Um die anderen Arten von Veröffentlichungen zu diesem Thema anzuzeigen, folgen Sie diesem Link: Interaktiv storytelling.

Zeitschriftenartikel zum Thema „Interaktiv storytelling“

Geben Sie eine Quelle nach APA, MLA, Chicago, Harvard und anderen Zitierweisen an

Wählen Sie eine Art der Quelle aus:

Machen Sie sich mit Top-19 Zeitschriftenartikel für die Forschung zum Thema "Interaktiv storytelling" bekannt.

Neben jedem Werk im Literaturverzeichnis ist die Option "Zur Bibliographie hinzufügen" verfügbar. Nutzen Sie sie, wird Ihre bibliographische Angabe des gewählten Werkes nach der nötigen Zitierweise (APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver usw.) automatisch gestaltet.

Sie können auch den vollen Text der wissenschaftlichen Publikation im PDF-Format herunterladen und eine Online-Annotation der Arbeit lesen, wenn die relevanten Parameter in den Metadaten verfügbar sind.

Sehen Sie die Zeitschriftenartikel für verschiedene Spezialgebieten durch und erstellen Sie Ihre Bibliographie auf korrekte Weise.

1

Saputro, Godham Eko, Toto Haryadi und Dzuha Hening Yanuarsari. „Perancangan Purwarupa Komik Interaktif Safety Riding Berkonsep Digital Storytelling“. ANDHARUPA: Jurnal Desain Komunikasi Visual & Multimedia 2, Nr. 02 (31.08.2016): 195–206. http://dx.doi.org/10.33633/andharupa.v2i02.1207.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
AbstrakDi Indonesia khususnya kota besar, kecelakaan yang disebabkan kendaraan bermotor menjadi persoalan yang serius. Salah satunya disebabkan kurangnya pemahaman tentang safety riding. Berbagai upaya kampanye safety riding pun telah dilaksanakan oleh polisi lalu lintas melalui talkshow, siaran radio, serta media leaflet bagi masyarakat yang dilakukan berulang-ulang. Hal itu mendorong peneliti dalam upaya menemukan strategi baru, salah satunya memanfaatkan perkembangan teknologi yang sangat pesat guna mengembangkan media pendukung kampanye safety riding yang tidak hanya dapat menyampaikan pesan, tetapi juga disukai dan bersifat menghibur. Data diperoleh melalui wawancara, observasi, serta studi literatur sebagai sumber konten purwarupa komik interaktif. Melalui pendekatan digital storytelling dan model komunikasi SMCR serta mengacu pada Penelitian Pengembangan, konsep purwarupa komik interaktif bisa dijabarkan lebih detail serta dapat diimplementasikan dalam perangkat mobile khususnya tablet PC. Diharapkan purwarupa ini dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga benar-benar dapat dipublish secara umum sebagai media pendukung kampanye safety riding. Kata Kunci: komik, interaktif, safety riding, digital storytelling AbstractIn Indonesia especially in big cities, the accident which caused by rider is still become serious issue. One factor which cause accident is the lack of knowledge about safety riding. A lot of efforts which have been carried by traffic policeman are talkshow, radio broadcast, and leaflet media for public society. On the other hand, it courage the researchers in effort to find new startegy, one of them is using the advance of technology to develop another media campaign which not only can deliver the messages, but also can entertain user. This research is an effort to find unconventional media for safety riding campaign. Data was obtained through interview, observation, and study of literature as sources of content for interactive comic. Through digital storytelling approach and communication model of SMCR and refers to Research and Development, the concept prototype of interactive comic can be described more detail and also can be implemented in mobile device especially tablet PCs. The prototype is expected can be develop further so it really can be published as supported media for safety riding campaign. Keywords: comic, interactive, safety riding, digital storytelling
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
2

Yusa, I. Made Marthana, und Fajar Wati Putu Yuliana. „Pengembangan Model Pembelajaran Huruf Hiraganadalam Wujud Cd Interaktif Untuk Siswa Kelas Iv Sd“. Jurnal Nasional Pendidikan Teknik Informatika (JANAPATI) 2, Nr. 2 (08.07.2013): 110. http://dx.doi.org/10.23887/janapati.v2i2.9780.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran alternative berbasis komputer yang menarik, dalam pembelajaran bahasa Jepang, untuk siswa kelas IV SD. Media pembelajaran yang dipilih berbentuk CD Interaktif. Materi pembelajaran bahasa Jepang yang dipilih adalah pembelajaran tulisan Hiragana, karena lebih mudah dipelajari jika dibandingkan dengan huruf Katakana dan Kanji. Pembelajarannya meliputi cara penulisan, pengucapan huruf dan pemakaian pada beberapa kata serta arti dari kata tersebut. Model pembelajaran yang penulis gunakan adalah model tutorial dan instructional games. Penyampaian materi pembelajaran huruf Hiragana adalah dengan konsep bercerita (storytelling). Dalam proses pembelajaran dengan CD interaktif model tutorial dan instructional games, dengan konsep storytelling akan membantu anak untuk tidak hanya mengutamakan kemampuan otak kiri yang cenderung berpikir rasional, tetapi juga otak kanan dengan kecenderungan berpikir kreatif dan imajinatif. Secara umum semua anak-anak senang mendengarkan storytelling, baik anak balita, usia sekolah dasar, maupun yang telah beranjak remaja bahkan orang dewasa.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
3

Paramitha, Anak Agung Istri Ita, Made Windu Antara Kesiman und I. Ketut Resika Arthana. „Pengembangan “Digital Interactive Storyteller” Berbasis Android Untuk Tunanetra“. Jurnal Nasional Pendidikan Teknik Informatika (JANAPATI) 3, Nr. 3 (08.12.2014): 142. http://dx.doi.org/10.23887/janapati.v3i3.9824.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Storytelling merupakan suatu kesenian yang dilakukan secara lisan dengan alat atau tanpa alat untuk menyampaikan sesuatu yang dapat berupa pesan, informasi ataupun cerita yang menghibur. Storytelling memiliki banyak manfaat dalam perkembangan anak, salah satunya adalah mengembangkan imajinasi anak. “Digital Interactive Storyteller” merupakan aplikasi storytelling dengan menggunakan perangkat Android yang ditujukan untuk pengguna tunanetra. Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan mengimplementasikan rancangan aplikasi “Digital Interactive Storyteller” Berbasis Android untuk Tunanetra. Pengembangan aplikasi “Digital Interactive Storyteller” Berbasis Android untuk Tunanetra menggunakan siklus hidup pengembangan perangkat lunak SDLC (Software Development Life Cycle) dengan model waterfall atau model air terjun. Fitur utama dalam aplikasi ini adalah audio dongeng interaktif dengan menggunakan perangkat Android. Interaktif yang dimaksudkan adalah pengguna dapat memilih alur dongeng sendiri. Hasil dari penelitian ini yaitu perancangan dan implementasi dari aplikasi “Digital Interactive Storyteller” Berbasis Android untuk Tunanetra yang telah berhasil dilakukan. Perancangan dilakukan dengan menggunakan model fungsional berupa UML (Unified Modeling Language). Diimplementasikan dalam bahasa pemrograman Java dengan menggunakan editor Eclipse dan plug-ins ADT (Android Development Tools). Seluruh kebutuhan fungsional telah berhasil diimplementasikan sesuai dengan rancangan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
4

