Um die anderen Arten von Veröffentlichungen zu diesem Thema anzuzeigen, folgen Sie diesem Link: Kodröta.

Zeitschriftenartikel zum Thema „Kodröta“

Geben Sie eine Quelle nach APA, MLA, Chicago, Harvard und anderen Zitierweisen an

Wählen Sie eine Art der Quelle aus:

Machen Sie sich mit Top-50 Zeitschriftenartikel für die Forschung zum Thema "Kodröta" bekannt.

Neben jedem Werk im Literaturverzeichnis ist die Option "Zur Bibliographie hinzufügen" verfügbar. Nutzen Sie sie, wird Ihre bibliographische Angabe des gewählten Werkes nach der nötigen Zitierweise (APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver usw.) automatisch gestaltet.

Sie können auch den vollen Text der wissenschaftlichen Publikation im PDF-Format herunterladen und eine Online-Annotation der Arbeit lesen, wenn die relevanten Parameter in den Metadaten verfügbar sind.

Sehen Sie die Zeitschriftenartikel für verschiedene Spezialgebieten durch und erstellen Sie Ihre Bibliographie auf korrekte Weise.

1

Pangestu, Dimas Aldi, Wahyu Bagja Sulfemi und Yusfitriadi. „PHILOSOPHY OF FREEDOM TO LEARN IN THE PERSPECTIVE OF INDONESIA“. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan 6, Nr. 1 (26.06.2021): 78–92. http://dx.doi.org/10.24832/jpnk.v6i1.1823.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Tujuan artikel ini adalah mengetahui hakikat dari merdeka belajar berdasarkan pemikiran merdeka belajar Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Dewantara dan mengetahui persamaan serta perbedaannya. Metode yang digunakan pada artikel ini adalah metode sejarah yang terdiri dari pemilihan topik, heuristik, kiritik sumber, interpretasi dan historiografi. Hakikat Merdeka belajar, berdasarkan pemikiran pendidikan para pendiri bangsa Indonesia, adalah mengakui hak-hak manusia secara kodrati untuk memperoleh pembelajaran dan pengelaman secara bebas yang bertujuan menciptakan manusia yang berkarakter, manusia baru dan masyarakat baru. Persamaan pemikiran merdeka belajar dari Soekarno, Hatta, Sjahrir dan Dewantara adalah mendidik manusia dengan jiwa yang merdeka supaya menjadi manusia yang berkarakter, bersumber dari kebudayaan dan kandungan dari bangsanya sendiri, dan mempunyai objek pendidikan yaitu manusia. Sementara perbedaan dari pemikiran tokoh-tokoh terletak pada peruntukan merdeka belajar. Soekarno memandang merdeka belajar untuk menciptakan pembelajaran yang nyaman dan menyenangkan. Mohammad Hatta berpendapat bahwa merdeka belajar berperan dalam mengembangkan kemampuan peserta didik. Sjahrir menyatakan merdeka belajar untuk membangun stabilitas politik dan bukan menetapkan tujuan-tujuan pendidikan yang pragmatis. Ki Hadjar Dewantara berpandangan merdeka belajar sebagai pendidikan sesuai kodrat alam. Merdeka belajar mengakui kodrat manusia dan membebaskan manusia memperoleh pembelajaran dan pengalaman. Merdeka belajar diperuntukan sebagai pelaksanaan pembelajaran, pengembangan peserta didik, menciptakan stabilitas, dan pengakuan terhadap kodrat manusia. This article is to find out the philosophy of freedom to learn based on founders' thoughts both similarities and differences. I use historical method consisting of topic selection, heuristics, criticisms of sources, interpretation, and historiography. Freedom to learn, based on the educational ideas of the founding fathers of Indonesia, is recognizing human rights to gain free learning and experience to create human characters, new humans, and a new society. The similarity of freedom to learn is to educate humans with an independent spirit to become human beings with character, originating from the culture and content of their nation, and having an educational object (humans). Soekarno saw freedom to learn to create comfortable and enjoyable learning. Mohammad Hatta argues that freedom to learn plays a role in developing students' abilities. Sjahrir stated that he could learn to build political stability and not set pragmatic educational goals. Ki Hadjar Dewantara has the view that freedom to learn is education by nature. Freedom to learn recognizes human nature and frees humans to learn and experience. Freedom to learn is showed as the implementation of learning, the development of students, creating stability, and recognition of human nature.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
2

Suhaili, Achmad. „Hak Asasi Manusia (HAM) Dalam Penerapan Hukum Islam Di Indonesia“. Al-Bayan: Jurnal Ilmu al-Qur'an dan Hadist 2, Nr. 2 (14.10.2019): 176–93. http://dx.doi.org/10.35132/albayan.v2i2.77.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak yang secara alamiah diperoleh seseorang sejak lahir, karena itu HAM sejalan dengan ftrah manusia itu sendiri. HAM pada hakikatnya merupakan anugrah Allah kepada semua manusia. Dilihat dari kodrat manusia, hakekatnya telah dianugerahi hak-hak pokok yang sama oleh Allah SWT. Hak-hak pokok inilah yang disebut sebagai hak asasi manusia (HAM). HAM yang melekat pada diri manusia, bersifat kodrati, universal, dan abadi berkaitan dengan martabat dan harkat manusia itu sendiri. HAM juga menjadi keharusan dari sebuah negara untuk bisa menjaminnya dalam konstitusinya. Karena Hak asasi manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugrah-Nya yang wajib dihormati, di jungjung tinggi, di lindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia. Ajaran Islam meliputi seluruh aspek dari sisi kehidupan manusia, dan tentu saja telah tercakup di dalamnya aturan dan penghargaan yang tinggi terhadap hak asasi manusia (HAM). Namun memang tidak dalam satu dokumen yang terstruktur, tetapi tersebar dalam ayat-ayat suci alQuran dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Dalam hal ini Negara Indonesia yang mayoritas penduduknya adalah Islam, selalu konsisten dalam penerapan Hukum Islam yang senantiasa mensandingkan prinsipnya dengan Nilai-nilai Hak Asasi Manusia yang harus di lindungi oleh Negara dan Pemerintah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
3

Susilawati N, MTP, Dr Ir Hj. „MENERAPKAN PANCASILA SEBAGAI NILAI DASAR PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN UNTUK MENCAPAI TUJUAN NASIONAL BANGSA INDONESIA“. Jurnal Khazanah Intelektual 3, Nr. 3 (10.03.2020): 583–90. http://dx.doi.org/10.37250/newkiki.v3i3.42.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Andaikan para ilmuwan dalam pengembangan ilmu konsisten terhadap janji awalnya ditemukan ilmu, untuk mencerdaskan manusia, memartabatkan manusia dan menyejahterakan manusia, maka pengembangan ilmu yang didasarkan pada kaedah keilmuan tidak perlu menimbulkan ketegangan antara ilmu dan teknologi dengan masyarakat. Fakta yang kita saksikan saat ini ilmu empiris mendapatkan tempatnya yang sentral dalam kehidupan manusia karena dengan teknologi modern yang dikembangkannya dapat memenuhi kebutuhan praktis hidup manusia. Ilmu empiris tersebut tumbuh dan berkembang dengan cepat melebihi ritme pertumbuhan dan perkembangan peradaban manusia. Ironisnya tidak diimbangi kesiapan mentalitas sebagian masyarakat, khususnya di Indonesia. Teknologi telah merambah berbagai bidang kehidupan manusia secara ekstensif dan mempengaruhi sendi kehidupan manusia secara intensif, termasuk merubah pola pikir dan budaya manusia, bahkan nyaris menggoyahkan eksistensi kodrati manusia itu sendiri. Kondisi ini terlihat ketika misalnya, anak-anak sekarang dengan alat-alat permainan yang serba teknologis seperti playstation, mereka sudah dapat terpenuhi hasrat hakekat kodrat sosialnya hanya dengan memainkan alat permainan tersebut secara sendirian. Mereka tidak sadar dengan kehidupan yang termanipulasi teknologi menjadi manusia individualis.Masih terdapat banyak persoalan akibat teknologi yang dapat disaksikan, meskipun secara nyata manfaat teknologi tidak dapat dipungkiri. Problematika keilmuan dapat segera diantisipasi dengan merumuskan kerangka dasar nilai bagi pengembangan ilmu. Kerangka dasar nilai ini harus menggambarkan suatu sistem filosofi kehidupan yang dijadikan prinsip kehidupan masyarakat, yang sudah mengakar dan membudaya dalam kehidupan masyarakat Indonesia, yaitu nilai-nilai Pancasila.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
4

Valerian, Hizkia Fredo. „Diskursus Hukum Kodrat dan Problem Pascamodernitas“. Studia Philosophica et Theologica 21, Nr. 1 (04.05.2021): 67–81. http://dx.doi.org/10.35312/spet.v21i1.261.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Abstrak Tulisan ini membahas persoalan diskursus Hukum Kodrat dalam dinamika konteks Pascamodernitas. Hal ini merupakan satu pokok penting baik secara filosofis maupun praktis, ketika kita berkaca dari polemik dan perdebatan yang selalu terjadi di seputar dasar legitimasi hukum dan makna kebenaran. Di sinilah gagasan tentang hukum kodrat masih menjadi hal yang penting untuk memotret ketegangan antara sikap anti-hukum dan pluralitas makna. Dengan menilik kembali problem yang khas dari konteks pascamodern sebagai latar, pembicaraan tentang hukum kodrat tidak bisa dibatasi hanya pada aspek formal-legal. Melainkan melangkah lebih jauh untuk membangun sikap terbuka pada berbagai diskursus dan usaha-usaha reinterpretasi yang beragam tentang makna kebenaran dan keadilan. Kata-kata Kunci: Pascamodernitas, Hukum Kodrat, Diskursus, Makna. Abstract This article discussing on the problem of Natural Law discourse in the dynamic context of Posmodernity. There is a important matter, both philosophically and practically, when we look at the polemic and the dispute around the legitimacy foundation of law and the meaning of truth. In there, the thought about natural law still be an important issue to picturing the tention between the antinomian attitude and the plurality of meaning. By looking at the typical problem of postmodern context, the discourse about natural law can not be restricted just on the formal-legal aspect. But, step over, fartherly to build the open attitude to the discourses and the plural reinterpretation efforts on the meaning of truth and justice.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
5

