Inhaltsverzeichnis
Auswahl der wissenschaftlichen Literatur zum Thema „Interaktiv storytelling“
Geben Sie eine Quelle nach APA, MLA, Chicago, Harvard und anderen Zitierweisen an
Machen Sie sich mit den Listen der aktuellen Artikel, Bücher, Dissertationen, Berichten und anderer wissenschaftlichen Quellen zum Thema "Interaktiv storytelling" bekannt.
Neben jedem Werk im Literaturverzeichnis ist die Option "Zur Bibliographie hinzufügen" verfügbar. Nutzen Sie sie, wird Ihre bibliographische Angabe des gewählten Werkes nach der nötigen Zitierweise (APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver usw.) automatisch gestaltet.
Sie können auch den vollen Text der wissenschaftlichen Publikation im PDF-Format herunterladen und eine Online-Annotation der Arbeit lesen, wenn die relevanten Parameter in den Metadaten verfügbar sind.
Zeitschriftenartikel zum Thema "Interaktiv storytelling"
1
Saputro, Godham Eko, Toto Haryadi und Dzuha Hening Yanuarsari. „Perancangan Purwarupa Komik Interaktif Safety Riding Berkonsep Digital Storytelling“. ANDHARUPA: Jurnal Desain Komunikasi Visual & Multimedia 2, Nr. 02 (31.08.2016): 195–206. http://dx.doi.org/10.33633/andharupa.v2i02.1207.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
AbstrakDi Indonesia khususnya kota besar, kecelakaan yang disebabkan kendaraan bermotor menjadi persoalan yang serius. Salah satunya disebabkan kurangnya pemahaman tentang safety riding. Berbagai upaya kampanye safety riding pun telah dilaksanakan oleh polisi lalu lintas melalui talkshow, siaran radio, serta media leaflet bagi masyarakat yang dilakukan berulang-ulang. Hal itu mendorong peneliti dalam upaya menemukan strategi baru, salah satunya memanfaatkan perkembangan teknologi yang sangat pesat guna mengembangkan media pendukung kampanye safety riding yang tidak hanya dapat menyampaikan pesan, tetapi juga disukai dan bersifat menghibur. Data diperoleh melalui wawancara, observasi, serta studi literatur sebagai sumber konten purwarupa komik interaktif. Melalui pendekatan digital storytelling dan model komunikasi SMCR serta mengacu pada Penelitian Pengembangan, konsep purwarupa komik interaktif bisa dijabarkan lebih detail serta dapat diimplementasikan dalam perangkat mobile khususnya tablet PC. Diharapkan purwarupa ini dapat dikembangkan lebih lanjut sehingga benar-benar dapat dipublish secara umum sebagai media pendukung kampanye safety riding. Kata Kunci: komik, interaktif, safety riding, digital storytelling AbstractIn Indonesia especially in big cities, the accident which caused by rider is still become serious issue. One factor which cause accident is the lack of knowledge about safety riding. A lot of efforts which have been carried by traffic policeman are talkshow, radio broadcast, and leaflet media for public society. On the other hand, it courage the researchers in effort to find new startegy, one of them is using the advance of technology to develop another media campaign which not only can deliver the messages, but also can entertain user. This research is an effort to find unconventional media for safety riding campaign. Data was obtained through interview, observation, and study of literature as sources of content for interactive comic. Through digital storytelling approach and communication model of SMCR and refers to Research and Development, the concept prototype of interactive comic can be described more detail and also can be implemented in mobile device especially tablet PCs. The prototype is expected can be develop further so it really can be published as supported media for safety riding campaign. Keywords: comic, interactive, safety riding, digital storytelling
2
Yusa, I. Made Marthana, und Fajar Wati Putu Yuliana. „Pengembangan Model Pembelajaran Huruf Hiraganadalam Wujud Cd Interaktif Untuk Siswa Kelas Iv Sd“. Jurnal Nasional Pendidikan Teknik Informatika (JANAPATI) 2, Nr. 2 (08.07.2013): 110. http://dx.doi.org/10.23887/janapati.v2i2.9780.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan media pembelajaran alternative berbasis komputer yang menarik, dalam pembelajaran bahasa Jepang, untuk siswa kelas IV SD. Media pembelajaran yang dipilih berbentuk CD Interaktif. Materi pembelajaran bahasa Jepang yang dipilih adalah pembelajaran tulisan Hiragana, karena lebih mudah dipelajari jika dibandingkan dengan huruf Katakana dan Kanji. Pembelajarannya meliputi cara penulisan, pengucapan huruf dan pemakaian pada beberapa kata serta arti dari kata tersebut. Model pembelajaran yang penulis gunakan adalah model tutorial dan instructional games. Penyampaian materi pembelajaran huruf Hiragana adalah dengan konsep bercerita (storytelling). Dalam proses pembelajaran dengan CD interaktif model tutorial dan instructional games, dengan konsep storytelling akan membantu anak untuk tidak hanya mengutamakan kemampuan otak kiri yang cenderung berpikir rasional, tetapi juga otak kanan dengan kecenderungan berpikir kreatif dan imajinatif. Secara umum semua anak-anak senang mendengarkan storytelling, baik anak balita, usia sekolah dasar, maupun yang telah beranjak remaja bahkan orang dewasa.