Bopp, Matthias. „Storytelling und parasoziales Design als Motivationshilfen in Computerlernspielen“. MedienPädagogik: Zeitschrift für Theorie und Praxis der Medienbildung 15, Computerspiele und Videogames (10.12.2008): 1–20. http://dx.doi.org/10.21240/mpaed/15_16/2008.12.10.x.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Der Artikel analysiert den möglichen Nutzen von Storytelling und parasozialem Design als Motivationshilfe in digitalen Lernspielen. Hierzu werden zunächst Zusammenhänge zwischen Storytelling, parasozialer Interaktion und Lernmotivation in Computerspielen beschrieben, darauf folgen einige Empfehlungen zur Gestaltung der Struktur von lernmotivierenden Erzählungen für digitale Lernspiele. Abschliessend werden zwei Beispiele zur Umsetzung einiger dieser Empfehlungen gegeben.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
5

Ririhena, Ribka Lemi. „GURU SEBAGAI STORYTELLER DI SEKOLAH DASAR“. PEDAGOGIKA: Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan 8, Nr. 1 (21.04.2020): 63–72. http://dx.doi.org/10.30598/pedagogikavol8issue1page63-72.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Guru merupakan tenaga profesional yang berfungsi untuk merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembelajaran dan latihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Guru harus melibatkan diri sebagai motivator, fasilitator, inspirator, pembimbing profesi, dan intelengsi murid-muridnya secara optimal. Dengan demikian guru harus menciptakan berbagai cara berupa metode, pendekatan dan teknik yang dapat digunakan untuk mencapai keberhasilan pembelajaran. Salah satu kegiatan apresiasi yang dapat mengembangkan pengalaman imajinasi dan estetika adalah kegiatan storytelling (Penceritera) yang dilakukan oleh guru disekolah. Storytelling memiliki nilai yang membawa kesenangan, mengembangkan perasaan, memperbaiki sikap, mengatur kontrol sosial, membangkitkan antusiasme, merangsang imajinasi, dan interaksi murid. Dalam hal ini, storytelling merupakan kegiatan yang bersifat produktif, artinya dalam berceritera seseorang melibatkan pikiran, kesiapan mental, keberanian, perkataan yang jelas, sehingga dapat dipahami oleh murid. Storytelling adalah satu model pembelajaran yang meningkatkan apresiasi sastra bagi murid SD.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
6

Agustina, Vella Fitrisia. „Meningkatkan Kemampuan Berhitung Pada Anak Usia Dini Dengan Cara Storytelling“. JURNAL SPIRITS 10, Nr. 1 (15.01.2020): 65. http://dx.doi.org/10.30738/spirits.v10i1.6539.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Abstrak. Selama ini terjadi banyak silang pendapat mengenai pentingnya mengajarkan berhitung pada anak usia dini,pendapat yang mendukung mengatakan bahwa mengajarkan berhitung berguna bagi anak untuk kesiapannya menghadapi jenjang pendidikan selanjutnya, pendapat yang menolak mengatakan bahwa pemberian materi berhitung tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, ditakutkan anak akan mengalami kelelahan akademik sehingga anak akan menjadi tertekan di sekolah. Untuk memahami kedua pendapat sebelumnya maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh storytelling terhadap kemampuan berhitung pada anak usia dini. Storytelling dipilih sebagai metode karena dianggap sebagai metode mengajar yang menyenangkan dan interaktif bagi anak-anak untuk menyampaikan materi yang rumit. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen within subject dengan desain one group pretest posttest. Ada 13 anak usia dini yang terlibat sebagai subjek penelitian pada penelitian ini, perlakuan yang diberikan berupa storytelling dalam mengajarkan berhitung dan alat pengumpulan data yang digunakan berupa test berhitung. Hasil perhitungan Wilcoxon menunjukkan bahwa p<0,05 yang artinya ada perbedaan kemampuan berhitung pada anak setelah diberikan materi berhitung dengan cara storytelling.Kata Kunci: Anak usia dini, Bercerita, Kemampuan berhitung
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
7

Prastawan, Rikat Eka. „THE PROCESS OF STUDENTS’ ESSAY WRITING THROUGH FLASH CARD AND STORYTELLING: AN IMPLEMENTATION OF INTEGRATED WRITING“. JEELL (Journal of English Education, Linguistics and Literature) 5, Nr. 1 (14.12.2018): 1. http://dx.doi.org/10.32682/jeell.v5i1.865.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Esai adalah serangkaian tulisan yang panjangnya paling sedikit tiga paragraf. Penullisan esai diajarkan pada semester ketiga Program Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Adibuana Surabaya. Namun, sebagian besar mahasiswa belum dapat mengembangkan ide dengan baik. Flash Card dan storytelling bisa menjadi media sebagai integrated writing untuk mengembangkan esai mereka. Itu sebabnya peneliti memfokuskan pada proses integrated writing melalui flash card dan storytelling untuk menulis esai yang dibuat oleh mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Adi Buana Surabaya. Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik purposive sampling sebagai teknik pengumpulan datanya. Data penelitian ini adalah semua kegiatan dalam proses belajar mengajar yang terkait dengan fokus penelitian, sedangkan proses belajar mengajar sebagai implementasi integrated writing sebagai sumber data. Hasilnya menunjukkan adanya tiga tahapan yang meliputi tahap awal, tahap interaktif, dan tahap penulisan. Setiap tahapan membutuhkan seorang guru atau dosen yang dapat menjadi fasilitator yang baik seperti menjadi sumber acuan setiap pertanyaan dan umpan balik bagi mahasiswa agar dapat menghasilkan esai yang baik. Beberapa strategi juga diperlukan untuk mengelola kelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa flashcard dan storytelling dapat diterpkan bersama-sama secara terintegrasi dalam mengajarkan menulis esai untuk mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Adibuana Surabaya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
8