Kusmana, Kusmana. „Kodrat Perempuan dan Al-Qur’an dalam konteks Indonesia Modern: Isyarat dan Persepsi“. Musãwa Jurnal Studi Gender dan Islam 19, Nr. 1 (28.09.2020): 21. http://dx.doi.org/10.14421/musawa.2020.191.21-41.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Makalah ini mendiskusikan kodrat perempuan dalam al-Qur’an dalam isyarat dan persepsi penafsir dalam konteks modern. Dengan menggunakan deskriptif analitik, ayat-ayat al-Qur’an menginspirasi secara-relevan yang didiskusikan dari perspektif al-Qur’an dan persepsi penafsir serta pemikir. Dari keduanya tersebut menganalisis hubungan tafsir pemahaman atas ayat-ayat dan tafsir realitas sosial. Studi ini menemukan bahwa al-Qur’an mendiskusikan kodrat perempuan dalam dua sisi dalam sisi pengertian esensi dan pengertian empiris. Dalam pengertian esensial, al-Qur’an mendiskusikan kodrat perempuan dari sisi apa-apa yang terberi dari Allah secara dinamis. Dalam pengertian empiris, al-Qur’an mendiskusikan kodrat perempuan dari sisi praktik-praktik atau anggapan-anggapan manusia yang terekam dalam al-Qur’an. Sementara dari sisi persepsi, penafsir, dan pemikir Islam mendiskusikan kodrat perempuan dengan menjadikan al-Qur’an sebagai salah satu sumber inspirasi utama dan menarik pada pengertian esensial dan empiris. Hal tersebut sebagai tren umum dengan merasionalisasikan keadilan gender atas implikasi dari isyarat dan persepsi kodrat.[This article discusses the term kodrat Perempuan (woman's constructed nature) in the Qur'an in terms of its signs and the perception of Muslim interpreters in the modern context. Using a descriptive-analytic method, the related verses are discussed from both the Qur'anic and interpreters' perspective, analyzed within the relation between the Qur' anic perspective and social realities that inspire the interpreters. This study finds that the Qur'an discusses Kodrat Perempuan in two dimensions: essential as well as the empirical dimension. In its essential dimension, the Qur'an discusses Kodrat Perempuan from the point of what is given by Allah dynamically. In its empirical dimension, the Qur'an discusses it from the point of social practice or people's assumptions, which were recorded by in the Qur'an. Meanwhile, interpreters or Muslim thinkers discuss kodrat Perempuan by treating the Qur'an as one of their primary sources of inspiration and treat the discussed matter either to its essential or empirical dimension. With a general trend of rationalizing gender equity and its implication from the sign and the view of kodrat Perempuan.]
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
6

Kusmana, Kusmana. „Kodrat Perempuan dalam Al-Qur’an: Sebuah Pembacaan Konstruktrivistik“. ILMU USHULUDDIN 6, Nr. 1 (31.12.2019): 55–74. http://dx.doi.org/10.15408/iu.v6i1.13892.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
This article discusses how the Qur’an and the perceptions of some Indonesian Muslim interpreters or thinkers inform and discuss the nature of women. It’s just that information and perceptions are extracted and analyzed through descriptive-analytic methods, read constructively. This study found that the concept of female nature has Qur'anic relevance, perceptual relevance and conceptual relevance. The study also found that from a constructivist perspective, women’s natural values were fluid. That is, in understanding the phenomenon of women and efforts to empower them, it is advisable to understand the perception of the nature of women who are held by the community, because what they understand and hold about the nature of women determines the spaciousness and narrowness of the region and opportunities for women’s involvement itself. In other words, failure to understand this aspect will correlate with the results of the empowerment effort.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
7

Sirait, Timbo Mangaranap. „Menilik Akseptabilitas Perkawinan Sesama Jenis di dalam Konstitusi Indonesia“. Jurnal Konstitusi 14, Nr. 3 (09.01.2018): 620. http://dx.doi.org/10.31078/jk1438.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Diskursus hubungan antara hukum dengan “moral” dan “fakta” selalu saja menarik untuk dibahas di kalangan sarjana hukum. Hukum kodrat irrasional adalah teori hukum besar yang pertama yang cara pandangnya theocentris mengakui bahwa hukum bersumber dari “moralitas” Tuhan YME. Derivasi nilai moral universal ternyata semakin bermetamorfosa dalam berbagai fenomena kehidupan kemudian dituntut agar diperlakukan setara di hadapan hukum. Di berbagai belahan dunia, Gerakan LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) dengan perjuangan perkawinan sesama jenis berkembang semakin luas dan telah memfalsifikasi dominasi perkawinan kodrati heteroseksual. Untuk itu, perlu ditilik secara reflektif filosofis akseptabilitas Konstitusi Indonesia atas perkawinan sesama jenis ini. Penelitian ini dilakukan dengan metode pendekatan yuridis normatif melalui cara berpikir deduktif dengan kriterium kebenaran koheren. Sehingga disimpulkan: pertama, kritikan hukum kodrat irrasional yang teosentris terhadap perkawinan sesama jenis, menganggap bahwa sumber hukum adalah “moral” bukan “fakta”, oleh karenanya aturan perundang-undangan dipositifkan dari/dan tidak boleh bertentangan dengan moral Ketuhanan. Oleh karena itu, menurut hukum kodrat irrasional perkawinan sesama jenis tidak mungkin dapat diterima dalam hukum karena bertentangan dengan moralitas Ketuhanan Y.M.E. Kedua, bahwa Konstitusi Indonesia menempatkan Pancasila sebagai grundnorm dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa menjadi fondasi dan bintang pemandu pada Undang-undang Perkawinan Indonesia, yang intinya perkawinan harus antara pria dan wanita (heteroseksual) dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga). Perkawinan sesama jenis juga tidak dapat diterima karena ketidakmampuan bentuk perkawinan ini untuk memenuhi unsur-unsur utama perkawinan, untuk terjaminnya keberlangsungan kemanusiaan secara berkelanjutan (sustainable).The discourse of relationships between law, moral and facts are always interesting to be discussed among legal scholars. Irrational natural law is the first major legal theory that which theocentris worldview admit that the law derived from the “morality” of the God. The derivation of universal moral values appear increasingly metamorphosed into various life phenomena then are required to be treated equally before the law. In different parts of the world the movement LGBT (Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender) struggle for same-sex marriage has grown falsified domination of heterosexual marriage. Therefore it is necessary be a reflective philosophical divine the acceptability of the Constitution of Indonesia on same-sex marriage. This research was conducted by the method of normative juridical approach, in the frame of a coherent deductive acknowledgement. Concluded, Firstly, criticism Irrational natural law against same-sex marriage, assume that the source of the law is a “moral” rather than “facts”, therefore the rules of law are made of / and should not contradict with the morals of God. Therefore, according to irrational natural law that same-sex marriage may not be accepted in law as contrary to morality God. Secondly, That the Constitution of Indonesia puts Pancasila as the basic norms to please Almighty God be the foundation and a guiding star in the Indonesian Marriage Law, which is essentially a marriage should be between a man and a woman (heterosexual) with purpose of forming a family. Same-sex marriage is not acceptable also because of the inability to fulfill marriage form of the major elements of marriage, ensuring the sustainability of humanity in a sustainable manner.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
8

Agung, Dewa Agung Gede. „Keragaman Keberagaman (Sebuah Kodrati Kehidupan Berbangsa dan Bernegara Berdasarkan Pancasila)“. Sejarah dan Budaya : Jurnal Sejarah, Budaya, dan Pengajarannya 11, Nr. 2 (29.12.2017): 151–59. http://dx.doi.org/10.17977/um020v11i22017p151.

Der volle Inhalt der Quelle
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
9

Nalle, Victor Imanuel W. „KONSTRUKSI MORALITAS YANG RASIONAL DALAM HUKUM“. Sapientia Et Virtus 2, Nr. 2 (01.03.2015): 122–40. http://dx.doi.org/10.37477/sev.v2i2.61.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Hukum dalam konteks modernitas, sebagai instrumen rekayasa sosial, seringkali dibenturkan dengan konsep hukum sebagai tatanan moral yang diusung oleh hukum kodrat. Hukum sebagai instrumen rekayasa sosial oleh penganut positivisme dipandang lebih rasional, sedangkan moralitas dalam hukum kodrat cenderung diparalelkan dengan moralitas agama. Hal ini disebabkan teori hukum kodrat didominasi filsafat Thomas Aquinas yang banyak dipengaruhi oleh aspek teologis. Padahal moralitas dalam hukum modern tidak melekat pada doktrin atau dogma agama. Moralitas dalam hukum modern justru dapat dirasionalkan dengan akal budi manusia. Dengan demikian hukum tidak perlu disterilkan dari moralitas sebagaimana pendapat positivisme. Kemanfaatan dan keadilan dalam hukum justru akhirnya dapat dibangun berlandaskan moralitas yang rasional.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
10

Devi, Shalini, und Rajni Modgil. „Physico-chemical characteristics and cooking quality of Kodra (Eleusine coracana L.) millet of Himachal Pradesh“. FOOD SCIENCE RESEARCH JOURNAL 11, Nr. 2 (15.10.2020): 56–61. http://dx.doi.org/10.15740/has/fsrj/11.2/56-61.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
The present study was carried out in the department of Food Science, Nutrition and Technology, CSK Himachal Pradesh Agricultural University, Palampur with the objective to explore the physico-chemical characteristics and cooking quality of Kodra (Eleusine coracana L.). The samples of Kodra grains used in the present investigation were procured from local farmers of district Sirmaur of Himachal Pradesh. Kodra grains were assessed for nutritional composition and cooking quality. Results of the study showed that Kodra grains were found to contain valuable nutrients. The physical characteristics revealed the mean length and width of Kodra grain as 1.43 and 1.40 mm, respectively. The average moisture content of Kodra was recorded as 8.52 per cent. Expressed on dry matter basis the value for average ash content was 3.48 per cent and fat content was 3.53 per cent. Kodra was high in protein and also rich in mineral content.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
11

Syukroni, Fasjud. „Membaca Kodrat Perempuan Dalam Perspektif Qaḍā’ dan Qadar M. Syaḥrūr“. Refleksi 17, Nr. 1 (27.12.2018): 23–36. http://dx.doi.org/10.15408/ref.v17i1.10196.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Pemahaman agama yang terkait perempuan dalam al-Qur’ān dan Ḥadīs cenderung bias dan misoginis oleh sebagian orang. Hal tersebut telah dianggap wajar dan sesuai dengan alasan sudah kodratnya, sudah menjadi ketentuan ‘ilmu Allāh yang azali, bahwa sosok perempuan sebagai ‘makhluk kedua’ setelah laki-laki. Bias gender tersebut menjadi masyhur dan tidak ditempatkan pada kajian kritis. Dari sini penulis ingin menarik dan mendiskusikan wacana kodrat perempuan ke dalam pemikiran konsepsi qaḍā’ dan qadar M. Syaḥrūr (lahir 1938 M.). Data-data tersebut dianalisa dengan menggunakan perspektif gender. Signifikansi kajian ini adalah untuk menunjukkan bahwa kodrat atau takdir (qadar) tidak berhubungan bahkan tidak mengatur status sosial perempuan menjadi makhluk kedua setelah laki-laki, sehingga perempuan menjadi stereotipe negatif. Oleh karenanya, teks-teks agama (al-Qur’ān dan Ḥadīs) yang bernuansa bias gender harus didudukkan pada kajian kritis. Seperti, perempuan adalah makhluk lemah, tidak cerdas, kurang akalnya, mayoritas penghuni neraka, hanya mengandalkan emosi dan rasa, tidak pantas menjadi pemimpin, karena akan terjadi keruntuhan dan ketidakmajuan, dan lain-lain. Sikap yang benar adalah, fenomena seperti ketidakmajuan, kemajuan, kekalahan, kemenanangan, kebodohan dan kecerdasan adalah ketentuan umum di Laūḥ Maḥfūẓ dengan tidak menunjuk pada subjek tertentu. Sehingga, QS. al-Ḥadid: 22 harus dipahami demikian
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
12

