Journal articles on the topic 'Adat'

To see the other types of publications on this topic, follow the link: Adat.

Create a spot-on reference in APA, MLA, Chicago, Harvard, and other styles

Select a source type:

Consult the top 50 journal articles for your research on the topic 'Adat.'

Next to every source in the list of references, there is an 'Add to bibliography' button. Press on it, and we will generate automatically the bibliographic reference to the chosen work in the citation style you need: APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver, etc.

You can also download the full text of the academic publication as pdf and read online its abstract whenever available in the metadata.

Browse journal articles on a wide variety of disciplines and organise your bibliography correctly.

1

Ramos-Morales, Elizabeth, Efil Bayam, Jordi Del-Pozo-Rodríguez, Thalia Salinas-Giegé, Martin Marek, Peggy Tilly, Philippe Wolff, et al. "The structure of the mouse ADAT2/ADAT3 complex reveals the molecular basis for mammalian tRNA wobble adenosine-to-inosine deamination." Nucleic Acids Research 49, no. 11 (May 31, 2021): 6529–48. http://dx.doi.org/10.1093/nar/gkab436.

Full text
Abstract:
Abstract Post-transcriptional modification of tRNA wobble adenosine into inosine is crucial for decoding multiple mRNA codons by a single tRNA. The eukaryotic wobble adenosine-to-inosine modification is catalysed by the ADAT (ADAT2/ADAT3) complex that modifies up to eight tRNAs, requiring a full tRNA for activity. Yet, ADAT catalytic mechanism and its implication in neurodevelopmental disorders remain poorly understood. Here, we have characterized mouse ADAT and provide the molecular basis for tRNAs deamination by ADAT2 as well as ADAT3 inactivation by loss of catalytic and tRNA-binding determinants. We show that tRNA binding and deamination can vary depending on the cognate tRNA but absolutely rely on the eukaryote-specific ADAT3 N-terminal domain. This domain can rotate with respect to the ADAT catalytic domain to present and position the tRNA anticodon-stem-loop correctly in ADAT2 active site. A founder mutation in the ADAT3 N-terminal domain, which causes intellectual disability, does not affect tRNA binding despite the structural changes it induces but most likely hinders optimal presentation of the tRNA anticodon-stem-loop to ADAT2.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
2

Daud, Fatimah @. Hasnah. "ADAT DAN ADAB WARISAN MELAYU KELANTAN." International Journal of Creative Future and Heritage (TENIAT) 2, no. 1 (June 30, 2014): 76–86. http://dx.doi.org/10.47252/teniat.v2i1.231.

Full text
Abstract:
AbstrakArtikel ini menghuraikan tentang adat dan adab warisan Melayu Kelantan. Ini terbahagi kepada yang masihdiamalkan dan yang sudah ditinggalkan. Contoh adab-adab yang dihuraikan termasuklah menghormatiorang tua, menuntut ilmu, bersahabat. Contoh adat-adat yang dihuraikan ialah berjiran, berziarah,perkahwinan, kelahiran dan kematian. Pendedahan generasi masa hadapan terhadap adat dan adab iniperlu dikekalkan demi menjamin kelestarian warisan melayu Kelantan. Abstract This article describes the customs and manners of the Malay heritage of Kelantan. They can be dividedinto still-practiced and abandoned. Good manners described include those of respecting for elders,knowledge seeking and friendship. The customs described are of neighborhood, visiting, marriage, birthand death. Exposure to these customs and manners for future generations should be maintained to ensurethe sustainability of the Malay heritage of Kelantan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
3

Salim, Munir. "BHINNEKA TUNGGAL IKA SEBAGAI PERWUJUDAN IKATAN ADAT-ADAT MASYARAKAT ADAT NUSANTARA." Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan 6, no. 1 (June 5, 2017): 65–74. http://dx.doi.org/10.24252/ad.v6i1.4866.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
4

Apriyani, Rini. "KEBERADAAN SANKSI ADAT DALAM PENERAPAN HUKUM PIDANA ADAT." Jurnal Hukum PRIORIS 6, no. 3 (November 5, 2018): 227–46. http://dx.doi.org/10.25105/prio.v6i3.3178.

Full text
Abstract:
Pemerintah Indonesia mengakui keberadaan masyarakat hukum adat yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia. Bahkan memberikan pengakuan akan keberadaan masyarakat hukum adat tersebut salah satunya terdapat di dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan-Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Penelitian ini merupakan jenis penelitian doktrinal dengan menggunakan pendekatan konsep dan perundang-undangan. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana keberadaan sanksi adat sebagai bagian dari penerapan hukum pidana adat di lingkungan masyarakat adat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari berbagai lingkungan masyarakat adat di Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara ternyata sanksi terkait hukum pidana adat seharusnya hanya diberlakukan terhadap beberapa perbuatan tertentu saja dan tidak diberlakukan bagi semua orang. Akan tetapi pada kenyataannya masih belum ada kepastian hukum terkait pemberian sanksi pidana adat tersebut. Selain itu ternyata sulit untuk menerapkan aturan hukum pidana adat di tengah masyarakat adat saat ini. Hal tersebut dikarenakan masyarakat sudah banyak yang memahami mengenai keberadaan hukum nasional Indonesia serta cukup beratnya sanksi adat yang dijatuhkan terkait tindak pidana adat.Keyword: hukum, pidana, adat, sanksi
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
5

Salam, Safrin. "Perlindungan Hukum Masyarakat Hukum Adat Atas Hutan Adat." Jurnal Hukum Novelty 7, no. 2 (August 1, 2016): 209. http://dx.doi.org/10.26555/novelty.v7i2.a5468.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
6

Adriyani, Ayu, Partini Partini, and Muhammad Sulhan. "NEGOSIASI IDENTITAS MASYARAKAT ADAT AMMATOA TERHADAP SISTEM PENDIDIKAN MODERN." Jurnal Komunikasi 13, no. 1 (April 29, 2019): 83–96. http://dx.doi.org/10.21107/ilkom.v13i1.5219.

Full text
Abstract:
ABSTRAKMasyarakat Adat Ammatoa adalah salah satu masyarakat yang masih memegang teguh kearifantradisional untuk memastikan agar tanah adat dan tradisi mereka tetap lestari. Masyarakat adatAmmatoa dipimpin secara adat oleh seorang Ammatoa. Ammatoa adalah sebutan untuk siapasaja yang menjabat sebagai pemimpin adat. Namun, masyarakat adat Ammatoa yang masihmewarisi tradisi lisan dari leluhur mereka harus berhadapan dengan pendidikan modern yanglebih kuat dengan tradisi tulis. Satu bangunan SD telah didirikan beberapa meter dari gerbangpembatas antara ilalang embayya dan ipantarang embayya. Masyarakat adat Ammatoa masihhidup dengan keragaman tradisi mereka. Masyarakat ilalang embayya adalah masyarakat yangmasih menjalankan adat secara penuh sehingga sangat selektif terhadap kemajuan zaman, namunmasyarakat di ipantarang embayyasudah lebih terbuka. Dengan keberadaan sarana pendidikanformal di desa mereka, menyebabkan masyarakat Adata Ammatoa pun harus bernegosiasi untukmemastikan agar adat dan tradisi mereka tetap lestari. Penelitian ini adalah penelitian kualitatifdengan menggunakan partisiasi observasi dan life story interview untuk melihat kehidupanmasyarakat adat Ammatoa secara lebih mendalam. Penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana negosiasi identitas masyarakat adat Ammatoa
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
7

Gunardi, Setiyawan, Mualimin Mochammad Sahid, and Amir Husin Mohd Nor. "Konsep Al-‘Adah Muhakkamah dalam Pewarisan Tanah Adat menurut Adat Perpatih di Malaysia = The Concept of Al-’Adah Al-Muhakkamah in the Inheritance of Customary Land according to Adat Perpatih in Malaysia." Malaysian Journal of Syariah and Law 6 (December 2017): 161–77. http://dx.doi.org/10.12816/0051373.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
8

Sidiq, Muhammad Zafar, Yeni Wijayanti, and Dewi Ratih. "NILAI-NILAI KEARIFAN LOKAL UPACARA ADAT MUPUNJUNG SITUS GUNUNG SURANDIL KECAMATAN RANCAH KABUPATEN CIAMIS." J-KIP (Jurnal Keguruan dan Ilmu Pendidikan) 3, no. 3 (October 31, 2022): 559. http://dx.doi.org/10.25157/j-kip.v3i3.8348.

Full text
Abstract:
Upacara Adat Mupunjung memiliki nilai-nilai kearifan lokal yang banyak. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang proses Upacara Adat Mupunjung dan nilai-nilai kearifan lokal Upacara Adat Mupunjung. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian Sejarah. Hasil penelitian menunjukan pelaksanaan upacara adat ini dilaksanakan setiap tahun sekali pada bulan Maulid yang sebulan sebelumnya telah di persiapkan untuk dana, sesaji, pusaka, panitia, dan situs. Prosesi pelaksanaan upacara adat dilaksanakan pada pagi hari dengan acara puncaknya yaitu tawasulan, membaca ikrar bubuka, wawacan Nabi Adam serta diakhiri dengan berdoa bersama. Nilai-nilai kearifan yang terkandung dalam Upacara Adat Mupunjung adalah nilai agama, nilai sosial, nilai bahasa, nilai seni, nilai sejarah, nilai budaya, nilai ekonomi, nilai pendidikan, nilai etika, nilai estetis.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
9

Perdanaputra, Fauzi, and Nuraini Wahyuning Prasodjo. "Ketahanan Pangan di Kampung Adat dan Non-Kampung Adat." Jurnal Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat [JSKPM] 2, no. 5 (September 3, 2019): 567. http://dx.doi.org/10.29244/jskpm.2.5.567-580.

