Auswahl der wissenschaftlichen Literatur zum Thema „Mikrotopia“

Geben Sie eine Quelle nach APA, MLA, Chicago, Harvard und anderen Zitierweisen an

Wählen Sie eine Art der Quelle aus:

Machen Sie sich mit den Listen der aktuellen Artikel, Bücher, Dissertationen, Berichten und anderer wissenschaftlichen Quellen zum Thema "Mikrotopia" bekannt.

Neben jedem Werk im Literaturverzeichnis ist die Option "Zur Bibliographie hinzufügen" verfügbar. Nutzen Sie sie, wird Ihre bibliographische Angabe des gewählten Werkes nach der nötigen Zitierweise (APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver usw.) automatisch gestaltet.

Sie können auch den vollen Text der wissenschaftlichen Publikation im PDF-Format herunterladen und eine Online-Annotation der Arbeit lesen, wenn die relevanten Parameter in den Metadaten verfügbar sind.

Zeitschriftenartikel zum Thema "Mikrotopia"

1

Janzen, Wolfgang, und Gottfried W. Ehrenstein. „Mikrotomie von Polymerwerkstoffen Teil 2: Anwendung der Mikrotomie / Microtomy of Polymeric Materials Part 2: Application of Microtomy“. Practical Metallography 26, Nr. 11 (01.11.1989): 549–58. http://dx.doi.org/10.1515/pm-1989-261102.

Der volle Inhalt der Quelle
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
2

Janzen, Wolfgang, und Gottfried W. Ehrenstein. „Mikrotomie von Polymerwerkstoffen Teil 1: Präparation / Microtomy of Polymeric Materials Part 1: Preparation“. Practical Metallography 26, Nr. 10 (01.10.1989): 495–505. http://dx.doi.org/10.1515/pm-1989-261002.

Der volle Inhalt der Quelle
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
3

Anggraheni, Neni, und Adriyan Pramono. „GAMBARAN KADAR SERUM SENG (ZN) DENGAN Z-SCORE TB/U PADA ANAK USIA 9-12 TAHUN (STUDI PENELITIAN DI SDI TAQWIYATUL WATHON SEMARANG UTARA)“. Journal of Nutrition College 4, Nr. 4 (01.10.2015): 557–61. http://dx.doi.org/10.14710/jnc.v4i4.10162.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Latar Belakang: Prevalensi stunting pada anak usia sekolah di Indonesia masih cukup tinggi. Penelitian menyebutkan bahwa defisiensi seng berkaitan dengan stunting. Seng berperan dalam regulasi proliferasi sel dan hormon pertumbuhan. Penelitian ini memberikan gambaran mengenai kadar serum seng dan Z-Score TB/U pada anak. Metode: Penelitian diskriptif analisis. Jumlah subjek adalah 40 anak usia 9-12 tahun yang dipilih dengan non-probability sampling. Data TB dikukur menggunakan mikrotoa,kadar serum seng diukur dengan metode Atomic Absorption Spectrophotometry (AAS) dan data asupan makanan diperoleh menggunakan Food Frequency Questionnaire (FFQ) semi kuantitafif. Hasil: Prevalensi Z-Score TB/U < -2SD dalam penelitian ini adalah 72,5%. Seluruh subjek memiliki nilai kadar serum seng darah dibawah nilai normal. (laki-laki: 74 μg/dL, wanita:70 μg/dL) Simpulan: Prevalensi defisiensi seng dan Z-Score TB/U < -2SD pada anak usia 9-12 tahun dalam penelitian ini cukup tinggi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
4