Pardosi, Milton Thorman, Septiana Dwiputri Maharani und Misnal Munir. „The Core of the Esssence of Humans of Pancasila According to Notonagoro: Autonomous and Responsible“. Asian Journal of Social Science Studies 4, Nr. 4 (06.11.2019): 129. http://dx.doi.org/10.20849/ajsss.v4i4.696.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Humans are different from plants and animals for humans have reason, mind, taste and soul. Many thoughts have arisen regarding humans in philosophy. One of them is Notonagoro’s philosophical thinking that based on Pancasila. Two issues discussed were: what is the essence of humans of Pancasila according to Notonagoro and what is the core of the essence of humans of Pancasila according to Notonagoro. There are three essence of humans of Pancasila according to Notonagoro. They are three monopluralis of humans natures of Pancasila. Each of its consists of two elements. The three natures are: natural structure (susunan kodrat [elements: body and soul]), natural attribute (sifat kodrat [elements: individual beings and social beings]) and natural position (kedudukan kodrat [elements: independent beings and God’s creatures]). These three natures must be kept in balance even though in the context of society, nation and state, three elements such as: soul, social beings and God’s creatures take precedence. These three natures are centered in the soul which produces four godly characters (wisdom, simplicity, determination and justice). The three natures of humans of Pancasila according to Notonagoro can be abstracted into two core: “Autonomous” and “Responsible.” Autonomous of humans of Pancasila includes three elements: body, individual beings and independent beings. Humans have freedom in developing these three elements, but, the freedom itself is not fully independent because humans are bound to the soul with its four godly characters. While responsible includes three other elements: soul, social beings and God’s creatures. Humans have responsibilities both socially (law, ethics, norms, customs) and spiritually (God’s creatures).
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
13

Arista, Windi. „PENERAPAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP HAK CUTI HAID BERDASARKAN PASAL 81 AYAT (1) UNDANG-UNDANG NO. 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN“. Jurnal Hukum Tri Pantang 6, Nr. 2 (31.12.2020): 75–83. http://dx.doi.org/10.51517/jhtp.v6i2.266.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Secara kodrat pekerja perempuan memang memiliki perbedaan yang merupakan pemberian Tuhan Yang Maha Esa yang bersifat permanen dan tidak dapat diubah. Berdasarkan kodrat itulah kemudian timbul hak-hak istimewa sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 yaitu hak reproduksi seperti cuti haid, cuti hamil, cuti melahirkan, menyusui, dan lain sebagainya, dalam prakteknya hak-hak tersebut seringkali tidak diberikan dan pemegang hak hanya pasrah tanpa bisa berbuat apapun. Penerapan hak cuti haid tersebut bukan berupa pemberian cuti yang khusus diberikan kepada pekerja perempuan setiap bulannya,tetapi berupa ijin sakit dan tetap digaji bagi tenaga kerja tetap. Berbeda dengan pekerja tetap penerapan hak cuti haid ini tidak diterapkan terhadap tenaga kerja yang tidak tetap yang pemberian upahnya berupa upah harian. Jadi, jika tidak bekerja maka tidak digaji, sehingga dapat disimpulkan perusahaan tidak memberikan hak pada pekerjatidak tepat untuk cuti haid. Hal ini dikarenakan pekerja harian tidak memiliki kontrak kerja dengan perusahaan sehingga hak-haknya pun dibatasi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
14

Marnis, Siti, Husni Thamrin und Khotimah Khotimah. „PERNIKAHAN DALAM ISLAM DAN KATOLIK“. TOLERANSI: Media Ilmiah Komunikasi Umat Beragama 11, Nr. 1 (22.11.2019): 57. http://dx.doi.org/10.24014/trs.v11i1.8290.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Penelitian ini berupaya untuk mengkomparasikan antara pernikahan dalam agama Islam Katolik. Perbedaan dari keduanya yang paling substansi adalah keyakinan adanya monogami dalam Islam walaupun tidak mutlak sedangkan menurut Katolik juga meyakini adanya monogami tetapi secara mutlak.sedangkan persamaannya dapat di lihat dari hakikat perkawinan bertujuan untuk menghindari perzinahan dan penyimpangan seksual maka pernikahan diperlukan untuk mengekspresikan cinta kasih dan hasrat seksual kodrati manusia, serta meneruskan generasi berikutnya serta untuk menjaga kehormatan manusia
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
15

Kusmana, Kusmana. „Pesantren and Local Female Leadership in Modern Indonesia“. TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society 6, Nr. 1 (29.12.2019): 23–35. http://dx.doi.org/10.15408/tjems.v6i1.8919.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
AbstractThis paper is taking two cases of leadership. The first case deals with a given leadership trait of Nyai Yoyoh Johara, Cintawana Pesantren, Singaparna, Tasikmalaya district, and the other of Nyai Etti Tismayanti, al-Ikhwan Pesantren, Condong, Setia Negara, Tasikmalaya city. Applying a grounded research method and using Anthony Giddens’s perspective of social practice, the study identifies woman’s leadership in Islamic educational institutions, from the competition of social force of kodrat and of democracy and feminism. The object of the study is the Muslim woman’s leadership at pesantren in the local context. The data used in this study is based on the fieldwork which was done April to November 2010 in both Tasikmalaya district and city. The study found that women apply some strategies and manipulate the hindrances they face dynamically to have a career in the educational realm, in the male world using the limitation imposed by the norm such as kodrat, with several strategies. Modern values as social forces do influence female leadership agency but are implemented through certain rationalization which still maintains the traditional roles of women.AbstrakArtikel ini mendiskusikan bagaimana perempuan memimpin di pesantren, baik dalam bentuk kepemimpinan terberi (inherited) atau kepemimpinan yang diraih dengan usaha (achieved leadership) di konteks lokal, Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaaya, dengan mengambil dua kasus kepemimpinan. Kasus pertama mendiskusikan jalan (trait) kepemimpinan Nyai Yoyoh Johara, Cintawana Pesantren, Singaparna, Tasikmalaya Kabupaten, dan kedua Nyai Etti Tismayanti, dari Pesantren al-Ikhwan, Condong, Setia Negara, Kota Tasikmalaya. Dengan menggunakan metode grounded research dan perspektif praktek sosial Anthony Giddens, kajian ini mengidentifiksi kepemimpinan perempuan di Lembaga pendidikan Islam, dari kompetisi kekuatan sosial kodrat perempuan dan kekuatan demokrasi dan feminism. Obyek kajian ini adalah kepemimpinan perempuan Muslim di pesantren dalam konteks lokal. ata yang digunakan dalam peneliti ini adalah berdasar pada hasil penelitin lapngan yang dikerjakan dari bulan April sampai November 2010 di Kabupaten Tasikmalaya dan Kota Tasikmalaya.Kajian ini menemukan bahwa perempuan mengaplikasikan beberapa strategi dan mensiasti halangan yang mereka temui dan mereka secara dinamis bergerak meraih karir dalam dunia pendidikan, dengan menggunakan keterbatasan yang mereka punyai disebabkan pengaruh norma kodrat. Nilai-nilai modern yang berfungsi sebagai kekuatan sosial mempengaruhi agensi kepemimpinan perempuan, tapi pengaruh tersebut dirasionalisasi melalui kekuatan sosial yang masih memelihara peranan tradisional perempuan. How to Cite Kusmana (2019). Pesantren and Local Female Leadership in Modern Indonesia. TARBIYA: Journal of Education in Muslim Society, 6(1), 23-35. doi:10.15408/tjems.v6i1.8919.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
16

Harimurti, FX Jeffry. „SPIRITUALITAS KRISTEN KAUM INJILI BERBASIS ALKITAB“. Phronesis: Jurnal Teologi dan Misi 2, Nr. 1 (26.07.2020): 77–87. http://dx.doi.org/10.47457/phr.v2i1.34.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Dimensi adikodrati yang dimaksud Sidjabat ini adalah aspek spiritual atau sesuai dengan definisi Paulus adalah tubuh rohaniah, sedang dimensi kodrati yang dimaksud Sidjabat adalah aspek lahiriah atau tubuh alamiah. Pernyataan Sidjabat mengenai dua aspek manusia ini, bukan dimengerti khusus bagi orang Kristen saja, tetapi dimengerti bahwa semua manusia baik Kristen ataupun tidak Kristen memiliki aspek spiritual dan aspek lahiriah. Oleh karena itu untuk membangun manusia tidak bisa hanya membangun salah satu aspek saja, melainkan keduanya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
17