Full text
Abstract:
The aims of this research are to analyze the differences of local wisdom and food security household in an indigenous village and non-indigenous village and to analyze the correlation between local wisdom and food security. Research respondents are housewives or housewives who also act as head of household. The research method used a quantitative approach with questionnaire instruments supported by qualitative data with in-depth interview. The results show that there are the difference of food security in Ciptagelar Village and Tonjong II Village which the level of household local wisdom and food security in Kampung Ciptagelar is higher than in Kampung Tonjong II. In addition, from the three dimensions of local wisdom tested, there are two dimensions that have a positive and quite strong relationship with food security, that is the dimensions of local knowledge and community solidarity and compliance with rules and leaders.Keywords: Food Security, Indigenous Village, Local Wisdom, Non-Indigenouse VillageABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan kearifan lokal dan ketahanan pangan rumah tangga di Kampung adat dan non-kampung adat serta menganalisis hubungan antara kearifan lokal dengan ketahanan pangan. Responden penelitian merupakan ibu rumah tangga atau ibu rumah tangga yang juga berperan sebagai kepala rumah tangga. Metode penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan instrumen kuesioner yang didukung dengan data kualitatif dengan metode wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat ketahanan pangan di Kampung Ciptagelar dan Kampung Tonjong II yang mana tingkat kearifan lokal dan tingkat ketahanan pangan rumah tangga di Kampung Ciptagelar lebih tinggi dibandingkan dengan Kampung Tonjong II. Selain itu, dari tiga dimensi kearifan lokal yang diuji, terdapat dua dimensi yang memiliki hubungan positif dan cukup kuat dengan ketahanan pangan yakni dimensi pengetahuan lokal dan solidaritas masyarakat dan kepatuhan pada aturan serta pemimpin. Kata kunci: Kampung Adat, Kearifan Lokal, Ketahanan Pangan, Non-kampung Adat
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
10

Isnaeni, Ahmad, and Kiki Muhamad Hakiki. "Simbol Islam dan Adat dalam Perkawinan Adat Lampung Pepadun." KALAM 10, no. 1 (February 23, 2017): 193. http://dx.doi.org/10.24042/klm.v10i1.341.

Full text
Abstract:
Masyarakat pribumi Lampung mempunyai berbagai macam bentuk kebudayaan daerah yang unik yang salah satunya terdapat pada tradisi upacara perkawinan. Sebagai akibat dari akulturasi budaya dan agama di kalangan masyarakat Lampung, maka tidak heran jika upacara adat perkawinan masyarakat Lampung bercorak Islam. Memang, Relasi antara Islam dan budaya Lampung ini dapat diibaratkan dua sisi mata uang yang tak terpisahkan. Pada satu sisi, kedatangan Islam di tanah Lampung memperkaya budaya masyarakat Lampung; Sementara pada sisi lain, kultur atau budaya masyarakat Lampung berpengaruh pada pengamalan ajaran Islam di masyarakat. Inkulturasi Islam sebagai ajaran baru ke dalam konteks kebudayaan lokal Lampung berjalan secara akomodatif atau adaptif sehingga Islam mewarnai budaya lokal tanpa kehilangan identitasnya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
11

SOUHALY, ROBERT. "SASI ADAT Kajian terhadap Pelaksanaan Sasi Adat dan Implikasinya." KENOSIS: Jurnal Kajian Teologi 2, no. 2 (December 17, 2018): 192–205. http://dx.doi.org/10.37196/kenosis.v2i2.41.

Full text
Abstract:
Setiap orang bagaimanapun hidupnya ia akan selalu menciptakan kebiasaan bagi dirinya sendiri. Kebiasaan tersebut menunjuk pada suatu gejala bahwa seseorang di dalam tindakan-tindakannya selalu ingin melakukan hal-hal yang teratur baginya. Kebiasaan-kebiasaan yang baik akan selalu dilakukan pula oleh orang lain yang semasyarakat. Bahkan lebih jauh lagi, begitu mendalamnya pengakuan atas kebiasaan seseorang, sehingga dijadikan patokan bagi orang lain bahkan mungkin dijadikan peraturan. Kebiasaan tersebut kemudian dijadikan dasar bagi hubungan antar orang-orang tertentu, sehingga tingkah laku atau tindakan masing-masing dapat diatur dan itu semua menimbulkan norma atau kaidah. Kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhannya pada suatu saat, lazimnya dinamakan adat-istiadat. Adat-istiadat yang mempunyai akibat hukum bernama hukum adat, namun adat-istiadat juga mempunyai akibat-akibatnya apabila dilanggar oleh anggota masyarakat dimana adat-istiadat tersebut berlaku. Adat istiadat tersebut mengikat setiap orang yang ada di dalam masyarakat untuk bersikap atau bertindak. Salah satu adat istiadat yang mengikat itu adalah sasi adat yang sementara ini dilakukan oleh masyarakat negeri Rumahsoal kecamatan Taniwel, kabupaten Seram Bagian Barat. Ada nilai-nilai kearifan lokal dari sasi adat ini yang mesti dijadikan sebagai nilai-nilai pendidikan untuk mengatur kehidupan masyarakat agar tetap memelihara dan menjaga kelangsungan hidup alam ciptaan ini termasuk manusia. Pelaksanaan sasi adat di negeri Rumahsoal dapat berfungsi untuk menjaga kelestarian alam dan juga untuk tetap menjaga agar hasil tanaman dapat terjaga dengan baik hingga pada saat panen, dan juga menjaga hasil tanaman dari ulah manusia yang tidak bertanggungjawab. Dengan demikian, diharapkan pelaksanaan sasi adat ini dapat dilakukan secara terus menerus di dalam kehidupan bermasyarakat sebagai wujud penghargaan manusia terhadap alam ciptaan Tuhan tetapi juga mengajarkan manusia untuk selalu bertindak sesuai dengan tugas dan tanggungjawab yang telah dipercayakan olah Allah kepadanya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
12

Kaban, Maria. "PENYELESAIAN SENGKETA WARIS TANAH ADAT PADA MASYARAKAT ADAT KARO." Mimbar Hukum - Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada 28, no. 3 (October 15, 2016): 453. http://dx.doi.org/10.22146/jmh.16691.

Full text
Abstract:
AbstractDisputes are inevitable. Disputes can occur in almost all aspects of life . In Karo communities, disputes are generally associated with the object of inheritance . Land as one of the objects of inheritance is considered to have more value in Karo communities . Therefor disputes that occur are usually associated with land ownership . Due to the disputes that happens is still in the realm Karo local law, then Karo customary law and existing national laws should be taken into account.IntisariSengketa merupakan hal yang tidak terelakkan dalam kehidupan bermasyarakat. Sengketa dapat terjadi dalam hampir seluruh aspek kehidupan. Pada masyarakat adat Karo sengketa yang terjadi pada umumnya berkaitan dengan objek waris. Tanah sebagai salah satu objek waris dianggap memiliki nilai “lebih” dalam masayarakat adat Karo. Untuk itu sengketa waris adat yang terjadi biasanya berkaitan dengan kepemilikan tanah. Dikarenakan sengketa waris yang terjadi masih dalam ranah masyarakat adat, maka dalam penyelesaiannya juga tetap memperhatikan hukum adat dan hukum nasional yang ada.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
13

Ismi, Hayatul, Firdaus Firdaus, Maryati Bahtiar, Hengki Firmanda, and Zulfikar Zulfikar. "MODEL HUKUM PERTANAHAN MASYARAKAT HUKUM ADAT TALANG MAMAK." Jurnal Ilmu Hukum 11, no. 1 (February 2, 2022): 137. http://dx.doi.org/10.30652/jih.v11i1.8190.

Full text
Abstract:
Tujuan penelitian ini berdasarkan maksud di atas adalah Menjelaskan tentang model hukum pertanahan masyarakat hukum adat Talang Mamak, dan Merefleksikan hakikat tanah berdasarkan jenis-jenis tanah menurut masyarakat hukum adat Talang Mamak. Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum sosiologis. Lokasi penelitian ialah desa yang mendiami sebagian besar Suku Talang Mamak yaitu di Indragiri Hulu. Pada penelitian ini yang menjadi sampelnya adalah Ketua Adat Suku Talang Mamak, dan Tokoh-Tokoh Adat Talang Mamak. Sumber data yang diperoleh dari penelitian ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan ialah terbagi menjadi 2 (dua), yaitu wawancara dan data kepustakaan. Teknik analisis data yang digunakan pada penelitian ini ialah dengan menggunakan analisis data kualitatif. Model hukum pertanahan masyarakat hukum adat Talang Mamak adalah terbagi menjadi 2 (dua) yaitu Qul Allah dan Qul Adam. Qul Allah adalah tanah yang berasal dari hutan rimba yang manfaatnya dapat diambil oleh orang banyak. Qul Adam merupakan tanah yang kepemilikannya berasal dari individu masyarakat, artinya kepemilikan tanah tersebut ialah kepemilikan pribadi. Hakikat tanah berdasarkan jenis-jenis tanah menurut masyarakat adat Talang Mamak ialah tanah yang berkategorikan Qul Allah merupakan tanah yang dimiliki oleh Tuhan yang dapat diambil manfaatnya oleh seluruh manusia, sedangkan tanah berkategorikan Qul Adam, hakikat kepemilikannya bersifat privat, sehingga individu memiliki hak penuh terhadap tanah tersebut secara utuh
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
14

Purnama, Dewa Gede Agung Satria Yoga, and Anak Agung Istri Ari Atu Dewi. "Desa adat Dalam Pengelolaan Tanah Adat Bali Berbasis Kebijakan Daerah." Acta Comitas 4, no. 2 (July 21, 2019): 343. http://dx.doi.org/10.24843/ac.2019.v04.i02.p16.