Ramdhani, Sandy, Nur Adiyah Yuliastri, Siti Diana Sari und Siti Hasriah. „Penanaman Nilai-Nilai Karakter melalui Kegiatan Storytelling dengan Menggunakan Cerita Rakyat Sasak pada Anak Usia Dini“. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 3, Nr. 1 (10.02.2019): 153. http://dx.doi.org/10.31004/obsesi.v3i1.108.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan metode storytelling berbasis cerita rakyat sasak untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada anak Taman Kanak-Kanak di TK Ummi Adniyah NW Sekarteja. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Jenis Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah observasi, Wawancara, dan dokumentasi. Instumen pengumpulan data yang digunakan adalah peneliti, Lembar Observasi, dan wawancara. Uji keabsahan data dengan uji credibility, Uji Transferability, kebergantungan dependability dan kepastian confirmability. Proses analisis data dilakukan dengan menggunakan model analisis interaktif Miles & Huberman yaitu Data Collection, Data Display, Data Reduction, dan Conclusion Drawing. Hasil dari penelitian didapatkan kegiatan storytelling dengan menggunakan cerita rakyat mampu untuk menanamkan nilai-nilai karakter. Nilai-nilai karakter yang muncul diantaranya adalah karakter tanggung jawab, mandiri, jujur, religious, dan kerjasama. Karakter yang muncul merupakan sebuah akumulasi yang muncul dari perilaku anak-anak setelah mendengarkan cerita rakyat yang digunakan seperti “lelampaq Lendong Kaoq” dan “ Tegodek-godek dan Tetuntel-tuntel”
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
9

Sujoko, Anang. „New Media 3.0: Merancang Model Pemberdayaan Komunikasi Politik yang Interaktif“. ARISTO 8, Nr. 1 (01.01.2019): 62. http://dx.doi.org/10.24269/ars.v8i1.2019.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
The use of new media in Indonesia significanty grows, especially among the youth generation. Unfortunately, it does not happen in the youth community organization. This study aims to determine the factors that become obstacles for youth community organizations in managing new media for the benefit of the organization. This research is a mixed method by using survey data collection techniques to identify the level of use of new media in each organization and focus group discussion (FGD) to obtain more in-depth data about the problems that become obstacles in its management. This study succeeded in digging data from 15 youth community organizations in the City of Kediri. This research succeeded in mapping the problems experienced by CSOs in utilizing the internet and its interactive platforms. Based on a survey conducted on 15 CSOs, it was found that the main problem faced was the unavailability of qualified human resources in CSOs that were specifically tasked with managing CSO social media accounts. This is also due to the low awareness of CSOs about the potential of the internet and new media 3.0 to treat their political audience. Furthermore, another obstacle faced is the difficulty in producing content. Based on the focus group discussion conducted to follow up on the results, the researcher concluded the two conditions above because CSOs do not have sufficient awareness and knowledge of the potential of the use of the internet and all its interactive platforms for political communication. The conclusion of this study is that the management of new media for organizations has not been taken seriously because of the low level of awareness of the importance of new media for organizational development. However, the design of the digital storytelling concept in order to create a sanse of belongings for the political audience of each community organization is seen as an alternative management solution after the appointment of manager responsibility.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
10

Sujoko, Anang. „New Media 3.0: Merancang Model Pemberdayaan Komunikasi Politik yang Interaktif“. ARISTO 8, Nr. 1 (01.01.2020): 57. http://dx.doi.org/10.24269/ars.v8i1.2261.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
The use of new media in Indonesia significanty grows, especially among the youth generation. Unfortunately, it does not happen in the youth community organization. This study aims to determine the factors that become obstacles for youth community organizations in managing new media for the benefit of the organization. This research is a mixed method by using survey data collection techniques to identify the level of use of new media in each organization and focus group discussion (FGD) to obtain more in-depth data about the problems that become obstacles in its management. This study succeeded in digging data from 15 youth community organizations in the City of Kediri. This research succeeded in mapping the problems experienced by CSOs in utilizing the internet and its interactive platforms. Based on a survey conducted on 15 CSOs, it was found that the main problem faced was the unavailability of qualified human resources in CSOs that were specifically tasked with managing CSO social media accounts. This is also due to the low awareness of CSOs about the potential of the internet and new media 3.0 to treat their political audience. Furthermore, another obstacle faced is the difficulty in producing content. Based on the focus group discussion conducted to follow up on the results, the researcher concluded the two conditions above because CSOs do not have sufficient awareness and knowledge of the potential of the use of the internet and all its interactive platforms for political communication. The conclusion of this study is that the management of new media for organizations has not been taken seriously because of the low level of awareness of the importance of new media for organizational development. However, the design of the digital storytelling concept in order to create a sanse of belongings for the political audience of each community organization is seen as an alternative management solution after the appointment of manager responsibility.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
11

Manshur, Ali, und Rikha Nahrul Jannah. „PEMEROLEHAN BAHASA ANAK USIA 3-4 TAHUN DI DESA TEGALREJO BANYUWANGI DALAM KAJIAN PSIKOLINGUISTIK“. Jurnal PENEROKA 1, Nr. 02 (01.07.2021): 239. http://dx.doi.org/10.30739/peneroka.v1i02.987.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
This research will discuss the form of language acquisition for children aged 3-4 years and what factors influence language acquisition in children aged 3-4 years. In this case the researcher studies in the realm of psycholinguistics, because the language process in children is inseparable from psychology in humans. This research uses descriptive qualitative type. Retrieval of data using observation, interviews, and documentation techniques. The object of this study was children aged 3-4 years. Data Analisys from this reseach is The use of data analisys model interaktif according from Milles and Huberman is data collectif, data reducsi, data presentation, adn conclusion. The results and conclusions of this study are that 3-year-old children are able to communicate with their interlocutors using simple sentences. Consonantal pronunciation /r/ and consonant groups are not yet mastered. Children who are 3.5 years old can say declarative, introgative sentences. Mastery of several objects around him can he express through storytelling. Consonantal pronunciation /r/ and consonant groups are not yet mastered. Children aged 4 years have increased language production. Language acquisition factors for children aged 3-4 years are biological, environmental, cognitive, and electronic media that are often accessed such as devices and television.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
12

Sørensen, Anne Scott. „Reviews : Mats Eriksson: Ungdomars berättende. En studie i struktur och interaktion. (Storytelling in adolescence. A study of structure and interaction) Institutionen för Nordiska språk vid Uppsala Universitet, 1997“. YOUNG 7, Nr. 4 (Dezember 1999): 56–57. http://dx.doi.org/10.1177/110330889900700405.