Aridhayandi, M. Rendi, und Aji Mulyana. „Resensi Buku (Book Review) Koerniatmanto Soetoprawiro, Pengantar Hukum Pertanian, Jakarta: Gapperindo, 2013.“ Jurnal Hukum Mimbar Justitia 4, Nr. 1 (30.06.2018): 128. http://dx.doi.org/10.35194/jhmj.v4i1.370.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Koerniatmanto Soetoprawiro merupakan Dosen sejak tahun 1981, dan Guru Besar pada Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung sejak tahun 2007. Lahir di Bandung 25 Februari 1953. Pada tahun 1981 lulus dari Fakultas Hukum Jurusan Hukum Tatanegara Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Pada tahun 1989 lulus dari Fakultas Pascasarjana Program Pendidikan Magister Program Studi Ilmu Hukum Bidang Kajian Utama Hukum Ketatanegaraan Universitas Padjadjaran Bandung. Pada tahun 1998 lulus Program Pascasarjana program studi Doktor Ilmu Hukum Bidang Studi Hukum Administrasi Universitas Airlangga Surabaya.Buku ini dimulai dari suatu ironi manakala ternyata sektor pertanian dan perikanan bukanlah primadona dalam sistem perekonomian nasional. Petani dan nelayan bukan pelaku utama, bahkan tersisih dari kancah sistem perekonomian nasional, kemiskinan struktural justru menimpa para petani dan nelayan yang merupakan penghuni kawasan pedesaan dan pesisir. Masalahnya, kawasan pedesaan dan pesisir ditempatkan sebagai periferi semata dalam sistem sosial itu sendiri.Pertanyaan yang muncul adalah, apakah yang menjadi kontribusi hukum dan pemerintah atas fenomena tersebut diatas? ada yang salah dalam sistem hukum dan pemerintah rupanya, hukum dan pemerintah rupanya tidak risau dan tidak mengutamakan sektor yang menjadi sumber kehidupan warga masyarakat yang miskin, tersisih, dan terlantar ini, dengan demikian sistem hukum dan pemerintahan perlu mengubah struktur dan fokus pelayanannya.Selain itu merupakan fakta yang tidak dapat dipungkiri bahwa hukum nasional Indonesia itu adalah warisan hukum (kolonial), yang di kembangkan atas dasar falsafah individualistik. Berbagai hak dan kewajiban yang di atur dan dilindungi oleh sistem hukum adalah hak dan kewajiban individual. Berbagai konflik kepentingan yang di selesaikan oleh hukum adalah berbagai konflik individual. Keadilan yang hendak di tegakan adalah keadilan individual. Keadilan sosial peraktis di abaikan, karena masyarakat hanyalah kumpulan individu. Manusia sebagai mahluk sosial bukanlah kodrat. Manusia sebagai pribadi sejarah yang kodrati. Manusia berkumpul dan berorganisasi itu semata mata karena adanya kontrak sosial, yang nota bene fiktif itu. Akhirnya manusia berjuang untuk mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya sejauh mungkin, setingi mungkin, dan sekuat mungkin, demi kesempurnaan diri pribadinya sendiri. Perjuangan pribadi tersebut seringkali abai dengan nasib sesamanya, bahkan tidak jarang mengorbankan pihak lain.Manusia secara kodrati adalah makhluk pribadi yang bermartabat, sekaligus makhluk sosial yang hanya dapat maju dan berkembang bersama dengan sesamanya itu. Keadilan sosial dengan demikian harus menjadi tonggak utama pengembangan hukum itu sendiri. Hal ini selaras dengan Pancasila sebagai dasar negara sekaligus sebagai jatidiri Bangsa Indonesia itu.Disamping kultur hukum yang cenderung eksploitatif terhadap sesama manusia, kultur hukum yang ada ternyata juga eksploitatif terhadap alam ciptaan Tuhan. Hukum disusun guna mendukung dan melindungi sistem bisnis dan perekonomian yang tidak ramah terhadap alam karya Tuhan itu. Hukum direksa atas dasar asumsi bahwa manusia berhak atas alam. Manusia lalu serakah menghancurkan kekayaan alam demi kesejahteraan pribadi, tanpa peduli dengan kerusakan alam yang diakibatkannya, dan tanpa peduli akan masa depan anak cucunya sendiri. Celakanya, hukum modern dibangun untuk mendukung dan mereksa keserakahan manusia tersebut. Sekali lagi, pola pikir ataupun mindset hukum ini perlu diubah menjadi hukum yang mereksa dan yang mendorong agar manusia bekerjasama dengan alam karya ciptaan Tuhan itu sendiri.Hal tersebut di atas yang mendasari dan menjadi inspirasi dibangunnya cabang hukum yang disebut Hukum Pertanian. Oleh karena itu sifat dasar Hukum Pertanian ini adalah perjuangan demi tereksanya kehidupan, martabat manusia dan keutuhan alam ciptaan Tuhan Alam Semesta. Artinya, Hukum Pertanian senantiasa berjuang untuk mengeliminasi keserakahan manusia terhadap sesama manusia dan terhadap alam. Sementara itu tujuan pokok Hukum Pertanian tereksanya keadilan sosial bagi seluruh lapisan masyarakat, terutama bagi para petani (kecil) dan nelayan (kecil) yang miskin, tersisih, dan menderita. Pada gilirannya, Hukum Pertanian bertugas untuk mendorong sistem bisnis dan perekonomian yang bermartabat dan beradab. Hukum Pertanian mendukung sistem bisnis dan perekonomian yang respek terhadap kehidupan, martabat manusia, dan keutuhan alam. Hukum hendaknya merupakan ungkapan cinta terhadap kehidupan itu sendiri. Law is Love for Life.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
18

Fatia, Azhariah. „AL-MUSÂWÂH Dalam Perspektif Hadits“. TAJDID : Jurnal Ilmu Keislaman dan Ushuluddin 16, Nr. 2 (22.04.2019): 177–90. http://dx.doi.org/10.15548/tajdid.v16i2.98.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Konsep persamaan dalam perspektif hadits melingkupi spektrum yang luas. Mencakup keseluruhan aspek kehidupan manusia. Konsep persamaan tersebut berhubungan erat dan saling mempengaruhi dengan konsep-konsep lainnya, seperti konsep keadilan, kodrat, hukum, dan lain-lain. Memandang konsep persamaan dalam hadits dari kaca mata persamaan an sich akan menyebabkan kekeliruan dalam menilai. Konsep persamaan dalam perspektif hadits harus dipandang dalam kerangka hubungannya dengan konsep-konsep lain yang saling berhubungan tersebut.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
19

Rachmat, Rachmat. „Refleksi Kritis Pada Pembelajaran Seni“. Nuansa Journal of Arts and Design 4, Nr. 2 (03.02.2021): 19. http://dx.doi.org/10.26858/njad.v4i2.14566.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Pendidikan adalah bagian dari masyarakat berarti daya-upaya untuk memajukan bertumbuhnya budipekerti untuk memajukan kesempurnaan hidup. Pendidikan seni adalah suatu proses pedagogik yang bertujuan untuk memanusiakan manusia dengan seni sebagai medianya, disamping itu pelaku dalam pendidikan seni harus mempunyai kesadaran kritis terhadap situasi sekarang ini agar melek terhadap diri sendiri dan lingkungan sekitar agar orientasi kedepannya dapat berevolusi sesuai dengan kodrat yang dicita-citakan oleh manusia itu sendiri.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
20

Anggoro, Daru Tri. „Implementasi Trilogi Kepemimpinan Pendidikan Ki Hadjar Dewantara Di SDN 2 Sanden Bantul Yogyakarta“. Media Manajemen Pendidikan 2, Nr. 3 (26.02.2020): 470. http://dx.doi.org/10.30738/mmp.v2i3.6825.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Penelitian ini dilakukan di SD N 2 Sanden bertujuan mendeskripsikan Implementasi Trilogi Kepemimpinan Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dalam pendidikan formal yang fokus; (1) untuk mengetahui penerapan trilogi kepemimpinan pendidikan Ki Hadjar Dewantara di SD N 2 Sanden,(2) untuk mengetahui kendala dan upaya penerapan kepemimpinan pendidikan Ki Hadjar Dewantara di SD N 2 Sanden. Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskreptif dengan subjek dalam penelitian ini adalah kepala sekolah, guru. Teknik yang digunakan dalam pengambilan data adalah observasi, wawancara, dan dokumen. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik analisis data dengan langkah-langkah, reduksi data, penyajian data, dan kesimpulan. Berdasarkan hasil penelitian ditarik kesimpulan; 1) Penerapan Trilogi Kepemimpinan Pendidikan Ki Hadjar Dewantara di SD N 2 Sanden menerapkan sistem among sebagai sistem pendidikan yang didasarkan asas kemerdekan dan kodrat alam yang dikembangkan menjadi lima asas pokok disebut Pancadarma Taman Siswa meliputi asas kemerdekaan atau kebebasan, asas kodrat alam, asas kebudayaan, asas kebangsaaan dan asas kemanusiaan; 2) Hambatan yang ditemui dalam penerapannya terdapat dua faktor, diantaranya adalah faktor internal dan faktor eksternal, meliputi pendidik atau guru, Sarana dan prasarana yang disediakan sekolah, dan kemampuan siswa: 3) Upaya mengatasinya dengan mengembangkan sumber daya manusia dalam pembinaan, diklat pendidikan, dan mengoptimalkan peran wali murid.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
21

Putri, Tri Ananda, und Mhd Ihsan Syahaf Nasution. „IMPLEMENTASI TRILOGI PENDIDIKAN KI HAJAR DEWANTARA PADA SMK TAMANSISWA DI KOTA TEBING TINGGI“. Puteri Hijau : Jurnal Pendidikan Sejarah 5, Nr. 1 (09.01.2020): 84. http://dx.doi.org/10.24114/ph.v5i1.18277.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Implementasi Trilogi Pendidikan Ki Hajar Dewantara dari perilaku pamong sebagai Ing Ngarso Sung Tuladha terlihat dari keteladanan pamong SMK TI Tamansiswa yang memiliki sikap bertanggung. Perilaku pamong sebagai Ing Madya Mangun Karsa terlihat dari guru memberikan motivasi belajar kepada siswa, memberikan apresiasi dan bersikap sabar serta kekeluargaan. Pamong berperilaku sebagai Tut Wuri Handayani terlihat dari pamong yang mendorong dan mengembangkan kemampuan siswanya untuk berprestasi. Pamong mengimplementasikan tujuan Trilogi Pendidikan dengan cara menciptakan suasana tertib dan damai di lingkungan sekolah dan membentuk siswa yang merdeka mampu berdiri sendiri. Pamong mengimplementasikan prinsip Trilogi Pendidikan dengan cara menerapkan prinsip kebebasan kepada siswa. Pamong mengimplemantasikan fungsi Trilogi Pendidikan dengan cara mengembangkan potensi kodrati anak. Kata Kunci: Implementasi, Trilogi Pendidikan, SMK Tamansiswa
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
22

Kalsum, Kalsum. „"KEHILANGAN" DALAM BEBERAPA PUISI TEDDY A.N. MUHTADIN DALAM KUMPULAN SAJAK BERBAHASA SUNDA NING“. METASASTRA: Jurnal Penelitian Sastra 3, Nr. 1 (16.11.2017): 28. http://dx.doi.org/10.26610/metasastra.2010.v3i1.28-35.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Sejumlah 17 dari 34 buah kumpulan sajak Ning menyajikan rasa kehilangan nilai-nilai yang telah tumbuh subur pada masa lampau. Rasa kehilangan ini, antara lain adalah pemandangan kota yang kehilangan kearifan masa lalu dan menjadi “gunungan sampah kemanusiaan”, peringatan dan perayaan yang kehilangan tujuan hakiki, hanyalah kepura-puraan mengenai masa lampau yang tak berpengaruh pada sikap hidup, kehilangan kesadaran akan ajal, yakni kepastian dari kodrat yang pasti akan dijalani, kaum miskin yang kehilangan cinta kasih dari masyarakat, pelaku kezaliman yang kehilangan rasa kemanusiaan, kehilangan keasrian, kedamaian,keaslian, dan rasa memiliki terhadap alam.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
23

