Airlangga, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Banyuwangi, Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Banyuwangi. Tingkat keberhasilan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yaitu tercapainya tujuan pertama “Memberikan edukasi tentang peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana di daerah wisata Kabupaten Banyuwangi untuk mendukung DESTANA” sebesar 90% dan tujuan kedua “Mendemonstrasikan tentang peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana di daerah wisata Kabupaten Banyuwangi untuk mendukung DESTANA” sebesar 107%. Kegiatan pengabdian kepada masyarakat ini mampu meningkatkan pengetahuan dan keterampilan masyarakat di daerah wisata tentang peran serta masyarakat dalam penanggulangan bencana di daerah wisata Kabupaten Banyuwangi untuk mendukung DESTANA.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Aini, Nur, Arif Satria, Ekawati Sri Wahyuni, and Dietrich G. Bengen. "PROGRAM STRATEGIS DALAM MENGATASI KENDALA KELEMBAGAAN PENGELOLAAN EKOWISATA BAHARI DI RAJA AMPAT (Studi Kasus: Kampung Wisata Distrik Meos Mansar)." Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 11, no. 2 (December 27, 2021): 127. http://dx.doi.org/10.15578/jksekp.v11i2.9655.

Full text
Abstract:
Raja Ampat merupakan kawasan potensial ekowisata bahari di jantung segitiga terumbu karang dunia dan untuk mengembangkan potensi tersebut, pemerintah setempat menetapkan pembentukan kampung-kampung wisata di sejumlah lokasi. Dalam perkembangannya, kelembagaan pengelolaan kampung-kampung wisata ini tidak terlepas dari tantangan untuk mengakomodasikan berbagai kepentingan dan pengaruh para pemangku kepentingan. Penelitian ini bertujuan untuk: (i) mengkaji kepentingan dan pengaruh pemangku kepentingan yang ada, (ii) mengidentifikasi kendala kelembagaannya, dan (iii) merumuskan program strategis yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan kampung-kampung wisata tersebut. Lokasi penelitian mencakup Kampung Arborek, Yenbuba dan Sawinggrai Distrik Meos Mansar Kabupaten Raja Ampat. Penelitian dilaksanakan pada bulan September hingga Oktober 2020, dengan dua pendekatan analisis yaitu Interpretative Structural Modeling (ISM) dan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemerintah, Dewan Adat Suku Maya, dan Conservation International Indonesia berada pada posisi key player, dengan kepentingan dan pengaruh yang tinggi terhadap pengelolaan ekowisata bahari di kampungkampung wisata. Kelompok masyarakat dan swasta berada pada posisi subyek dengan kepentingan yang tinggi terhadap sumber daya alam tinggi, namun memiiki pengaruh yang rendah dalam pengambilan keputusan. Hasil penelitian juga menunjukkan adanya kendala kelembagaan dalam pengelolaan kampung wisata, yaitu konflik pemanfaatan ruang dalam sistem pengelolaan tarif Kartu Jasa Lingkungan (KJL). Penelitian ini merekomendasikan sebuah intervensi kebijakan berupa program strategis yang terdiri dari beberapa level dan diprioritaskan pada: (i) pengembangan pengelolaan kolaboratif antar stakeholders, (ii) pemberdayaan masyarakat, (iii) peningkatan efektivitas konservasi, dan (iv) pendistribusian akses yang adil kepada masyarakat. Title: Strategic Programs for Overcoming Institutional Obstacles of Marine Ecotourism Management in Raja Ampat (Case Study: Tourism Villages in Meos Mansar District )Raja Ampat is a potential marine tourism area located in the coral triangle. In 2009, the Raja Ampat Regency Government designated several villages as tourism villages to encourage economic growth in the community in the tourism sector. The management of marine ecotourism in Raja Ampat Tourism Village is inseparable from several institutional obstacles. Every stakeholder involved in management has an interest and influence. This study aims to examine stakeholder mapping, institutional constraints, and strategic programs needed for marine ecotourism management in tourist villages. The research location is in Arborek Village, Yenbuba and Sawinggrai, Meos Mansar District, Raja Ampat Regency. The analysis technique used is Interpretative Structural Modeling (ISM) and qualitative descriptive analysis. The results showed that the government, the Maya tribe Adat Council, and Conservation International Indonesia are the key players who had a high interest and influence on marine ecotourism management. Community and private groups are in subjects position who had a high interest in natural resources, but their influence in decision-making is low. The management of marine ecotourism in the tourist village of Raja Ampat has several institutional obstacles. The main obstacle is conflict over space utilization in the environmental service card tariff management system. To overcome the obstacles, it is necessary to implement strategic programs effectively. This study suggests a strategic program consisting of several levels. The strategic programs that are prioritized are the development of collaborative management among stakeholders, community empowerment, increasing conservation effectiveness, and distributing access to the community.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Komara, Liris Lis, Erny Poedjirahajoe, and Iin Sumbada Sulistyorini. "LAND SUITABILITY ANALYSIS FOR MANGROVE CONSERVATION AREA IN LOMBOK BAY ON KUTAI NATIONAL PARK, EAST KALIMANTAN INDONESIA." Science Proceedings Series 1, no. 3 (June 4, 2019): 19–22. http://dx.doi.org/10.31580/sps.v1i3.872.