Grahadinta, Muhammad Ridho, Ferry Achmad Firdaus Mansoer und Lisa Adhia Garina. „Efek Gizi Lebih terhadap Fungsi Paru pada Anak Asma“. Jurnal Integrasi Kesehatan & Sains 1, Nr. 1 (31.01.2019): 36–39. http://dx.doi.org/10.29313/jiks.v1i1.4318.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Asma merupakan salah satu penyakit tidak menular kronik dari saluran pernapasan paru yang menyebabkan inflamasi dan penyempitan. Asma sering berhubungan dengan gizi lebih dalam pengembangan maupun memperparah penyakit asma. Perubahan pola pernapasan pada penderita gizi lebih dapat menyebabkan volume paru menurun diakibatkan oleh perubahan pada otot polos dan fungsi pernapasan. Penelitian ini bertujuan menganalisis efek gizi lebih terhadap fungsi paru pada anak dengan asma. Penelitian ini menggunakan studi observasional analitik dengan rancangan penelitian kasus kontrol. Variabel bebas dihubungkan dengan variabel terikat dengan analisis statistik uji chi-square. Data diperoleh dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner ISAAC untuk menentukan diagnosis asma anak. Selanjutnya, dilakukan penilaian fungsi paru langsung menggunakan spirometri serta mengukur tinggi badan menggunakan mikrotoa dan berat badan menggunakan timbangan yang hasilnya dirujuk pada grafik Z score WHO untuk mengukur indeks massa tubuh. Penelitian ini dilakukan di SMPN 1 dan SMPN 9 Kota Bandung periode 1 April–25 Mei 2018. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa anak asma dengan gizi lebih mempunyai risiko restrictive ventilatory defect lebih besar 3,4 kali dibanding dengan anak asma dengan gizi normal (OR:3,4; IK95%: 1,4–8,5; p=0,014). Simpulan, anak asma dengan gizi lebih mempunyai efek restrictive ventilatory defect lebih banyak dibanding anak asma dengan gizi normal. THE EFFECT OF OVERNUTRITION ON LUNG FUNCTION IN ASTHMATIC CHILDHOODAsthma is a chronic non-communicable disease of the pulmonary respiratory tract which causes inflammation and constriction. Asthma is often associated with overnutrition in developing or exacerbate asthma. Changes in respiratory patterns in patients with overnutrition can cause lung volume caused by smooth muscle disorders and respiratory function. This study aims to analyze the effects of overnutrition on lung function in children with asthma. This study used observational analytic studies with case control research designs. The independent variable varies with the chi-square test statistical analysis. Data were obtained by conducting interviews using the ISAAC questionnaire to determine the diagnosis of childhood asthma. Furthermore, knowing lung function directly using spirometry also measured height by mikrotoa and weight by the scales that are being referred to the WHO Z score to measure body mass index. This research was conducted at SMPN 1 and SMPN 9 in Bandung City period 1 April–25 May 2018. The results of this study showed that asthmatic children with overnutrition have a 3.4 times greater restrictive ventilatory defect risk than asthmatic children with normal nutrition (OR:3.4, 95%CI: 1.4–8.5, p=0.014). Conclusion, asthmatic children with overnutrition have more restrictive ventilatory defect effects than asthmatic children with normal nutrition.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
5

Ramadhan, Muhammad Haris, Liza Salawati und Sulaiman Yusuf. „HUBUNGAN TINGGI BADAN IBU, SOSIAL EKONOMI DAN ASUPAN SUMBER ZINC DENGAN KEJADIAN STUNTING PADA ANAK USIA 3-5 TAHUN DI PUSKESMAS KOPELMA DARUSSALAM“. AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh 6, Nr. 1 (25.06.2020): 52. http://dx.doi.org/10.29103/averrous.v6i1.2628.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Stunting merupakan status gizi masa lalu yang kurang baik akibat asupan gizi kurang, baik kualitas maupun kuantitas sehingga tinggi badan tidak sesuai dengan umur. Banyak faktor yang dapat menyebabkan stunting antara lain: defisiensi gizi makro dan mikro, genetik, sosial ekonomi, penyakit infeksi, pemberian air susu ibu ekslusif dan berat badan lahir rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui hubungan tinggi badan ibu, sosial ekonomi dan asupan sumber zinc dengan stunting pada anak usia 3-5 tahun di Puskesmas Kopelma Darussalam Banda Aceh. Jenis penelitian analitik observasional dengan design cross sectional. Pengambilan sampel tanggal 14 September sampai 14 November 2017 di 5 posyandu Puskesmas Kopelma Darussalam secara non probability sampling dengan metode accidental sampling. Penilaian tinggi badan ibu dan stunting dengan mengukur tinggi badan menggunakan mikrotoa, sosial ekonomi dan asupan sumber zinc diukur menggunakan kuesioner. Jumlah sampel sebanyak 46 ibu dan anak yang memenuhi kriteria inklusi. Anak usia 3-5 tahun stunting (pendek atau sangat pendek) sebesar 41,3%, tinggi badan ibu pendek 50%, sosial ekonomi rendah 52,2% dan asupan sumber zinc kurang 50%. Uji analisis Spearman terdapat hubungan antara tinggi badan ibu dengan stunting nilai p = 0,000 (p<0,05) dan r = 0,529 kekuatan hubungan kuat. Tidak terdapat hubungan sosial ekonomi dengan stunting nilai p = 0,930 (p>0,05) dan terdapat hubungan asupan sumber zinc dengan stunting nilai p = 0,016 (p<0,05) dan r = 0,352 kekuatan hubungan sedang. Kesimpulannya, tinggi badan ibu dan asupan sumber zinc berhubungan dengan stunting dan tidak terdapat hubungan antara sosial ekonomi dengan stunting.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
6