Rakhmat, Ioanes. „Memilah Fakta dan Fiksi dalam Kitab Suci : Sebuah Usaha Hermeneutis“. Kanz Philosophia : A Journal for Islamic Philosophy and Mysticism 2, Nr. 2 (23.12.2012): 221. http://dx.doi.org/10.20871/kpjipm.v2i2.31.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
<div><p><strong>Abstract :</strong> Man in ancient times, adheres the ancient cosmology, who hold no separation between supranatural and natural realm, beliefs that every occurrences in the world is ruled under the Divine free determination and decree. There is no natural law runs out of the order and will of God (as defended by Deism). Therefore, for them, miracle is always a real experience and unseparable part of daily life. Miracle is not something irrational. On the contrary, ancient reason provides justifications for its occurency. Certainly, this conviction as a mythological interpretation that is being applied toward the facts which actually are ordinary and natural. Commonly, such mythological interpretations were generally proposed by the writers of holy books (scripture) long after the actual events, all of which, however was normal and natural. All miraculous stories in the holy books are entirely imaginary narratives which were codified post actum or post eventum, long after the unsensational actual events, and were built with religious apologetical or propagandistic purposes, rather than reporting the historical facts as they were. At their hand, the history is under religious-political apologies and propaganda.</p><p><em>Keywords : Holy book, historiography, fact/history, fiction, mitology, scientific subjectivism, objectivism, interactivism, sensus plenior</em></p><p><em><br /></em></p><p><strong>Abstrak :</strong> Bagi manusia di zaman kuno, yang menganut kosmologi kuno, tak mengenal pemisahan antara dunia adikodrati dan dunia kodrati. Bagi mereka alam berjalan karena semuanya diatur dan ditentukan dengan bebas oleh Allah. Tidak ada hukum alam yang berjalan mandiri terlepas dari pengaturan dan kehendak Allah (sebagaimana dipertahankan deisme di zaman modern). Karena itu, mukjizat senantiasa merupakan pengalaman nyata dan keadaan yang tak terpisah dari kehidupan sehari-hari. Bagi mereka, mukjizat bukanlah hal yang tak masuk ke dalam nalar mereka. Namun sebaliknya, nalar manusia kuno membutuhkan dan memberi tempat bagi terjadinya mukjizat. Tentu saja, jika menurut mereka mukjizat telah terjadi, pendapat mereka ini adalah sebuah interpretasi mitologis atas fakta-fakta yang seluruhnya normal dan kodrati saja. Umumnya berbagai macam interpretasi mitologis ini diajukan para penulis kitab-kitab suci pada masa jauh sesudah kejadian-kejadian yang sebenarnya, yang normal dan kodrati semata. Semua kisah mukjizat dalam kitab-kitab suci adalah kisah-kisah imajiner yang disusun post actum atau post eventum, jauh sesudah kejadian sebenarnya yang tidak sensasional, dengan tujuan-tujuan apologetik atau demi propaganda keagamaan, bukannya melaporkan fakta-fakta sejarah apa adanya. Di tangan mereka, sejarah ditaklukkan seluruhnya pada apologetika dan propaganda religio-politik.</p><p><em>Kata kunci : Kitab suci, historiografi, fakta/sejarah, fiksi, mitologi, subjektivisme ilmiah, objektivisme, interaktivisme, sensus plenior</em></p></div>
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
24

Rusydi, Muhammad. „HUKUM DAN MORAL: MENGULIK ULANG PERDEBATAN POSITIVISME HUKUM DAN TEORI HUKUM KODRAT H.L.A HART & LON F. FULLER“. AL WASATH Jurnal Ilmu Hukum 2, Nr. 1 (21.04.2021): 1–8. http://dx.doi.org/10.47776/alwasath.v2i1.134.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
ABSTRACT This paper explores the theoretical exchange between two influential legal thinkers, H.L.A. Hart and Lon F. Fuller. The first mentioned represent the school of legal positivism while the later known as the defender of natural law theory. This paper refers to their early works of Hart’s “Positivism and the Separation of Law and Morals” and Fuller’s “Positivism and Fidelity to Law-A Reply to Professor Hart” which both published in 1958. Keywords: Legal Positivism, Natural Law Theory, H.L.A. Hart, Lon F. Fuller.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
25

Luluk Maktumah und Minhaji Minhaji. „Prophetic Leadership dan Implementasinya dalam Lembaga Pendidikan Islam“. Jurnal Pendidikan Islam Indonesia 4, Nr. 2 (15.04.2020): 133–48. http://dx.doi.org/10.35316/jpii.v4i2.196.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Manusia secara kodrati telah mendapatkan legitimasi untuk menjalankan perannya sebagai pemimpin (khalifah) di muka bumi, tanpa mengabaikan tugas penghambaannya kepada Allah sebagai tujuan yang esensial. Esensi kepemimpinan telah dipraktikkan oleh para nabi terutama nabi Muhammad Saw yang dilandasi dengan sifat-sifat kenabiannya, yaitu; shiddiq, amanah, tablig, fathanah. Secara konseptual dikenal dengan kepemimpinan profetik. Nilai-nilai kepemimpinan profetik telah diterapkan secara paripurna oleh Rasulullah Saw sejak membangun peradaban penduduk Mekkah pada saat itu. Ada tiga hal pokok yang menjadi legacy kepemipinan profetik Rasulullah saat membangun kota Mekah yaitu : tauhidul illah, tauhidul ummah dan tauhidul hukumah. Oleh karena itu, sebagai institusi pendidikan yang mengemban misi profetik humanisasi, liberasi dan transendensi, lembaga Pendidikan Islam sepatutnya mampu mengimplementasikan nilai-nilai kepemimpinan profetik dan menjadikannya sebagai prinsip utama dalam menjalankan proses pendidikan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
26

Sumakto, Yogi. „ANCASILA DI DALAM PEMBUKAAN UUD 1945 BUKAN GRUNDNORM“. ADIL: Jurnal Hukum 3, Nr. 1 (17.05.2019): 1. http://dx.doi.org/10.33476/ajl.v3i1.832.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
<p>Pancasila selama ini terlanjur dikenal sebagai norma dasar (Grundnorm) dalam<br />tertib hukum Indonesia dan sistem norma hukum Indonesia . Bahkan lebih dari<br />itu, Pancasila tidak hanya menjadi sumber asal suatu tertib hukum, tetapi juga<br />sumber asal dari seluruh norma-norma kehidupan bangsa Indonesia, termasuk<br />etika, moral, dan lain sebagainya. Pandangan ini terutama dibela keras oleh dua<br />tokoh hukum Indonesia, Roeslan Saleh dan A. Hamid S. Attamimi. Tulisan ini<br />berupaya membongkar asumsi yang sudah beruratakar tersebut. Dengan<br />menelusuri langsung ke sumber teoretis konsep Grundnorm, yaitu pemikiran Hans<br />Kelsen, tulisan ini menemukan bahwa Pancasila tidaklah masuk ke dalam kategori<br />Grundnorm jika merujuk pada pemikiran asli Kelsen. Klaim Pancasila sebagai<br />norma dasar ternyata tidak mampu memenuhi empat kriteria norma dasar Kelsen.<br />Pertama, norma dasar bukanlah norma yang “ditetapkan”. Kedua, norma dasar </p><p>bukan hukum kodrat. Ketiga, norma dasar memberikan keabsahan obyektif<br />kepada norma-norma dari konstitusi tanpa terikat kepada isi norma-norma<br />tersebut. Keempat, norma dasar harus menutup hierarki norma. Oleh karena itu,<br />tulisan ini menyimpulkan bahwa Pancasila bukanlah norma dasar sebagaimana<br />sudah diyakini luas selama ini. Pancasila yang terkandung di dalam Pembukaan<br />UUD 1945 justru lebih tepat dikatakan sebagai hukum positif karena sifatnya<br />yang ditetapkan dan hukum kodrat (natural law) karena wataknya sebagai prinsipprinsip<br />sumber bagi produk-produk hukum di bawahnya.</p>
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
27

Arbain, Janu, Nur Azizah und Ika Novita Sari. „PEMIKIRAN GENDER MENURUT PARA AHLI: Telaah atas Pemikiran Amina Wadud Muhsin, Asghar Ali Engineer, dan Mansour Fakih“. Sawwa: Jurnal Studi Gender 11, Nr. 1 (07.06.2017): 75. http://dx.doi.org/10.21580/sa.v11i1.1447.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
<p class="IIABSTRAK333">Ajaran agama memiliki potensi dominan dalam penerapan ideologi gender yang bias. Dalam konteks itu pula, agama bisa memberikan inspirasi dan dorongan munculnya ketidakadilan gender. Bagaimana mungkin agama bisa berpotensi menimbulkan ketidakadilan? Tentu saja potensi ketidakadilan itu bukan bersumber dari prinsip agama, melainkan karena proses perkembangan agama yang didominasi oleh budaya patriarkhat. Untuk itu, ajaran agama harus ditinjau kembali dan dianalisis secara krisis, terutama ajaran tentang faktor kodrati atau ilahi dan faktor yang bukan kodrati.Pada dasarnya, setiap agama mengajarkan bahwa manusia diciptakan sama derajatnya, baik laki-laki maupun perempuan. Terdapat beberapa pemikir yang memiliki perhatian besar atas persoalan gender telah mengupas secara teo­retis, dan metodologis, diantaranya Amina Wadud Muhsin, Asghar Ali Engineer, dan Mansour Fakih.</p><div> </div>
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
28

Qorib, Muhammad, und Umiarso Umiarso. „Dinamika Kaum LGBT, Pendidikan Keislaman, dan Sikap Kemanusiaan: Studi Fenomenologi di Perguruan Tinggi di Malang“. Jurnal Pendidikan Agama Islam (Journal of Islamic Education Studies) 7, Nr. 2 (02.07.2020): 125–42. http://dx.doi.org/10.15642/jpai.2019.7.2.125-142.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Riset ini memiliki tujuan untuk memahami dan menemukan konstruksi tindakan humanis terhadap mahasiswa LGBT di sebuah perguruan tinggi di Malang. Selanjutnya, penelitian ini berfokus pada sikap akomodatif-persuasif sivitas akademika terhadap mahasiswa LGBT yang dibentuk oleh nilai-nilai pendidikan humanis. Karenanya, riset ini menggunakan pendekatan fenomenologi agar memperoleh makna substantif dalam dinamika mahasiswa LGBT. Riset ini menemukan bahwa perilaku mahasiswa LGBT terbentuk tidak hanya oleh fakta adi kodrati (aliran esensialisme), tetapi ia juga dibentuk lingkungan masyarakat (aliran konstruksionisme sosial). Aspek-aspek apapun yang membentuk mereka tidak menjadikan sivitas akademika melegitimasi untuk tidak memperlakukan mahasiswa LGBT sebagai makhluk Tuhan. Bahkan mereka mengupayakan untuk meluruskan kembali fitrah kemanusiaan mahasiswa LGBT. Mereka menganggap para mahasiswa tersebut memiliki hak-hak dasar sebagai makhluk Tuhan (sebagaimana manusia lainnya) dan hak-hak tersebut perlu dipenuhi oleh segenap lapisan masyarakat akademik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
29