3
Paramitha, Anak Agung Istri Ita, Made Windu Antara Kesiman und I. Ketut Resika Arthana. „Pengembangan “Digital Interactive Storyteller” Berbasis Android Untuk Tunanetra“. Jurnal Nasional Pendidikan Teknik Informatika (JANAPATI) 3, Nr. 3 (08.12.2014): 142. http://dx.doi.org/10.23887/janapati.v3i3.9824.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
Storytelling merupakan suatu kesenian yang dilakukan secara lisan dengan alat atau tanpa alat untuk menyampaikan sesuatu yang dapat berupa pesan, informasi ataupun cerita yang menghibur. Storytelling memiliki banyak manfaat dalam perkembangan anak, salah satunya adalah mengembangkan imajinasi anak. “Digital Interactive Storyteller” merupakan aplikasi storytelling dengan menggunakan perangkat Android yang ditujukan untuk pengguna tunanetra. Penelitian ini bertujuan untuk merancang dan mengimplementasikan rancangan aplikasi “Digital Interactive Storyteller” Berbasis Android untuk Tunanetra. Pengembangan aplikasi “Digital Interactive Storyteller” Berbasis Android untuk Tunanetra menggunakan siklus hidup pengembangan perangkat lunak SDLC (Software Development Life Cycle) dengan model waterfall atau model air terjun. Fitur utama dalam aplikasi ini adalah audio dongeng interaktif dengan menggunakan perangkat Android. Interaktif yang dimaksudkan adalah pengguna dapat memilih alur dongeng sendiri. Hasil dari penelitian ini yaitu perancangan dan implementasi dari aplikasi “Digital Interactive Storyteller” Berbasis Android untuk Tunanetra yang telah berhasil dilakukan. Perancangan dilakukan dengan menggunakan model fungsional berupa UML (Unified Modeling Language). Diimplementasikan dalam bahasa pemrograman Java dengan menggunakan editor Eclipse dan plug-ins ADT (Android Development Tools). Seluruh kebutuhan fungsional telah berhasil diimplementasikan sesuai dengan rancangan.
4
Bopp, Matthias. „Storytelling und parasoziales Design als Motivationshilfen in Computerlernspielen“. MedienPädagogik: Zeitschrift für Theorie und Praxis der Medienbildung 15, Computerspiele und Videogames (10.12.2008): 1–20. http://dx.doi.org/10.21240/mpaed/15_16/2008.12.10.x.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
Der Artikel analysiert den möglichen Nutzen von Storytelling und parasozialem Design als Motivationshilfe in digitalen Lernspielen. Hierzu werden zunächst Zusammenhänge zwischen Storytelling, parasozialer Interaktion und Lernmotivation in Computerspielen beschrieben, darauf folgen einige Empfehlungen zur Gestaltung der Struktur von lernmotivierenden Erzählungen für digitale Lernspiele. Abschliessend werden zwei Beispiele zur Umsetzung einiger dieser Empfehlungen gegeben.
5
Ririhena, Ribka Lemi. „GURU SEBAGAI STORYTELLER DI SEKOLAH DASAR“. PEDAGOGIKA: Jurnal Pedagogika dan Dinamika Pendidikan 8, Nr. 1 (21.04.2020): 63–72. http://dx.doi.org/10.30598/pedagogikavol8issue1page63-72.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
Guru merupakan tenaga profesional yang berfungsi untuk merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembelajaran dan latihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Guru harus melibatkan diri sebagai motivator, fasilitator, inspirator, pembimbing profesi, dan intelengsi murid-muridnya secara optimal. Dengan demikian guru harus menciptakan berbagai cara berupa metode, pendekatan dan teknik yang dapat digunakan untuk mencapai keberhasilan pembelajaran. Salah satu kegiatan apresiasi yang dapat mengembangkan pengalaman imajinasi dan estetika adalah kegiatan storytelling (Penceritera) yang dilakukan oleh guru disekolah. Storytelling memiliki nilai yang membawa kesenangan, mengembangkan perasaan, memperbaiki sikap, mengatur kontrol sosial, membangkitkan antusiasme, merangsang imajinasi, dan interaksi murid. Dalam hal ini, storytelling merupakan kegiatan yang bersifat produktif, artinya dalam berceritera seseorang melibatkan pikiran, kesiapan mental, keberanian, perkataan yang jelas, sehingga dapat dipahami oleh murid. Storytelling adalah satu model pembelajaran yang meningkatkan apresiasi sastra bagi murid SD.