Full text
Abstract:
Desa adat sebagai kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki otonomi berdasarkan hak konstitusionalnya. Namun penjabaran dalam Peraturan perundang-undangan tidak ada mengatur mengenai status desa adat sebagai subyek hukum. Ketidakjelasan status desa adat menyebabkan desa adat kurang berani melakukan tindakan terhadap tanah adat termasuk pengelolaan tanah adat. Dalam membahas persoalan ini metode penelitian normatif tepat digunakan untuk menjawab isu ketidakjelasan status desa adat. Tujuan penelitian ini untuk mengungkap kejelasan status desa adat sebagai subjek hak kepemilikan atas tanah yang berimplikasi pada kewenangan desa adat dalam pengelolaan tanah adat di Bali. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dasar kepemilikan atas tanah adat oleh desa adat telah diatur secara jelas dalam Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 276/KEP-19.2/X/2017 tentang Penunjukan Desa Pakraman di Provinsi Bali sebagai Subjek Hak Kepemilikan Bersama (Komunal) Atas Tanah dan kewenangan desa adat dalam pengelolaan tanah adat diatur dalam Perda 4 Tahun 2019 tentang Desa adat Di Bali.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
15

Sulissusiawan, Ahadi. "PERAN MUHAKAM DALAM ADAT PERKAWINAN SEBAGAIREPRESENTASI ADAB DAN ETIKA MELAYU SAMBAS." LITERA 15, no. 2 (November 29, 2016): 351–65. http://dx.doi.org/10.21831/ltr.v15i2.11834.

Full text
Abstract:
PERAN MUHAKAM DALAM ADAT PERKAWINANSEBAGAIREPRESENTASI ADAB DAN ETIKA MELAYU SAMBASAhadi SulissusiawanFKIP Universitas Tanjungpuraemail: ahadi.sulissusiawan@yahoo.comAbstrakPenelitian ini bertujuan mendeskripsikan peran Muhakam sebagai representasi adabdan etika dalam adat perkawinan Melayu Sambas. Penelitian ini menggunakan kaidahanalisiskualitatif.Data penelitian adalah ucapan (verbal), gerak-gerik (nonverbal), danpakaian yang digunakan Muhakam ketika memberikan sambutan (alu-aluan) dan nasihatperkawinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ucapan Muhakam menggambarkan hatiyang ikhlas, penuh kasih sayang, dan belas kasihan.Muhakam memperlihatkan strategiikhlas, merendah diri, dan meminta maaf sebagai representasi adab dan etika Melayu.Adab dan etika Muhakam dalam acara majelis adat perkawinan Melayu ditunjukkandengan sikap dan perilaku yang dapat menumbuhkan simpati dan respon yang baikdari masyarakat. Kebijaksanaandan kesantunandalam berperilaku ditunjukkan olehMuhakam dengan senyum, bertegur sapa, berjabat tangan, dan adab berpakaian. Peranpenting tersebut menjadikan seorang Muhakam dianggapsebagai sosok yang dapatmenjaga marwah keluarga dan masyarakat.Kata kunci: Muhakam, pemantun, adab dan etika Melayu, adat perkawinanA MUHAKAM’S ROLES IN THE WEDDING TRADITIONAS A REPRESENTATION OF SAMBAS MALAY MANNERS AND ETHICSAbstractThis study aims to describe the role of a Muhakam as a representation of manners andethics in the Sambas Malay wedding tradition. This is a qualitative study. The researchdata are speech (verbal), gestures (nonverbal), and clothinga Muhakam is wearing whengiving a speech (alu-aluan) and marital advice. The findings showthat a Muhakam’sspeech depicts a sincere heart, full of affection and mercy. A Muhakam shows sincere,humble, and apologetic strategies as a representation of Malay manners and ethics. AMuhakam’s manners and ethics inthe Malay wedding tradition are shown by the attitudeand behavior that can foster sympathy and good responses from the public. The wisdomand politeness in behavior are shown by a Muhakam by smiling, exchanging greetings,shaking hands, and dressing properly. These make a Muhakam considered as someonewho can maintain the dignity of the family and society.Keywords: Muhakam, quatrain reciter, Malay manners and ethics, wedding tradition
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
16

Asmaniar, Asmaniar. "Perkawinan Adat Minangkabau." Binamulia Hukum 7, no. 2 (December 28, 2018): 131–40. http://dx.doi.org/10.37893/jbh.v7i2.23.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
17

Hendra, Djaja. "MARGINALISASI MASYARAKAT ADAT." Jurnal Ilmiah Mimbar Demokrasi 13, no. 2 (April 8, 2013): 15–24. http://dx.doi.org/10.21009/jimd.v13i2.6412.

Full text
Abstract:
Entering the 21st century this far, discourses of adat communities is resurfacing. They are presented because the peoples‟ basic rights and ownership over agricultural resources are disturbed and trembled by the greediness of the ruling regime. In the midst of their powerlessness they are expelled from their socio-cultural attachment, and even more they are wiped out from the population map of a nation. But every regime always bring their own interpretation that leads to the elimination of the recognition of indigenous peoples. Transition of regime to Indonesians does not necessarily change the mentality and the culture that have been firmly embedded (embeddedness), but rather the new regime acts, without any embarrassment and awkward feelings, as successor in the marginalization of the adat communities and inherently their agrarian resources. Actually it is a "misguided thought" of the regime over their own adat communities. The implication therefore indicates that it is a necessity that the existence of indigenous peoples means, at the same time, the recognition of social relations in the society, the nation and the state.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
18

Marzuki, Al Araf Assadallah. "Penerapan Peradilan Adat Berbasis Kuasi Yudisial Dalam Memutus Sengketa Adat." Legalitas: Jurnal Hukum 12, no. 2 (December 23, 2020): 260. http://dx.doi.org/10.33087/legalitas.v12i2.225.

Full text
Abstract:
The customary court is not a judicial institution that can decide a dispute with the direction of justice as in the national court so that recognition of customary decisions does not get permanent legal force which results in legal uncertainty in dispute resolution through customary court institutions. Thus, there is an idea that is offered in this research that implements customary courts as quasi-judicial in resolving customary disputes. Through normative juridical research, it is found that: first, the position of customary courts is only limited to deliberative dispute resolution, and in the judicial hierarchy its position is not recognized. Second, the quasi-judicial model that can be applied in customary courts can emulate KPPU in deciding disputes where to obtain permanent legal force, the KPPU's decision needs to be ruled by a district court, and if some object to the verdict, they can file an objection legal remedy in the domestic court. a period of 14 days from receipt of the decision on the parties.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
19

Dauh, I. Putu Agus Arya, I. Ketut Sukadana, and I. Made Minggu Widyantara. "Peran Pranata adat Dalam Pencegahan Konflik Antara Kelompok Masyarakat Adat." Jurnal Preferensi Hukum 1, no. 1 (July 27, 2020): 133–38. http://dx.doi.org/10.22225/jph.1.1.1996.133-138.

Full text
Abstract:
Customary order becoming a sociological aspect of institutionalized procedures for handling conflicts is a reality that still exists in Indonesian society. Indonesian people in general still apply the traditional values ​​that have been applied for a long time as role models in social life. Law Number 7 of 2012, has encouraged customary arrangements in the management and solved problems in the community. The issue to be discussed in this paper were the regulation of handling social conflicts in Indonesia according to Law No. 7 of 2012? and the role of traditional institutions in handling social conflicts in Indonesia's heterogeneous society. In this study the authors used a normative legal research method. This study use the socio-legal approach. The results of this study showed that the regulation of handling social conflicts according to Law No. 7 of 2012 Customary Institutions have a role in conflict prevention, conflict management, post-conflict handling between communities. The role of the customary community order in handling a conflict for Indonesian community groups increases or fosters tolerance and mutual respect for freedom in carrying out community activities. With the growth of tolerance, conflict between communities can be avoided
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
20

Yaumil Utami, Fakhira, Ni Luh Arjani, and Ni Made Wiasti Ni Made Wiasti. "Dinamika Pola Kepemimpinan Adat di Dusun Adat Karampuang Sulawesi Selatan." Sunari Penjor : Journal of Anthropology 4, no. 1 (July 11, 2021): 24. http://dx.doi.org/10.24843/sp.2020.v4.i01.p04.

Full text
Abstract:
This research discusses the dynamics of customary leadership patterns in the Karampuang customary hamlet of South Sulawesi and the impact of these dynamics. The problems that will be discussed in this research are (1) Why is there a dynamic of customary leadership patterns in Karampuang village (2) What is the impact of the dynamics of customary leadership patterns in Karampuang customary village. This research is a qualitative research using social change theory and leadership theory. as a basis for answering both problems. The results of this study reveal that the dynamics of customary leadership patterns in the Karampuang customary village are influenced by internal factors and external factors. The dynamics of customary leadership towards the community can be classified into several fields, namely the impact in the legal and environmental, economic, socio-cultural fields all of which have a beneficial impact on indigenous peoples; whereas the field of education is less profitable for indigenous peoples due to less motivation to demand higher education.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
21

Manik, Herlina. "Eksistensi Lembaga Adat Melayu Jambi Dalam Penyelesaian Sengketa Masyarakat Adat." Jurnal Selat 6, no. 2 (August 26, 2019): 213–24. http://dx.doi.org/10.31629/selat.v6i2.1323.