Full text
Abstract:
1. Along with the times and community needs for land, the carrying capacity of mangrove forests as conservation areas must be evaluated regularly.2. Despite defragmentation and degradation, the Lombok bay mangrove forests in Kutai National Park still have high potential.3. The suitability of the mangrove forest area of ​​the Gulf of Lombok is still appropriate and worthy of being maintained as a conservation area, even though there are demands for regional development in the area.4. The importance of environmental education for the surrounding community must be continuously monitored, in order to increase awareness of the role of mangrove ecosystems in supporting people's lives. Key results: Conformity, conservation, ecosystem, mangrove ___________________________________________________________________________ Research Objectives Mangrove forests provide a valuable ecosystem services for coastal communities, but these ecosystems are very sensitive to environmental changes (1). The pressure of Kutai National Park (KNP) mangrove forests has continue to increase because of the human activities for settlement, agriculture, and other activities (2) The existence of mangrove forest areas in KNP is increasingly threatened as the expanded of land use, the issue of enclaves for regional development by the local government. The Lombok bay mangrove area of Kutai National Park in the East Kutai Regency should be evaluated on its carrying capacity periodically. The area needs to be re-zoned in order to reduce the risk of the land clearing threats, especially for ponds and to accommodate local interests, especially the communities around the mangrove area. Based on that reason, data and information are needed. This study is to answer the latest phenomena related to regional development in the area of Lombok bay mangrove forests which continue reduce, and find out whether mangroves in the Lombok bay are worth of being preserved as conservation areas. This study objective was to determine and assess land suitability based on the vegetation condition and the mangrove forest environment carrying capacity. Materials and Methods This study was carried out in the coastal area of ​​the mangrove forest in the Lombok bay, Kutai National Park in south Sangatta District, East Kutai Regency, East Kalimantan province, Indonesia. This study used an observation method and GPS was used to determine the sampling point coordinates. Sampling location choose based on consideration of characteristics, location access, and the mangroves distribution. The sampling was carried out at 6 stations, each station consisting of 12 sampling points / plots, so there are 72 plots in total. Direct observation was done at each station to collect the data of vegetation condition, salinity, tides, pH, main substrate and current velocity. The mangroves thickness is measured by GIS. The data was analyze using descriptive quantitative method. Land suitability analysis to determine the mangrove conservation area was analyzed based on the mangrove vegetation condition and several environmental parameters quality with four land suitability classes. The formula used to determine the suitability level based on several ecosystem components uses calculations (3) as follows: Regional suitability index / Final value is a sum of Weight of each criterion times by the Value of land suitability level. And than the value of suitability class were descripted. Results The total number of mangrove species found was 12 species from 5 families. The highest tree density was found at station 4 with 127 individual total number and 1,058 trees/ha total density. The mangroves thickness in each location was varies. Mangrove forests that have the highest thickness are found at station 1 (1.44 km) and a low thickness found at station 2 (0.40 km). Although at station 1 has the highest thickness but the number of individuals found is very small , it shows that the forest has a lot of disturbance. The mangrove forests of Lombok bay have experienced an extensive land conversion. This is related to accessibility where the coastal settlements of KNP are generally located close to rivers and creeks i.e., Sangatta estuary, Lombok bay and Sangkima (4). Degradation of mangrove forests is still ongoing in some coastal or coastal areas, and continues to increase due to the surrounding community in fulfilling their daily needs (5). Based on the characteristics of the mangrove environment carrying capacity, it is known that at six stations belong to the class of suitability, which is appropriate (S2) with RSI ranging from 151 to 225.The mangrove trees density needs to be increased. Findings 12 mangrove species were found with 1.058 trees/ha mangroves density and 1,437 m mangroves thickness. The main substrate is clay, sand and sandy clay. The Tides was 0.90 to 1.55, pH was 9.37 to 10.89, current velocities was 0.25 to 0.56 m/sec, salinity was 2.81 to 4.18 ‰. The Conservation Suitability Index of six stations is classified as appropriate (S1) with the main limiting factor are tree density, pH and salinity. The level of land suitability for mangrove conservation has a possibility to be improved by mangroves planting to increase the mangroves thickness, density, and other environmental conditions. Acknowledgement The author would like to thank the Kutai National Park management unit for supporting and giving the opportunity for the author to carry out this research. The author also thanks to the lecturers and students of East Kutai STIPER in Sangatta who were really helpful in the field survey. References Eddy S, Ridho MR, Iskandar I, Mulyana A. Community-Based Mangrove Forests Conservation for Sustainable Fisheries. Journal of Tropical Silviculture. 2016;7(3):S42-S7. Sayektiningsih T, Gunawan W, editors. Kondisi Sosial Masyarakat di sekitar Hutan Mangrove Taman Nasional Kutai, Kalimantan Timur. Proceedings of the Samboja Cambodia BPTKSDA Research Results Seminar, Research Institute for Natural Resources Conservation; 2012; Samboja, Indonesia: Balai Penelitian Teknologi Konservasi Sumber Daya Alam, Kementerian Kehutanan. Wardhani MK. Analisis Kesesuaian Lahan Konservasi Hutan Mangrove di Pesisir Selatan, Kabupaten Bangkalan. Jurnal Kelautan. 2014;7(2):69-74. Budiarsa AA, Rizal S. Mapping and Deforestation Level of Mangrove Forest in Kutai National Park Base on Data Satelite Image of Landsat ETM and Vegetation Density. Journal of Tropical Fisheries Sciences. 2013;19(1):54-61. Asyari M, Udiansyah., Agyoyanuwiadi., Rayes ML. Management Policy Formulation of Teluk Kelumpang Natural Reserve Related With Mangrove Forest Degredation at South Borneo, Indonesia. International Journal of Conservation Science. 2017;8(1):157-64.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Alfiannur, Muhammad, Ilyas Nuryasin, and Zamah Sari. "INTEGRASI SISTEM PERIJINAN KANTOR CABANG KE PUSAT BALAI BESAR KELESTARIAN SUMBER DAYA ALAM (BBKSDA) JAWA TIMUR." Jurnal Repositor 4, no. 3 (May 10, 2022). http://dx.doi.org/10.22219/repositor.v4i3.1465.