6
Agustina, Vella Fitrisia. „Meningkatkan Kemampuan Berhitung Pada Anak Usia Dini Dengan Cara Storytelling“. JURNAL SPIRITS 10, Nr. 1 (15.01.2020): 65. http://dx.doi.org/10.30738/spirits.v10i1.6539.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
Abstrak. Selama ini terjadi banyak silang pendapat mengenai pentingnya mengajarkan berhitung pada anak usia dini,pendapat yang mendukung mengatakan bahwa mengajarkan berhitung berguna bagi anak untuk kesiapannya menghadapi jenjang pendidikan selanjutnya, pendapat yang menolak mengatakan bahwa pemberian materi berhitung tidak sesuai dengan tahap perkembangan anak, ditakutkan anak akan mengalami kelelahan akademik sehingga anak akan menjadi tertekan di sekolah. Untuk memahami kedua pendapat sebelumnya maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh storytelling terhadap kemampuan berhitung pada anak usia dini. Storytelling dipilih sebagai metode karena dianggap sebagai metode mengajar yang menyenangkan dan interaktif bagi anak-anak untuk menyampaikan materi yang rumit. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen within subject dengan desain one group pretest posttest. Ada 13 anak usia dini yang terlibat sebagai subjek penelitian pada penelitian ini, perlakuan yang diberikan berupa storytelling dalam mengajarkan berhitung dan alat pengumpulan data yang digunakan berupa test berhitung. Hasil perhitungan Wilcoxon menunjukkan bahwa p<0,05 yang artinya ada perbedaan kemampuan berhitung pada anak setelah diberikan materi berhitung dengan cara storytelling.Kata Kunci: Anak usia dini, Bercerita, Kemampuan berhitung
7
Prastawan, Rikat Eka. „THE PROCESS OF STUDENTS’ ESSAY WRITING THROUGH FLASH CARD AND STORYTELLING: AN IMPLEMENTATION OF INTEGRATED WRITING“. JEELL (Journal of English Education, Linguistics and Literature) 5, Nr. 1 (14.12.2018): 1. http://dx.doi.org/10.32682/jeell.v5i1.865.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
Esai adalah serangkaian tulisan yang panjangnya paling sedikit tiga paragraf. Penullisan esai diajarkan pada semester ketiga Program Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Adibuana Surabaya. Namun, sebagian besar mahasiswa belum dapat mengembangkan ide dengan baik. Flash Card dan storytelling bisa menjadi media sebagai integrated writing untuk mengembangkan esai mereka. Itu sebabnya peneliti memfokuskan pada proses integrated writing melalui flash card dan storytelling untuk menulis esai yang dibuat oleh mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Adi Buana Surabaya. Penelitian ini menggunakan deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik purposive sampling sebagai teknik pengumpulan datanya. Data penelitian ini adalah semua kegiatan dalam proses belajar mengajar yang terkait dengan fokus penelitian, sedangkan proses belajar mengajar sebagai implementasi integrated writing sebagai sumber data. Hasilnya menunjukkan adanya tiga tahapan yang meliputi tahap awal, tahap interaktif, dan tahap penulisan. Setiap tahapan membutuhkan seorang guru atau dosen yang dapat menjadi fasilitator yang baik seperti menjadi sumber acuan setiap pertanyaan dan umpan balik bagi mahasiswa agar dapat menghasilkan esai yang baik. Beberapa strategi juga diperlukan untuk mengelola kelas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa flashcard dan storytelling dapat diterpkan bersama-sama secara terintegrasi dalam mengajarkan menulis esai untuk mahasiswa Program Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Adibuana Surabaya.
8
Ramdhani, Sandy, Nur Adiyah Yuliastri, Siti Diana Sari und Siti Hasriah. „Penanaman Nilai-Nilai Karakter melalui Kegiatan Storytelling dengan Menggunakan Cerita Rakyat Sasak pada Anak Usia Dini“. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 3, Nr. 1 (10.02.2019): 153. http://dx.doi.org/10.31004/obsesi.v3i1.108.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan metode storytelling berbasis cerita rakyat sasak untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada anak Taman Kanak-Kanak di TK Ummi Adniyah NW Sekarteja. Penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Jenis Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Teknik pengumpulan data adalah observasi, Wawancara, dan dokumentasi. Instumen pengumpulan data yang digunakan adalah peneliti, Lembar Observasi, dan wawancara. Uji keabsahan data dengan uji credibility, Uji Transferability, kebergantungan dependability dan kepastian confirmability. Proses analisis data dilakukan dengan menggunakan model analisis interaktif Miles & Huberman yaitu Data Collection, Data Display, Data Reduction, dan Conclusion Drawing. Hasil dari penelitian didapatkan kegiatan storytelling dengan menggunakan cerita rakyat mampu untuk menanamkan nilai-nilai karakter. Nilai-nilai karakter yang muncul diantaranya adalah karakter tanggung jawab, mandiri, jujur, religious, dan kerjasama. Karakter yang muncul merupakan sebuah akumulasi yang muncul dari perilaku anak-anak setelah mendengarkan cerita rakyat yang digunakan seperti “lelampaq Lendong Kaoq” dan “ Tegodek-godek dan Tetuntel-tuntel”
9
Sujoko, Anang. „New Media 3.0: Merancang Model Pemberdayaan Komunikasi Politik yang Interaktif“. ARISTO 8, Nr. 1 (01.01.2019): 62. http://dx.doi.org/10.24269/ars.v8i1.2019.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
The use of new media in Indonesia significanty grows, especially among the youth generation. Unfortunately, it does not happen in the youth community organization. This study aims to determine the factors that become obstacles for youth community organizations in managing new media for the benefit of the organization. This research is a mixed method by using survey data collection techniques to identify the level of use of new media in each organization and focus group discussion (FGD) to obtain more in-depth data about the problems that become obstacles in its management. This study succeeded in digging data from 15 youth community organizations in the City of Kediri. This research succeeded in mapping the problems experienced by CSOs in utilizing the internet and its interactive platforms. Based on a survey conducted on 15 CSOs, it was found that the main problem faced was the unavailability of qualified human resources in CSOs that were specifically tasked with managing CSO social media accounts. This is also due to the low awareness of CSOs about the potential of the internet and new media 3.0 to treat their political audience. Furthermore, another obstacle faced is the difficulty in producing content. Based on the focus group discussion conducted to follow up on the results, the researcher concluded the two conditions above because CSOs do not have sufficient awareness and knowledge of the potential of the use of the internet and all its interactive platforms for political communication. The conclusion of this study is that the management of new media for organizations has not been taken seriously because of the low level of awareness of the importance of new media for organizational development. However, the design of the digital storytelling concept in order to create a sanse of belongings for the political audience of each community organization is seen as an alternative management solution after the appointment of manager responsibility.