Full text
Abstract:
Disputes that arise in the community can disrupt the public order. For this reason, efforts are needed so that’s every dispute can be resolved so that the balance in the community order can be restored. The purpose of this study is to determine the extent of the existence of customary institutions in resolving disputes and also to find out what processes or steps are taken by traditional institutions in resolving disputes. This research was conducted in Jambi. This type of researsh is sociological juridical. Data collection was conducted through interviews, data were analyzed by qualitative analysis and presented descriptively. The results of the study show that the existence of the Jambi Malay Customary Institution in the settlement of indigenous peoples' customary law disputes still exists and still continues today. The existence of the Jambi Malay Customary Institution can be seen from its arrangement in the Jambi Province Regional Regulation (PERDA) Number 5 of 2014 concerning the Jambi Malay Customary Institution. The dispute resolution prosses are carried out in several stages, namely: the stage of summoning the parties, the stage of summoning the witness, the stage of the deliberation process and closing. After going through the deliberation process, the mediator will provide a decision / solution that if accepted by the parties will be made in the form of an agreement. But if the parties cannot accept it, the mediator gives input to proceed to the court's formal path. Jambi Province's Regional Regulation Number 5 of 2014 concerning Jambi Malay Customary Institutions can continue to be socialized and Jambi LAM is expected to be increasingly active in carrying out its duties and functions so that Jambi traditional law can be enforced in community life.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
22

Meidy, Shavira Hermala. "Eksistensi Pemberlakukan Pidana Adat Bagi Masyarakat Di Luar Hukum Adat." Widya Yuridika 5, no. 1 (May 31, 2022): 175. http://dx.doi.org/10.31328/wy.v5i1.2456.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
23

Marwanti, Theresia Martina. "Pergeseran Solidaritas Komunitas Adat Cijere dalam Mempertahankan Eksistensi Rumah Adat." Umbara 6, no. 1 (July 31, 2021): 17. http://dx.doi.org/10.24198/umbara.v6i1.30667.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
24

Adri, Saidil. "PENENTUAN KRITERIA DELIK ADAT OLEH MASYARAKAT ADAT MELAYU ROKAN HILIR." Jurnal Panji Keadilan : Jurnal Ilmiah Nasional Mahasiswa Hukum 3, no. 1 (January 31, 2020): 99–108. http://dx.doi.org/10.36085/jpk.v3i1.1209.

Full text
Abstract:
ABSTRAKPenelitian ini bertujuan Untuk mengetahui penentuan kriteria delik adat oleh masyarakat adat melayu Rokan Hilir. Salah satu daerah yang ada di provinsi Riau yang memiliki masyarakat adat yakni kabupaten Rokan Hilir, dalam masyarakat adat melayu Rokan Hilir memiliki cara pandang berbeda dalam menentukan apakah suatu perbuatan masuk dalam kategori perbuatan tercela, atau disebut dengan istilah delik adat. Dalam perumusannya, yang menjadi acuan dalam proses apakah suatu perbuatan masuk dalam delik adat ada ukuran yang menjadi dasar penilaian atau penetapan sesuatu yang disebut dengan kriteria. Penelitian ini adalah jenis penelitian sosiologis yuridis, yaitu studi-studi empiris untuk menemukan teori-teori mengenai proses terjadinya dan mengenai proses bekerjanya hukum dalam masyarakat. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif yaitu uraian yang dilakukan terhadap data yang terkumpul dengan menggunakan kualitas dari data atau tidak menggunakan angka-angka tetapi berdasarkan peraturan perundang-undangan dan pendapat pukar hukum. Selanjutnya peneliti menerangkan dengan jelas dan rinci melalui interpretasi data dengan menghubungkan keterkaitan data yang satu dengan yang lainnya dan dianalisa berdasarkan teori hukum maupun ketentuan hukum yang berlaku dan pendapat para ahli, untuk kemudian menarik kesimpulan dengan cara deduktif yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum ke masalah yang bersifat khusus.Kata kunci: kriteria; delik adat; masyarakat adat; melayu rokan hilirABSTRACTThis study aims to determine the determination of the criteria for customary offense by the indigenous people of Malay Rokan Hilir. One of the regions in Riau province that has indigenous peoples is Rokan Hilir district. In the adat community, Malay Rokan Hilir has a different perspective in determining whether an act is categorized as a despicable act, or referred to as adat delik. In the formulation, which becomes a reference in the process of whether an act is included in the adat offense there is a measure on which to base an assessment or determination of something called a criterion. This research is a type of juridical sociological research, namely empirical studies to find theories about the process of occurrence and about the process of working of law in society. The method of approach used in this study is a qualitative analysis that is a description of the data collected using the quality of the data or not using numbers but based on laws and regulations and legal exchange opinions. Furthermore, researchers explain clearly and in detail through data interpretation by linking the data linkages with one another and analyzed based on legal theory and applicable legal provisions and opinions of experts, to then draw conclusions by deductive means of drawing conclusions from things that are of a nature general to specific problems.Keywords: criteria; customary delict; culture; rokan hilir malay
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
25

Ni Made Widiari, I Wayan Rideng, and Luh Putu Suryani. "Penerapan Sanksi Adat Bagi Penyalahgunaan Narkotika di Desa Adat Kesiman." Jurnal Interpretasi Hukum 2, no. 2 (June 17, 2021): 286–90. http://dx.doi.org/10.22225/juinhum.2.2.3428.286-290.

Full text
Abstract:
The village is the smallest part of the area regulated by law. Based on PERDA Prov. Bali regarding Traditional Villages, Traditional Villages are customary law community units in Bali which have territories, each Traditional Village can make Awig-Awig, Pararem and Other Regulations. This study examines the regulation of narcotics abuse in pararem in the Kesiman Traditional Village and analyzes the application of customary sanctions for narcotics abuse in the Kesiman traditional village. This study was designed with empirical research with a legislative and conceptual approach. Sources of data are primary and secondary data obtained through recording and in-depth interviews. The results showed that the regulation of narcotics abuse in the youth of the Kesiman traditional village is regulated in the pararem of the Kesiman Traditional Village Number: 121/01-KR/lV/2019 concerning the dangers of drugs, if violated by the community in the Kesiman Traditional Village, they can be subject to sanctions in the form of a 100 kg of rice . Against the government to better tackle things that damage the younger generation and the community to pay more attention to the dangers of using Narcotics
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
26

Yuliana Putri, Rika, Asti Trilestari, and Arni Apriani. "Analisis Upacara Adat Nyuguh Di Kampung Adat Kuta Kabupaten Ciamis." Magelaran: Jurnal Pendidikan Seni 4, no. 2 (December 31, 2021): 116–26. http://dx.doi.org/10.35568/magelaran.v4i2.1107.

Full text
Abstract:
Kebudayaan pada dasarnya adalah alat komunikasi pemersatu dan jati diri sebuah masyarakat. Oleh karena itu kebudayan menjadi pedoman bagi sikap dan tingkah laku dan pergaulan antar warganya sehingga akan berpengaruh pada pembentukan sikap, kepercayaan, dan perilaku anggota masyarakat yang bersangkutan. akan terjadi pergeseran dan perubahan dalam kehidupan masyarakat terutama sangat terlihat pada sikap dan prilaku dikalangan generasi muda, dengan demikian kesenian tradisional sangat perlu mendapatkan pemeliharaan, pembinaan, kemudian dikembangkan, dan dipertahankan kelestariannya, agar generasi penerus bisa memahami tradisi yang diwarisakan dari leluhur. Seperti halnya di Kabupaten Ciamis, terdapat tradisi yang masih dilestarikan dan dijaga sampai saat ini, tepatnya di Kampung Adat Kuta, Desa Karangpaningal, Kecamatan Tambak Sari, yang masih memegang teguh adat kebudayaannya dari nenek moyang yaitu tradisi Upacara Adat Nyuguh yang merupakan ritual wajib yang selalu diselenggarakan pada tanggal 25 Shafar setiap tahunnya. Maka dari itu peneliti membatasi permasalahan pada penelitian ini melalui beberapa rumusan masalah yaitu : (1) Bagaimana bentuk penyajian Upacara Adat Nyuguh di Kampung Adat Kuta? (2) Bagaimana fungsi Upacara Adat Nyuguh di Kampung Adat Kuta Ciamis? Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif analitik. Instrumen yang digunakan dalam penelitian untuk menghimpun data yaitu dengan menggunakan instrumen observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Berdasarkan hasil survei lapangan, Upacara adat Nyuguh ini merupakan rasa syukur kepada sang pencipta karena telah memberikan rezeki berlimpah melalui hasil bumi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
27

Setiawati, Wenny. "Hukum Adat dalam Putusan Pengadilan (Adat Law in Court's Decisions)." Indonesia Law Review 3, no. 2 (May 1, 2014): 181. http://dx.doi.org/10.15742/ilrev.v3n2.69.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
28

Pimadona, Aktor, and Mulati Mulati. "KEABSAHAN PERKAWINAN SEDARAH MASYARAKAT ADAT BATAK TOBA MENURUT HUKUM ADAT." Jurnal Hukum Adigama 2, no. 1 (July 22, 2019): 201. http://dx.doi.org/10.24912/adigama.v2i1.5238.