Der volle Inhalt der Quelle
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
13

Mutmainnah, Mutmainnah, Hanum Puspa Dhiani und Ma’fiyah Ma’fiyah. „KISAH NABI SEBGAI PENINGKATAN MOTIVASI DALAM KEGIATAN SANTRIWAN/WATI DITAMAN PENDIDIKAN ALQUR’AN MIFTAHUL HUDA“. Jurnal ABDIMAS Tri Dharma Manajemen 1, Nr. 1 (09.01.2020): 8. http://dx.doi.org/10.32493/abmas.v1i1.p8-21.y2019.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
ABSTRAKPengabdian ini berjudul Kajian Kisah Nabi Sebagai Peningkatan Motivasi Dalam Kegiatan Santriwan/Santriwati Taman Pendidikan Alquran Miftahul Huda.Tujuan pengabdian ini adalah untuk mengkaji kisah para Nabi dan menyediakan bahan pustaka Buku Ilmu Pengetahuan Umum di TPA Miftahul Huda sekaligus juga meningkatkan minat budaya baca terhadap anak sejak usia dini. Secara rinci, tujuan kegiatan ini diharapkan bias memberikan kajian kisah nabi sebagai peningkatan motivasi kepada anak-anak usia dini, memberikan penyadar tahuan kepada orang tua santriwan dan santriwati tentang pentingnya membaca pada anak sejak usia dini, memberikan penyegaran kembali kepada para tenaga pengajar di TPA tersebut. Metode pelaksanaan pengabdian ini yang kita ambil adalah metode dengan kegiatan utama menggambar yang diselingi dengan mendongeng (storytelling) sekaligus bakti sosial dengan pengurus dan santriwan/santriwati, di Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) Miftahul Huda, Pamulang, Tangerang Selatan. Pelaksanaan kegiatan ini melibatkan sepenuhnya tim dosen didalam kepanitiaan kegiatannya serta melakukan fasilitasi untuk hal-hal yang berkenaan dengan pengembangan minat baca nantinya.Dalam proses kegiatan kali ini metodenya interaktif dimana narasumber akan berinteraksi aktif dengan peserta (audience), kekuatan bercerita menjadi hal kunci dalam pelaksanaan kegiatan ini mengingat nantinya anak-anak akan dibuat suasananya mengikuti alur bicara narasumber. Di akhir acara tentunya diharapkan anak-anak bisa mendapatkan pengalaman baru setelah mendapatkan kisah yang diceritakan dalam kegiatan ini.Kesimpulan dari pengabdian ini berdasarkan pelaksanaan kegiatan yang dilaksanakan di TPA Miftahul Huda yang berlangsung pada tanggal 22 - 25 November 2018 adalah santriwan/santriwati memiliki ketertarikan untuk membaca buku. Selain itu orang tua juga antusias dalam memahami manajemen waktu untuk membimbing anak-anaknya dalam membaca buku sesuai dengan kategori usia mereka. Secara umum kegiatan PKM dapat terlaksana dengan baik dan mendapat dukungan dari pihak Ketua RT dan Ketua TPA Miftahul Huda.Kata Kunci:Motivasi, Membaca, Mendongeng.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
14

Nurjanah, Intan, Dang Eif Saiful Amin und Nase Saepudin Zuhri. „MODEL DAKWAH MELALUI MEDIA BONEKA (Studi Deskriptif Tentang Dakwah Kak Risma Nurunnisa Menggunakan Media Boneka Kepada Anak-anak di Jalan Bima Kelurahan Arjuna Kecamatan Cicendo Kota Bandung)“. Tabligh: Jurnal Komunikasi dan Penyiaran Islam 3, Nr. 4 (09.03.2020): 351–69. http://dx.doi.org/10.15575/tabligh.v3i4.703.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana model dakwah yang dilakukan oleh Kak Risma Nurunnisa melalui media boneka, serta metode bercerita yang diterapkan dalam kegiatan dakwahnya dapat meningkatkan konsentrasi terhadap mad’u dari kalangan anak-anak dalam mengikuti kegiatan dakwah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Metode kualitatif merupakan metode penelitian yang jenis data penelitian atau fenomena penelitian tidak diperoleh secara statistik. Pendekatan deskriptif bertujuan untuk menjelaskan secara sistematis bidang tertentu secara faktual dan cermat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model dakwah yang dilakukan oleh Kak Ris Nurunnisa menggunakan metode Ibrat al-Qashash. Pesan yang disampaikan tentang kisah-kisah Rasul dan Sahabatnya. Faktor yang mempengaruhi adalah faktor sugesti, di dalam interaksi sosial peranan sugesti banyak juga mempengaruhi tingkah laku manusia. Model Dakwah Kak Risma Nurunnisa berdasarkan tanggapan, sambutan dan perubahan yang terjadi pada anak relatif positif. Itu menunjukkan Model Dakwah Kak Risma Nurunnisa memang efektif. This study aims to determine how the da'wah model carried out by Sis Risma Nurunnisa through puppet media, as well as the method of storytelling applied in her da'wah activities can increase the concentration of students from among children in participating in da'wah activities. The method used in this study is using qualitative methods with a descriptive approach. Qualitative methods are research methods whose research data types or research phenomena are not obtained statistically. The descriptive approach aims to systematically explain certain fields factually and carefully. The results of this study indicate that the da'wah model performed by Sis Ris Nurunnisa uses the Ibrat al-Qashash method. Message delivered about the stories of the Apostle and his Friends. The influencing factor is the suggestion factor, in the social interaction the role of many suggestions also influences human behavior. The Da'wah Model of Risma Nurunnisa is based on responses, remarks and changes that occur in children are relatively positive. That shows Risma Nurunnisa's Da'wah Model is effective.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
15

Abdul Lathiff, Mohd Siroj, und Roshimah Shamsudin. „Pendekatan Dakwah Nabi SAW terhadap Wanita Menurut al-Sunnah“. ‘Abqari Journal 23, Nr. 1 (29.09.2020): 213–34. http://dx.doi.org/10.33102/abqari.vol23no1.288.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Pendekatan dakwah yang diambil oleh Nabi SAW terhadap kaum wanita disifatkan oleh sesetengah pihak sebagai berbentuk kekerasan, hinaan dan merendahkan martabat mereka. Tanggapan tersebut bertitik-tolak daripada kefahaman yang salah terhadap hadith-hadith sahih berkaitan interaksi Nabi SAW terhadap kaum wanita khususnya yang terdapat dalam kitab-kitab hadith induk. Justeru, artikel ini bertujuan mengkaji pendekatan dakwah Nabi SAW terhadap kaum wanita berdasarkan hadith-hadith terpilih terutamanya yang terdapat dalam al-Kutub al-Sittah dengan membincangkan pandangan ulama hadith terhadap maksud dan konteks hadith. Bagi mencapai tujuan tersebut, kajian yang berbentuk kualitatif dilaksanakan bagi mendapatkan data-kata daripada sumber primer seperti Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim dan kitab Sunan yang lain. Data-data tersebut dianalisis berdasarkan metode induktif dan deduktif. Dapatan kajian menunjukkan bahawa pendekatan dakwah Nabi SAW terhadap kaum wanita adalah pelbagai, berdasarkan situasi dan kesesuaian. Antaranya adalah pendekatan dakwah yang berbentuk galakan, ancaman, perumpamaan dan penceritaan yang setiap satunya mempunyai kriteria-kriteria tertentu. Dalam hal ini, pendekatan yang dipraktikkan oleh Nabi SAW menjadi asas dalam membentuk kaedah dakwah yang berkesan terhadap kaum wanita. The approach engaged by the Prophet (PBUH) to preach women were deemed by some as harsh, insulting and a degradation. These responses stem from misconstruing authentic hadiths pertaining to the Prophet’s interactions with women, especially those found in the major hadith compilations. Therefore, this article aims to study the Prophet’s approach to women based on selected hadiths, especially those found in al-Kutub al-Sittah by discussing the views of the hadith scholars on the intent and context of the hadith. To achieve this purpose, a qualitative study was conducted to obtain data from primary sources such as Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim and other Sunans. The data were analyzed based on inductive and deductive methods. The findings of the study show that the Prophet’s preaching approach to women was varied, based on the situation and the suitability. Among those are in the form of encouragement, threats, parables and storytelling each of which has its own certain criteria. In this regard, these approaches practised by the Prophet (PBUH) was foundational in establishing an effective methods of preaching upon women.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
16