10
Sujoko, Anang. „New Media 3.0: Merancang Model Pemberdayaan Komunikasi Politik yang Interaktif“. ARISTO 8, Nr. 1 (01.01.2020): 57. http://dx.doi.org/10.24269/ars.v8i1.2261.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
The use of new media in Indonesia significanty grows, especially among the youth generation. Unfortunately, it does not happen in the youth community organization. This study aims to determine the factors that become obstacles for youth community organizations in managing new media for the benefit of the organization. This research is a mixed method by using survey data collection techniques to identify the level of use of new media in each organization and focus group discussion (FGD) to obtain more in-depth data about the problems that become obstacles in its management. This study succeeded in digging data from 15 youth community organizations in the City of Kediri. This research succeeded in mapping the problems experienced by CSOs in utilizing the internet and its interactive platforms. Based on a survey conducted on 15 CSOs, it was found that the main problem faced was the unavailability of qualified human resources in CSOs that were specifically tasked with managing CSO social media accounts. This is also due to the low awareness of CSOs about the potential of the internet and new media 3.0 to treat their political audience. Furthermore, another obstacle faced is the difficulty in producing content. Based on the focus group discussion conducted to follow up on the results, the researcher concluded the two conditions above because CSOs do not have sufficient awareness and knowledge of the potential of the use of the internet and all its interactive platforms for political communication. The conclusion of this study is that the management of new media for organizations has not been taken seriously because of the low level of awareness of the importance of new media for organizational development. However, the design of the digital storytelling concept in order to create a sanse of belongings for the political audience of each community organization is seen as an alternative management solution after the appointment of manager responsibility.
Dissertationen zum Thema "Interaktiv storytelling"
1
Olsson, Angelique, und Husham Al-Sam. „Varumärkesidentitet på sociala medier: : Hur varumärken kan driva marknadsföringskampanjer med interaktiv storytelling“. Thesis, Högskolan Dalarna, Institutionen för information och teknik, 2021. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:du-37527.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
Bakgrund I samband med den teknologiska utvecklingen har begreppet interak=vitetblivit allt mer omdiskuterat, inte minst vid framställning av interak=vaberä<elser. Interak=v storytelling är e< rela=vt ny< forskningsområde somöppnat upp för e< ny< sä< a< driva marknadsföringskampanjer på.Däremot har ingen forskning påträffats gällande hur en interak=vmarknadsföringskampanj kan drivas och visualiseras på sociala medier medhjälp av omröstningsfunk=oner. Studien anses därav vara betydande förutvecklingen av e< ny< =llvägagångssä< för verksamheter a< interageramed sin målgrupp.SyJe SyJet med denna studie är a< kartlägga processen för hur företag kandriva och visualisera interak=va marknadsföringskampanjer, på socialamedier.Metod Studien lutar sig mot en design och skapande strategi där en kombina=onav olika metoder har används för insamling av relevant data. Metodernautgjordes av en kvalita=v li<eraturstudie, en visuell innehållsanalys, trewebbenkätundersökningar samt en prototypframställning. Metoderna harinsamlat data genom e< itera=vt förhållningssä<. Urvalet av den visuellainnehållsanalysen utgjordes av totalt 20 marknadsföringskampanjer medstorytelling som metod. Urvalet för webbenkätundersökningarna utgjordesav bekvämlighetsprincipen där urvalet bestod av 677 grafiska designers.Resultat Resultatet av studien visar a< det är möjligt a< skapa en interak=vkampanj med hjälp av =llgängliga omröstningsfunk=oner på socialamedier, där två =ll sex parallella handlingar möjliggörs via omröstningar.Vidare resulterade studien i en prototyp av en interak=v kampanj med tvåparallella handlingar.Slutsatser Studiens samlade resultatbild presenteras som en processkarta varsuppgiJ är a< guida företag a< visualisera och driva interak=vamarknadsföringskampanjer på sociala medier.Background With the technological development, the concept of interac=vity hasbecome increasingly debated, not only in the produc=on of interac=vestories. Interac=ve storytelling is a rela=vely new area of research, whichhas opened a new way of running a marke=ng campaign. However, noresearch has been found regarding how an interac=ve marke=ngcampaign can be run and visualized, on social media. The study istherefore, considered significant for the development of a new approachfor businesses to interact with their target audience.Purpose The purpose of this study is to map out the process for how companiescan run and visualize interac=ve marke=ng campaigns, on social media.Method The study used design and crea=ve as a strategy, where the methods usedconsisted of a qualita=ve literature study, visual content analysis, threeweb surveys and prototyping. The methods have collected data throughan itera=ve approach. The selec=on of the visual content analysisconsisted of a total of 20 marke=ng campaigns with storytelling. Thesample for the web surveys consisted of the convenience sampling, wherethe sample consisted of 677 graphic designers.Results The result of the study indicates that it’s possible to create an interac=vecampaign using available poll func=ons on social media, where two to sixparallel ac=ons are made possible through vo=ng. Furthermore, the studyresulted in a prototype of an interac=ve campaign, with two parallelac=ons.Conclusions In conclusion the study resulted in the crea=on of a process map, with thepurpose of guiding companies to visualize and run interac=ve marke=ngcampaigns, on social media.