Full text
Abstract:
Marriage is a sacred activity because it relates to the religion and beliefs of each. The Batak Toba community is one of all tribes in Indonesia that adhere to their customs and customs, but lately there has emerged the phenomenon of blood marriages in the Batak Toba indigenous people because they feel like each other without thinking about the sanctions that will be received later. In this study, the issue was raised about how legitimacy of the blood marriage of the Batak Toba indigenous people according to customary law? The author examines the problem using normative methods. The results showed that the marriage of the Batak Toba community was not in accordance with the rules applicable in customary law, because the marriage system of the Batak Toba indigenous people themselves embraced an exogamous marriage system in which the Batak Toba indigenous people could marry the man or woman they liked must be outside the clan or the clan itself. Then in this study there are also ways to preserve the culture of the Batak Toba indigenous people who are increasingly disappearing because of the modern era that exists today.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
29

Fajri, Mhd. "ADAT DAN PILKADA ; ANALISIS PERAN PEMANGKU ADAT DALAM DEMOKRASI LOKAL." Jurnal Demokrasi dan Politik Lokal 4, no. 1 (April 29, 2022): 65–78. http://dx.doi.org/10.25077/jdpl.4.1.65-78.2022.

Full text
Abstract:
Tulisan ini membahas adat dan Pilkada. Adat dan Pilkada dimaknai dalam lingkup bagaimana peran pemangku adat memainkan peran penting dalam demokrasi lokal yakni konstestasi Pilkada. Terdapat dukungan dari pemangku adat kepada calon kepala daerah. Setidaknya dukungan ini diberikan kepada dua pasang kepala daerah yakni pasangan jalur perseorangan dan petahana. Hasil Pilkada kemudian menyatakan bahwa kedua pasang calon kepala daerah ini berhasil keluar diposisi dua teratas dari lima pasang calon yang berkompetisi. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus dan penarikan informan penelitian menggunakan teknik purposive sampling. Teori yang digunakan untuk membantu penelitian ini adalah toerisasi dari Fredrik Barth (1969) dari pendekatan instrumentalis yang melihat etnik dalam politik adalah sebuah proses manipulasi atau mobilisasi etnik untuk menujukkan etnis masing – masing. Dalam penelitian ini ditemukan bahwa pemangku adat memainkan peran penting yakni sebagai mobilisator basis massanya melalui instrumen adat untuk mendukung calon tertentu dalam Pilkada. Kekuasaan dan jaringan instrument adat tersebut dimanfaatkan sebagai sarana dalam menyampaikan pesan dukungan untuk mendukung calon – calon peserta pemilu dalam berbagai bentuk. Adat dalam temuan penelitian ini menjadi instrumen dari pemangku adat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
30

Erdianto, Erdiato. "DELIK ADAT DALAM PERSPEKTIF MASYARAKAT HUKUM ADAT KABUPATEN ROKAN HILIR." Riau Law Journal 5, no. 1 (May 31, 2021): 114. http://dx.doi.org/10.30652/rlj.v5i1.7861.

Full text
Abstract:
Customary law is original Indonesian law that is not written in the form of the Republic of Indonesia law, which contains religious elements. From this word, it can also be said that the Customary Criminal Law is original Indonesian law which is not written in the form of an invitation containing religious elements, followed and obeyed by the community continuously, from one generation to the next. Violation of the rules and regulations is seen as causing shocks in society. Therefore, for the offender who is given customary sanctions, the community corrects custom or customary obligations through their customary officials.The discussion on customary law (including criminal law / customary offenses) is closely related to the current condition of the prevailing law in Indonesia (ius constitutum) which has legal pluralism. Legal pluralism can be implemented as the existence of more than one legal system that is jointly in the same social field. In the area of legal pluralism, on the one hand there are State laws (laws), and on the other hand, unwritten people's laws (including customary law) are still alive and well in tune with the development of the indigenous peoples themselves. The people in Rokan Hilir Regency (Rohil) are known to be still strong in holding customary teachings, culture and have customary laws that need to be observed in enforcing Adat offenses. Adat Rokan Hilir developed and developed in the community.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
31

Nadriana, Lenny, St Laksanto Utomo, Purnawan D. Negara, and Dominikus Rato. "Optimalisasi Fungsi Lembaga Adat dalam Rangka Pemberdayaan Masyarakat Adat Osing Banyuwangi." Jurnal Pengabdian Masyarakat Indonesia 2, no. 6 (December 7, 2022): 677–84. http://dx.doi.org/10.52436/1.jpmi.785.

Full text
Abstract:
Pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan fungsi lembaga adat dalam pemerintahan desa, desa adat di banyuwangi, Hal ini diharapkan untuk dapat mendorong disusunnya peraturan daerah pengakuan masyarakat adat di Banyuwangi yang pada awalnya bermula dari keinginan masyarakat adat osing yang berkehendak membuat Peraturan daerah tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak hak masyarakat adat osing. Kegiatan ini dilaksanakan di desa Kemiren masyarakat adat osing berupa penyuluhan optimalisasi lembaga adat. Hasil dari kegiatan ini dapat menjadi dasar dalam Penguatan penataan desa adat, Percepatan pembangunan desa adat secara terpadu, Pemberdayaan lembaga adat, Pengelolaan sumberdaya pembangunan desa berbasis adat. Selanjutnya aksi yang diharapkan adalah tersusunnya peraturan tentang Perlindungan Hak Hak Masyarakat Desa Adat. Penetapan desa wisata oleh pemerintah daerah yang secara nyata dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat itu sendiri, yang selanjutnya bermuara pada rencana penyusunan Peraturan Daerah tentang Peraturan daerah tentang Pengakuan Dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat Di Kabupaten Banyuwangi yang didalamnya berisikan hak hak masyarakat adat dalam pengelolaan dengan kearifan lokalnya, Sehingga peran serta masyarakat adat Osing Banyuwangi dapat terakomodir dan terlindungi dalam berbagai hal peran dalam pembangunan khususnya pengembangan pariwisata daerah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
32

Amir, Syarifuddin. "MOLAPE SARONDE DAN MOTIDI DALAM BINGKAI ADAT DAN AGAMA DI GORONTALO." Al-Qalam 22, no. 1 (July 20, 2016): 61. http://dx.doi.org/10.31969/alq.v22i1.264.

Full text
Abstract:
<strong>Sejak Sultan Amai menganut Agama Islam sekaligus menjadikannya sebagai agama resmi kerajaan di Gorontalo, terjadi proses islamisasi adat dan tradisi pada masyarakat Gorontalo. Akhirnya, nilai-nilai lokal yang berkembang di Gorontalo bermuara dari nilai-nilai Islam. Dengan falsafah “Adati Hulo-Huloqa To Saraqa, Saraqa Hulo-Huloqa To Kuruqani” (Adat Bersendi Syara’, Syara’ Bersendi Alquran), nilai Islam selalu mewarnai seluruh upacara adat tak terkecuali upacara adat pernikahan. Molape Saronde dan Motidi sebagai bagian dari upacara adat pernikahan pada tahap Mopotilantahu (mempertunangkan), tak lepas lepas dari nilai Islam. Tari Molape Saronde (ditarikan oleh pengantin laki-laki) dan Motidi (ditarikan oleh pengantin perempuan) diadakan pada malam hari acara pernikahan dirangkaikan dengan acara khatam Alquran bagi pengantin perempuan. Menjunjung tinggi adat serta berpegang tegang etika islami menjadi tema sentral dalam Tradisi Molape Saronde dan Motidi. Tradisi ini juga sekaligus menjadi nasihat bagi kedua calon mempelai sebagai bekal dalam menghadapi kehidupan rumah tangga yang penuh tantangan</strong>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
33

Eka, Rahmawati, and Hamsir Saleh. "IDENTIFIKASI PERGESERAN FUNGSI BANGUNAN RUMAH ADAT BANTAYO POBO’IDE DI KABUPATEN GORONTALO." RADIAL : Jurnal Peradaban Sains, Rekayasa dan Teknologi 7, no. 2 (January 8, 2020): 129–35. http://dx.doi.org/10.37971/radial.v7i2.194.

Full text
Abstract:
ABSTRAK Tujuan penelitian mengidentifikasi fungsi utama bangunan rumah adat Bantayo Pobo’ide dan sebab akibat pergeseranfungsi bangunan rumah adat Bantayo Pobo’ide.Metode penelitian adalah analisis deskriptif yang digunakan untuk mendeskripsikan hasil penelitian dan wawancara langsung secara mendalam bersama narasumber (dewan adat Gorontalo) dengan pendekatan paradigma rasionalistik melalui pengumpulan data dengan wawancara tidak terstruktur, observasi lapangan kemudian strukturisasi data, serta konfirmasi data dengan kenyataan di lapangan dan pandangan tokoh adat. Hasil penelitian menjelaskan fungsi bangunan sebagai pusat kegiatan adat, museum, tempat penyimpanan semua jenis benda peninggalan adat, pusat pengembangan industri kerajinan tradisional daerah dan sebagai pusat pengembangan pariwisata. Identifikasi temuan pergeseran fungsi bangunan saat ini terjadi pada fisik dan non fisik. Pada fisik bangunan yaitu bantayo pobo’ide menjadi rumah ilmu, rumah ancaman dan menjadi fasilitas umum baik untuk masyarakat maupun pemerintah kabupaten untuk kepentingan kegiatannya. Non fisik terjadi pada lingkungan sekitar bangunan yaitu dengan adanya taman budaya namun tidak berbudaya yang membuat kharismatik bantayo pobo’ide menjadi tenggelam, akibatnya terjadi pergeseran nilai budaya karena tidak sesuai lagi dengan falsafah adat Gorontalo, yaitu adati hula-hula’a to sara’a, sara’a hula-hula’a to Quru’ani. Kata Kunci : Fungsi utama, Pergeseran Fungsi, Bantayo Pobo’ide
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
34

Sar’an, Mohamad, and Syahrianda Juhar. "PERSPEKTIF HUKUM ISLAM TERHADAP PERKAWINAN ADAT (Prosesi Perkawinan Adat Melayu Riau)." Familia: Jurnal Hukum Keluarga 3, no. 2 (December 3, 2022): 90–112. http://dx.doi.org/10.24239/familia.v3i2.71.