Madina, La Ode. „KAJIAN SEMIOTIK DALAM NOVEL TAMAN API KARYA JONATHAN HARIYANTO“. Jurnal Jendela Ilmu 1, Nr. 1 (05.04.2020): 29–37. http://dx.doi.org/10.34124/ji.v1i1.52.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unsur-unsur semiotik dan Memaknai unsur-unsur semiotik yang terdapat dalam Novel “Taman Api” karya Jonathan Rahardjo. Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam Penelitian ini adalah teknik pustaka dengan menganalisis isi. Teknik analisis data yang digunakan dalam Penelitian ini adalah teknik model analisis mengalir, yang meliputi tiga komponen, yaitu (1) reduksi data, (2) penyajian data, dan (3) penarikan simpulan. Berdasarkan hasil penelitian, tanda (semiotic) terdiri dari ikon, indeks, dan symbol, diantaranya, Ikon waria sebagai penanda sosial, yaitu pencemar kesehatan, mahluk yang menyalahi kodrat Allah SWT, dan sumber keresahan masyarakat. Indeks diantaranya gaya hidup, diskriminasi, dan Pekerjaan. Simbol diantaranya ketidakadilan, keserakaan, kepasraha, kesemena-menaan, dan kepedulian.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
30

Aswandi, Bobi, und Kholis Roisah. „NEGARA HUKUM DAN DEMOKRASI PANCASILA DALAM KAITANNYA DENGAN HAK ASASI MANUSIA (HAM)“. Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia 1, Nr. 1 (29.01.2019): 128. http://dx.doi.org/10.14710/jphi.v1i1.128-145.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Hak Asasi Manusia adalah hak pokok atau hak dasar yang dibawa oleh manusia sejak lahir yang secara kodrat melekat pada setiap manusia dan tidak dapat di ganggu gugat karena merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, Indonesia sebagai negara hukum pancasila yang demokratis memiliki kewajiban dalam perlindungan hak asasi manusia, perlindungan HAM dalam negara hukum harus termaktub dalam konstitusi ataupun hukum nasional. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian yuridis normatif. Sebagai negera hukum pancasila HAM telah termuat dalam pancasila itu sendiri, seperti kebebasan dalam beragama dan kepercayaan. Sedangkan sebagai negara demokrasi pancasila, perlindungan HAM menjadi tujuan sekaligus prasyarat bagi berjalannya demokrasi.Kata Kunci: Negara Hukum, Demokrasi; HAM.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
31

Afrizal, Stevany, und Polelah Lelah. „Peran Ganda Perempuan Dalam Peningkatan Perekonomian Keluarga“. Indonesian Journal of Sociology, Education, and Development 3, Nr. 1 (14.07.2021): 53–62. http://dx.doi.org/10.52483/ijsed.v3i1.53.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Keluarga masa kini berbeda dengan keluarga pada zaman dahulu, dimana dahulu semua peranan anatara laki-laki dan perempuan berjalan sesuai kodrat masing-masing dan berdasarkan bawaan sejak lahir, seperti seorang laki-laki yang berperan sebagai pencari nafkah yang bekerja diluar rumah dan perempuan atau istri sebagai pengurus pokok kebutuhan keluaraga serta pendidik bagi anak-anakanya yang banyak menghabiskan waktu dirumah. Namun berbeda pada era saat ini dimana perempuan dan laki-laki di dalam suatu keluarga kini memiliki peranan yang sama, yaitu sama-sama ikut mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Sehingga mereka memiliki penghasilan masing – masing sebagai pemenuhan kebutuhan ekonomi, hal ini terbukti dengan keikut sertaan perempuan dalam sektor dunia bekerja.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
32

., Mufaizin. „PERAN KETELADANAN ORANG TUA TERHADAP PEMBENTUKAN KEPRIBADIAN MUSLIM ANAK“. Al-Insyiroh: Jurnal Studi Keislaman 1, Nr. 1 (28.02.2015): 134–61. http://dx.doi.org/10.35309/alinsyiroh.v1i1.3345.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Secara teoritis, keteladanan merupakan metode yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam membentuk kepribadian anak, baik dalam aspek moral, spiritual dan sosial anak. Seperti yang terungkap dalam Maqolah arab; “Lisanul-hal Afsah Min Lisanil Maqal” pengaruh keteladanan melalui tingkah laku itu lebih efektif di banding dengan ungkapan lisan. Anak mengikuti norma-norma pada anggota keluarga, baik ayah, ibu maupun kakak-kakaknya. Maka orang tua di dalam keluarga harus dan merupakan kewajiban kodrati untuk memperhatikan anakanaknya serta mendidiknya sejak anak itu kecil bahkan sejak anak itu masih dalam kandungan. Jadi tugas orang tua mendidik anaknya terlepas sama sekali dari kedudukan, keahlian atau pengalaman dalam pendidikan yang legal. Keteladanan orang tua yang baik merupakan hal pokok dalam membentuk kepribadian muslim seorang anak. Anak sebagai anggota keluarga diharapkan akan mempunyai kepribadian yang baik. Karena anak yang baik akan menambah kebahagiaan dalam suatu keluarga.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
33

Marisa, Riandi, und Sarah Fazilla. „PENGEMBANGAN KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIS SISWA SD DENGAN DIDACTICAL ENGINEERING“. ITQAN : Jurnal Ilmu-Ilmu Kependidikan 11, Nr. 2 (30.12.2020): 139–58. http://dx.doi.org/10.47766/itqan.v11i2.1012.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
ABSTRAK Berbagai penelitian, baik di tingkat internasional maupun nasional, mengungkapkan kemampuan pemecahan masalah siswa sekolah dasar masih sangat rendah. Padahal, kemampuan memecahkan masalah merupakan bagian dari kodrat manusia yang diciptakan oleh nalar, karena pada prinsipnya tidak ada manusia yang tidak berpikir. Potensi siswa sangat mungkin berkembang pada diri siswa jika guru sebagai jembatan pengetahuan benar-benar menguasai metode pembelajaran dan mengenali karakter siswa dalam pembelajaran matematika dengan baik. Oleh karena itu, dalam penelitian ini mencoba menerapkan strategi pembelajaran menggunakan Didactical Engineerering (DE), sebagai dasar untuk mengembangkan kemampuan pemecahan masalah siswa SD. Harapannya, pembelajaran menggunakan DE dapat berimplikasi pada pengembangan ilmu pedagogik yang sangat dibutuhkan oleh para guru, khususnya guru sekolah dasar.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
34

Utami, Wiwik. „HUKUM SEBAGAI AGEN PENGENDALI SOSIAL DALAM MASYARAKAT DITINJAU DARI SEGI SOSIOLOGI HUKUM“. MAKSIGAMA 13, Nr. 2 (14.02.2020): 97–104. http://dx.doi.org/10.37303/maksigama.v13i2.64.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Hukum sebagai agen pengendali sosial berperan aktif sebagai sesuatu yang mampu menetapkan tingkah laku manusia yang menyimpang terhadp aturan-aturan hukum. Sehingga hukum dapat memberikan sanksi bagi para pelanggarnya. Manusia sendiri sebagai subjek hukum dalam pergaulan masyarkat juga tidak lepas dari kodrat alami manusia yang tertu juga mamopu berbuat suatu kesalahan baik yang pada akhirnya merugikan diri sendiri ataupun orang lain. Oleh karenanya Hukum sebagai agen pengendali soasial yang dipadang darui teori sosiologi hukum memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat. Demi mencapai keadilan, kepastian hukum, ketertiban hidup masyarakat maka hukum harus ditegakkan. Konsep penegakan hukum ini tidak terlepas dari tujuan hukum yang ingin membentuk suatu tatanan masyarakat yang adik dan makmur. Kata Kunci: Hukum, Pengendali Sosial, Sosiologi Hukum
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
35

SAIFULLAH, SAIFULLAH. „UPAYA PENCEGAHAN PERNIKAHAN DINI DENGAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KEGIATAN KEAGAMAAN DI DESA KLEKEAN KECAMATAN BOTOLINGGO KABUPATEN BONDOWOSO TAHUN 2019“. SAMAWA : Jurnal Hukum Keluarga Islam 1, Nr. 1 (05.01.2021): 38–48. http://dx.doi.org/10.53948/samawa.v1i1.5.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Pernikahan adalah kodrat manusia, tuhan menciptakan manusia dengan pasangannya yaitu laki-laki dan perempuan. Menyatunya antara laki-laki dan perempuan dalam ikatan suci dan sakral adalah salah satu bentuk pernikahan. Pernikahan ada untuk meneruskan keturunan manusia. Akan tetapi untuk melahirkan keturunan yang baik dibutuhkan kematangan antar jenis manusia. Pernikahan dini adalah pelanggaran hukum yang harus diupayakan dicegah. Ada hak-hak personal anak yang terampas misalnya bersekolah dan bermain. Upaya pencegahan itu bisa melibatkan kegiatan-kegiatan keagamaan masyarakat setempat. Hasil kajian dan analisis peneliti menunjukkan bahwa upaya pencegahan pernikahan dini melalui permberdayaan kegiatan keagamaan yang dilakukan oleh pemerintah desa, tokoh masyarakat, dan tokoh agama hasilnya belum sesuai harapan. Tingkat pemahaman orang tua yang rendah terhadap resiko pernikahan dini adalah salah satu kendala upaya pencegahan pernikahan dini.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
36

Jairin, Jairin. „SISTEM EKONOMI DAN PERBANKAN SYARIAI`AH DALAM PRESPEKSTIF EKONOMI ISLAM“. TAJDID: Jurnal Pemikiran Keislaman dan Kemanusiaan 3, Nr. 1 (09.04.2019): 507–15. http://dx.doi.org/10.52266/tadjid.v3i1.242.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Islam mengakui hak setiap individu sebagai pemilik atas apa yang diperolehnya melalui bekerja dalam pengertian yang seluas-luasnya, dan manusia berhak untuk mempertukarkan haknya itu dalam batas-batas yang telah ditentukan dalam hukum Islam. Persyaratan-persyaratan dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan kodrat manusia itu sendiri, yaitu dengan sistem keadilan dan sesuai dengan hak-hak semua pihak yang terlibat di dalamnya. Sedangkan di dalam sistem ekonomi kapitalis faktor kerja tidak diperhitungkan. Para buruh dianggap budak yang dapat dibayar seenaknya. Upah buruh ditentukan oleh bos/majikan. Karena kesulitan mendapatkan rizki, maka para buruh mau saja dibayar berapa saja, dibayar murah sekali pun. Sebaliknya, Islam justru memperhitungkan faktor kerja dan nilai tambah yang berkeadilan, sehingga system Ekonomi Islam mengaturnya secara berkeadilan dan menghindari eksploitasi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
37