2
Widegren, Markus, und Josef Alin. „Augmented reality-markörer, deras utformning och platsbaserat berättande“. Thesis, Linköpings universitet, Institutionen för datavetenskap, 2014. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:liu:diva-108228.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
När det gäller design av augmented realitymarkörer och platsbaserat berättande finns det många aspekter att ta hänsyn till för att skapa en djup och engagerande upplevelse för användaren. Det finns olika tekniska och kommunikativa faktorer att ta hänsyn till, bland annat måste markörerna vara igenkännbara som just markörer samtidigt som de måste vara tolkningsbara av bildigenkänningen i augmented realityenheten. Mitt i denna konflikt ligger en designutmaning i vilket det estetiska uttrycket och berättandet måste passa in. Denna studie har genomförts som en kvalitativ fallstudie där scenarier och prototyper har utvecklats utifrån designmetoder som bland annat brainstormning och idéloggar baserat på teorier om designprinciper för augmented reality och berättande i olika medier. En intervju med en potentiell uppdragsgivare ligger delvis till grund för designarbetet. Det producerade materialet har utvärderats genom användbarhetstester samt observationer och intervjuer med ett antal testpersoner. Under arbetet utvecklades “Naturens gång” – en platsbaserad berättelse med tillhörande augmented realitymarkörer. Upplevelsen bestod av bild, ljud, video och animation som förde användaren genom en suggestiv berättelse med hjälp av GPSpunkter och markörer. Som teknisk plattform användes augmented realityapplikationen Minnesmark. Utvärderingen visade på vikten av att användandet av tekniken flyter skarvlöst, att markörerna görs skarvfulla och ges betydelse i sig så att de är relevanta för berättelsen och inte bara ett tekniskt hjälpmedel, att vända de tekniska begränsningarna till fördelar, att den estetiska och kommunikativa stilen är genomgående i alla delar, det vill säga i markörer, filmer, bilder och så vidare, för att bibehålla användarens inlevelse i situationen.Regarding design of augmented reality markers and locationbased storytelling, there are several aspects to consider in order to create a deep and engaging user experience. There are various technical and communicative factors to take into account, for example: The markers must be specifically recognizable as markers while they also must be interpretable by image recognition in an augmented reality device. In the midst of this conflict lies a design challenge in which the aesthetic expression and storytelling must fit. This study was conducted as a qualitative case study where scenarios and prototypes have been developed based on theories of design principles for augmented reality and storytelling in different mediums. Design methods including brainstormning and idéa logs have been used in the developement. An interview with a potential stakeholder has partly formed the basis for the design work. The produced material has been evaluated through usability testing, observation and interviews with a number of test persons. "The Course of Nature" – a locationbased story with accompanying augmented reality markers – was developed as a part of the study. The experience consisted of image, sound, video and animation that brought the user through a suggestive story using GPS locations and markers. As a technical platform the augmented reality application Minnesmark was used. The evaluation showed the importance of how the technology should seamlessly integrate the different elements of the experience, that the markers are given seamfulness and importance in themselves so that they are relevant to the story and not just a technical tool, turning the technical limitations into benefits, that the aesthetic and communicative style is consistent across all parts, the markers, video, images and so on, in order to maintain the user's immersion.
3
Stenliden, Linnéa. „Visual Storytelling Interacting in School : Learning Conditions in the Social Science Classroom“. Doctoral thesis, Linköpings universitet, Lärande, Estetik, Naturvetenskap (LEN), 2014. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:liu:diva-106885.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
The aim of this compilation thesis is to understand how technology for visual storytelling can be shaped and used in relation to social science education in primary school, but also how social dimensions, technical and other matters create emerging learning conditions in such an educational setting. The visual storytelling technology introduced and used in the study is ‘the Statistics eXplorer platform, a geovisual analytics. The choice of theoretical perspectives to inform and guide the study is a socio-cultural view of human action, but also actor network theory is used to take account also of activities of technology and other matters. The study builds on three empirical materials that generate data from 16 social science teachers, and 126 students from five social science classrooms, in three Swedish primary schools. It contains field notes from the introduction of the technology; focusgroup interviews with teachers; think-aloud interviews with students and two kinds of video recordings from the classrooms (with an ordinary video camera and with software that capture activities at the computer screen, students’ activities and the audio as well). The analysis shows that the visual storytelling technology is shaped in relevant ways for social science teachers. The analysis also illustrates that the visual educational material are usable for primary school students in their social science education. They illustrate further how teachers, students, technology, information, tasks, data types, etc. together and in in close relation create highly complex learning conditions. The technology can therefore be seen as appropriate for the educational practice, but the complexity together with students’ apprehension of how to announce knowledge distribute severe problem spaces in the learning activities. The technology can therefore be assumed as a catalyst for educational change, but to achieve its potentials, reflections on didactic design and knowledge formation is requested to support the quality of students’ knowledge in relation to visual analysis.Syftet i denna avhandling är, att förstå hur teknik för visual storytelling kan vara utformad och användas i relation till samhällsorienterande undervisning i grundskolan (årskurs 4 – 6), men också hur sociala dimensioner, tekniska och andra faktorer skapar villkor för lärande i ett sådant undervisningssammanhang. I studien introduceras datavisualiseringsteknik för visual storytelling: ‘the Statistics eXplorer platform’, ett geovisual analytics. Den teoretiska