Fromme, Johannes, und Dominik Petko. „Editorial: Computerspiele und Videogames in formellen und informellen Bildungskontexten“. MedienPädagogik: Zeitschrift für Theorie und Praxis der Medienbildung 15, Computerspiele und Videogames (01.01.2008): 1. http://dx.doi.org/10.21240/mpaed/15_16/2008.00.00.x.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Computer- und Videospiele sind heute ein selbstverständlicher Bestandteil der Lebenswelt vieler Kinder und Jugendlicher, aber auch von (jüngeren) Erwachsenen, die mit diesen neuen Medien aufgewachsen sind. Lange Zeit haben elektronische Bildschirmspiele allenfalls sporadische Beachtung gefunden. Weder in der Medienforschung oder Medienpädagogik noch in der breiteren Öffentlichkeit waren sie ein Gegenstand von breiterem Interesse.* In den letzten knapp zehn Jahren sind Video- und Computerspiele allerdings zunehmend in den Fokus der Aufmerksamkeit gerückt. Dabei sind in der massenmedial vermittelten Öffentlichkeit vor allem Amokläufe in Schulen in einen direkten Zusammenhang mit den Vorlieben (der Täter) für bestimmte Computerspiele gebracht worden. Die auch von prominenten Politikern aufgegriffene These lautete, dass gewalthaltige Spiele wie der First Person Shooter «Counterstrike» ein virtuelles Trainingsprogramm für das Töten und daher als wesentliche Ursache solcher Schulmassaker anzusehen seien. Auf der Basis dieser kausalen Wirkungsannahmen bzw. der unterstellten negativen Lern- und Trainingseffekte werden seither immer wieder Forderungen nach einem Verbot solcher «Killerspiele» oder gar nach der Verbannung aller Bildschirmmedien aus den Kinderzimmern abgeleitet. Neben solcher skandalisierter Thematisierung ist aber zunehmend auch eine nüchterne wissenschaftliche Auseinandersetzung zu konstatieren. So haben sich seit Beginn des neuen Jahrtausends die «digital game studies» als interdisziplinäres Forschungsfeld etabliert. Im Jahr 2000 wurde innerhalb der Gesellschaft für Medienwissenschaft z.B. die AG Games gebildet, die sich zu einem wichtigen deutschsprachigen Forum für die wissenschaftliche Beschäftigung mit Computerspielen entwickelt hat, und im Jahr 2002 entstand die internationale Digital Games Research Association (DiGRA), die im September 2009 ihre vierte grosse Konferenz nach 2003, 2005 und 2007 durchgeführt hat (vgl. www.digra.org). Seit 2001 gibt es mit der «Game Studies» eine primär kulturwissenschaftlich ausgerichtete Online-Zeitschrift (vgl. gamestudies.org), und daneben sind zahlreiche Publikationen zu verzeichnen, die zur Strukturierung und Systematisierung des Forschungsfeldes beigetragen haben, etwa die transdisziplinär angelegten Sammel- und Tagungsbände von Wolf & Perron (2003); Fritz & Fehr (2003), Copier & Raessens (2003), Neitzel, Bopp & Nohr (2004), Raessens & Goldstein (2005), Kaminski & Lorber (2006), Vorderer & Bryant (2006), de Castell & Jenson (2007), Kafai et al. (2008), Quandt, Wimmer & Wolling (2008). Ausserdem liegen Monografien vor, die sich um Orientierung sowie empirische oder theoretische Klärungen bemühen (etwa Fromme, Meder & Vollmer 2000, Newman 2004, Juul 2005, Klimmt 2005, Mäyrä 2008, Pearce & Artemesia 2009). Diese wissenschaftlichen Entwicklungen und Arbeiten zeigen, dass die Phase der blossen Skandalisierung oder akademischen Ignorierung der Computerspiele zu Ende geht. Stattdessen kann von einer zunehmenden Normalisierung und Ausdifferenzierung der akademischen Auseinandersetzung mit diesen neuen Medien und ihren Verwendungsweisen ausgegangen werden, wie sie bei anderen, etablierteren Gegenstandsbereichen (etwa der Film- oder Fernsehforschung) schon länger selbstverständlich ist. Zur Normalisierung und Differenzierung der Debatte soll auch dieses Themenheft der Online-Zeitschrift «MedienPädagogik» auf www.medienpaed.com beitragen, das sich mit den digitalen Spielen und Spielkulturen aus einer primär medienpädagogischen Perspektive befasst und nach den Chancen und Potentialen für informelle wie auch formelle Lern- und Bildungsprozesse fragt. Die Beiträge fokussieren in diesem Spannungsfeld von Spielen und Lernen, von Unterhaltung und Bildung unterschiedliche Aspekte. Die Mehrzahl greift dabei aktuelle Diskussionen über Einsatzmöglichkeiten digitaler Spiele im Bereich des Lernens und der Ausbildung auf, die unter dem Label «Serious Games» oder auch «Game-based Learning» geführt werden (Petko; Bopp; Berger/Marbach; Lampert/Schwinge/Tolks; Malo/Neudorf/Wist; Pfannstiel/Sänger/Schmidt). Daneben widmen sich Beiträge der Frage, wie die Lern- und Bildungsrelevanz der medial-kulturellen Praxen, die sich weitgehend unabhängig von pädagogischer Intervention entfalten, untersucht und verstanden, aber auch pädagogisch unterstützt werden können (Fromme/Jörissen/Unger; Schrammel/Mitgutsch). In einem Beitrag geht es schliesslich darum, Computerspiele selbst zum Gegenstand der pädagogischen Reflexion machen (Biermann). Diese Verteilung spiegelt das Gewicht der Schwerpunkte innerhalb des aktuellen Diskurses über den Zusammenhang von Computerspielen und Lernen/Bildung durchaus angemessen wider. Dominik Petko fokussiert auf formelle Lern- und Bildungskontexte und behandelt die Frage, welche didaktischen Potenziale Computerspiele für den gezielten Einsatz in Schule und Ausbildung aufweisen. Ausgangspunkt ist die Überlegung, dass es für den schulischen Bereich nicht ausreicht, die allgemeinen Lernpotenziale der Spiele auszuweisen und die Muster des spielimmanenten Lernens nachzuzeichnen, wie dies in einigen Publikationen der letzten Jahre geschehe. Um einen Schritt weiterzukommen und zu erreichen, dass digitale Spiele tatsächlich vermehrt in den Unterricht integriert werden, komme es darauf an, den Lehrpersonen zu zeigen, dass der Einsatz solcher Spiele einerseits mit einem vertretbaren Aufwand möglich ist und andererseits zu einem erkenn- und begründbaren Mehrwert führt. Dazu sei im ersten Schritt eine genauere Analyse und Typisierung der Spiele und anschliessend eine Konkretisierung der didaktischen Strategien und Arrangements für die sinnvolle Einbettung in den Unterricht erforderlich. Der Beitrag vermittelt einen ersten systematischen Überblick über entsprechende mediendidaktische Ziele und Ansätze für den Einsatz von Computerspielen in Schule und Unterricht. Matthias Bopp geht aus von der Überlegung, dass Computerspiele die Spielenden generell mit Aufgaben und Herausforderungen konfrontieren, die nur im Rahmen von spielbezogenen Lernprozessen bewältigt werden können. Zudem unterstützen aktuelle Spiele die Spielenden in der Regel systematisch beim Erwerb der erforderlichen Kenntnisse und Fähigkeiten, weisen also ein (zumindest implizites) didaktisches Design auf. Wenn man in Rechnung stellt, dass Video- und Computerspiele für Kinder, Jugendliche und zunehmend auch Erwachsene trotz – oder gerade wegen – der hohen Anforderungen, die sie stellen, höchst faszinierend und motivierend sind, dann bietet es sich an, die Lehr-Lern-Designs digitaler Spiele genauer zu untersuchen, um ihre erfolgreichen Prinzipien auf Lernspiele zu übertragen. Der Beitrag konzentriert sich in diesem Kontext auf die Frage, welche Bedeutung zum einen Rahmengeschichten (Storytelling) und zum anderen parasoziale Interaktionen zwischen Spielenden und virtuellen Spielfiguren für die Spielmotivation haben und welche Rolle ihre gezielte Verwendung beim Design von Lernspielen zur Steigerung oder Aufrechterhaltung der Lernmotivation spielen kann. Daraus werden Empfehlungen für die Gestaltung motivierender Lernspiele abgeleitet und abschliessend an Hand zweier Beispiele veranschaulicht. Johannes Fromme, Benjamin Jörissen und Alexander Unger plädieren dafür, die Bildungspotenziale von Computerspielen – und der neuen, computerbasierten Medien überhaupt – nicht nur in ihrer Verwendung bzw. Verwendbarkeit als didaktische und motivationssteigernde Hilfsmittel für die Vermittlung dieser oder jener Lehrinhalte zu sehen, sondern die Perspektive in verschiedenen Hinsichten zu erweitern. Eine prinzipielle Erweiterung bestehe darin, bei der Frage nach Bildungspotenzialen in der Tradition der humanistischen Bildungstheorie nicht primär den Wissenserwerb, sondern die Steigerung von Reflexivität im Selbst- und Weltverhältnis in den Blick zu nehmen und somit zu fragen, in welcher Weise der Umgang mit Medien hierzu beitragen kann. Und weil Bildung in dieser Tradition grundsätzlich als Selbstbildung verstanden werde, liege es nahe, neben der formellen, institutionalisierten Bildung dem Bereich der informellen Bildung eine entsprechende Beachtung zu schenken. Der Artikel fragt daher nach dem Beitrag, den Computerspiele – und vor allem community-basierte Praxen – für eine Flexibilisierung von Selbst- und Weltsichten sowie für den Aufbau von Orientierungswissen leisten können, und diskutiert abschliessend, inwiefern solche informellen Bildungspotenziale pädagogisch aufgegriffen und unterstützt werden können. Florian Berger und Alexander Marbach gehen davon aus, dass es angesichts der Popularität und hohen Motivationskraft der Computerspiele zwar nahe liege, ihre pädagogische Verwertbarkeit zu prüfen, dass für den pädagogischen Einsatz der digitalen Spiele aber bisher weder theoretisch fundierte Konzepte noch eine hinreichende Forschung existiere. Insbesondere würden Fragen der technischen Machbarkeit zu wenig beachtet, wobei die Schwierigkeit darin bestehe, dass der jeweilige «State of the Art» für Lernspiele als Massstab schon wegen der begrenzten (finanziellen) Ressourcen ausscheide, andererseits aber ein Mindeststandard erreicht werden müsse, um die notwendige Akzeptanz beim Anwender zu finden. Vor diesem Hintergrund geht der Beitrag zunächst der Frage nach, was die technische, die kulturelle und die pädagogische Qualität eines digitalen Spiels ausmacht, um dann – aus einer primär ingenieurwissenschaftlichen Perspektive – zu diskutieren, wie bei der Gestaltung von Lernspielen eine gute Balance erreicht werden kann. Ralf Biermann betrachtet Computerspiele in seinem Beitrag nicht aus mediendidaktischer, sondern aus medienpädagogischer Perspektive und stellt ein Konzept vor, mit dem die digitalen Spiele selbst zum Gegenstand einer lernorientierten Auseinandersetzung werden. Die leitende Idee ist es, Wege aufzuzeigen und zu erproben, wie Computerspiele in den Bereich der aktiven, projektorientierten Medienarbeit eingebunden werden können, die sich dieser neuen Medien – im Unterschied zu Radio, Presse oder Film – bisher kaum angenommen hat. Das Konzept des Video Game Essays knüpft an der Film- und Videoarbeit an, erweitert es aber um einige neue Elemente, die mit den technischen Besonderheiten der Spiele zu tun haben. Der Ansatz kann als innovative Form der Medienanalyse angesehen werden, bleibt aber bei der Analyse nicht stehen, sondern eröffnet auch weitergehende Handlungs- und Lernpotenziale. Als Einsatzgebiete des Video Game Essays werden die ausserschulische Medienarbeit, die Schul- und die Hochschulausbildung genauer betrachtet. Claudia Lampert, Christiane Schwinge und Daniel Tolks zeichnen in ihrem Beitrag die bisherigen Entwicklungen im Bereich der Serious Games nach, die von anderen Ansätzen des mediengestützten Lernens wie E-Learning, Edutainment und Game-Based Learning abgegrenzt werden, und arbeiten den aktuellen Diskussions- und Forschungsstand auf. Die Potenziale und Grenzen werden am Beispiel zweier Spiele aus dem Gesundheitsbereich (Games for Health) detaillierter diskutiert, für die auch erste empirische Befunde vorliegen. Serious Games gewinnen zwar – nach Ansicht der Autoren/innen vor allem aus Marketinggründen – zunehmend an Bedeutung, allerdings bestehe noch ein erheblicher Forschungs- und Evaluationsbedarf. Sabrina Schrammel und Konstantin Mitgutsch kritisieren, dass im medienpädagogischen Diskurs über Computerspiele der Umstand vernachlässigt werde, dass Spielen eine kulturell geprägte, aktive Auseinandersetzung mit einem Spielgegenstand sei. Ihnen geht es im vorliegenden Beitrag daher darum, die spezifische medial- kulturelle Praktik des Computerspielens zu erfassen bzw. dafür einen geeigneten methodischen und theoretischen Zugang zu entwickeln und vorzustellen. Das Spielen von Computerspielen wird in Anlehnung an den internationalen Diskurs als Transformation und Produktion kultureller Erfahrungen interpretiert, auch um aus den Engführungen der im deutschsprachigen Raum noch dominierenden Mediennutzungs- und Medienwirkungsforschung herauszugelangen. Für die pädagogische Auseinandersetzung wird daraus abgeleitet, dass nicht die didaktische Nützlichkeit, sondern die bildungstheoretische Bedeutung von Computerspielen zu fokussieren sei. Den bisher vorherrschenden teleologischen Lernkonzepten wird hier ein genealogischer Ansatz gegenübergestellt, bei dem die Erfahrungen und Lernprozesse im Zuge der Spielhandlungen selbst thematisiert werden. An einem Beispiel wird abschliessend verdeutlicht, wie das theoretisch-methodische Vorgehen einer hierauf ausgerichteten Analyse ausgestaltet und wie bei einer solchen Analyse die medial-kulturelle Praktik des Computerspielens pädagogisch rekonstruiert werden kann. Steffen Malo, Maik Neudorf und Thorben Wist ordnen ihren Beitrag in den Kontext des Game-based Training (GBT) ein und berichten über das Projekt Alphabit, bei dem es darum geht, computerbasierte Lern- bzw. Trainingsspiele als ergänzendes methodisches Mittel für Alphabetisierungs- bzw. Grundbildungsprogramme einzusetzen. Vorgestellt werden die im Projekt entwickelten konzeptionellen Überlegungen zu den Rahmenbedingungen, zur Auswahl der Inhalte, zu unterstützenden instruktionalen Hilfen, zu den Entwicklungsprozessen und zu methodischen Aspekten des spielerischen Lernens in virtuellen Umgebungen. Ausserdem werden erste Ansätze für die Umsetzung präsentiert und offene Forschungsfragen aufgezeigt. Auch Jochen Pfannstiel, Volker Sänger und Claudia Schmitz berichten über ein Projekt, das für die Bildungspraxis konzipiert wurde und auch bereits erprobt wird. Hier geht es um Game- based Learning im Hochschulbereich, genauer: um ein Lernspiel, das ergänzend zu einer Pflichtvorlesung in der Informatik eingesetzt wird, um Studierende dazu zu motivieren, sich während des Studiums intensiver und vertiefend mit der Vorlesungsthematik zu befassen. Ziel ist also ein verbessertes und vor allem nachhaltigeres Verständnis der Vorlesungsinhalte durch spielerische Mittel zu erreichen. Der Beitrag beschreibt das dazu entwickelte Lernspiel und berichtet über die bisherigen Erfahrungen und erste Evaluationsergebnisse. * Eine Ausnahme erscheint allerdings erwähnenswert: In der ersten Hälfte der 1980er Jahre gab es in der Bundesrepublik Deutschland eine Debatte (und einige Forschungsarbeiten) zum Videospiel in Spielhallen mit dem Ergebnis, dass 1985 ein geändertes Jugendschutzgesetz in Kraft trat, das den Zugang zu Glücks- und Videospielautomaten in der Öffentlichkeit neu regulierte und unter 18-Jährigen nicht mehr gestattete. Diese Regelung ist – anders als die 2003 obligatorisch gewordenen Altersfreigaben der USK für Computerspiele auf Datenträgern – unabhängig vom Inhalt der Spiele, und sie ist bis heute in Kraft. Literatur Copier, Marinka/Raessens, Joost (Eds.) (2003): Level Up. Digital Games Research Conference, 4–6 November 2003, Utrecht University, Conference Proceedings. De Castell, Suzanne/Jenson, Jennifer (Eds.) (2007): Worlds in Play. International Perspectives on Digital Games Research. New York et al.: Peter Lang. Fritz, Jürgen/Fehr, Wolfgang (Hrsg.) (2003): Computerspiele. Virtuelle Spiel- und Lernwelten. Bonn: Bundeszentrale für politische Bildung. Fromme, Johannes, Meder, Norbert; Vollmer, Nikolaus (2000). Computerspiele in der Kinderkultur. Opladen: Leske + Budrich. Juul, Jesper (2005). Half-real. Video games between real rules and fictional worlds. Cambridge, Mass.: MIT Press. Kafai, Yasmin B./Heeter, Carrie/Denner, Jill/Sun, Jennifer Y. (Eds.) (2008): Beyond Barbie and Mortal Kombat. New Perspectives on Gender and Gaming. Cambridge, Mass./London: MIT Press. Kaminski, Winfred/Lorber, Martin (Hrsg.) (2006): Clash of Realities. Computerspiele und soziale Wirklichkeit. München: Kopäd. Klimmt, Christoph (2005): Computerspielen als Handlung. Dimensionen und Determinanten des Erlebens interaktiver Unterhaltungssoftware. Köln: Herbert von Halem. Mäyrä, Frans (2008): An Introduction to Game Studies. Games in Culture. Los Angeleos u.a.: SAGE. Neitzel, Britta/Bopp, Matthias/Nohr, Rolf F. (Hrsg.) (2004): «See? I’m real …» Multidisziplinäre Zugänge zum Computerspiel am Beispiel von ‹Silent Hill›. Münster: Lit. Newman, James (2003): Videogames. London/New York: Routledge. Pearce, Celia/Artemesia (2009): Communities of Play. Emergent Cultures in Multiplayer Games and Virtual Worlds. Cambridge, Mass./London: MIT Press. Quandt, Thorsten/Wimmer, Jeffrey/Wolling, Jens (Hrsg.) (2008): Die Computerspieler. Studien zur Nutzung von Computergames. Wiesbaden: VS Verlag. Raessens, Joost; Goldstein, Jeffrey (2005) (Ed). Handbook of Computer Game Studies. Cambridge, Mass.: MIT Press. Vorderer, Peter; Bryant, Jennings (2006) (Ed). Playing Video Games. Motives, Responses, and Consequences. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum. Wolf, Mark J./Perron, Bernard (Eds.) (2003): The Video Game Theory Reader. New York/London: Routledge.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
17