Full text
Abstract:
Dinas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) merupakan salah satu Dinas Pemerintah yang bergerak dibidang Konservasi Budidaya Sumber Daya Alam yang terletak di Surabaya sebagai kantor pusat di Jawa Timur. Dinas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) memiliki kantor cabang yang dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu : wilayah I (Madiun), wilayah II (Gresik), dan wilayah III (Jember). Dengan perkembangan zaman saat ini dan sebagai upaya pemerintahan dalam perbaikan pelayanan perijinan mewajibkan pemerintah untuk menerapkan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)[1]. Dinas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) telah memiliki sistem informasi berbasis web. Namun, belum terintegrasi dengan kantor cabang. Permasalahan yang terjadi ialah pemohon yang berada kantor cabang harus melakukan proses perijinan secara manual dan data yang ada di cabang tidak langsung masuk ke pusat. Sehingga proses perijinan dan pendataan kurang efisien. Berdasarkan permasalahan yang dimiliki oleh Balai Besar Konservasi Daya Alam (BBKSDA) penulis mencoba memberikan solusi untuk mengembangkan sistem informasi berbasis web yang saling terintegrasi. Dalam pengembangan sistem informasi berbasis website ini menggunakan metode reuse-oriented, Bahasa pemrograman menggunakan PHP, Database berupa MySQL, Framework yang digunakan yaitu CodeIgniter, dan pengujian system menggunakan Black-Box dan UAT. Dengan pengembangan sistem informasi pelayanan ini, diharapkan akan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada, sehingga dapat memudahkan dan meningkatkan kinerja terhadap proses pelayanan perijinan penangkaran
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Alfiannur, Muhammad, Ilyas Nuryasin, and Zamah Sari. "Integrasi Sistem Perijinan Kantor Cabang Ke Pusat Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Jawa Timur." Jurnal Repositor 3, no. 4 (January 23, 2024). http://dx.doi.org/10.22219/repositor.v3i4.31074.