referensramen har sin grund i ett social konstruktionistiskt synsätt Ett socio-kulturellt perspektiv används för att analysera social aktivitet, men även aktörnätverks teori används för att analysera både sociala och materiella aktörer. Avhandlingen bygger på tre empiriska material som genereras med hjälp av 16 lärare i samhällsorienterande ämnen, och 126 elever tillhörande fem olika klassrum i tre olika svenska grundskolor. Materialet innehåller: fältanteckningar ifrån introduktion av tekniken, fokusgrupps-intervjuer med lärare, ‘tänka högt’-intervjuer med elever och två sorters videoinspelningar ifrån klassrum (dels med vanlig videokamera och dels med mjukvara som spelar in aktiviteter på datorskärmen och elevernas aktiviteter vid datorn, liksom ljudet). Analysen visar hur lärare, elever, teknik, information, uppgifter, data-typer, etc. tillsammans, i nära samarbete i de studerade klassrummen, skapar mycket komplexa villkor för lärande. De läraktiviteter som uppstår i klassrummen där teknik för visuell analys inkluderas, erbjuder elever support att: hantera stora datamängder, bli delaktiga i olika läraktiviteter och uppnå olika utbildningsmål, men även andra sorters elevrelaterade mål. Därför kan tekniken sägas vara relevant för denna sorts undervisning. Vidare visar analysen hur komplexiteten tillsammans med elevernas uppfattningar av hur kunskap skall visas, skapar påtagliga ‘problem spaces’ i läraktiviteterna. Lärandevillkoren kan därför förstås som en klassrumspraktik som inte fullt ut överensstämmer med den introducerade teknikens erbjudanden för visuell analys. Därför efterfrågas en förändrad syn på didaktisk design och elevers kunskapsformering, vilket blir betydelsefullt för kunskapens kvalitet i förhållande till visuell analys.
4
Eriksson, Mats. „Ungdomars berättande : En studie i struktur och interaktion“. Doctoral thesis, Uppsala universitet, Institutionen för nordiska språk, 1997. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:uu:diva-14.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
In any human culture the telling of stories for representing past events is likely to have a centralplace. The aim of this dissertation is to describe storytelling among Swedish adolescents from astructural, interactional and functional perspective, and to demonstrate how the meaning of thestory is interactionally constructed. The material consists of a corpus of 258 stories taken from 30 hours of tape recordings of conversations between adolescents, aged 10-15, of both sexes, mostly in naturally occurring situations. The majority of the recordings were made in the late 80's and early 90's, while others datefrom 1974-1984. The study tries to combine the theoretical and methodological ideas of conversational analysis(CA) and sociolinguistic discourse analysis. The method is basically qualitative and the analysesare carried out through detailed scrutiny of pieces of recordings and transcriptions. The aspects ofstorytelling that arc studied include the way the stories are introduced and accounted for in the ongoing conversation, how they are designed by the teller in order to propose and make the listeneraccept a certain version of what happened, and how the listener through his contributions duringthe telling can accept, modify, reject and negotiate the meaning proposed by the teller. Another aspect studied is how the stories serve as means for self- and other-presentations. The results show that, both as tellers and listeners, Swedish adolescents make use of many different strategies to structure the telling and evaluate the story. These include verb tense, word orderand different kinds of discourse markers as well as highly emotional and dramatizing features suchas reported speech, onomatopoetic expressions and laughter. A very important evaluative deviceis the discourse marker ba. Dramatization is also found in many of the listener's contributions tothe telling. It is also shown that there are substantial differences between boys and girls, both in the use of (some of) these dramatizing features and in the way they construct and present themselves and others in the stories. This seems to be due to the fact that storytelling serves different functions in groups of boys and girls. Finally, it is argued that there are some indications of an ongoing change in the narrative style of Swedish adolescents.
5
Mörtsell, Lisa. „Should I stay or should I go? : Developing the Narrative model as a tool for game design“. Thesis, Umeå universitet, Institutionen för informatik, 2018. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:umu:diva-149243.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
In 2015, the Narrative model was created as a result of a study exploring how episodic games keep player’s interests through combining narrative and gameplay. In this thesis, the Narrative model is used as a framework for designing a language game for children to see whether that makes players more inclined to keep playing than a game not designed based on the model. Two games were created and evaluated in a within subject controlled experiment. Player enjoyment was measured by using GameFlow as a basis for interview questions and Likert scales. The results indicated that the game based on the model more successfully achieved GameFlow than the game that was not. As such, it was concluded that the model can be used as a tool for game design to increase the desire to keep playing a game, but that it needs further study to be validated.
6
Calander, Murray Jonas. „I skydd av rollen : Ideal och praktik i serviceboende för personer med psykisk utvecklingsstörning“. Thesis, Södertörns högskola, Institutionen för historia och samtidsstudier, 2015. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:sh:diva-29282.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
This study examines how the staff at a serviced housing for persons with developmental disabilities understands and manage their professional roles, and how they interact with the users. The material consists mainly of participant observation and interviews with duty personnel. The study has an existentialist/phenomenological framework and describes how personnel perceived their work situation as problematic and how this affected the staff's way of relating to and interact with the users. There was instances in which the staff exercised power over the users. The thesis also shows how the staff's jointly designed practical routine had compromising effects on the ethical principles they highlighted as important to follow in the interviews. The study shows that it is possible to understand the gap between the staff's ideals and practices based on their efforts to establish security, continuity and predictability in a situation that was perceived as unsafe.