Qoidah, Riana Fathonatul. „Efektifitas Penggunaan Media Digital Storytelling dalam Pembelajaran Menulis Teks Narrative: Studi Kasus di SMP Negeri 1 Widodaren Ngawi“. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan KALUNI 1 (28.04.2018). http://dx.doi.org/10.30998/prossnp.v1i0.18.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Salah satu kemajuan ilmu dan teknologi dalam pendidikan adalah munculnya berbagai sarana lab yang berbasis teknologi. Pemanfaatan kemajuan teknologi pendidikan mulai merambah pada peningkatan kompetensi guru, penulisan berbagai buku teks berbasis elektronik, penggunaan sarana berbasis IT dan juga pemanfaatan serta penggunaan media berbasis teknologi pendidikan. Salah satunya adalah penggunaan media digital storytelling. Secara umum, tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan efektivitas penggunaan media digital storytelling dalam pembelajaran menulis teks naratif. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui apakah seberapa efektif penggunaan media digital storytelling dalam pembelajaran ketrampilan menulis teks naratif? Penelitian ini merupakan penelitian deskripsi kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Kasus terjadi pada kelas VIII A SMP Negeri Widodaren 1 Ngawi. Semua informasi termasuk catatan lapangan dan hasil tulisan siswa digunakan sebagai data dalam penelitian ini. Metode penggalian data dilakukan dengan cara simak catat (dokumentasi), observasi, wawancara dan tes. Validitas data dilakukan dengan menggunakan triangulasi metode dan sumber. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan model analisis interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media digital storytelling dalam pembelajaran menulis teks naratif pada siswa kelas VIII A di SMP Negeri Widodaren 1 Ngawi sangat efektif. Efektivitas penggunaan media digital storytelling dalam pembelajaran menulis teks naratif terlihat dari 1) penggunaan media digital storytelling sangat memotivasi anak belajar bahasa Inggris menulis Teks naratif, 2). penggunaan media digital storytelling memacu siswa lebih interaktif, 3). penggunaan media digital storytelling membuat materi pelajaran lebih menarik dan komunikatif, dan 4) penggunaan media digital storytelling dapat meningkatkan prestasi siswa.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
18