Maryani, Maryani. „Peranan Isteri Sebagai Penopang Ekonomi Keluarga Menurut Perspektif Hukum Islam di Desa Ladang Panjang Kecamatan Sarolangun Kabupaten Sarolangun“. Al-Qisthu: Jurnal Kajian Ilmu-ilmu Hukum 16, Nr. 1 (30.07.2018): 31. http://dx.doi.org/10.32694/010480.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Di era modern seperti sekarang ini wanita yang bekerja diluar rumah atau bisa dikatakan sebagai tulang punggung keluarga bukanlah hal yang tabu di dalam masyarakat. Dengan adanya persamaan hak antara wanita dan lelaki membuat wanita bebas untuk berkarya dan berkarir, bebas dalam artian sebagai seorang istri memiliki hak untuk melakukan pekerjaan diluar rumah tangga dengan syarat tidak meninggalkan fungsi dan kewajibannya sebagai ibu rumah tangga yang secara kodrati nya memiliki peran dan tugas untuk melayani suami dan anak anak nya serta berusaha untuk mencapai kebahagiaan dalam berumah tangga. Hasil penelitian ini menunjukan adanya faktor yang melatar belakangi isteri yang berperan sebagai pencari nafkah utama ekonomi keluarga adalah 1) adanya faktor ekonomi, 2) faktor pendidikan. Dan pandangan Hukum Islam mengenai isteri sebagai pencari nafkah utama ekonomi keluarga ada sebagian ulama yang melarang, dan ada juga yang memperbolehkan dan kesimpulannya isteri boleh saja bertindak sebagai penopang ekonomi keluarga dengan catatan tidak lupa dengan tugas dan perannya sebagai isteri untuk suami dan juga ibu bagi anaknya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
38

Lailiyah, Irfatul. „Pembelajaran Ekstrakurikuler Rebana Untuk Merangsang Kecerdasan Musikal Anak Usia Dini di RA PSM Kanigoro Kras Kediri“. KINDERGARTEN: Journal of Islamic Early Childhood Education 3, Nr. 1 (29.04.2020): 11. http://dx.doi.org/10.24014/kjiece.v3i1.9467.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Setiap anak yang lahir tentu membawa potensi tertentu yang perlu dikembangkan melalui pembelajaran. Pembelajaran reguler waktunya sangat terbatas maka diperlukan pembelajaran ekstrakurikuler. Penelitian ini berusaha mengkaji bagaimana kualifikasi pembelajaran ekstrakurikuler rebana dapat merangsang kecerdasan musikal anak usia dini?. Bagaimana kualifikasi kekayaan kodrati yang dibawa anak sejak lahir itu akan berkembang secara lebih meningkat melalui pembelajaran ekstrakurikuler rebana?.Penelitian ini ditujukan untuk mendeskripsikan peran pembelajaran ekstrakurikuler rebana untuk merangsang kecerdasan musikal anak usia dini di Raudlatul Athfal PSM Kanigoro Kras Kediri. Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif-deskriptif, sehingga penyajiannya lebih detail dan mendalam. Data penelitian diperoleh dengan teknik observasi dan wawancara, uji validitasnya dengan triangulasi dan pemeriksaan sejawat. Sampel penelitian ini diperoleh dengan teknik purposive snowball sampling difokuskan kepada tiga orang anak dan tiga orang pembimbing sebagai narasumber utama. Hasil penelitianinimenunjukkan bahwa pembelajaran ekstrakurikuler rebana mempunyai kontribusi untuk merangsang kecerdasan musikal anak usia dini karena sifat pembelajarannya yang lebih menekankan kebebasan, berdasarkan pilihan anak, adanya dukungan bakat dan frekwensi pembelajaran/pelatihan yang cukup.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
39

Ritonga, Deffi Syahfitri. „Eksistensi Perempuan dalam Novel Mudhakkirāt Ṭabībah Karya El Saadawi dan Layar Terkembang Karya Alisjahbana“. Buletin Al-Turas 22, Nr. 2 (31.07.2016): 325–38. http://dx.doi.org/10.15408/bat.v22i2.4048.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Abstrak Penelitian ini menemukan bahwa eksistensi diri bukan merupakan kodrati bawaan sejak lahir, namun dibentuk dari kesadaran pribadi yang dipengaruhi oleh lingkungan sosial. Kesimpulan besar penelitian ini sekaligus juga membuktikan bahwa karya sastra bukanlah sebuah benda budaya otonom yang berdiri sendiri, melainkan sebuah penggambaran dialektika panjang dengan banyak unsur kehidupan dan keilmuan. Misalnya budaya, agama, dan kehidupan sosial, yang memungkinkan terjadinya kemiripan antara karya sastra suatu negara dengan karya sastra negara lainnya. ---Abstract The study found that the self-existence is not an innate, but it is constructed from the personal consciousness influenced by the social environment. A major conclusion of this research while also proving that a literary work is not an autonomous cultural objects that stand alone, but rather a portrayal of a long dialectic with many elements of life and science. For example, cultures, religions, and social life, which allow the occurrence of similarities between a country's literature with literary works in other countries.DOI : 10.5281/zenodo.556800
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
40

Setiawan, David Eko. „Kelahiran Baru Di Dalam Kristus Sebagai Titik Awal Pendidikan Karakter Unggul“. Evangelikal: Jurnal Teologi Injili dan Pembinaan Warga Jemaat 3, Nr. 2 (31.07.2019): 154. http://dx.doi.org/10.46445/ejti.v3i2.135.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
David Eko Setiawan, Superior character education is a conscious and planned effort that aims to internalize moral values, character which materialized in the implementation of good attitudes and behavior. To achieve these goals, it is necessary to think of an important event that must occur in human life. The event is called new birth. New birth is a spiritual event that can only be done by God through the Holy Spirit to people who believe in the preaching of the gospel. When the event occurs, God will give him a new life. At that time the old nature will be replaced with a new nature so that believers could be able to express a new life. The correlation of the new birth with superior character education is through new birth individuals experience very significant changes. These changes touch aspects such as mind, feeling and will so that one can have superior qualities in him. This is the key to radical change in a person so that eventually he can have a superior characterDavid Eko Setiawan, Pendidikan karakter unggul adalah usaha sadar dan terencana yang bertujuan untuk menginternalisasikan nilai-nilai moral, akhlak sehingga terwujud dalam implementasi sikap dan perilaku yang baik. Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu dipikirkan sebuah peristiwa terpenting yang harus terjadi dalam kehidupan manusia. Peristiwa itu disebut kelahiran baru. Kelahiran baru merupakan peristiwa spiritual yang hanya dapat dikerjakan oleh Allah melalui Roh Kudus kepada manusia yang percaya kepada pemberitaan Injil. Ketika peristiwa tersebut terjadi, maka Allah akan memberikan kehidupan baru kepadanya. Saat itu juga kodrat lama digantikan dengan kodrat yang baru sehingga orang percaya dapat dapat mengungkapkan hidup yang baru. Korelasi kelahiran baru dengan pendidikan karakter unggul adalah melalui kelahiran baru individu mengalami perubahan yang sangat signifikan. Perubahan tersebut menyentuh aspek pikiran, perasaan dan kehendak sehingga seseorang dapat memiliki sifat-sifat unggul pada dirinya. Ini menjadi kunci perubahan yang radikal di dalam diri seseorang sehingga akhirnya dia dapat memiliki karakter unggul.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
41

Ali, Mohammad Mahrush, und Matius Ali Ali. „KARAKTERISASI TOKOH DALAM FILM SALAH BODI“. Gorga : Jurnal Seni Rupa 7, Nr. 1 (10.06.2018): 15. http://dx.doi.org/10.24114/gr.v7i1.10848.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Tulisan ini membahas mengenai karakterisasi tokoh pada film Salah Bodi. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk menjelaskan karakter tokoh Farhan dan Inong yang memiliki kepribadian terbalik. Metode yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Hasil dari pengamatan yang dilakukan terhadap film Salah Bodi menggambarkan bahwa tokoh utama sebagai representasi dari fenomena LGBT yang berkembang di masyarakat. Pembacaan karakter tokoh dilakukan dan mengungkap kepribadian yang berkebalikan dialami oleh tokoh utama Farhan dan Inong. Metode karakterisasi menggunakan tiga dimensi karakter serta metode langsung (telling) dan tidak langsung (showing). Hal tersebut dapat dilihat dari penggunaan nama tokoh, penampilan tokoh, dialog, suara, dan tindakan tokoh. Terlihat bahwa identitas karakter mereka berubah ke identitas lain atau sebaliknya, namun di akhir film ditunjukkan bahwa mereka bisa kembali lagi ke kodrat aslinya. Kata Kunci : Karakterisasi, Tokoh, dan Film Salah Bodi
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
42

Deasy aprilianti, Yogi Nugraha und Fitri Silvia Sofyan. „PEMAHAMAN MASYARAKAT TERHADAP PENGURUSTAMAAN GENDER (Studi Deskriptif Masyarakat Dusun Pasirkonci Kabupaten Subang)“. CIVICS: Jurnal Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan 6, Nr. 1 (25.03.2021): 171–74. http://dx.doi.org/10.36805/civics.v6i1.1348.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Kesetaraan gender merupakan keadilan yang harus di samakan setiap orang, tidak memandang tingkatan orang tersebut, hak dan kewajibannya agar tidak terjadi ketimpangan dalam kehidupan bermasyarakat agar meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai Hak dan keadilan yang perlu mereka dapatkan. Oleh karena itu gender bukanlah menjadi suatu keadaan yang bersifat sementara tapi kodrat yang sudah ditentukan dan memiliki proses yang berjalan terus menerus. Seseorang harus bersikap sebagai laki-laki atau perempuan harus bersikap sebagai perempuan disitulah cara pandang masyarakat saat ini karena masyarakat hanya berfikir bahwa laki-laki tidak bisa mengerjakan tanggung jawab perempuan dan sebaliknya. Dalam praktik sehari-hari selalu muncul pembedaan peran gender yang berakibat terjadinya bias gender, yakni suatu pandangan yang membedakan peran, kedudukan, serta tanggung jawab laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan pembangunan, bias gender sering berkonsekuensi diskriminasi gender.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
43

Devi, Shalini, und Rajni Modgil. „Quality evaluation of cake prepared by utilizing nonconventional millets of Himachal Pradesh“. FOOD SCIENCE RESEARCH JOURNAL 11, Nr. 2 (15.10.2020): 130–33. http://dx.doi.org/10.15740/has/fsrj/11.2/130-133.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
The present study was conducted to prepare and evaluate the nutritional quality of millet cake. Millet flours were incorporated at 70 per cent level in cakes and their sensory and nutritional properties were evaluated. The results revealed that, incorporation of millet flours in cake significantly increased the contents of ash (1.27 to 4.32%), protein (10.45 to 11.13%) and fibre (2.18 to 6.95%). The cake supplemented with Kodra (Eleusine coracana) flour showed maximum overall acceptability after control. From the study it can be concluded that a maximum of 70 per cent millet flours can be incorporated to prepare acceptable quality of cake.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
44