7
Sturesson, Albin, und Julia Hermansson. „Transmedialt berättande som marknadsföringsverktyg - En studie med deltagande design som arbetsprocess“. Thesis, Malmö universitet, Fakulteten för teknik och samhälle (TS), 2018. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:mau:diva-20233.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
Det kan idag vara svårt för företag att engagera sin publik på grund av allt innehåll som ständigtpubliceras. Transmedialt berättande har kommit att bli ett begrepp som tillåter publik attinteragera med innehållet och sprida det vidare. Konceptet har kommit att bli ettmarknadsföringsverktyg för att det tillåter att kunna interagera med målgrupp och sprida ettföretags information.Tidigare exempel på transmedialt berättande appliceras i huvudsak på större företag ochproduktioner. Syftet med studien är därför att utforska transmedialt berättande sommarknadsföringsverktyg för mindre verksamheter. Detta sker genom att praktiskt utforma enkampanj tillsammans med STPLN där STPLN står som exempel för hur detta kan appliceras påen mindre verksamhet.Studien har använt sig av två kvalitativa metoder - deltagande design ochfokusgruppsintervjuer. Deltagande design är studiens primära datainsamlingsmetod och haranvänts för att låta STPLN vara en del av arbetsprocessen då dessa besitter kunskap som är avvärde för utformningen av kampanjen. Utformningsarbetet har genomförts med hjälp av bådaparternas expertis, STPLN och författarna till studien. Fokusgrupperna med berörd målgrupputvärderade det praktiska arbetet.Resultatet av studien visar på att den transmedialt berättande kampanjen för STPLN börutformas utifrån aktivt deltagande, kollektiv intelligens, interaktion och platsspecifiktberättande. Detta kan i sin tur generera spridning i och med att det tillåter användaren att varaden indirekta marknadsföraren för kampanjen.Today it is difficult for companies to engage the audience due to the content that is constantlybeing published. Transmedia storytelling allows the user to interact with the content and to passit through. The concept has become an effective marketing tool to interact with the target groupand to spread a companys’ information.Previous examples of transmedia storytelling are mainly applied on enterprises and largeproductions. Thus, the purpose is to explore transmedia storytelling as a marketing tool forsmaller organizations. It happens by practically designing a campaign together with STPLNwhere STPLN stand as an example of how it can be applied to a smaller organization.The thesis has used two qualitative methods - participatory design and focus groups.Participatory design is the primary method and has been used to include STPLN in the processdue to their knowledge which is of value for the campaign. The practical work has beenimplemented by the expertise from both parties, the organization and the authors of the thesis.The target group then evaluated the practical work through two focus groups.The result indicates that the transmedia storytelling campaign for STPLN should be designedbased on the aspects of active participation, collective intelligence, interaction and site specificstorytelling. Subsequently this may generate in spreadability of the campaign since it allows theuser to be its indirect marketer.
8
Larsson, Johanna. „Multimodala texter : En intervjustudie med lärare och elever i årskurs 1-3“. Thesis, Karlstads universitet, Institutionen för språk, litteratur och interkultur (from 2013), 2020. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:kau:diva-78140.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
Dagligen möter eleverna multimodala texter både i skolan och på fritiden. Digitaliseringen har medfört en förändring i hur texter läses och produceras. Dessutom bidrar digitaliseringen till både möjligheter och svårigheter för såväl lärare som elever. Syftet med den här studien är att ta reda på hur lärare och elever arbetar med multimodalt berättande texter i svenskundervisningen i årskurs 1-3 samt vilka möjligheter och svårigheter som finns i arbetet. Lärares och elevers syn på arbetet med multimodalt berättande texter kommer även att jämföras med varandra. Studien utgår från ett sociokulturellt perspektiv då de multimodalt berättande texterna skapas i ett socialt sammanhang. Metoden som används för att samla in material är intervju, lärarna intervjuas personligen och eleverna intervjas i grupp. Resultaten i studien visar att skrift och bild är de modaliteter som används mest. Årskurserna arbetar på lite olika sätt men samtliga lärare använder bilder som stöd för att förstärka elevernas förståelse. Digitala verktyg används flitigt i svenskundervisningen, projektor används vid genomgångar och redovisningar, datorer används som sökmotor och att producera text på och iPads används på samma sätt som datorn men även till att spela in ljud och film. Lärarna planerar vad eleverna ska göra medan eleverna får planera vad de vill skriva om. Men det är inte alltid så lätt att komma på vad de ska skriva om. Lärarna upplever att många elever har brist på fantasi vilket även eleverna själva lägger märke till.On a daily basis, students encounter multimodal texts both at school and at leisure. Digitization has led to a change in how texts are read and produced. In addition, digitization contributes to both opportunities and difficulties for both teachers and pupils. The purpose of this study is to find out how teachers and students work with multimodal narrative texts in the Swedish subject in grades 1—3 and what opportunities and difficulties exist in the work. Teachers´ and pupils' opinion on the work with multimodal narrative texts will also be compared with each other. The study is based on a sociocultural perspective which considers the multimodal narratives as constructs in a social context. To collect material to my study I use the method interview, the teachers are personally interviewed and the students are interviewed in groups. The results of the study showes that writing and image are the most common modalities. The grades work in slightly different ways, but all teachers use pictures to support students' understanding. Digital tools are used extensively in Swedish teaching, projectors are used in reviews and reports, computers are used as search engines and to produce text on, and iPads are used in the same way as the computer but also to record audio and film. Teachers plan what students should do while students plan what they want to write about. But it's not always easy to figure out what to write about. The teachers feel that many students have a lack of imagination which the students themselves notice.