Full text
Abstract:
Dinas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) merupakan salah satu Dinas Pemerintah yang bergerak dibidang Konservasi Budidaya Sumber Daya Alam yang terletak di Surabaya sebagai kantor pusat di Jawa Timur. Dinas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) memiliki kantor cabang yang dibagi menjadi 3 wilayah, yaitu : wilayah I (Madiun),wilayah II (Gresik), dan wilayah III (Jember). Dengan perkembangan zaman saat ini dan sebagai upaya pemerintahan dalam perbaikan pelayanan perijinan mewajibkan pemerintah untuk menerapkan Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PPTSP)[1]. Dinas Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) telah memiliki sistem informasi berbasis web. Namun,belum terintegrasi dengan kantor cabang. Permasalahan yang terjadi ialah pemohon yang berada kantor cabang harus melakukan proses perijinan secara manual dan data yang ada di cabang tidak langsung masuk ke pusat. Sehingga proses perijinan dan pendataan kurang efisien. Berdasarkan permasalahan yang dimiliki oleh Balai Besar Konservasi Daya Alam (BBKSDA) penulis mencoba memberikan solusi untuk mengembangkan sistem informasi berbasis web yang saling terintegrasi. Dalam pengembangan sistem informasi berbasis website ini menggunakan metode reuse-oriented, Bahasa pemrograman menggunakan PHP, Database berupa MySQL,Framework yang digunakan yaitu CodeIgniter, dan pengujian system menggunakan Black-Box dan UAT. Dengan pengembangan sistem informasi pelayanan ini, diharapkan akan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada, sehingga dapat memudahkan dan meningkatkan kinerja terhadap proses pelayanan perijinan penangkaran.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Andanwerti, Noeratri. "ANALISIS KOLEKSI DAN TATA PAMERAN RUANG INFORMASI DAN EDUKASI STUDI KASUS KANTOR BALAI BESAR TAMAN NASIONAL GUNUNG LEUSER MEDAN SUMATERA UTARA." VISUAL 16, no. 1 (June 11, 2021). http://dx.doi.org/10.24912/jurnal.v16i1.11110.

Full text
Abstract:
Dalam menjalankan tugas pokok dalam penyelenggaraan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dengan salah satu fungsinya adalah penyediaan data dan informasi, promosi dan pemasaran konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya; penyediaan data dan informasi, promosi dan pemasaran konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya; Dalam rangka optimalisasi pelayanan publik BBTNGL akan melakukan pengembangan melalui kolaborasi pengelolaan ruang informasi dan edukasi. Informasi yang dihasilkan dan dipublikasi oleh Balai Besar TNGL masih sangat terbatas, sementara kegiatan yang dilaksanakan oleh Balai Besar TNGL dan para mitra terus meningkat aktifitasnya dilapangan dan telah menghasilkan data dan informasi yang seharusnya segera dipublikasikan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan menghasilkan pedoman detain untuk perancangan ruang edukasi dan informasi BBTNGL. Metode kualitatif dilakukan melalui kajian deskriptif untuk melihat karakteristik dan aktivitas pengguna yaitu pengelola dan pengunjung serta materi dan tata pameran dikaitkan dengan visi, misi dan tujuan BBTNGL. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa koleksi dan tata pameran Ruang Informasi dan Edukasi di Kantor Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser Medan saat ini belum dikelola dan dirancang dengan baik.Kata kunci: desain, interior, kolesi, pameran, informasi, edukasi, taman nasional, gunung leuser
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Muhammad Fadil, Anggi, and Chepi Ali Firman. "Penegakan Hukum terhadap Penjualan Hewan yang Dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya." Bandung Conference Series: Law Studies 2, no. 1 (January 21, 2022). http://dx.doi.org/10.29313/bcsls.v2i1.798.

Full text
Abstract:
Abstact. Thetrade in protected animals is a criminal act that has a major influence on the balance of the ecosystem of living things in nature. illegal trade in protected animals, one of the impacts is the extinction of these protected animals. The trade in wild animals is said to be illegal if it does not have an official permit from the government and the Natural Resources Conservation Agency. The crime of trafficking has been regulated in Law no. 5 of 1990 concerning the Conservation of Biological Natural Resources and Their Ecosystems. First, to understand the law enforcement of the crime of trafficking in protected animals in the Bandung city area. Second, to understand the policy of the Bandung city government towards the crime of trafficking in protected animals. In this study, the authors used a normative juridical approach. research specifications, this research is descriptive analytical. prioritizing library research to obtain library materials as basic data, which is supported by field research. The result of this study is that law enforcement in various forms aims to ensure that laws and regulations in the field of conservation of living natural resources and their ecosystems can be obeyed by all levels of society and that violators are given strict sanctions in order to provide a deterrent effect and support efforts to enforce Law Number 5 of 1990 concerning Conservation of Biological Natural Resources and Their Ecosystems. And the community in the conservation of natural resources plays a very important role in the success of the conservation effort itself. The participation and cooperation between the community and the government will certainly be a great synergy in conservation efforts. Abstrak. Perdagangan hewan dilindungi merupakan suatu tindakan pidana yang memiliki pengaruh besar bagi keseimbangan ekosistem makhluk hidup di alam. perdagangan ilegal hewan dilindungi salah satu dampaknya adalah terjadinya kepunahan pada hewan yang dilindungi tersebut. Perdagangan hewan liar dikatakan ilegal apabila tidak dimilikinya ijin resmi dari pemerintah serta Balai Konservasi Sumber Daya Alam. Tindak pidana perdagangan tersebut telah diatur dalam Undang Undang No. 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Pertama, Untuk memahami penegakan hukum tindak pidana perdagangan satwa dilindungi di wilayah kota Bandung. Kedua, Untuk memahami kebijakan pemerintah kota Bandung terhadap tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi. Penelitian ini penulis menggunakan metode pendekatan yuridis normatif. spesifikasi penelitian, penelitian ini bersifat deskriptif analitis. mengutamakan penelitian kepustakaan untuk memperoleh bahan pustaka sebagai data dasar, yang didukung dengan penelitian lapangan. Hasil dari penelitian ini adalah Penegakan hukum dalam berbagai bentuk bertujuan agar peraturan perundangan di bidang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dapat ditaati oleh seluruh lapisan masyarakat dan kepada pelanggarnya diberikan sanksi tegas agar memberikan efek jera dan mendukung upaya penegakan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Serta masyarakat dalam konservasi sumber daya alam hayatu memegang peranan yang sangat penting dalam keberhasilan upaya konservasi itu sendiri. Peran serta dan kerjasama antara masyarakat dan pemerintah tentunya akan menjadi sinergi yang besar didalam upaya konservasi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Endah Anggraeni, Henny, Miftakhul Sulistian, and Winantika Aprilia. "KASUS SCALY FACE PADA KAKATUA PUTIH (Cacatua alba) DI TAMAN KONSERVASI MADIUN UMBUL SQUARE." Jurnal Nasional Teknologi Terapan (JNTT) 4, no. 1 (June 13, 2022). http://dx.doi.org/10.22146/jntt.v4i1.4805.