Full text
Abstract:
Artikel ini menjelaskan tentang Perspektif Hukum Islam Tentang Tradisi Perkawinan adat Kh­ususnya membahas tentang adat Melayu Riau Desa Bencah Kelubi Kabupaten Kampar. Pe­rkawinan dapat dinyatakan Sah apabila terpenuhinya Rukun dan Syarat didalamnya sesuai dengan syariat Islam. Prosesi Perkawinan Adat Melayu Khususnya di Kabupaten Kampar pr­ovinsi Riau sebuah desa terpencil yaitu desa Bencah Kelubi jauh berbeda dengan syariat dan rukun islam, tetapi tidak melanggar Nash ­Al-qur’an, yaitu ketika melaksanakan Perkawinan me­nggunakan adat Maka seluruh rangkaian kegiatan serta prosesi harus ditempuh dan di­laksanakan. Penulisan karya tulis ini menggunakan Metode Deskriptif Analisis dengan menelaah dan menganalisa suatu peristiwa hokum, khususnya hukum islam mengenai Perspektif Hukum Islam Terhadap Perkawinan Adat Melayu, penelitian ini mengacu kepada data yang didapat di Ka­bupaten Kampar desa Bencah Kelubi sebagai data Primer berupa wawancara pemuka adat se­te­mpat. Hasil dari riset ini Rangkaian kegiatan perkawinan adat Melayu yang terdiri dari 12 (dua belas) rangkaian adat, yang pertama Merisik Tidak Resmi hingga Hari meminta Restu orang tua (Me­nyembah). Perspektif Hukum Islam dalam rangkaian prosesi kegiatan adat tersebut me­mbolehkan apabila menggunakan prosesi adat Melayu Riau (Mubah).
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
35

Suwitra, I. Made. "EKSISTENSI TANAH ADAT DAN MASALAHNYA TERHADAP PENGUATAN DESA ADAT DI BALI." WICAKSANA: Jurnal Lingkungan dan Pembangunan 4, no. 1 (June 3, 2020): 31–44. http://dx.doi.org/10.22225/wicaksana.4.1.1816.31-44.

Full text
Abstract:
Penulisan ini dimaksudkan untuk memberikan pemahaman bagi Prajuru Desa Adat di Bali terhadap konsepsi dan asas-asas penguasaan dan pemilikan Tanah (Hak) Ulayat yang dikenal dengan Tanah Adat yang tunduk pada hukum adat setelah terbitnya UU No.5 Tahun 1960, yaitu relevan dengan wacana “penguatan Desa Adat”. Masalah utamanya adalah menemukenali implikasi pendaftaran hak atas tanah adat yang diorientasikan untuk memperoleh sertipikat hak milik dalam menjamin kepastian hukum. Metode yang digunakan berupa penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Pendekatan masalah menggunakan pendekatan perundang-undangan, analitik, kasus, dan hukum adat. Data primer dikumpulkan melalui observasi, dan data sekunder berupa bahan hukum dikumpulkan dengan teknik dokumentasi dan pencatatan, selanjutnya dianalisis dengan teknik interpretasi dan kualitatif. Tanah (hak) ulayat merupakan salah satu asset Desa Adat yang dapat dimanfaatkan dan digunakan untuk mencapai kesejahteraan bagi warganya dengan melakukan inovasi dalam tata kelola dan terintegrasi dalam perspektif ekowisata sebagai salah model penguatan Desa Adat. Model pendaftaran hak atas tanah adat cukup dilakukan dalam peta dasar pendaftaran tanah. Karena pendaftaran hak melalui penyertipikatan dapat melemahkan posisi tawar Desa Adat terhadap penguasaan hak atas tanah ulayat dan cendrung menjadi tanah komunal. Oleh karena itu diperlukan ketepatan pilihan dalam pendaftarannya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
36

Hadri, Hadri Law. "Pemenuhan Hak Masyarakat Hukum Adat Dalam Penguasaan Hutan Adat Di Kabupaten Lampung Barat." Istinbath : Jurnal Hukum 15, no. 2 (December 30, 2018): 285. http://dx.doi.org/10.32332/istinbath.v15i2.1210.

Full text
Abstract:
Hutan merupakan ekosistem alamiah yang sangat kompleks mengandung berbagai spesies tumbuhan mulai dari tumbuhan kecil hingga berukuran besar. Masyarakat adat merupakan entitas kebudayaan yang mendiami wilayah tertentu. Umumnya masyarakat adat hidup dalam satu wilayah dengan aturan dan nilai-nilai lokak secara turun temurun. Kehidupan masyarakat adat tunduk pada norma-norma adat yang mereka sepakati sebagai norma kesepakatan bersama untuk mengatur pola kehidupan kelompok masyarakat adat. Dengan lahirnya undang-undang no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan yang telah mengubah status hutan adat bukan hutan negara sempat mengusik tatanan masyarakat adat dalam hal pengelolaan dan pemanfaatan hutan adat danPemerintah masih memandang kawasan hutan harus steril dan masyarakat tidak boleh ada di dalam kawasan hutan adat. Sehingga keberadaan undang-undang no. 41 tahun 1999 tentang kehutanan tersebut oleh aliansi masyarakat adat nusantara (aman) telah dilakukan uji materil (judicial review) pada mahkamah konstitusi dan akhirnya melalui keputusan mahkamah konstitusi republik indonesia no : 35/PUU-X/2012 tanggal 16 mei 2013telah mengembalikan status hukum tanah adat dari tanah negara menjadi tanah adat. Penelitian dilakukan secara yuridis normatif pada masyarakat adat Kabupaten Lampung Barat bertujuan untuk mengetahui Implementasi terhadaphak-hak masyarakat adat dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah adat di Kabupaten Lampung Barat pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor : 35/PUU-X/2012. yang telah mengembalikan status kedudukan hukum tanah adat bukan lagi menjadi hutan negara. Dari hasil penelitian lapangan pada masyarakat adat di Kabupaten Lampung Barat terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan hutan adat yang ada di wilayah Kabupaten Lampung Barat dengan mengambil sample obyek penelitian pada masyarakat adat Kepaksian Buay Belunguh Kabupaten Lampung Barat, telah dibuat dan diberlakukan Peraturan Daerah Kabupaten Lampung Barat No. 18 tahun 2004 tentang pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan berbasis masyarakat serta dikeluarkannya Permendagri No. 52 tahun 2014 tentang pedoman pengakuan dan perlindungan masyarakat hukum adat . Dengan adanya regulasi yang mengatur tentang kedudukan dan perlindungan hukum mengenai tanah adat tersebut, maka masyarakat hukum adat Kepaksian Buay Belunguh telah dapat mengelola dan menikmati hutan adat sebagai sumber penghidupan masyarakat adat yang mayoritas hidup sebagai petani.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
37

Tramontane, Pirie Marie. "Tinjauan Konsistensi Masyarakat Kampung Adat Cireundeu Dalam Melestarikan Adat Istiadat Leluhur." ULTIMART Jurnal Komunikasi Visual 10, no. 2 (March 23, 2018): 12–23. http://dx.doi.org/10.31937/ultimart.v10i2.769.

Full text
Abstract:
Kampung adat Cireundeu, diambil dari nama tanaman Cireundeu yang banyak tumbuh di wilayah tersebut dan dipercaya memiliki khasiat untuk penyembuhan suatu penyakit. Kampung adat Cireundeu dihuni oleh kurang lebih 60 kepala keluarga, dengan luas wilayah 64 hektar. Kepercayaan yang diwariskan leleuhur adalah Sunda Wiwitan atau Sunda Karuhun atau disebut juga Agama Djawa Sunda. Kepercayaan itu dibawa oleh Pangeran Madrais yang berasal dari Kesultanan Gebang, Cirebon Timur sejak tahun 1918. Masyarakat kampong adat Cireudeu ini pun melakukan upacara satu sura yaitu merupakan hari raya bagi pemeluk aliran kepercayaan. Keunikan dari kampong ini adalah mengkonsumsi ketela atau singkong (rasi) sebagai makanan pokok. . Semakin tingginya arus modernisasi banyak membuat suatu adat istiadat terdahulu menjadi ditinggalkan atau bahkan hilang. Akan tetapi hiingga saat ini masyrakat adat Cireundeu diyakini masih memegang adat istiadatnya yaitu kepercayaan,upacara ataupun ritual kepercayaan Sunda Wiwitan atau Sunda Karuhun, mengkonsumsi rasi atau makanan berbahan dasar singkong sebagai pengganti nasi, serta mengikuti aturan dalam pengolahan lahan. Perlu diketahui sejauh mana konsistensi masyarakat adat Cireundeu dalam melestarikan adat istiadatnya tersebut. Untuk mengetahui hal tersebut diperlukan penelitian untuk mengukur sejauh mana konsistensi itu berjalan. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif-deskriptif. Perolehan data diambil dari wawancara serta kuisioner pada sampel masyarakat adat Cireundeu. Perolahan data ditabulasikan, diukur secara dengan menggunakan skala normative, selanjutnya diuji validitas serta reliabilitasnya. Berdasarkan olah data diatas untuk pengukuran sikap terhadap fenomena social menggunakan perhitungan rating scale. Berdasarkan pada data yang diperoleh didapatkan hasil prosentase masyarakat adat Cireundeu masih melestarikan adat istiadatnya sebanyak 75,83%. Kata Kunci: masyarakat, adat, istiadat, konsistensi, melestarikan, rating, scale, prosentase
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
38