9
Örulv, Linda. „Fragile identities, patched-up worlds : Dementia and meaning-making in social interaction“. Doctoral thesis, Linköpings universitet, Hälsa och samhälle, 2008. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:liu:diva-11736.
Der volle Inhalt der QuelleAnnotation:
Denna avhandling fokuserar på det meningsskapande och begripliggörande som fortgår vid tilltagande demenssjukdom, i det sociala samspelet, och de utmaningar för demens-omsorgen som detta innebär. Studien är aktörsorienterad och adresserar frågan om hur personer med åldersrelaterade progressiva demenssjukdomar i den vardagliga kommuni-kationen söker förstå sina situationer, omgivningen och sina liv – alltsammans inom ra-men för det dagliga samspelet på ett demensboende. Av särskilt intresse är hur dessa per-soner hanterar problem som har att göra med att handla tillsammans med andra i en gemensamt delad värld och hitta sin roll i det pågående samspelet, och hur de etablerar och upprätthåller en identitet i detta samspel. Detta trots svåra minnesproblem, desorien-tering i tid och rum, olika sätt att förstå den pågående situationen samt svårigheter att be-rätta om sina liv på ett sätt som både stämmer överens med biografiska data och har en tillfredsställande temporal organisering. Avhandlingen adresserar också frågan om hur omsorgspersonalen kan hantera det komplexa samspelet mellan de boende i den dagliga omsorgen, med avseende på att upprätthålla och respektera dessa personers värdighet. Studien ansluter till en växande tradition av att studera interaktion vid demens som meningsbaserad och situerad i en kontext snarare än enbart som beteende som orsakas av kognitiva svårigheter. Metodologiskt är studien etnografisk och bygger på observationer fördelade över en tidsperiod av sex månader. Materialet, som består av ca 150 h videoma-terial och kompletterande fältanteckningar, möjliggör att samspelet studeras både i detalj och i relation till det större sammanhang som det ingår i. Studien visar på kvarvarande kompetenser och bidrar med ny kunskap om strategier som personerna med demens använder sig av i ett aktivt, kreativt och på många sätt ratio-nellt meningsskapande i det sociala samspelet med andra människor. Detta diskuteras i termer av resurser för demensomsorgen i relation till den stora utmaning som det innebär att lappa ihop och upprätthålla en begriplig och socialt delad värld, samt upprätthålla kon-tinuitet med personernas livshistorier på ett sätt som möjliggör en önskad identitet.This thesis focuses on the identity work and the meaning- or sense-making that continue in the face of evolving dementia diseases, in social interaction, and the challenges for care this involves. The study adopts an actor-oriented approach and addresses the question of how persons with age-related progressive dementia diseases in everyday communication make sense of their situations, their surroundings, and their lives – all within the context of daily life in residential care. Of particular interest is how these persons handle issues of joint action in a shared world and how they establish and maintain an identity in the inte-raction. This is in spite of severe memory problems, disorientation in time and space, dif-fering understandings of the current situation, and difficulties in telling “accurate” and temporally ordered stories about their lives. The thesis also addresses the question of how caregivers may handle the complex interplay between residents in daily care, in maintain-ing and respecting these persons’ dignity. The study follows a growing tradition of studying interaction in dementia as mean-ing-based and situated in a context rather than merely as behavior caused by cognitive impairment. Methodologically, this is an ethnographic study based on observations made within a period of six months. The data consist of around 150 hours of video recordings and complementary field notes. This extensive material has made it possible to study the social interaction both in detail and situated in a larger context. The findings point to remaining competences and strategies that persons with demen-tia use actively and creatively in the ongoing interaction – and, given the premises, often in a rational way. This is discussed in terms of resources for dementia care, in relation to the great challenge of patching up and putting together a comprehensive socially shared world as well as maintaining continuity with the persons’ previous life histories in a way that preserves a positive self-identity.
10
Antelius, Eleonor. „Different Voices - Different Stories : Communication, identity and meaning among people with acquired brain damage“. Doctoral thesis, Linköping : Department of Medical and Health Sciences, Linköping University, 2009. http://urn.kb.se/resolve?urn=urn:nbn:se:liu:diva-18323.
Der volle Inhalt der QuelleBücher zum Thema "Interaktiv storytelling"
1
The new digital storytelling: Creating narratives with new media. Santa Barbara, Calif: Praeger, 2011.
Den vollen Inhalt der Quelle finden
2
1951-, Aylett Ruth, Hrsg. Interactive storytelling: Third Joint Conference on Interactive Digital Storytelling, ICIDS 2010, Edinburgh, UK, November 1-3, 2010 : proceedings. Berlin: Springer, 2010.
Den vollen Inhalt der Quelle finden
3
Chris Crawford on Interactive Storytelling (New Riders Games). New Riders Games, 2004.
Den vollen Inhalt der Quelle finden
4
Interactive Storytelling Second Joint International Conference On Interactive Digital Storytelling Icids 2009 Guimares Portugal December 911 2009 Proceedings. Springer, 2010.
Den vollen Inhalt der Quelle findenBuchteile zum Thema "Interaktiv storytelling"
1
Romero-Tejedor, Felicidad. „Das Kognitive – perspektivisch: Orientierung geben, Verstehen fördern, Interaktion ermöglichen“. In Visual Storytelling im Design Thinking, 59–144. München: Carl Hanser Verlag GmbH & Co. KG, 2021. http://dx.doi.org/10.3139/9783446468900.004.
Der volle Inhalt der Quelle