Boham, Indra S., Steven Sentinuwo und Alwin Sambul. „Rancang Bangun Aplikasi Game Pengenalan Sejarah Perang Tondano“. Jurnal Teknik Informatika 11, Nr. 1 (21.07.2017). http://dx.doi.org/10.35793/jti.11.1.2017.16919.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Sejarah merupakan bagian dari kehidupan manusia yang terjadi secara kronologis dan benar-benar terjadi pada masa lampau dengan didukung bukti-bukti yang nyata. Generasi muda lebih cenderung menjelajahi dunia international dengan menggunakan gadget yang mereka miliki, dengan begitu dapat lebih mendorong generasi muda untuk tidak peduli dengan sejarah. Salah satu sejarah yang dilupakan adalah Perang Tondano, dimana banyak orang yang ada di Sulawesi Utara termasuk generasi muda yang ada di dalamnya tidak mengetahui tentang sejarah perang ini. Dengan merancang dan membangun Aplikasi Game Pengenalan Sejarah Perang Tondano dapat menjadi sarana pengenalan sejarah tentang Perang Tondano bagi generasi muda. Penulis menggunakan Unity 3D dalam membuat aplikasi Game Pengenalan Sejarah Perang Tondano. Dalam pembuatan aplikasi ini metode yang digunakan adalah Metode Extreme Programming. Aplikasi Game Pengenalan Sejarah Perang Tondano ini bukan hanya sekedar game biasa tetapi memiliki storytelling yang menjelaskan mengapa sampai Perang Tondano itu terjadi. Aplikasi Game Pengenalan Sejarah Perang Tondano menjadi sarana untuk memperkenalkan kepada generasi muda maupun masyarakat umum dengan cara yang interaktif dan menarik.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
19