Full text
Abstract:
Scaly face is an infestation by burrowing mites Knemidocoptes pilae. It is frequently encountered in birds, where the mite affects featherless tracts, most commonly the beak, and eyelids. Losses due to ectoparasite infestation in birds was decreased appetite, hair loss, hyperkeratosis, alopecia, itching and death. The purpose of writing a case study is provides information about the management of the scaly face in the white parrot (Cacatua alba) in the Madiun Umbul Square Conservation Park. East Java, Indonesia, on 20 July - 20 August 2020. Observations were directly, by assisting in handling and treatment in isolation cages. A white parrot weighs 600 grams, from Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) showed hair loss and keratosis around the eyes and. Handling bird placement in isolation cages, skin scraping examination, found Knemidocoptes pilae, treatment with 0.02 ml of 1% ivermectin and 0.1 ml of Vetadryl® subcutaneously 3 times on 30 July, 10 and 17 August 2020. The results of treatment show healing such as appetite increases, keratosis disappears, and fine hairs grow around the eyes.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

SOLIHIN, dan ZAENUN NASIHIN, SINGGIH IRIANTO,. "IDENTIFIKASI BENTANG ALAM KARST UNTUK PENENTUAN KAWASAN KONSERVASI DAN BUDIDAYA DAERAH CIBARANI DAN SEKITARNYA, KECAMATAN CIRINTEUN, KABUPATEN LEBAK, PROVINSI BANTEN." Jurnal Teknik | Majalah Ilmiah Fakultas Teknik UNPAK 21, no. 2 (November 17, 2021). http://dx.doi.org/10.33751/teknik.v21i2.3285.

Full text
Abstract:
Klasifikasi kawasan bentangalam karst untuk kawasan konservasi dan budidaya daerah cibarani, yang secara administratif daerah penelitian termasuk kedalam Kecamatan Cirinten, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Secara geografis daerah penelitian terletak pada 106° 15’ 13” BT - 106° 22’ 14” BT dan 06° 64’ 16” LS - 06° 71’ 38” LS. Daerah Sareweh Kecamatan Cirinten Lebak Banten terdapat sebaran batugamping yang membentuk suatu morfologi khas yang dikenal sebagai karst. Fenomena karst yang dijumpai antara lain gua, ornamen gua, jaringan sungai bawah tanah serta bukit karst. Permukaan karst pada kawasan ini secara fisik memperlihatkan kondisi gersang namun pada bagian bawah permukaan terdapat sumber air yang melimpah yang mensuplai desa di dataran rendah untuk kebutuhan sehari - hari seperti air minum, dan pertanian. Bentang Alam Karst daerah penelitian dibagi kedalam 3 (tiga) kelas, yaitu : Kawasan Karst Kelas I, Kawasan Karst Kelas II dan Kawasan Karst Kelas III. Kawasan Karst Kelas I dan Kelas II termasuk kedalam kawasan konservasi sedangkan Kawasan Karst Kelas III termasuk kedalam kawasan budi daya. Kata Kunci : Cibaranim, Klasifikasi, Morfologi, Karst.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Setyabudi, Agung. "MODEL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAERAH PENYANGGA KAWASAN SUAKA ALAM (STUDI KASUS DI KAWASAN CAGAR ALAM WAIGEO BARAT, KABUPATEN RAJA AMPAT, PROPINSI PAPUA BARAT)." Jurnal Good Governance 17, no. 2 (November 10, 2021). http://dx.doi.org/10.32834/gg.v17i2.337.