Mayasari, Nurlina, und Yekti Wirawanni. „HUBUNGAN LINGKAR LEHER DAN LINGKAR PINGGANG DENGAN KADAR GLUKOSA DARAH PUASA ORANG DEWASA : Studi Kasus di SMA Negeri 2 Semarang dan SMP Negeri 9 Semarang“. Journal of Nutrition College 3, Nr. 4 (27.10.2014): 473–81. http://dx.doi.org/10.14710/jnc.v3i4.6829.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Latar Belakang : Pencegahan penyakit DM tipe 2 dapat dilakukan dengan metode antropometri, diantaranya pengukuran lingkar pinggang dan lingkar leher. Lingkar pinggang merupakan metode antropometri obesitas abdominal atau obesitas sentral yang berhubungan dengan diabetes melitus tipe 2. Selain itu, lingkar leher merupakan metode antropometri lain yang telah dikaji dan direkomendasikan sebagai metodeyang mudah digunakan, lebih inovatif, menghemat waktu, serta berhubungan dengan risiko DM tipe 2. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara lingkar leher dan lingkar pinggang dengan kadar glukosa darah puasa orang dewasa.Metode : Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan desain cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling dan didapatkan sampel 51 subjek dengan usia ≥ 45 tahun. Semua subjek mengisi informed concent. Pengukuran lingkar leher dan lingkar pinggang dengan pita ukur, dilakukan tiga kali, dan diambil rata-ratanya. Data tinggi badan dan berat badan menggunakan mikrotoa dan timbangan digital. Subjek berpuasa selama 8-12 jam sebelum pengambilan sampel darah untuk pengukuran kadar glukosa darah puasa. Analisis data dilakukan dengan SPSS versi 17.Hasil : Pada penelitian ini didapatkan sebanyak 76,5% subjek obesitas berdasarkan IMT. Subjek yang memiliki kadar glukosa darah puasa tinggi (≥ 100mg/dl) sebesar 21,4%. Lingkar leher ≥ 38,2 cm pada laki-laki dan ≥ 35 cm pada perempuan memiliki risiko kadar glukosa darah puasa yang tinggi. Lingkar pinggang ≥ 100 cm pada laki-laki dan ≥ 106 cm pada perempuan juga memiliki risiko kadar glukosa darah puasa yang tinggi. Terdapat hubungan antara lingkar leher dengan kadar glukosa darah puasa (r = 0,342 ; p = 0,014) dan ada hubungan antara lingkar pinggang dengan kadar glukosa darah puasa (r = 0,375 ; p = 0,007).Simpulan: Semakin besar lingkar leher dan lingkar pinggang, maka semakin tinggi kadar glukosa darah puasa
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
7