Syafe’i, Muhammad, und Rukiyati Rukiyati. „PENGEMBANGAN MORAL ANAK DI LINGKUNGAN LOKALISASI PASAR KEMBANG TK PKK SOSROWIJAYAN YOGYAKARTA“. Jurnal Pendidikan Karakter 7, Nr. 1 (28.04.2017). http://dx.doi.org/10.21831/jpk.v7i1.15504.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan pengembangan moral anak TK PKK Sosrowijayan Yogyakarta dan mengungkapkan perkembangan moral anak TK PKK Sosrowijayan Yogyakarta. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Subjek penelitian ini terdiri atas kepala sekolah, guru, dan anak didik TK PKK Sosrowijayan Yogyakarta. Data penelitian dikumpulkan melalui wawancara, observasi, dan analisis dokumen. Data penelitian dianalisis menggunakan teknik analisis kualitatif secara interaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan moral anak TK PKK Sosrowijayan mencakup aspek materi, pendidik, metode dan evaluasi. Materi yang dikembangkan di TK Sosrowijayan mengacu pada Permendiknas No. 58 Tahun 2009 tentang Standar Pendidikan Anak Usia Dini. Pendidik sudah dapat menjadi teladan bagi anak. Metode pengembangan moral menggunakan metode: pembiasaan, bercerita, keteladanan, dan bernyanyi. Evaluasi yang digunakan evaluasi proses menggunakan teknik observasi tanpa lembar observasi dan hanya mengandalkan ingatan guru. Kata Kunci: pengembangan moral, lokalisasi, taman kanak-kanak. THE MORAL DEVELOPMENT OF CHILDREN IN PASAR KEMBANG PROSTITUTION OF PKK KINDERGARTEN SOSROWIJAYAN YOGYAKARTA Abstract: This study aims to: (1) reveals the moral development of children in kindergartens PKK Sosrowijayan Yogyakarta, and (2) reveals the moral development of children in kindergartens PKK Sosrowijayan Yogyakarta. The approach used in this study is qualitative. Subjects of this study consisted of principals, teachers, and students PKK kindergarten, Sosrowijayan, Yogyakarta, Indonesia. The research data was collected through interviews, observation and document analysis. Data were analyzed using qualitative analysis techniques interactively: data collection, data reduction, data presentation, and conclusion. The results showed that the moral development of TK PKK Sosrowijayan covers the material aspects, educators, methods and evaluation. The material was developed in kindergarten Sosrowijayan refers Permendiknas No 58 of 2009. Educators have can be a role model for students. Moral development method using the method: habituation, storytelling, modeling and singing. Evaluations are used in the evaluation process using observation without observation sheets teachers just rely on memory. Moral development of children in accordance with the stages of development of children aged 5-6 years. Keywords: moral development, prostitution, kindergarten
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
Wir bieten Rabatte auf alle Premium-Pläne für Autoren, deren Werke in thematische Literatursammlungen aufgenommen wurden. Kontaktieren Sie uns, um einen einzigartigen Promo-Code zu erhalten!

Zur Bibliographie