Full text
Abstract:
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang bertujuan menentukan model pemberdayaan masyarakat kampung Saporkren sebagai daerah penyangga Kawasan Suaka Alam (KSA) berupa Kawasan Cagar Alam Waigeo Barat di Kabupaten Raja Ampat, Propinsi Papua Barat. Mengingat Cagar Alam dengan keterbatasan akses pemanfaatannya, maka model ini akan membentuk sinergi atau “symbiosis mutualism” (saling menguntungkan) antara masyarakat dengan keberadaan Cagar Alam dimaksud. Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan dan diterapkan dalam pemberdayaan masyarakat di daerah penyangga antara lain aspek target masyarakat yang diberdayakan, tingkat keterlibatannya serta strategi dalam pendekatannya. Elemen masyakat yang menjadi target pemberdayaannya adalah masyarakat yang mata pencahariannya sebanyak 58% dari kegiatan merambah kawasan untuk bertani, berburu satwa liar, menebang pohon di dalam kawasan untuk dijual kayunya (illegal logging); masyarakat dengan tingkat pendidikan dan ketrampilan yang dimilikinya rendah serta kesejahteraannya berada di bawah garis kemiskinan.Bentuk keterlibatan masyarakat kampung Saporkren dalam pemberdayaan masyarakat utamanya adalah kemauan. Sebanyak 90,9% masyarakat mempunyai kemauan untuk dilibatkan dalam usaha kegiatan pemberdayaannya untuk meningkatkan ekonominya.Untuk melakukan pendekatan kelompok dalam pemberdayaan masyarakat Kampung Saporkren harus dianalisa dengan beberapa metode pendekatan (Rapid Rural Appraisal/RRA, Participatory Rapid Appraisal/PRA, Focus Group Discussion/FGD, Participatory Learning and Action/PLA). Berdasarkan hasil Analisa metode yang cocok digunakan adalah metode PRA (Participatory Rapid Appraisal) yg dicirikan dengan langsung melibatkan masyarakat untuk mempelajari kondisi dan kehidupan kampung dari, dengan, dan oleh masyarakat, meningkatkan dan menganalisis pengetahuan mereka tentang kondisi dan kehidupan kampung.Terdapat beberapa jenis kegiatan pemberdayaan masyarakat yaitu pemberdayaan masyarakat yang berbasis lahan hutan antara lain agroforestry, tumpang sari, hutan kemasyarakatan, hutan rakyat dan sebagainya dan yang berbasis non lahan hutan antara lain penangkaran satwa, pemanfaatan hasil hutan, ekowisata dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian jenis kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis non lahan dengan pola usaha ekowisata sesuai dengan potensi sumber daya alam yang dimilikinya yaitu: wisata bahari (snorkling/diving), wisata pengamatan burung Cenderawasih, pengelolaan homestay, wisata pantai dan persewaan peralatan snorkling/diving serta perahu/speedboat. Komitmen dan pendampingan para pihak yaitu pengelola Kawasan (Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Papua Barat dan para mitra (Fauna dan Flora Indonesia serta Conservation Internatioanal Indonesia) serta Pemerintah Daerah Kabupaten Raja Ampat mutlak diperlukan dalam mengelola usaha bidang ekowisata dengan mempertimbangkan daya dukungnya, mulai perencanaan, kelembagaan, monitoring dan evaluasi serta pemenuhan sarana prasarananya. Peningkatan kapasitas masyarakat Saporkren dalam berbahasa Inggris, pengenalan jenis flora dan fauna, manajemen homestay dan persewaan amenities serta informasi teknologi (IT) merupakan tanggung jawab para pihak untuk kemandirian usahanya.Kata kunci: pemberdayaan masyarakat, daerah penyangga, cagar alam, ekowisata.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Rasyidi, Gunawan, Arizal Arizal, and Kadek Dwi Ariyanto Kadek Dwi Ariyanto. "Empowering the Rural Community as Turtle Breeder: Case Studi of Dunu Village, Gorontalo Utara Regency." INTERNATIONAL JOURNAL OF MULTIDISCIPLINARY RESEARCH AND ANALYSIS 06, no. 07 (July 24, 2023). http://dx.doi.org/10.47191/ijmra/v6-i7-45.