Masruroh, Eny. „HUBUNGAN UMUR DAN STATUS GIZI DENGAN KADAR GULA DARAH PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II“. Jurnal Ilmu Kesehatan 6, Nr. 2 (11.06.2018): 153. http://dx.doi.org/10.32831/jik.v6i2.172.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Diabetes Melitus (DM) tipe II merupakan tipe yang paling banyak ditemukan. DM tipe II dapat meningkat secara signifikan seiring perubahan gaya hidup masyarakat dan peningkatan umur lebih dari 40 tahun serta masalah obesitas, ditandai dengan adanya peningkatan indeks massa tubuh (IMT) ≥ 25 Kg/m2. IMT yang berlebih dapat menyebabkan kadar gula darah meningkat karena tubuh menjadi resisten terhadap insulin. Penelitian ini untuk mengetahui hubungan umur dan status gizi berdasarkan IMT dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe II di Poli Penyakit Dalam RSUD dr. Iskak Tulungagung.Pengambilan data dilakukan pada tanggal 19-20 April 2017. Desain penelitian menggunakan analitik korelasional. Populasi seluruh penderita DM tipe II di Poli Penyakit Dalam RSUD dr. Iskak Tulungagung menggunakan teknik Quota Sampling dengan 30 responden. Pengambilan data variabel IMT menggunakan timbangan injak dan mikrotoa. Sedangkan variabel kadar gula darah menggunakan glucotest stick. Kemudian data dianalisis dengan uji statistik paired t test. Hasil penelitian ini rata-rata umur adalah 57 tahun, rata-rata IMT 25,77 Kg/m2 dengan rata-rata kadar gula darah 213,23 mg/dL. Dari hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan antara umur dengan kadar gula darah dengan ditunjukkan p value = 0.00.begitu juga pada hasil uji status gizi dengan kadar gula darah pada penderita DM tipe II di Poli Penyakit Dalam RSUD dr. Iskak Tulungagung yang ditunjukkan dengan nilai p value = 0,000 yang berarti ada korelasi antara keduanya. Berdasarkan penelitian, yaitu ada hubungan antara umur dan status gizi dengan kadar gula darah maka disarankan bagi responden dengan IMT berlebih dapat mempertahankan berat badan yang ideal dan pada penderita DM tipe II pada umur lebih dari 40 tahun lebih menjaga pola hidup yang sehat sehingga dapat mencegah komplikasi diabetes akibat kadar gula darah yang tinggi.;
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
8

Nurmalasari, Yesi, Festy Ladyani Mustofa und Wulandari Wulandari. „Faktor – faktor riwayat ibu yang menyebabkan terjadinya stunting pada balita usia 6-59 bulan di Lampung Tengah“. Holistik Jurnal Kesehatan 13, Nr. 4 (09.01.2020): 301–5. http://dx.doi.org/10.33024/hjk.v13i4.2062.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Factors associated with stunting among children of age 6 to 59 months in Central Lampung, IndonesiaBackground: Stunting is a chronic condition that describes the inhibition of growth for the long-term malnutrition, causing stunting is two directly and indirectly. Indirect causes are factors of education, history of the antenatal care (ANC), granting exclusive breastfeeding, maternal nutritional status, consumption of iron (Fe), occupational factors, and economic status.Purpose: To determine the Factors associated with stunting among children of age 6 to 59 months in Central Lampung, IndonesiaMethods: Its quantitative descriptive cross-sectional design with total sampling. The sample is toddlers aged 5-59 months of 106 toddlers. The location was conducted in the village of Mataram Ilir, Seputih District, Surabaya, Central Lampung in 2019. Research instruments in the form of questionnaires, scales, Microtois/Staturmeter and midline. This research has passed research ethics with ethics number no. 62 / EC / KEP-UNMAL / 2019.Results: There are of 54,2% of women not breastfeeding, 74.0% never pay attention for antenatal care during pregnancy, 71,9% of mothers suffer from chronic energy deficiency (CED), 52,1% of mothers never consume iron (Fe) during pregnant, and there were of 50.0% has a poor knowledge due to less education.Conclusion: Factors of maternal of an indirect cause stunting is exclusive breastfeeding, consumption of iron (Fe), maternal nutritional status, history of the antenatal care and maternal education level can cause stunting to the children of age 6 to 59 Months.Keywords: Socio-Economic; Maternal Nutritional Status; Stunting; Children of age 6 to 59 MonthsPendahuluan: Stunting merupakan kondisi kronis yang menggambarkan terhambatnya pertumbuhan karena malnutrisi jangka panjang, penyebab stunting terbagi dua yaitu secara langsung dan tidak langsung. penyebab tidak langsungnya adalah faktor pendidikan,riwayat ANC,Pemberian asi eksklusif , status gizi ibu,konsumsi zat besi (fe), faktor pekerjaan, dan status ekonomi keluargaTujuan: Untuk mengetahui faktor-faktor riwayat ibu yang menyebabkan terjadinya stunting pada balita 6 – 59 bulan di desa mataram ilir kecamatan seputih surabaya lampung tengah tahun 2019.Metode: Penelitian deskriptif kuantitatif dengan rancangan cross sectional dengan menggunakan total sampling. Sampel penelitian adalah balita usia 5-59 bulan berjumlah 106 balita. Tempat penelitian dilakukan di desa Mataram Ilir , Kecamatan Seputih Surabaya, Lampung Tengah tahun 2019. Instrumen penelitian berupa kuesioner, timbangan, mikrotois dan midline. Penelitian ini sudah lulus etik penelitian dengan nomor etik no.62/EC/KEP-UNMAL/2019.Hasil: Didapatkan 54,2% ibu yang tidak memberikan ASI Eksklusif, 74,0% ibu tidak melakukan perawatan ANC Saat hamil, 71,9 % ibu menderita KEK, 52,1% ibu tidak mengkonsumsi zat besi (Fe) saat hamil, dan terdapat 50,0 % ibu berpendidikan rendah.Simpulan: Faktor-faktor riwayat ibu secara tidak langsung yang menyebabkan stunting yaitu pemberian ASI Eksklusif , riwayat konsumsi zat besi (Fe), status gizi ibu ,riwayat ANC dan tingkat pendidikan ibu dapat menyebabkan terjadinya stunting pada balita usia 6-59.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
9