Kambo, Gustiana A. "Kekuatan Politik Pemangku Adat Ammatoa Pada Masyarakat Adat di Tanatoa Bulukumba." Jurnal Noken: Ilmu-Ilmu Sosial 7, no. 1 (December 25, 2021): 90. http://dx.doi.org/10.33506/jn.v7i1.1538.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Eksistensi Komunitas Adat Ammatoa dan legitimasi kekuatan Politik Ammatoa. Penelitian ini bersifat deskriptif–analisis, penentuan informan dilakukan secara purposive dan pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan kajian pustaka. Data dikembangkan menjelaskan, menguraikan dan menganalisis secara rinci budaya dan adat istiadat berdasarkan tujuan penelitian. Hasil penelitian menggambarkan pemangku adat Ammatoa yang memiliki kekuatan politik dalam menjalankan fungsinya sebagai pemimpin adat pada masyarakat adat di Tanatoa Bulukumba. Ammatoa bertindak sebagai pemimpin informal yang juga berfungsi sebagai tokoh masyarakat yang memiliki kharisma yang memiliki nilai lebih dibanding yang lainnya. Pada setiap pemilihan umum, Ammatoa memiliki pengaruh besar, para calon yang akan ikut dalam konstalasi tersebut mendatangi Ammatoa untuk meminta restu dan berharap pengaruhnya untuk mendapat dukungannnya di Tanatoa bersama masyarakat adatnya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
39

Risky Surya Pratama, Muhammad, Arum Ayu Lestari, and Rimas Intan Katari. "Pemenuhan Hak Bagi Masyarakat Adat Oleh Negara Di Bidang Hutan Adat." Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 29, no. 1 (January 1, 2022): 189–210. http://dx.doi.org/10.20885/iustum.vol29.iss1.art9.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
40

Wahyuni, Hesty, Dian Aries Mujiburohman, and Sri Kistiyah. "Penanganan Sengketa Penguasaan Tanah Hak Adat Melalui Peradilan Adat Sumatera Barat." Tunas Agraria 4, no. 3 (September 29, 2021): 352–69. http://dx.doi.org/10.31292/jta.v4i3.150.

Full text
Abstract:
Tanah ulayat merupakan bidang tanah pusaka beserta sumber daya alam yang ada di atasnya dan di dalamnya diperoleh secara turun temurun merupakan hak masyarakat hukum adat di Provinsi Sumatera Barat sesuai Pasal 1 Ayat (7) Perda Provinsi Sumatera Barat Nomor 16 Tahun 2008 tentang Tanah Ulayat dan Pemanfaatannya. Rumusan yang diangkat adalah (1) Bagaimana bentuk sengketa penguasaan tanah hak adat di KAN (Kerapatan Adat Nagari) Niniak Mamak Nan Salapan Suku Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat? (2) Bagaimana pola penyelesaian sengketa penguasaan tanah hak adat di KAN Niniak Mamak Nan Salapan Suku Kota Padang, Provinsi Sumatera Barat? Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris dengan pendekatan sosio-legal. Ketidakpuasan penyelesaian sengketa ditingkat peradilan adat oleh masyarakat hukum adat mengakibatkan keberadaannya semakin kabur. Tulisan ini menemukan suatu bentuk pluralisme hukum yang diakui di Sumatera Barat, dan kedudukan putusan KAN di Pengadilan Negeri, serta relevansi Kementerian ATR/BPN dan KAN sebagai peradilan adat Minangkabau. Hal tersebut di lihat dari analisis bentuk dan pola penyelesaian sengketa penguasaan tanah pusako.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
41

Sudarsana, I. Made. "Tari Sandar sebagai Benteng Pertahanan Adat di Desa Adat Kedonganan Kuta." Sanjiwani: Jurnal Filsafat 9, no. 2 (July 7, 2020): 196. http://dx.doi.org/10.25078/sjf.v9i2.1625.

Full text
Abstract:
<p><em>Performing art in Bali is a cultural repertoire that is very tied to the diversity of forms and goals. The island of Bali, dubbed the Island of the Gods, Khayangan Island (Island of Paradise) has a variety of dances that vary in shape and have a close relationship with the implementation of Hindu religious ceremonies which are the largest in number in Bali. The attraction of Bali is its unique culture, community life and natural beauty. Its cultural life is the unification of religion, culture, harmonious customs, taste and intention as a prominent element of human cultivation taking the form of religion, aesthetics and ethics. This is reflected through cultural arts, solidarity of mutual cooperation as a sense of togetherness.</em></p><p align="left"><em>As a tradition, the existence of Balinese art is in line with all aspects of life. In an integrated manner, reflecting on the ideals of the supporting community is not excessive if the Balinese people consider that art (dance, gamelan and wayang) is an integral part of their lives which is always bound by ritual events. Hinduism which has rational, ritual, emotional and belief elements often makes the art as a ritual drama a means to strengthen trust and formulate religious conceptions in people’s lives.</em></p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
42

Kartika, Ni Gusti Ayu. "Strategi Pemberdayaan Desa Adat dengan Pembentukan Forum Komunikasi antar Desa Adat." Widya Duta: Jurnal Ilmiah Ilmu Agama dan Ilmu Sosial Budaya 14, no. 2 (January 22, 2020): 44. http://dx.doi.org/10.25078/wd.v14i2.1229.

Full text
Abstract:
Traditional village is a traditional institution that serves as a forum for the villagers to perform various spiritual, cultural, social and economic, in order to achieve tranquility and prosperity of life born inner. The indigenous village autonomy manifests itself in the administration of the government, which can apply in and out, and shoulder to shoulder with the village office in carrying out the development. In this era of globalization, indigenous villages experience internal and external challenges that may interfere with their sustainability. With the establishment of communication forums between custom villages, it is expected that traditional villages will exist, resilient and empowered in facing these challenges.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
43

Salim, Munir. "ADAT SEBAGAI BUDAYA KEARIFAN LOKAL UNTUK MEMPERKUAT EKSISTENSI ADAT KE DEPAN." Al Daulah : Jurnal Hukum Pidana dan Ketatanegaraan 5, no. 2 (December 10, 2016): 244–55. http://dx.doi.org/10.24252/ad.v5i2.4845.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
44

Iqbal, Muhammad, and Sukirno . "REKONTRUKSI PERJANJIAN GALA (GADAI ADAT) PADA MASYARAKAT ADAT ACEH BERBASIS SYARIAH." LAW REFORM 13, no. 1 (March 31, 2017): 98. http://dx.doi.org/10.14710/lr.v13i1.15954.

Full text
Abstract:
Gala merupakan suatu perjanjian pinjam-meminjam antara pihak pemberi gala dan penerima gala dengan konsep tolong-menolong pada untuk memenuhi kebutuhan keuangan dalam keadaan yang bersifat mendesak. Jika melihat pelaksanaan perjanjian gala dalam masyarakat adat Aceh pada saat ini adanya ketidak sesuaian antara pelaksanaan dan aturan pada Pasal 2 (dua) ayat (2) Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Adat dan Istiadat serta ketentuan Pasal 7 Perpu Nomor 56 Tahun 1960 tentang Penetapan Luas Tanah Pertanian. Rumusan masalah pada tesis ini adalah bagaimanakah bentuk pelaksanaan perjanjian gala dalam masyarakat adat Aceh? bagaimanakah kaitan antara perjanjian gala dengan konsep gadai syariah? bagaimanakah bentuk rekonstruksi perjanjian gala berbasis syariah? Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan yuridis empiris dan pendekatan socio-legal. Selain data sekunder, juga digunakan data primer dari serangkaian observasi dan wawancara dengan informan. Perjanjian gala dilakukan jika pemberi gala membutuhkan uang yang banyak dalam keadaan mendesak. Dalam mekanisme perjanjian gala, para pihak yang telah sepakat untuk melaksanakan perjanjian gala melakukan penyerahan objek gala dari pihak pemberi gala kepada pihak penerima gala dalam bentuk hak pakai, sedangkan dipihak penerima gala menyerahkan sejumlah uang yang telah disepakati antara keduanya secara tunai. Berakhirnya suatu perjanjian gala dalam masyarakat adat Aceh ketika objek gala tersebut telah ditebus. Jika dikaitkan perjanjian gala di Aceh dengan konsep gadai syariah maka adanya ketidak sesuaian terhadap pemanfaatan dan penguasaan dalam konsep gadai syariah. Sebagian besar para ulama tidak membolehkan pemanfatan objek gala dengan tidak adanya suatu batasan waktu. Pemanfatan objek gala dibolehkan jika para pihak sepakat untuk menerapkan tiga akad perjanjian Perjanjian gala dengan bentuk Al-Qardhul Hassan, Al-Mudharabah dan Bai' Al-Muqoyyadah agar tehindar dari unsur gharar dan riba. Salah satu bentuk rekontruksi pada perjanjian gala yang berbasis syariah dengan menerapankan konsep mudharabah hasil keuntungan yang diperoleh dari objek gala oleh penerima gala digunakan untuk menutup kembali utang pihak pemberi gala. Pemerintah Aceh diharapkan agar membuat qanun khusus tentang tata cara dan tatacara pelaksanaan gala yang sesuai dengan ketentuan Islam dan berbasis syariah. Sehingga pelaksanaan adat di Aceh tidak melanggar ketentuan islam.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
45

Handrawan, Handrawan. "SANKSI ADAT DELIK PERZINAHAN (UMOAPI) DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ADAT TOLAKI." Perspektif 21, no. 3 (September 30, 2016): 199. http://dx.doi.org/10.30742/perspektif.v21i3.582.