Meyrina, Susana Andi. „Perlindungan Hak Asasi Manusia bagi Masyarakat Miskin atas Penerapan Asas Peradilan Sederhana Cepat dan Biaya Ringan“. Jurnal HAM 8, Nr. 1 (27.07.2017): 25. http://dx.doi.org/10.30641/ham.2017.8.149.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Mengacu pada Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999, Hak Asasi Manusia merupakan, hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Dalam isi jurnal ini, bagaimana Hak Asasi Manusia dilaksanakan pada penerapan proses peradilan Asas cepat, sederhana dan biaya ringan dalam penyelesaian perkara Pelindungan Konsumen No 8 Tahun 1999, terkait surat edaran Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana biaya ringan (PERMA). Dalam penulisan ini menggunakan metode yuridis sosialis, yaitu suatu pendekatan penelitian yang akan dilihat dari aspek hukum dan pelaksanannya di masyarakat tentang proses peradilan perlindungan hukum, sebagai pokok permasalahan. Hasil dari analisa tulisan bertujuan agar dapat diperoleh rekomendasi yang dapat dijadikan masukan pada pihak-pihak pemegang kebijakan sebagai masukan yang dapat diimplementasikan di masyarakat agar dapat mengajukan tuntutan hak sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan melalui pengadilan (litigasi) maupun melalui luar jalur pengadilan (non litigasi) merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
45

Meyrina, Susana Andi. „Perlindungan Hak Asasi Manusia bagi Masyarakat Miskin atas Penerapan Asas Peradilan Sederhana Cepat dan Biaya Ringan“. Jurnal HAM 8, Nr. 1 (27.07.2017): 25. http://dx.doi.org/10.30641/ham.2017.8.25-38.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Mengacu pada Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999, Hak Asasi Manusia merupakan, hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng. Oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Dalam isi jurnal ini, bagaimana Hak Asasi Manusia dilaksanakan pada penerapan proses peradilan Asas cepat, sederhana dan biaya ringan dalam penyelesaian perkara Pelindungan Konsumen No 8 Tahun 1999, terkait surat edaran Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana biaya ringan (PERMA). Dalam penulisan ini menggunakan metode yuridis sosialis, yaitu suatu pendekatan penelitian yang akan dilihat dari aspek hukum dan pelaksanannya di masyarakat tentang proses peradilan perlindungan hukum, sebagai pokok permasalahan. Hasil dari analisa tulisan bertujuan agar dapat diperoleh rekomendasi yang dapat dijadikan masukan pada pihak-pihak pemegang kebijakan sebagai masukan yang dapat diimplementasikan di masyarakat agar dapat mengajukan tuntutan hak sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan melalui pengadilan (litigasi) maupun melalui luar jalur pengadilan (non litigasi) merupakan hak asasi manusia yang dijamin oleh hukum dan peraturan perundang-undangan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
46

Sudjana, Sudjana. „Pembatasan Perlindungan Kekayaan Intelektual (Hak Cipta) dalam Perspektif Hak Asasi Manusia“. Jurnal HAM 10, Nr. 1 (19.07.2019): 69. http://dx.doi.org/10.30641/ham.2019.10.69-83.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Negara hukum memberikan perlindungan terhadap HAM, karena merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia dan universal, sehingga harus dilindungi dan tidak boleh dikurangi, oleh siapapun. Tujuan penelitian ini adalah menentukan pembatasan Kekayaan Intelektual (Hak Cipta) dalam perspektif HAM, sehingga diharapkan bermanfaat baik secara teoritis maupun praktis. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis dengan menggunakan sumber data dari hasil studi kepustakaan, teknik pengumpulan data studi dokumen, dan dengan metode analisis data normatif kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa pembatasan untuk mendapatkan Kekayaan Intelektual (Hak Cipta) sesuai perundang-undangan mencakup pembatasan perlindungan; hasil karya yang tidak dilindungi; karya yang tidak Hak Cipta; perbuatan yang tidak dianggap pelanggaran Hak Cipta; penggunaan yang wajar. Berdasarkan penafsiran sistematis perundang-undangan di bidang HAM dan Hak Cipta serta doktrin hak yang dapat dibatasi pemenuhannya, maka pembatasan untuk mendapatkan Hak Cipta tidak bertentangan dengan HAM. Saran yang diberikan penulis adalah pemerintah perlu memberikan pemahaman yang komprehesif kepada masyarakat tentang ilmu pengetahuan, seni dan budaya yang berpotensi mendapatkan Hak Cipta dan pembatasan Hak Cipta sesuai perundangan-undangan, mengingat pembajakan di bidang Hak Cipta lebih banyak dibandingkan dengan Kekayaan Intelektual lainnya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
47

Bu suri, Suriati. „SIKAP MANJA PADA ANAK DAN UPAYA MENGATASINYA“. Jurnal Al-Qalam: Jurnal Kajian Islam & Pendidikan 6, Nr. 1 (31.03.2020): 150–60. http://dx.doi.org/10.47435/al-qalam.v6i1.130.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Anak adalah anugrah Allah yang besar dan harus dipertanggungjawabkan oleh para orang tua, sehingga menjadi hal yang kodrati, manakala orang tua sangat menyayangi anak-anaknya. Semua dengan dalih agar anak-anak mereka dapat tumbuh secara optimal dan sesuai dengan harapan orang tua. Untuk mewujudkan hal tersebut, tampak adanya perbedaan antara orang tua yang satu dengan orang tua yang lainnya. Orang tua sering memberikan kebebasan kepada anak-anaknya dengan harapan mereka dapat menjadi orang mandiri. Tetapi di sisi lain, terdapat pula orang tua yang sangat protectif terhadap anak-anaknya. Sikap inilah yang selalu membawa anak-anak tumbuh menjadi anak-anak manja. Konsekuwnsi logisnya, anak akan susah bersosialisasi, beradaptasi, dan kelak susah untuk hidup mandiri. Agama Islam menegaskan agar setiap orang tua tidak meninggalkan anak-anak mereka dalam keadaan lemah. Lemah dalam konteks ini memiliki beberapa pemaknaan. Beberapa di antaranya susah bersosialisasi, beradaptasi, dan kelak susah untuk hidup mandiri. Oleh karena itu, orang tua yang bijaksana adalah orang tua yang tidak memberikan kebebasan kepada anak-anaknya dan tidak pula menampakkan sikap over-protectif kepada anak-anaknya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
48

Syahid, Abd, und Kamaruddin Kamaruddin. „Peran Orang Tua dalam Pendidikan Islam Pada Anak“. AL-LIQO: Jurnal Pendidikan Islam 5, Nr. 01 (28.01.2020): 120–32. http://dx.doi.org/10.46963/al.v5i01.148.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Kedua orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrati, diberikan anugerah oleh Allah SWT berupa perasaan kasih sayang kepada anak-anak mereka, hingga keduanya merasa punya rasa tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi, melindungi, dan membimbing keturunan mereka. Keluarga merupakan lapangan pendidikan yang pertama kehidupan anak-anak dalam pembinaan karakter anak dan sebagai pendidiknya adalah kedua orang tua. Dalam pendidikan Islam kedua orang tua menjadi suatu kewajiban yang tidak bisa diabaikan dan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendidikan agar menjadi generasi Islami selalu berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW. Disamping itu perlu diperhatikan adalah kebutuhan psikologis dan biologis khususnya dalam bermain dengan teman-temannya, dengan berteman terbentuk solidaritas, pengetahuan tentang lingkungan bertambah dan hal lain yang positif. Dan juga perlu diperhatikan faktor yang sering mengganggu perkembangan anak seeperti tidak dimanfaatkannya waktu luang secara tepat, gemar bermain tanpa batas waktu, senang bersantai terutama pada saat belajar. Rumusan masalah yaitu; bagaimana pendidikan pada anak sesuai menurut Al-qur’an dan Al-Sunnah, apa saja tanggung jawab pokok orang tua terhadap anaknya, serta apa faktor yang mempengaruhi generasi Islami.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
49

Syahid, Abd, und Kamaruddin Kamaruddin. „Peran Orang Tua dalam Pendidikan Islam Pada Anak“. AL-LIQO: Jurnal Pendidikan Islam 5, Nr. 01 (28.01.2020): 120–32. http://dx.doi.org/10.46963/alliqo.v5i01.148.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Kedua orang tua adalah pendidik bagi anak-anaknya karena secara kodrati, diberikan anugerah oleh Allah SWT berupa perasaan kasih sayang kepada anak-anak mereka, hingga keduanya merasa punya rasa tanggung jawab untuk memelihara, mengawasi, melindungi, dan membimbing keturunan mereka. Keluarga merupakan lapangan pendidikan yang pertama kehidupan anak-anak dalam pembinaan karakter anak dan sebagai pendidiknya adalah kedua orang tua. Dalam pendidikan Islam kedua orang tua menjadi suatu kewajiban yang tidak bisa diabaikan dan ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pendidikan agar menjadi generasi Islami selalu berdasarkan petunjuk Al-Qur’an dan Hadis Nabi SAW. Disamping itu perlu diperhatikan adalah kebutuhan psikologis dan biologis khususnya dalam bermain dengan teman-temannya, dengan berteman terbentuk solidaritas, pengetahuan tentang lingkungan bertambah dan hal lain yang positif. Dan juga perlu diperhatikan faktor yang sering mengganggu perkembangan anak seeperti tidak dimanfaatkannya waktu luang secara tepat, gemar bermain tanpa batas waktu, senang bersantai terutama pada saat belajar. Rumusan masalah yaitu; bagaimana pendidikan pada anak sesuai menurut Al-qur’an dan Al-Sunnah, apa saja tanggung jawab pokok orang tua terhadap anaknya, serta apa faktor yang mempengaruhi generasi Islami.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
50

Haslinda. „Perspektif Makna Komunikasi Islam“. AL-HIKMAH: Media Dakwah, Komunikasi, Sosial dan Budaya 9, Nr. 2 (25.12.2018): 95–110. http://dx.doi.org/10.32505/hikmah.v9i2.1743.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Salah satu hal yang sangat berpengaruh dalam perkembangan Islam pada saat itu adalah kemampuan komunikasi Rasulullah dan para sahabat yang tidak diragukan lagi, dimana Rasulullah dan para sahabat menerapkan seluruh prinsip-prinsip komunikasi yang ada didalam al-Quran dengan konsisten, sehingga manusia yang secara kodrati adalah makhluk sosial yang pasti akan saling berinteraksi antara satu dan lain serta saling membutuhkan sangatlah tertarik dengan sistem komunikasi yang digunakan karana mudah diterima serta dipahami. Komunikasi selain bersifat informatif, yakni agar orang lain mengerti dan paham, juga persuasif, yaitu agar orang lain mau menerima ajaran atau informasi yang disampaikan, melakukan kegiatan atau perbuatan sesuai dengan yang dikomunikasikan, dan lain-lain. Al-Quran telah mengajarkan kita tentang bagaimana cara berkomunikasi dengan baik, walaupun tidak menjelaskannya secara rinci, namun kita dapat menemukannya dalam beberapa ayat yang membaahas tentang itu dan akan kami bahas dalam tulisan ini dan hal itu juga telah dicontohkan oleh Rasulullah dan sahabat-sahabatnya, sehingga kita dapat mengikuti jejaknya dan tentunya agar dakwah yang kita lakukan sesuai dengan yang kita harapkan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
Wir bieten Rabatte auf alle Premium-Pläne für Autoren, deren Werke in thematische Literatursammlungen aufgenommen wurden. Kontaktieren Sie uns, um einen einzigartigen Promo-Code zu erhalten!

Zur Bibliographie