Dewi, Enggar Kartika, und Triska Susila Nindya. „Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Besi Dan Seng Dengan Kejadian Stunting Pada Balita 6-23 Bulan“. Amerta Nutrition 1, Nr. 4 (27.12.2017): 361. http://dx.doi.org/10.20473/amnt.v1i4.2017.361-368.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Background: Stunting is a cronic malnutrition that affects linear growth. The main cause of malnutrition is the adequacy of micronutrients in the process of linear growth. Micronutrients that relate to stunting are iron and zinc, because both of that micronutrient have necessary role in linear growth of toddlers age 6 -23 months. Objectives: The purpose of this study was to analyze correlation between iron and zinc adequacy level with stunting incidence in toddlers age 6 -23 months. Methods: This study was an analytical study with cross sectional design. The sample size were 55 children spread over 25 Posyandu in Suci Village. The data collected using of food recall 3x24 hours, height measurement with microtoice for stunting status, and the questionnaire characteristics of children and mothers. The data were analyzed by using Fisher's Exact test. Result: The results showed 14.5% of toddlers age 6 – 23 months were stunted. 33.3% of children were given inadequate iron intake and 35.7% of children were given inadequate zinc intake. The analysis test showed there was a significant correlation between levels of iron and zinc adequacy with the incidence of stunting with p=0.02 and p=0.018. Conclusion: The proportion of stunting will increase if the toddler were given inadequate of iron and zinc. Education about the adequacy levels of iron and zinc for toddler age 6-23 months were adjusted to reduce and avoid stunting.ABSTRAK Latar Belakang: Stunting merupakan masalah gizi akibat kekurangan gizi jangka panjang yang berdampak pada pertumbuhan linier. Salah satu zat gizi mikro yang erat kaitannya dengan stunting adalah zat besi dan seng, sebab kedua zat mikro tersebut memiliki peran penting dalam pertumbuhan linier balita 6-23 bulan.Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan tingkat asupan zat besi dan seng dengan kejadian stunting pada balita 6-23 Bulan.Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel terdiri dari 55 anak yang tersebar di 25 Posyandu di Desa Suci. Pengumpulan data menggunakan food recall 3x24 jam, pengukuran tinggi badan dengan mikrotoa untuk mengetahui status stunting, dan kuesioner karakteristik anak dan ibu. Data dianalisis menggunakan uji Fisher’s Exact.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 14,5% balita usia 6-23 bulan mengalami stunting, 33,3% anak memilliki tingkat kecukupan zat besi yang kurang dan 35,7% anak memiliki tingkat kecukupan seng yang kurang. Uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat besi dan seng dengan kejadian stunting dengan p=0,02 dan p=0,018.Kesimpulan: Proporsi stunting akan meningkat jika tingkat kecukupan zat besi dan seng inadekuat. Sebaiknya dilakukan peningkatan edukasi tentang tingkat kecukupan zat besi dan seng untuk balita usia 6-23 bulan yang bertujuan untuk mengurangi dan mencegah stunting.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
10