Full text
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
46

Ali Aridi and Yana Sukma Permana. "KEDUDUKAN HUKUM ADAT DALAM PENGUATAN PELESTARIAN NILAI-NILAI ADAT DALAM YURISPRUDENSI." Juris 6, no. 2 (December 13, 2022): 352–62. http://dx.doi.org/10.56301/juris.v6i2.602.

Full text
Abstract:
The purpose of this research is to find out how the position of customary law is in the current national legal system and how to strengthen the preservation of customary values ​​in jurisprudence. Through research on normative law it was concluded that customary law is an unwritten rule that lives within the indigenous peoples of a region and will continue to exist as long as the community still fulfills the customary law that has been passed down to them from their ancestors before them. Therefore, the existence of customary law and its position in the national legal system cannot be denied even though customary law is unwritten and based on the principle of legality is an illegitimate law. Customary law will always exist and live in society. Customary law is a law that really lives in the awareness of the conscience of the community which is reflected in the patterns of their actions in accordance with their customs and socio-cultural patterns which are not contrary to national interests. The current era can indeed be called the era of the revival of indigenous peoples which is marked by the birth of various policies and decisions. However, what is equally important is the need for further study and development with its implications for drafting national laws and efforts to enforce applicable laws in Indonesia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
47

Serumena, Jacob, Hermien Soselisa, and Wellem R. Sihasale. "LEMBAGA ADAT DAN EKSISTENSI MASYARAKAT ADAT NEGERI LAFA KECAMATAN TELUTI KABUPATEN MALUKU TENGAH." KOMUNITAS: Jurnal Ilmu Sosiologi 4, no. 1 (June 1, 2021): 27–44. http://dx.doi.org/10.30598/komunitasvol4issue1page27-44.

Full text
Abstract:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan tentang lembaga adat dan eksistensi masyarakat adat di Negeri Lafa Kecamatan Teluti Kabupaten Maluku Tengah. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif. Penelitian ini berlokasi di Negeri Lafa Kecamatan Teluti Kabupaten Maluku Tengah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan lembaga-lembaga adat dalam kehidupan masyarakat adat dapat menjadi sarana untuk mengawasi dan mengatur pola-pola perilaku seluruh anggota masyarakat adat. Namun, realitas yang tampak terjadi saat ini bahwa keberadaan lembaga-lembaga adat dalam kehidupan masyarakat adat belum mampu melaksanakan tugas dan perannya dengan baik sehingga telah menyebabkan munculnya berbagai masalah adat seperti, diantaranya masalah batas-batas tanah petuanan dan masalah pemilihan raja. Guna mengatasi dan meminimalkan berbagai masalah adat yang muncul maka perlu adanya peningkatan peran lembaga-lembaga adat dan kesadaran seluruh anggota masyarakat adat untuk lebih mengenal serta memaknai nilai-nilai yang terkandung dalam adat-istiadat yang dimiliki. Hal ini penting dilakukan supaya pola-pola perilaku seluruh anggota masyarakat adat dapat mencerminkan dan memperkokoh eksistensi masyarakat adat. Masih kurangnya peran lembaga adat dimaksud sebagaimana yang tampak pada Negeri Lafa sebagai salah satu negeri adat yang terdapat di Pulau Seram. Lembaga adat di Negeri Lafa, seperti lembaga saniri hingga saat ini belum mampu melaksanakan perannya dengan baik. Hal ini disebabkan oleh masih kurang terjalin interaksi antara anggota saniri yang terdiri dari para orang tua dan anak muda sehingga menghambat peran lembaga saniri tersebut.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
48

Arzam, Arzam. "Uang Adat Perkawinan Dalam Perspektif Islam (Studi Kasus Di Lembaga Adat Depati Atur Bumi)." Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Hukum 15, no. 1 (July 31, 2017): 10. http://dx.doi.org/10.32694/010100.

Full text
Abstract:
Penulisan karya tulis ini bertujuan untuk mengetahui kedudukan uang adat dalam perkawinan di wilayah Lembaga Adat Depati Atur Bumi, mengetahui sanksi pelanggaran terhadap uang adat dalam Perkawinan di wilayah lembaga adat depati atur bumi, mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap uang adat dalam perkawinan di wilayah lembaga adat depati atur bumi. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian Kualitatif (penelitian lapangan) yakni menggambarkan dan mengumpulkan secara umum masalah yang diteliti atau yang objektif dengan mengumpulkan data-data yang berhubungan dengan data penelitian dan berakhir dengan penarikan kesimpulan secara khusus. Hasil dari penelititan ini dapat peneliti peroleh bahwa Kedudukan uang adat adalah sebagai uang penerang atau uang yang dihanguskan (dalam uang adat) atau uang yang akan dibagi-bagikan kepada para orang-orang adat dan untuk kebutuhan lainnya seperti masjid, Maka diwajibkan untuk membayarnya sebagai salah satu syarat untuk dilaksanakan pernikahan adat. Akibat pelanggaran terhadap uang adat dalam perkawinan di Lembaga Adat Atur Bumi ialah segala resiko yang akan terjadi di kemudian hari akan ditanggung sendiri, ia tidak diakui sebagai anak buah di desa tersebut, dan ia tidak boleh mendirikan rumah di desa tersebut. Menurut pandangan hukum Islam tentang kedudukan uang adat di dalam pelaksanaan pernikahan secara adat di Lembaga Adat Atur Bumi yang tidak ada larangan di dalam ajaran agama karena antara adat dan agama terjadi pembauran yang harmonis dan tidak dapat dipisahkan. Pepatah adat mengatakan “Adat bersendi syara’, syara’ bersendi kitabullah. Syara’ mengato, adat memakai”. Dan sesuai dengan kaidah ushul fiqh.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
49

Supriatin, Hj Ukilah, and Iwan Setiawan. "PERSEPSI MENGENAI HUKUM PIDANA ADAT." Jurnal Ilmiah Galuh Justisi 4, no. 2 (June 6, 2017): 198. http://dx.doi.org/10.25157/jigj.v4i2.323.

Full text
Abstract:
Warisan budaya Indonesia, yang tertuang dalam berbagai bentuk baik berupa adat istiadat maupun tradisi (intangible) yang terungkap dalam masyarakat adat, sudah selayaknya diapresiasi oleh peneliti agar lebih mampu menghayati makna warisan budaya tersebut. Yang memiliki daya tarik komoditi wisata budaya Hukum Pidana Adat merupakan hukum yang tidak tertulis maupun tertulis yang memiliki sanksi.Hukum Pidana Adat memiliki pengertian delik Adat, beberapa delik adat, sifat hukum delik Adat, cara penyelesaian delik adat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
50

Rahmina, R., Teuku Muttaqin Mansur, and M. Adli Abdullah. "EFEKTIVITAS PENERAPAN SANKSI ADAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA MELALUI PERADILAN ADAT GAYO DI ACEH TENGAH." Jurnal Geuthèë: Penelitian Multidisiplin 2, no. 3 (December 2, 2019): 314. http://dx.doi.org/10.52626/jg.v2i3.65.

Full text
Abstract:
Hukum Adat Gayo merupakan perintah yang harus atau boleh dilakukan dan larangan yang tidak boleh dilakukan. Pelanggaran yang dilakukan terhadap hukum adat akan diberikan sanksi, sanksi adat adalah pemberian hukuman kepada para pelanggar hukum adat yang sanksinya ditetapkan oleh tokoh adat, pemberian sanksi ini berbeda-beda sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengidentifikasi jenis-jenis sanksi adat Gayo dan untuk melihat keefektifan sanksi adat dalam menyelesaikan sengketa-sengketa yang muncul dikalangan masyarakat Gayo di kabupaten Aceh Tengah. Penulisan ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris, datanya diambil dari bahan hukum primer dan skunder juga wawancara dengan responden dan informan. Data dianalisis menggunakan pendekatan diskriptif kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Tengah. Hasil penelitian ini menunjukan bahwasanya jenis sanksi adat Gayo yang diberikan kepada pelanggar hukum adat Gayo berbeda-beda, sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan, ada yang hanya dengan kata maaf (ma’as) ada juga yang sampai di usir dari kampung dan tidak boleh lagi kembali ke kampung tersebut (Jeret Naru). Sanksi adat berlaku efektif dalam mengurangi pelanggaran-pelanggaran hukum adat Gayo, dalam arti para pelanggar menerima keputusan dan bersedia melaksanakan sanksi yang diberikan oleh tokoh adat kampung. Diharapkan kepada tokoh adat supaya mensosialisasikan hukum adat Gayo kepada generasi muda supaya tidak terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hukum adat Gayo.
APA, Harvard, Vancouver, ISO, and other styles
We offer discounts on all premium plans for authors whose works are included in thematic literature selections. Contact us to get a unique promo code!

To the bibliography