Full text
Abstract:
Turtles are marine reptiles that have existed on Earth for millions of years and have managed to survive until today. Turtles play a crucial role in the marine ecosystem, maintaining the balance of nature and contributing to marine biodiversity. The method used in this research is a qualitative approach, which includes conducting in-depth interviews, participatory observations, and analyzing relevant documents. The data obtained will be analyzed using descriptive and interpretative approaches to illustrate the process of empowering the rural community in Dunu Village. This research aims to understand how the empowerment of the Dunu village community as turtle breeders takes place. The study was conducted for a duration of two weeks, starting from June 27, 2023, to July 11, 2023. The research findings indicate that in Dunu village, Gorontalo Utara Regency, three types of turtles are being conserved. The turtle species involved are the green turtle (Chelonia mydas), hawksbill turtle (Eretmochelys imbricata), and olive ridley turtle (Lepidochelys olivacea). There are two individuals from Dunu village who are recognized as professional turtle breeders and actively participate in the protection of turtle eggs, caring for hatchlings, and conducting patrols along the beach where the turtles nest. These two breeders received training from the Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara through the Seksi Konservasi Wilayah II Gorontalo.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Prifanda, Danvy. "Pengaruh Penerapan Sistem Pengendalian Internal Persediaan Pada Perumda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta." JURNAL WIDYA GANECWARA 10, no. 4 (November 26, 2020). http://dx.doi.org/10.36728/jwg.v10i4.1218.

Full text
Abstract:
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) menetapkan salah satu upaya untuk menyelamatkan fauna dan satwa dari eksploitasi dan pemanfaatan yang tidak tepat diselenggarakan melalui pengelolaan kebun binatang. Kebun binatang memegang beberapa peranan dalam pelestarian satwa dan fauna, antara lain sebagai lembaga konservasi, pendidikan, riset, dan rekreasi. Untuk memenuhi standar dari beberapa peran yang harus dijalankan tersebut, tentu saja kebun binatang memerlukan pengelolaan yang tepat agar seluruh peran dapat terlaksana dengan baik. Menurut COSO terdapat 5 komponen pengendalian perusahaan yang harus dilaksanakan untuk menciptakan sistem kerja yang baik, diantaranya dala : lingkungan kerja, penilaian resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pengawasan. Dalam penelitian ini penulis mengambil objek di Perumda Taman Satwa Taru Jurug Surakarta dengan pembatasan masalah pada pengaruh pengendalian intern terhadap pengelolaan persediaan perusahaan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aspek apa saja yang memiliki pengaruh terhadap pengelolaan persediaan perusahaan. Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Dengan pendekatan sampel menggunakan Monograf Harry King. Dalam tahap pengumpulan data penulis menggunakan kuesioner berskala likret dan observasi langsung. Selain itu dalam penelitian ini penulis menggunakan analisis regresi data panel dengan menggunakan data cross section dan time series. Untuk memudahkan dalam tahapan analisa penulis menggunakan program Eviews yang memang banyak digunakan untuk mengolah data panel. Dari data yang diambil penulis dapat menyimpulkan bahwa seluruh komponen pengendalian berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan persediaan. Namun pada pelaksanaannya belum dapat dilaksanakan dengan baik karena ketidakmaksimalan dalam beberapa hal, seperti fasilitas kerja dan kerancuan sistem. Kata kunci: Lembaga Konservasi, Pengendalian Internal, Manajemen pengelolaaan Persediaan/ Gudang, Data Panel.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Mugiono, Is. "Pembelajaran Pengelolaan Hutan di Pulau Jawa (Studi di KPH Yogyakarta, TN Gunung Halimun Salak, dan TN Gunung Ciremai)." Jurnal Good Governance 17, no. 1 (April 29, 2021). http://dx.doi.org/10.32834/gg.v17i1.255.

Full text
Abstract:
Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, menyebutkan bahwa penyelenggaraan kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan. Pencapaian tujuan tersebut dilakukan melalui pengelolaan hutan dengan membagi kawasan hutan di Indonesia tidak terkecuali di Pulau Jawa menjadi 3 yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Kebijakan perubahan fungsi kawasan hutan dari hutan produksi menjadi hutan lindung atau hutan produksi dan hutan lindung menjadi hutan konservasi membuka ruang bagi pengelola untuk melakukan inovasi kebijakan di wilayahnya. Tulisan ini bertujuan: 1) mengetahui implementasi kebijakan pengelolaan hutan tingkat tapak di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta, Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS), dan Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC), dan 2) mengetahui faktor kunci keberhasilan pengelolaan hutan di Pulau Jawa. Metode kajian dilakukan secara diskriptif kualitatif dengan pendekatan model Goerge C. Edwards III (1980) bahwa aspek komunikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur birokrasi baik secara langsung maupun tidak langsung berpengaruh terhadap implementasi kebijakan. Data dikumpulkan dengan studi dokumentasi, wawancara mendalam informan kunci, dan observasi lapangan. Hasil kajian pada 3 lokasi studi setelah adanya kebijakan perubahan fungsi 1): mendorong kemandirian pengelolaan di KPH Yogyakarta, melahirkan era baru pemanfaatan panas bumi di kawasan konservasi TN Gunung Halimun Salak, dan menciptakan perubahan aktivitas masyarakat dari berbasis lahan menjadi jasa lingkungan atau wisata alam di TN Gunung Ciremai, dengan faktor kunci 2): sumber daya manusia yang inovatif dengan dukungan pemerintah daerah di Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta, harmonisasi kebijakan pemanfaatan panas bumi di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, dan gaya kepemimpinan yang adaptif di Taman Nasional Gunung Cermai.Kata Kunci: perubahan fungsi hutan, implementasi kebijakan, jasa lingkungan, dan tingkat tapak
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Raya, Bella Cinu, and Yeni Widowati. "Disparitas Penjatuhan Pidana Terhadap Pelaku Perdagangan Satwa Yang Dilindungi." Indonesian Journal of Criminal Law and Criminology (IJCLC) 2, no. 1 (June 26, 2021). http://dx.doi.org/10.18196/ijclc.v2i1.12063.