Dewi, Enggar Kartika, und Triska Susila Nindya. „Hubungan Tingkat Kecukupan Zat Besi Dan Seng Dengan Kejadian Stunting Pada Balita 6-23 Bulan“. Amerta Nutrition 1, Nr. 4 (27.12.2017): 361. http://dx.doi.org/10.20473/amnt.v1i4.7137.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Background: Stunting is a cronic malnutrition that affects linear growth. The main cause of malnutrition is the adequacy of micronutrients in the process of linear growth. Micronutrients that relate to stunting are iron and zinc, because both of that micronutrient have necessary role in linear growth of toddlers age 6 -23 months. Objectives: The purpose of this study was to analyze correlation between iron and zinc adequacy level with stunting incidence in toddlers age 6 -23 months. Methods: This study was an analytical study with cross sectional design. The sample size were 55 children spread over 25 Posyandu in Suci Village. The data collected using of food recall 3x24 hours, height measurement with microtoice for stunting status, and the questionnaire characteristics of children and mothers. The data were analyzed by using Fisher's Exact test. Result: The results showed 14.5% of toddlers age 6 – 23 months were stunted. 33.3% of children were given inadequate iron intake and 35.7% of children were given inadequate zinc intake. The analysis test showed there was a significant correlation between levels of iron and zinc adequacy with the incidence of stunting with p=0.02 and p=0.018. Conclusion: The proportion of stunting will increase if the toddler were given inadequate of iron and zinc. Education about the adequacy levels of iron and zinc for toddler age 6-23 months were adjusted to reduce and avoid stunting.ABSTRAK Latar Belakang: Stunting merupakan masalah gizi akibat kekurangan gizi jangka panjang yang berdampak pada pertumbuhan linier. Salah satu zat gizi mikro yang erat kaitannya dengan stunting adalah zat besi dan seng, sebab kedua zat mikro tersebut memiliki peran penting dalam pertumbuhan linier balita 6-23 bulan.Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan tingkat asupan zat besi dan seng dengan kejadian stunting pada balita 6-23 Bulan.Metode: Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional analitik dengan desain penelitian cross sectional. Sampel terdiri dari 55 anak yang tersebar di 25 Posyandu di Desa Suci. Pengumpulan data menggunakan food recall 3x24 jam, pengukuran tinggi badan dengan mikrotoa untuk mengetahui status stunting, dan kuesioner karakteristik anak dan ibu. Data dianalisis menggunakan uji Fisher’s Exact.Hasil: Hasil penelitian menunjukkan 14,5% balita usia 6-23 bulan mengalami stunting, 33,3% anak memilliki tingkat kecukupan zat besi yang kurang dan 35,7% anak memiliki tingkat kecukupan seng yang kurang. Uji statistik menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat kecukupan zat besi dan seng dengan kejadian stunting dengan p=0,02 dan p=0,018.Kesimpulan: Proporsi stunting akan meningkat jika tingkat kecukupan zat besi dan seng inadekuat. Sebaiknya dilakukan peningkatan edukasi tentang tingkat kecukupan zat besi dan seng untuk balita usia 6-23 bulan yang bertujuan untuk mengurangi dan mencegah stunting.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen

Bücher zum Thema "Mikrotopia"

1

Meireis, Sandra. Mikrotopoi der Architektur: Das Utopische Moment Architektonischer Minimaltechniken. Transcript Verlag, 2020.

Den vollen Inhalt der Quelle finden
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen

Buchteile zum Thema "Mikrotopia"

1

Lang, Gudrun. „Mikrotomie“. In Histotechnik, 133–67. Vienna: Springer Vienna, 2013. http://dx.doi.org/10.1007/978-3-7091-1190-1_9.

Der volle Inhalt der Quelle
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
2

Franke, Werner. „Mikrotomie — Papierquerschnitte“. In Prüfung von Papier, Pappe, Zellstoff und Holzstoff, 133–45. Berlin, Heidelberg: Springer Berlin Heidelberg, 1993. http://dx.doi.org/10.1007/978-3-642-51105-9_6.

Der volle Inhalt der Quelle
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
Wir bieten Rabatte auf alle Premium-Pläne für Autoren, deren Werke in thematische Literatursammlungen aufgenommen wurden. Kontaktieren Sie uns, um einen einzigartigen Promo-Code zu erhalten!

Zur Bibliographie