Full text
Abstract:
Penelitian ini dilatar belakangi oleh dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku perdagangan satwa dilindungi. Pada penjatuhan sanksi pidana tersebut terdapat penjatuhan sanksi pidana yang berbeda terhadap tindak pidana yang sama, sehingga menimbulkan disparitas dalam putusan hakim. Disparitas dalam putusan hakim merupakan hal yang wajar terjadi, dikarenakan dapat dikatakan hampir tidak ada perkara yang benar-benar sama. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah yang menjadi dasar pertimbangan hakim sehingga disparitas peradilan pidana terjadi dalam kasus tindak pidana perdagangan satwa yang dilindungi. Jenis penelitian ini termasuk dalam penelitian normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan kasus. Untuk melengkapi data penelitian ini penulis melakukan wawancara terhadap narasumber di Pengadilan Negeri Sleman dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukan bahwa hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap pelaku berdasarkan pada fakta-fakta dipersidangan dengan mempertimbangkan keadaan memberatkan dan meringankan dari pelaku. Disparitas pidana ini juga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, latar belakang pelaku melakukan tindak pidana tersebut, pelaku mengakui perbuatannya atau tidak, umur pelaku, barang bukti, keadaan yang memberatkan dan meringankan pelaku serta fakta-fakta di persidangan serta faktor yang bersumber dari hakim itu sendiri dikarenakan hakim memiliki kebebasan dalam menentukan berat ringannya pidana dan tidak dapat dipengaruhi oleh sesama hakim yang dulu pernah memutus perkara dalam tindak pidana yang sama.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Subeno, Subeno, Satyawan Pudyatmoko, Muhammad Ali Imron, and Tri Satya Mastuti Widi. "The importance of regulatory compliance in wildlife captive breeding: Case study from deer captive breeding in Indonesia." Biodiversitas Journal of Biological Diversity 23, no. 12 (December 30, 2022). http://dx.doi.org/10.13057/biodiv/d231206.

Full text
Abstract:
Abstract. Subeno, Pudyatmoko S, Imron MA, Widi TSM. 2022. The importance of regulatory compliance in wildlife captive breeding: Case study from deer captive breeding in Indonesia. Biodiversitas 23: 6128-6136. Indonesia has five deer species that the Indonesian government protects. Among these deer, Javan deer (Rusa timorensis) and sambar deer (Rusa unicolor) have received conservation attention through captive breeding. Despite this conservation approach being applied for these two species, a review on captive breeding implementation is still lacking. This research aimed to assess the management of captive breeding of two deer species, which will support the natural population of endangered species in Indonesia. A triangulation method is used to collect secondary data (documents), interviews, and field observations in Parengan of East Java for Javan deer and Dumai of Riau for sambar deer. Then we assessed the management aspect and the ability of captive breeding to contribute to the release program using descriptive qualitative analysis. The Pertamina RU 2 Dumai sambar deer captive breeding has been carried out since 2016. However, during four years of management, the documents required for captive management, assessed by the Nature Resources Conservation Agency (Balai Konservasi Sumber Daya Alam/BKSDA), were not fully available. Consequently, the population increment in captive breeding could not participate in the release program. The Parengan Javan deer captive breeding was built in 2014. Management documents, population and habitat management were carried out intensively. As a result of the assessment by BKSDA East Java, this captive breeding received an excellent value (A). The population development showed an increasing trend. The results of this population development are then taken 10% to be released into the wild. In 2018, 4 captive-breed Javan deer were released in their natural habitat of Tahura R. Soeryo, East Java. The implication is that captive breeding, which is managed through proper management of population, habitat, and infrastructure, can contribute to supporting the addition of wildlife populations in their natural habitats.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography