Zeitschriftenartikel zum Thema „Arkeologit“

Um die anderen Arten von Veröffentlichungen zu diesem Thema anzuzeigen, folgen Sie diesem Link: Arkeologit.

Geben Sie eine Quelle nach APA, MLA, Chicago, Harvard und anderen Zitierweisen an

Wählen Sie eine Art der Quelle aus:

Machen Sie sich mit Top-50 Zeitschriftenartikel für die Forschung zum Thema "Arkeologit" bekannt.

Neben jedem Werk im Literaturverzeichnis ist die Option "Zur Bibliographie hinzufügen" verfügbar. Nutzen Sie sie, wird Ihre bibliographische Angabe des gewählten Werkes nach der nötigen Zitierweise (APA, MLA, Harvard, Chicago, Vancouver usw.) automatisch gestaltet.

Sie können auch den vollen Text der wissenschaftlichen Publikation im PDF-Format herunterladen und eine Online-Annotation der Arbeit lesen, wenn die relevanten Parameter in den Metadaten verfügbar sind.

Sehen Sie die Zeitschriftenartikel für verschiedene Spezialgebieten durch und erstellen Sie Ihre Bibliographie auf korrekte Weise.

1

Iskandar, Naswan. „Kompleks Candi Kedaton sebagai Subjek Film Dokumenter: Interpretasi Arkeologis melalui film“. IMAJI: Film, Fotografi, Televisi, & Media Baru 13, Nr. 3 (05.12.2022): 232–50. http://dx.doi.org/10.52290/i.v13i3.85.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Tanda visual dapat diekstraksi dari catatan arkeologi mana pun hampir tanpa batas, tetapi seseorang arkeolog biasanya kesulitan untuk memformalkan kriteria signifikan untuk apa yang secara intrinsik "visual", bahwa fitur visual yang berbeda hampir pasti penting untuk penjelasan yang berbeda. Sementara pembuat film dihadapkan pada upaya berfokus pada proses interpretasi film dan terlibat dalam penyelidikan masalah bagaimana makna yang berbeda dari film yang sama dapat hadir dan hidup berdampingan. Pembuat film dihadapkan dengan film sebagai dunia dan penonton film sebagai penafsir, menganggap interpretasi relatif melekat dan kontekstual. Penelitian yang didasarkan pada praktik ini merupakan upaya memberikan kontribusi pengetahuan dengan mengeksplorasi teoritis dan kritis pembuatan film dokumenter, serta menyoroti proses pembuatan film dokumenter arkeologis dalam sudut pandang akademis. Komponen praktis dalam penelitian ini adalah pembuatan film dokumenter dengan subjek kompleks Candi Kedaton di Situs Muarajambi sebagai tempat pembelajaran keagamaan Buddha pada masa lalu. Kajian ini menyelidiki bagaimana pergeseran paradigma baru dalam teknologi digital dan pembuatan film dokumenter dapat memungkinkan pembuat film akademis memproduksi film dokumenter arkeologis melalui pelibatan kreativitas dan subjektivitas sebagai bagian dari praktik akademis tanpa mengorbankan integritas interpretasi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
2

Kosasih, E. A. „Aspek Prasejarah Di Wilayah Kabupaten Tabalong Provinsi Kalimantan Selatan“. Berkala Arkeologi 18, Nr. 2 (11.11.1998): 92–101. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v18i2.786.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Untuk melacak lebih lanjut potensi arkeologis yang ada di wilayah Kalimantan Selatan --khususnya di Kabupaten Tabalong-- akan disajikan hasil-hasil penelitian prasejarah (dan tradisinya) yang telah dilakukan selama ini oleh Balai Arkeologi Banjarmasin bekerja sama dengan Pusat Penelitian Arkeologi Nasional. Hasil penelitian ini perlu diungkapkan, untuk lebih memahami potensi arkeologi di wilayah Kabupaten Tabalong.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
3

Bintarto, H. R. „Keterkaitan Manusia, Ruang Dan Kebudayaan“. Berkala Arkeologi 15, Nr. 3 (30.11.1995): 1–4. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v15i3.663.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Dimensi ruang dan waktu sangat berarti bagi penelitian arkeologi, karena kesinambungan arkeologi itu berjalan melalui proses waktu yang berdomisii di wilayah atau kawasan tertentu di muka bumi. Difusi arkeologis itu terjadi melalui periode waktu yang cukup lama dan melalui kondisi geografi yang bervariasi. Oleh karena itu studi ruang dalam arkeologi meliputi berbagai aspek kehidupan manusia masa lalu, baik ditinjau dari segi sosial-budaya, sosial-ekonomi maupun dari segi eko-teknologinya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
4

Atmani, Agnes Karina Pritha, und Mohammad Arifian Rohman. „Rekonstruksi 3D Landmark Memvisualisasikan Perkampungan Peradaban Kuno Situs Liyangan Temuan Balai Arkeologi Yogyakarta“. Rekam 17, Nr. 2 (30.10.2021): 175–86. http://dx.doi.org/10.24821/rekam.v17i2.6033.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Selama pandemi COVID-19, keterbatasan akses publik menjadi pemicu peningkatan pelayanan edukasi sejarah dan budaya, khususnya bagi lembaga perpustakaan dan museum di Indonesia. Inovasi virtualisasi akses publik dengan menghadirkan akses terbuka bagi dokumen digital atau rekaman sejarah yang disajikan melalui jaringan internet. Tujuan penelitian menghadirkan kembali kondisi situs seperti pada masa kejayaannya dengan menggunakan metode visualisasi 3D. Rekonstruksi 3D dilakukan semi manual dengan memanfaatkan data temuan arkeologis di lapangan dan catatan sejarah atau temuan terkait dimensi dan kondisi tekstur artefak. Proses rekonstruksi 3D dibantu peneliti arkeologi Balai Arkeologi DIY, sehingga obyektivitas dan validitas data terjaga secara keilmuan di bidang Arkeologi. Adapun situs yang menjadi obyek penciptaan seni digital adalah Situs Liyangan, Temanggung, Jawa Tengah.Proses penciptaan rekonstruksi 3D landmark Situs Liyangan dilakukan dengan pengumpulan data arkeologis di Balai Arkeologi DIY dan di Situs Liyangan, Temanggung, Jawa Tengah. Proses penciptaan diawali dengan permodelan aset, tekstur, dan perancangan tata letak. Produksi rekonstruksi 3D menggunakan perangkat lunak 3Ds Max dan mesin game Unreal sebagai penyaji antarmuka akses bagi pengguna berikut interaksinya. Hasil tersebut kemudian menjadi bahan evaluasi pengujian dan publikasi karya. Berdasarkan capaian tersebut, maka hasil akhir yang didapat adalah purwarupa rekonstruksi 3D landmark Situs Liyangan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
5

Kasnowihardjo, Gunadi. „Penelitian Dan Pengembangan Situs Permukiman Lingkungan Danau Di Jawa Timur: Satu Upaya Menjalin Kemitraan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Arkeologi“. Berkala Arkeologi 27, Nr. 2 (11.11.2007): 1–9. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v27i2.948.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Kejelian para arkeolog dalam menangani hasil penelitiannya sangat menentukan akan dampak yang akan dirasakan oleh masyarakat luas. Hal inilah yang selama ini belum banyak terfikirkan oleh sebagian dari para ahli arkeologi kita. Kebanyakan hasil penelitian arkeologi berakhir pada Laporan Penelitian Arkeologi (LPA) ataupun Berita Penelitian Arkeologi (BPA) yang hanya terbatas dibaca oleh para pemerhati arkeologi termasuk mahasiswa jurusan Arkeologi atau sejarah yang memerlukan untuk kepentingan akademis. Dengan berupaya menjalin kemitraan dan kerjasama dengan berbagai sector dan kepentingan, mudah-mudahan jangkauan, pemikiran dan pertimbangan dalam menentukan model penelitian arkeologi akan dapat lebih meluas dan lebih membumi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
6

Suriyanto, Rusyad Adi. „ARKEOLOGI FORENSIK: PERKEMBANGAN DAN CAPAIANNYA DI INDONESIA“. Berkala Arkeologi 36, Nr. 1 (31.05.2016): 45–70. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v36i1.224.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Forensic archeology is defined as the application of archaeological principles and techniques in medico-legal and/or humanity context related to buried evidence. Forensic archaeologist has two roles, as the expert who unearth buried objects systematically and reconstruct them. This paper discusses the role of archeology and archaeologists in the excavation of criminal, humanitarian and disaster victims. Archaeologist’s role to revealpaleoanthropological materials smuggled and theft is also discussed in this paper. Humanitarian missions to investigate mass grave of victims of war, political strife and genocide in the past and the present are other archaeologist’s role discussed in this paper. The existence, condition and development of forensic archaeology in Indonesia emphasize the significance of new paradigm in Indonesian archaeology. Forensic archeology not merely focusess on the study of cultural materials of the past, education and museum development, cultural resource management and its advocacy, but it also has role in medico-legal works. Forensic archaeologist also engages in disaster victim identification (DVI) that addresses issues related to victims buried by either natural or human disasters.Arkeologi forensik didefinisikan sebagai penerapan prinsip-prinsip dan teknik-teknik arkeologis dalam konteks medico-legal dan/atau dalam konteks kemanusiaan yang berkaitan dengan bukti-bukti terkubur. Ahli arkeologi forensik berperan sebagai ahli yang mampu menemukan benda-benda yang terkubur secara sistematis dan merekonstruksi apa yang mereka temukan itu. Makalah ini mendiskusikan peran arkeologi dan para arkeolog dalam ekskavasi korban-korban kriminal, kemanusiaan dan bencana. Makalah ini berusaha melihat apa yang telah mereka kerjakan meliputi pembuktian kasus-kasus penyelundupan dan pencurian material-materialpaleoantropologis, dan keterlibatan dalam misi-misi kemanusian untuk penyelidikan dan pengungkapan korban-korban kubur massal akibat perang, pertikaian politik dan genosida di masa lalu dan masa kini.Keberadaan, kondisi dan perkembangan arkeologi forensik di Indonesia menegaskan pentingnya pengembangan paradigma baru dalam arkeologi Indonesia. Arkeologi tidak semata berkonsentrasi pada kajian material-material budaya masa lalu, pendidikan dan pengembangan museum, manajemen dan advokasi sumberdaya budaya, namun juga berperan untuk pekerjaan medico-legal. Ahli arkeologi forensik bahkan terlibat dalam disaster victim identification (DVI) yang menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan para korban yang terkubur oleh beragambencana baik yang diakibatkan oleh alam maupun manusia.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
7

Haryono, Timbul. „Arkeologi Kawasan Dan Kawasan Arkeologis: Asas Keseimbangan Dalam Pemanfataan“. Berkala Arkeologi 15, Nr. 3 (30.11.1995): 139–43. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v15i3.686.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Meskipun studi arkeologi mempelajari masa lampau manusia berdasarkan atas benda-benda yang ditinggalkan, namun dalam pelaksanaannya studi arkeologi tidak cukup hanya berorientasi pada artefak saja. Artefak tinggalan manusia masa lampau tidak dapat dipisahkan dengan konteks ruang, baik dalam skala mikro maupun makro.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
8

Kusumohartono, Bugie M. H. „Formasi Tinggalan Budaya Permukaan Situs Medowo“. Berkala Arkeologi 11, Nr. 1 (28.03.1990): 48–67. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v11i1.550.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Potensi situs Medowo dikenali berdasarkan peninjauan arkeologik oleh Balai Arkeologi Yogyakarta pada bulan Agustus 1986. Di permukaan situs dijumpai berbagai tinggalan arkeologik, di antaranya tembikar, bata, terakota, keramik asing, lumpang batu, dan batu calon prasasti andesitik, yang sepintas memperlihatkan corak budaya Indonesia kuna (klasik). Berbagai tinggalan tersebut tersebar di area yang relatif luas dan merupakan petunjuk bahwa situs Medowo pernah berfungsi sebagai lokasi suatu pusat kegiatan pada periode Indonesia kuna.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
9

Lelono, Hari. „Pola Mobilitas Pedagang Pasar Tradisional“. Berkala Arkeologi 15, Nr. 2 (30.11.1995): 35–44. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v15i2.659.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Penelitian arkeologis tentang pasar sebenarnya sangat menarik untuk dikaji dalam rangka rekontruksi budaya masyarakat masa lampau. llmu arkeologi di Indonesia tidak dapat melakukan sendiri penelitian tersebut dengan metode pendekatan arkeologi, tetapi perlu dukungan dari ilmu lainnya seperti sosiologi dan antropologi. Hal tersebut disebabkan belun ditemukan dalam ekskavasi situs pasar, oleh karena itu untuk menelusur benang merah adalah dengan melakukan anologi terhadap pasar tradisional yang masih ada pada beberapa daerah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
10

Prakosajaya, Abednego Andhana, und Aziza Dwimas Hendarini. „PENGARUH ETIKA DAN KEBIJAKAN ARKEOLOGI TERHADAP KETIADAAN PERAN ARKEOLOGI DALAM DISKUSI KONFLIK PASCA G/30/S 1965 DI INDONESIA“. Kindai Etam : Jurnal Penelitian Arkeologi 7, Nr. 1 (23.07.2021): 45–60. http://dx.doi.org/10.24832/ke.v7i1.82.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Abstrak. Konflik pasca G/30/S tahun 1965 merupakan bagian dari sejarah Indonesia yang banyak menuai kontroversi di masyarakat luas bahkan hingga saat ini. Konflik ini menjadi perhatian luas bidang ilmu politik dan sejarah, namun dalam pengungkapannya dibutuhkan metode dan ilmu arkeologi untuk menjelaskan fenomena hasil konflik kontemporer di lapangan. Tiga permasalahan yang akan diajukan adalah sejauh mana keterlibatan arkeolog dalam konflik pascaG/30S, apakah etika dan kebijakan arkeologi menjadi pembatas keterlibatan arkeolog dalam kasus ini, dan bagaimana kebijakan serta etika arkeologi di luar negeri menanggapi kasus serupa. Penelitian ini bertujuan untuk melihat alasan ketiadaan peran arkeologi terhadap kasus ini dan keterkaitannya dengan etika dan kebijakan arkeologi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kepustakaan yang dikumpulkan dengan teknik dokumentasi dengan pengolahan data menggunakan analisis konten. Hasil yang diperoleh menunjukan bahwa ketiadaan peranan arkeologi dalam diskusi perkembangan narasi sejarah pascaG/30/S merupakan akibat dari kontradiksi kebijakan dan etika profesi arkeolog Indonesia dengan etika arkeologi secara luas. Penelitian ini berkesimpulan bahwa ketiadaan peran arkeolog dalam perkembangan diskusi narasi sejarah pascaG/30/S memiliki keterkaitan dengan penafsiran kebijakan dan etika profesi arkeologi di Indonesia yang dalam beberapa aspek bertolak belakang dengan etika ilmu arkeologi secara luas. Untuk mencapai peranan arkeologi yang diharapkan sebagaimana telah ditunjukan oleh negara lain dengan kasus serupa, dibutuhkan etika ilmu arkeologi yang lebih diprioritaskan dibandingkan kebijakan nasional dan etika profesi arkeologi. Abstract. The post-G/30/S conflict in 1965 is part of Indonesia's history, which has drawn a lot of controversy in the wide community even today. This conflict has received wide attention in the fields of political science and history. The disclosure requires archaeological methods and science to explain the phenomenon of contemporary conflict results in the field. this article will discuss the extent to which archaeologists are involved in the post-G/30S conflict, whether archaeology ethics and policies are a barrier to archaeologists' involvement in this case, and how foreign archaeological policies and ethics respond to a similar matter. This study aims to understand the reasons for the absence of archaeology's role in this case and its relationship to archaeology ethics and policies in Indonesia. This study uses library research methods collected through documentation techniques with content analysis data processing. The results obtained indicate that the absence of archaeology's role in the discussion of the development of post-G/30/S historical narratives is the result of the contradictions between the policies and ethics of the Indonesian archaeologist profession with archaeology ethics in general. Archaeological ethics need to be considered so that archaeology can play a better role in post-G/30/S historical narratives.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
11

Wattimena, Lucas. „Arkeologi Kepulauan Maluku“. Kapata Arkeologi 9, Nr. 1 (23.04.2016): 29. http://dx.doi.org/10.24832/kapata.v9i1.197.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Archaeological cultural resources in the Maluku Islands consist of a variety of aspects, including Prehistoric, Historic, Islamic, colonial and Ethnoarchaeology. These aspects are categorized in helping the mapping of archaeological research in the Maluku Islands. Functional structural archaeological remains integrated in the cultural unity of the social system as a symbolic interaction. Maluku Archipelago covers the two areas, namely Maluku and North Maluku. The problem this paper is how archaeological resources can show the interpretation of symbolic interaction. Archaeological remains (cultural resources); dolmen, caves, castles, old country/old settlement, menhirs, sultanate, Kapata / folklore is the basic structure of cultural understanding in the Maluku Islands. The goal is to know and understand the remains, archaeological remains were able to reconstruct the culture of human society Maluku Islands. Approach to research using library study. From the research that archaeological cultural resources is a symbolic interpretation of the interaction of a group of human society in a particular area. Sites sampled studies prove that archaeological cultural resources as a reflection of the people of Maluku Generally and certain areas in the Moluccas in particular.Sumberdaya budaya arkeologi di Kepulauan Maluku terdiri dari berbagai aspek, diantaranya Prasejarah, Sejarah, Islam, Kolonial dan Etnoarkeologi. Aspek-aspek tersebut dikategorisasikan untuk memudahkan pemetaan penelitian arkeologi di Kepulauan Maluku. Struktural fungsional tinggalan-tinggalan arkeologi terintegrasi dalam kesatuan sistem sosial budaya sebagai interaksi simbolik. Kepulauan Maluku berarti kita berbicara dalam dua wilayah, yaitu Maluku dan Maluku Utara. Permasalahan penulisan ini adalah bagaimana sumberdaya budaya arkeologis dapat menunjukan interprestasi interaksi simbolik. Tinggalan-tinggalan arkeologis (sumberdaya budaya); dolmen, gua, benteng, negeri lama/permukiman lama, menhir, kesultanan, kapata/folklore adalah struktur dasar pemahaman akan kebudayaan di Kepulauan Maluku. Tujuannya adalah untuk mengetahui dan memahami tinggalan-tinggalan arkeologis mampu merekonstruksi kebudayaan masyarakat manusia Kepulauan Maluku. Pendekatan penelitian menggunakan studi kepustakaan. Dari hasil penelitian bahwa sumberdaya budaya arkeologi merupakan suatu interprestasi interaksi simbolik suatu kelompok manusia masyarakat pada daerah tertentu. Situs-situs kajian penulis yang menjadi sampel membuktikan bahwa sumberdaya budaya arkeologi sebagai cerminan masyarakat Maluku Umumnya dan daerah tertentu di Maluku pada khususnya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
12

Marwoto-Johan, Irmawati. „Arkeologi menurut Interpretasi Siapa?: Mencari Tempat untuk Arkeologi Alternatif di Indonesia“. Public History Review 19 (30.12.2012): 111–21. http://dx.doi.org/10.5130/phrj.v19i0.3097.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Arkeologi selama ini telah melakukan banyak penelitian tetapi hasil penelitiannya tidak diketahui oleh masyarakat luas, hampir seluruh hasil penelitian adalah untuk kepentingan arkeologi sendiri. Keadaan ini pada masa sekarang tidak lagi sepenuhnya dapat diterima oleh masyarakat. Sehingga masyarakat membuat interpretasi sendiri terhadap tinggalan arkeologi yang berada disekitar mereka dengan caranya sendiri. Kebutuhan akan adanya informasi arkeologi untuk masyarakat tidak menjadi tujuan yang penting bagi arkeologi dan hasil penelitian yang seharusnya disampaikan kepada masyarakat baik melalui museum, situs peninggalan cagar budaya ataupun berbagai pameran tidak menjadi perhatian para arkeolog.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
13

Faizaliskandiar, Mindra. „Krisis Dalam Arkeologi Indonesia“. Berkala Arkeologi 12, Nr. 1 (29.11.1991): 48–64. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v12i1.558.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Apakah arkeologi mempunyai paradigmanya sendiri? Sebuah pertanyaan mendasar lantas menjadi penting, arkeologi termasuk ilmu atau seni? Seolah menjawab pertanyaan ini, arkeolog Amerika James F. Deetz menulis: "As a part of cultural anthropology, archaeology is legitimately as social science" (Deetz 1971: 3). Akan tetapi sampal di sini masalahnya tidak lantas menjadi usai. Apakah hanya karena sebagai bagian dari ilmu antropologi budaya saja arkeologi dapat disebut ilmu?
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
14

Riyanto, Sugeng. „Infrared Photography: Untuk Pemasyarakatan Arkeologi“. Berkala Arkeologi 26, Nr. 2 (11.11.2006): 1–12. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v26i2.930.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Lingkup arkeologi publik memang sangat luas, namun fokusnya tetap sama yaitu bagaimana 'memanjakan" publik untuk kepentingan arkeologi. Memanjakan publik berarti juga menghadirkan berbagai informasi yang dihasilkan oleh arkeolog sesuai dengan kebutuhan mereka, sesuai dengan kerangka dan minat yang berkembang, termasuk ketika publik sedang demam karya seni fotografi "abnormal" yaitu fotografi infra merah.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
15

Abbas, Novida. „Benteng Rotterdam Berdasarkan Kajian Perkembangan Benteng Kolonial Di Indonesia“. Berkala Arkeologi 25, Nr. 1 (11.11.2005): 46–52. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v25i1.909.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Menyangkut tinggalan arkeologis berupa Benteng Rotterdam di Makassar, masih banyak hal yang dapat diungkapkan dari benteng ini melalui kajian arkeologi yang spesifik dengan bantuan dari sumber-sumber sejarah Makassar. Kajian arkeologis yang dapat dilakukan atas tinggalan benteng Rotterdam ini di antaranya adalah gaya seni bangun benteng yang digunakan pada masa itu (abad XVII) di Sulawesi, khususnya Sulawesi Selatan, dan jenis aktivitas apa saja yang pernah terjadi di dalam benteng pada masa gunanya. Dengan demikian, diharapkan dapat diperoleh data yang holistik mengenai seluk beluk benteng Rotterdam agar selanjutnya dapat dimanfaatkan dalam upaya pelestariannya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
16

Kosasih, E. A. „Prospek Tradisi Pembuatan Gerabah Di Kampung Gonebalano, Pulau Muna (Sulawesi Tenggara)“. Berkala Arkeologi 10, Nr. 1 (28.03.1989): 10–23. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v10i1.534.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Muna termasuk salah satu puJau di gugusan selatan Propinsi Sulawesi Tenggara, dengan data arkeologi yang berupa lukisan gua. Selain lukisan gua, terdapat tinggalan-tinggalan dari masa Islam yang berupa makam-makam kuna, dan barangkali terdapat pula sisa-sisa arkeologis dari masa klasik (pengaruh agama Hindu-Budha).
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
17

Azis, Fairuz, und Nfn Musadad. „Identifikasi dan Latar Belakang Sejarah Tinggalan Arkeologis Jangkar di Perairan Kepulauan Sangihe“. Tumotowa 4, Nr. 2 (14.12.2021): 121–32. http://dx.doi.org/10.24832/tmt.v4i2.102.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Temuan arkeologis jangkar di perairan Kepulauan Sangihe merupakan data baru bagi arkeologi, khususnya arkeologi maritim di Indonesia. Dalam penelitian ini, dilakukan kajian melalui pendekatan arkeologi maritim dan mengkomparasikannya dengan data sejarah terkait untuk mengetahui karakteristik bentuk, identitas, serta latar belakang sejarah dari temuan jangkar tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk membuka wawasan baru dalam penelitian arkeologi maritim di Indonesia, terutama dalam hal objek penelitian berupa jangkar. Hasil dari penelitian ini diketahui bahwa temuan jangkar di perairan pantai Desa Lesa, Kepulauan Sangihe tergolong dalam tipe admiralty anchor. Admiralty anchor merupakan desain jangkar yang dikembangkan dan digunakan oleh armada Angkatan Laut Inggris. Berdasarkan sejarah maritim wilayah Laut Sulawesi, terdapat beberapa kemungkinan latar belakang sejarah yang berhubungan dengan keberadaan temuan jangkar di perairan Kepulauan Sangihe. Kemungkinan pertama, yaitu berhubungan dengan perselisihan diantara bangsa asing yang berkuasa di sekitar wilayah Laut Sulawesi. Kemungkinan kedua, yaitu berhubungan dengan eksistensi para perompak di wilayah Laut Sulawesi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
18

Naswir, Naswir, Aswati Aswati und Salniwati Salniwati. „STRATEGI PERTAHANAN JEPANG BERDASARKAN TINGGALAN ARKEOLOGI DI KECAMATAN POLEANG SELATAN KABUPATEN BOMBANA PROVINSI SULAWESI TENGGARA“. SANGIA JOURNAL OF ARCHAEOLOGY RESEARCH 6, Nr. 2 (01.12.2022): 26–36. http://dx.doi.org/10.33772/sangia.v6i2.1910.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apa fungsi setiap tinggalan Jepang dan bagaimana strategi pertahanan Jepang berdasarkan tinggalan arkeologi di Kecamatan Poleang Selatan Kabupaten Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara. Penelitian ini menggunakan teori Arkeologi, medan pertempuran dan teori Arkeologi Ruang. Metode penelitian berupa kuantitatif sebagai teknik pengumpulan data berupa studi pustaka. Metode kualitatif metode yang dilakuakan dilapangan yaitu survei permukaan, perekaman data setiap tinggalan dan wawancara. Pengolahan dan Analisis data menggunakan analisis data sejarah, analisis morfologi dan analisis kontekstual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tinggalan arkeologi yang ditemukan di Kecamatan Poleang Selatan berjumlah 42 tinggalan yaitu Wales berumlah 1, Revetment berjumlah 38, Bunker berjumlah 1, dan terowongan buatan Jepang berjumlah 2. Pembangunan setiap tinggalan arkeologis Jepang tersebut menunjukan strategi Jepang dalam menghadapi dan menghalau serangan sekutu. Strategi yang di gunakan Jepang yaitu memabanguna dan menempatkan sarana militer Jepang di area penting dan strategis yaitu area bendara, jety (dermaga) dan jalan utama.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
19

Noerwidi, Sofwan. „Pemberdayaan Masyarakat pada Pelestarian Situs Bangkai Kapal "USS Liberty", Tulamben, Bali“. Berkala Arkeologi 27, Nr. 1 (28.05.2007): 84–97. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v27i1.944.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, diperkirakan memiliki 3000 situs yang mengandung sumberdaya arkeologi bawah air. Namun sayangnya, potensi yang besar tersebut belum dikelola (penelitian dan pelestariannya) dengan optimal. Berbagai konflik kepentingan dalam pengelolaan sumberdaya arkeologi bawah air menimbulkan pemikiran baru dalam visi pelestarian. Oleh karena itu, perlu dikembangkan pendekatan alternatif yang lebih dapat mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakat lokal. Salah satu model pendekatan yang berorientasi pada masyarakat lokal adalah model pemberdayaan masyarakat. Pemberdayaan masyarakat local sekitar situs arkeologis dapat diwujudkan dalam tiga aspek pemberdayaan, yaitu: pemberdayaan dalam bidang a) sosial-budaya, b) politik, dan c) ekonomi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
20

Şeri̇foğlu, Tevfik Emre, Bleda S. Dürıng und Claudia Glatz. „Cide ve Şenpazar 2009-2010 Yılı Arkeolojik Araştırmaları“. Belleten 76, Nr. 277 (01.12.2012): 719–40. http://dx.doi.org/10.37879/belleten.2012.719.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Kastamonu ili, Cide ve Şenpazar ilçelerinde gerçekleştirilmekte olan Cide Arkeoloji Projesi, Leiden Üniversitesi Arkeoloji Fakültesi, Glagow Üniversitesi Arkeoloji Bölümü ve Çanakkale Onsekiz Mart Üniversitesi Sanat Tarihi Bölümü'nün ortaklığında yürütülen uluslararası bir arkeolojik yüzey araştırmasıdır. Proje 2009 yılında başlatılmış olup 2011 yaz sezonuyla tamamlanması hedeflenmektedir. Çalışmalar kapsamında tarih öncesi çağlardan Osmanlı Dönemi'ne kadar tüm tarihi evreler detaylı bir incelemeye tabi tutulmaktadır. Başlıca hedefler yerel kültürün zaman içerisinde gösterdiği değişimi belgelemek ve farklı dönemlerde çevre bölgelerle olan sosyo-kültürel etkileşimlerin biçim ve etkilerini gözlemlemektir. Bu makalede 2009 ve 2010 sezonlarında elde edilen bulgular ve bunların incelenmesi sonucu varılan sonuçlar ele alınmaktadır. Daha önce sistematik bir arkeolojik araştırmanın yapılmamış olduğu bir yörede gerçekleştirilen bu çalışma, Anadolu'nun bu bölgesinin tarihi ve geçmiş kültürleri hakkındaki bilgilerimizi güncellememizi sağlamış, bölgede insanlık tarihinin tahmin edilenden çok daha önce başladığını ortaya koymuştur.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
21

DİNGİL, FATMA AYSEL. „BONN ÜNİVERSİTESİ ARKEOLOJİ ENSTİTÜSÜ’NÜN MOĞOLİSTAN’DA YAPTIĞI ARKEOLOJİK KAZILAR“. Türkiyat Mecmuası 24, Nr. 2 (25.12.2014): 299. http://dx.doi.org/10.18345/tm.07423.

Der volle Inhalt der Quelle
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
22

Jamaluddin, Jamaluddin, und Siti Nurul Khaerani. „Islamisasi Masyarakat Sasak Dalam Jalur Perdagangan Internasional: Telaah Arkeologis Dan Manuskrip“. Jurnal Lektur Keagamaan 18, Nr. 1 (30.06.2020): 135–63. http://dx.doi.org/10.31291/jlka.v18i1.577.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
This article will examine the Islamization of the Sasak people in the path of international trade in the XVI century by using data from ancient manuscripts and articles which have been rarely accessed by previous researchers because this research is historical research. The approach to be used is the historical approach and to uncover the history of Islamization in Lombok can not be separated from the two main sources of this research, namely ancient manuscripts and archeological discovery. Related to ancient manuscripts, the philological approach becomes a necessity. While those related to archeological discovery becomes an area of archeological studies, for this reason this research will also conduct an archeological survey. The main finding of this study is, that the Sasak people were Muslimised by Javanese and Malay scholars. The Sasak people have the same understanding and teachings as other regions in the archipelago, namely Islam ahlussunnah wal jamaah.Keyword: Archeological, History, Islamization, Manuscript, Trade. Artikel ini akan mengkaji tentang islamisasi masyarakat Sasak dalam jalur perdagangan internasional. Dengan menggunakan data naskah-naskah kuno dan artepak yang selama ini jarang diakses oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Karena penelitian ini adalah penelitian sejarah, maka pende­katan yang akan digunakan adalah pendekatan sejarah. Untuk mengungkap sejarah Islamisasi di Lombok tidak dapat dilepaskan dari dua sumber utama penelitian ini, yaitu manuskrip kuno dan tinggalan arkeologi. Terkait dengan manuskrip kuno, maka pendekatan filologi menjadi keniscayaan. Sementara yang berkaitan dengan tinggalan arkeologis menjadi wilayah kajian arkeologi, untuk itu dalam penelitian ini juga akan melakukan survey arkeologis. Temuan utama penelitian ini adalah, bahwa masyarakat Sasak diislamkan oleh ulama-ulama dari Jawa dan Melayu. Masyarakat Sasak memiliki pemahaman dan ajaran yang sama dengan daerah lainnya di Nusantara, yaitu Islam ahlussunnah wal jamaah.Kata kunci: Arkeologi, Islamisasi, Manuskrip, Sejarah, Perdagangan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
23

Wibowo, Hari, Ahmad Surya Ramadhan, Muhammad Wishnu Wibisono und Rakhmat Dwi Putra. „Identifikasi potensi situs hunian gua di karst Zona Rembang bagian barat“. Berkala Arkeologi 42, Nr. 1 (31.07.2022): 17–36. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v42i1.979.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Kawasan karst Zona Rembang bagian barat di Pati dan Grobogan adalah segmen karst Jawa utara yang belum banyak diteliti secara arkeologis. Artikel ini membahas potensi situs gua hunian di karst Pati dan Grobogan. Data untuk artikel ini diperoleh melalui survei lapangan, sedangkan analisisnya menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Metode kualitatif digunakan sebagai filter data sebelum analisis kuantitatif. Metode kuantitatif menggunakan variabel aksesibilitas, morfologi, dan kandungan data arkeologis yang menghasilkan penilaian potensi arkeologi di tiap situs yang diteliti. Melalui analisis tersebut dapat diketahui bahwa segmen karst di Pati, terutama daerah Kecamatan Sukolilo, memiliki potensi yang lebih tinggi daripada karst di Kabupaten Rembang dan Grobogan. Terdapat lima situs gua yang memiliki potensi hunian prasejarah dari 29 gua yang ditemukan selama survei. Lokasi lima situs tersebut tersebar di kawasan perbukitan karst sisi utara, yang secara administratif masuk ke dalam wilayah Kabupaten Pati.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
24

Hudaidah, Hudaidah. „Pola Hunian Manusia Prasejarah Di Goa Putri Padang Bindu Kabupaten Ogan Komering Ulu“. MOZAIK HUMANIORA 21, Nr. 1 (10.01.2022): 42–56. http://dx.doi.org/10.20473/mozaik.v21i1.22858.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Penelitian ini bertujuan mengungkap pola hunian manusia prasejarah di Goa Putri, Padang Bindu, Kabupaten Ogan Komering Ulu. Metode penelitian yang digunakan yaitu mix research dengan menggabungkan metode arkeologi dan metode sejarah. Adapun langkan metode arkeologi yang dilakukan yaitu observasi, deskriptif, dan contextual analysis, sedangkan langkah-langkah metodologi sejarah yang digunakan yaitu kritik sumber, eksplanasi, dan historiografi. Goa Putri sangat luas dengan kondisi bertingkat-tingkat layaknya sebuah rumah besar dengan berbagai ruang di dalamnya. Temuan arkeologis berupa alat serpih, cangkang moluska, tulang primata, kapak perimbas, dan tembikar serta alat untuk membuat tembikar menunjukkan bahwa manusia prasejarah telah tinggal di goa ini sejak zaman paleolitikum hingga zaman neolitikum. Goa Putri dan lingkungannya memang cocok sebagai tempat hunian karena ruangnya tertutup dan dalam, tetapi terdapat fasilitas pendukung seperti celah-celah cahaya sebagai penerang, dan sumber air dari Sungai Simuhun yang mengalir di dalam goa.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
25

Alnoza, Muhamad. „HUBUNGAN SITUS GEDE ING SURO DAN KEKUASAAN JAWA DI PALEMBANG PADA MASA PASCA-SRIWIJAYA“. Siddhayatra: Jurnal Arkeologi 25, Nr. 1 (22.05.2020): 15–30. http://dx.doi.org/10.24832/siddhayatra.v25i1.159.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Kota Palembang merupakan kota tertua di Indonesia sebagaimana tercatat dalam Prasasti Kedukan Bukit yang berangka tahun 604 Saka/682 Masehi. Kedudukan Palembang sebagai kota pelabuhan internasional membuat kota ini berkembang di bawah kuasa Sriwijaya. Menjelang abad ke-11, Sriwijaya runtuh karena serangan Kerajaan Cola dan Malayu. Setelah kejatuhan Sriwijaya, Palembang berada di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan di Jawa, utamanya Majapahit. Tulisan ini membahas kepenguasaan Jawa di Palembang berdasarkan tinggalan arkeologis, terutama tinggalan di Situs Gede Ing Suro. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode arkeologi. Situs Gede Ing Suro merupakan multicomponent site yang di dalamnya terkandung beberapa tinggalan arkeologis dari pelbagai zaman, mulai dari candi, arca, keramik maupun makam Islam. Mengenai data sejarah Palembang pada masa ini dapat ditemukan dalam kitab Nagarakrtagama dan kronik Ying Yai Sheng Lan. Pada akhirnya dapat disimpulkan bahwa Situs Gede Ing Suro merupakan monumen kekuasaan Jawa di Palembang sebagaimana sebelumnya merupakan monumen kekuasaan Sriwijaya
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
26

Kusumohartono, Bugie M. H. „MENUJU PERUMUSAN PERAN SERTA ARKEOLOGI DALAM PELAKSANAAN ANALISIS MENGENAI DAMPAK LINGKUNGAN“. Berkala Arkeologi 7, Nr. 2 (26.09.1986): 76–93. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v7i2.461.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Selama ini dampak negatif terhadap segala bentuk tinggalan arkeologis masih sepenuhnya merupakan biaya (cost) eksternal dari kegiatan pembangunan yang mengakibatkannya, serta menjadi beban sepenuhnya bagi pihak pengelola benda cagar budaya. Artinya, manfaat dan dampak negatif suatu kegiatan pembangunan, masing-masing dirasakan oleh sebagian anggota masyarakat yang berlainan. Dalam skala makro kepentingan nasional, biaya yang diperhitungkan atas resiko tersebut seringkali cukup besar, atau bahkan lebih besar daripada manfaat yang diperoleh. Hal ini dapat terjadi karena tinggalan arkeologi sebagai benda cagar budaya memiliki nilai yang tinggi dan kerapkali tidak dapat dihitung dengan jumlah nilai tukar tertentu.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
27

Uysal, Bora. „Patnos'ta Açığa Çıkarılan Urartu Stelleri“. Belleten 71, Nr. 260 (01.05.2007): 5–18. http://dx.doi.org/10.37879/belleten.2007.5.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Doğu Anadolu Bölgesi'nde yer alan Ağrı iline bağlı Patnos ilçesi, önemli Urartu yerleşmelerine sahip olması ile tanınmaktadır. Bu merkezlerden biri olan Kot Tepe, arkeoloji dünyasına "Aznavur" adı ile tanıtılmıştır (Harita 1). Yörenin kaçak kazılarla tahrip edilmesi üzerine başlatılan arkeolojik çalışmalar, yerleşim yerinin tepe kısmında Urartu panteonunun baş tanrısı Haldi'ye ait olduğu düşünülen bir tapınağın açığa çıkarılması ile sonuçlanmıştır. Söz konusu tapınakla ilgili araştırmalar sonraki yıllarda da devam etmiştir. Ayrıca, tepenin yaklaşık 7 km doğusunda bulunan ve arkeoloji dünyasına "Giriktepe" (Değirmentepe) adı ile tanıtılan Giresor Tepe'de de bir Urartu sarayı saptanmıştır.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
28

Fireza, Doni, Adli Nadia und Lutfi Yondri. „DESAIN MUSEUM IN-SITU SEBAGAI MEDIA KONSERVASI SITUS ARKEOLOGI (Studi Kasus: Situs Arkeologi Gunung Padang Cianjur)“. Jurnal Arsitektur ARCADE 5, Nr. 1 (30.03.2021): 31. http://dx.doi.org/10.31848/arcade.v5i1.581.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Abstract: The Gunung Padang archaeological site in Cianjur, West Java is currently experiencing a challenge when this site is opened to the public where can also be researched and visited at once as one of the source economic benefits to local people. This paper discusses how the typology of the presentation model of archeological sites will become the basis of the concept of museum design as a solution for conservation and the continuity of the research on the Gunung Padang site. The discussion includes; (1) investigating site characteristics and sense of place by providing information about archeological relations with the architectural context; (2) choosing a site presentation typology model that links contemporary characters, historical functions, and future planning and management; (3) analyze planning factors such as location, context, and use; (4) synergizing the previous stages of site design as a combination of space and place of landscape in the archeological order. The result is the museum design as an educational tourist spot with a main orientation on conservation and archaeological research on the Gunung Padang site.Abstrak: Situs arkeologi Gunung Padang di Cianjur, Jawa Barat saat ini mengalami tantangan ketika situs ini dibuka untuk umum di mana harus dapat diteliti dan dikunjungi sekaligus sebagai sumber keuntungan ekonomi untuk masyarakat sekitar. Makalah ini membahas bagaimana tipologi model penyajian situs arkeologi akan menjadi dasar konsep desain museum sebagai solusi untuk konservasi dan kelanjutan penelitian di situs Gunung Padang. Diskusi meliputi; (1) menyelidiki karakteristik situs dan sense of place dengan memberikan informasi tentang hubungan arkeologis dengan konteks arsitektur; (2) memilih model tipologi presentasi situs yang menghubungkan karakter kontemporer, fungsi historis, dan perencanaan dan manajemen masa depan; (3) menganalisis faktor-faktor perencanaan seperti lokasi, konteks, dan penggunaan; (4) mensinergikan tahap-tahap desain situs sebelumnya sebagai kombinasi ruang dan tempat lanskap dalam tatanan arkeologis. Hasil penelitian adalah desain museum sebagai tempat wisata pendidikan dengan orientasi utama pada konservasi dan penelitian arkeologi di situs Gunung Padang.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
29

MUSTAN DÖNMEZ, Banu. „ANADOLU’NUN KADİM UYGARLIKLARINDAN SÜZÜLEN MÜZİKSEL ANLAMI ÇÖZÜMLEMEDE ‘ARKEO-MÜZİKOLOJİ’NİN ÖNEMİ“. Tykhe Sanat ve Tasarım Dergisi 7, Nr. 13 (31.12.2022): 197–212. http://dx.doi.org/10.55004/tykhe.1136773.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Bilindiği gibi günümüzde, gerek doğa bilimleri gerek sosyal bilimlerde, tek bir araştırma alanının içine sıkışmaksızın disiplinler arası araştırmanın önemi günden güne artmaktadır. Bu anlamda arkeo-müzikoloji, yöntem, yaklaşım ve perspektif açısından arkeoloji, tarih, müzikoloji, etnomüzikoloji, mitoloji, dilbilim ve dinler tarihi gibi birçok alandan beslenmesi gereken özel bir disiplinler arası alandır. Arkeo-müzikolojinin çoklu perspektifi, kültür bilimlerine ait çoklu perspektifle paraleldir. Bu bağlamda, özellikle Mezopotamya ve Anadolu’da varlık göstermiş kadim uygarlıkların anlaşılmasında bu farklı disiplin verilerinin eş zamanlı olarak kullanılması gerekir. Bu anlamda en zor veri çözümlemeleri, elle tutulur ve ölçülebilir niteliklere sahip olmayan somut olmayan kültür ürünleri üzerine olanlardır. Bu ürünlerin niteliği üzerine oluşturulacak betimsel analizler için, bu kültürlerin yapısı hakkında ipucu veren müzik/dil çözümlemelerinin yanı sıra, kültürel örüntülerin dayanağı olan tarihsel, arkeolojik, mitolojik, göstergebilimsel verilerin de büyük bir önemi bulunmaktadır. Bu çalışmada, arkeo-müzikolojik ipuçları veren birçok örnek değerlendirilmiştir: Anadolu Medeniyetleri Müzesinde yer alan bir elinde flüt diğer elinde lir olan iki mitolojik figürün anası konumundaki Kybele’nin öyküsü; Kral Midas hikâyelerinin arkeolojik buluntuları; Dionysos ayinlerini ve müzisyen mitoloji kahramanlarını betimleyen İÖ 6. yüzyıla tarihlenen kırmızı figürlü Atina vazoları; ilham perisi ve müziğin kaynağı olarak anlatılan Dokuz Müz’ün üzerinde yer aldığı Antik Yunan lahitleri ve mozaikleri; İÖ 40.000 yıllarına tarihlenen, Kuzey Batı Slovenya’daki bir mağara buluntusu olan ayı kemiğinden yapılan flüte ve diğer arkeolojik çalgı betimlemelerine kadar çok farklı arkeolojik bulgu, müziksel tarih ve kültürü anlamada iş görebilir. Verilen tüm bu örneklerin ortak noktası, mitoloji, arkeoloji, tarih/dinler tarihi, müzikoloji/etnomüzikoloji gibi farklı disiplinlere ait bilgilerin, müzik üzerinden kültürel çözümleme yapabilmek adına, eş zamanlı olarak iş görmesidir.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
30

Purba, Jhon Leonardo Presley, Yonathan Wingit Pramono und Robinson Rimun. „Implementasi Arkeologi Alkitabiah (Biblical Archaeology) Dalam Hermeneutik Sebagai Metode Penafsiran Alkitab“. New Perspective in Theology and Religious Studies 2, Nr. 2 (15.12.2021): 65–81. http://dx.doi.org/10.47900/nptrs.v2i2.51.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Abstract Biblical archaeology has very important roles in the method of hermeneutic interpretation to obtain an accurate, valid, precise and accountable interpretation of the Bible. Through a qualitative approach with a literature study method, this study concludes that biblical archaeology in hermeneutics has the implementations as a tool to reveal the historical context and cultural meaning of a text by understanding the archaeological relationship with the biblical text, as a tool to identify the text to adapt its content to the context of the Ancient Near East through the identification of historical, cultural, social, and religious issues provided by archaeological data, as a tool to build the construction of biblical-archaeological exegesis by combining both of data sources through critical thinking to adjust archaeological data with biblical data, as a tool control for context history and a tool produce more accurate historical information for listeners for more accurate application.Abstrak Arkeologi alkitabiah dalam metode penafsiran hermeneutik untuk mendapatkan penafsiran Alkitab yang akurat, valid, teliti dan dapat dipertanggungjawabkan sangat penting. Melalui pendekatan kualitatif dengan metode studi literature, penelitian ini menyimpulkan bahwa arkeologi alkitabiah dalam hermeneutik memiliki implementasi sebagai alat untuk mengungkap konteks historis dan makna budaya sebuah teks dengan memahami hubungan arkeologi dengan teks Alkitab, sebagai alat untuk mengidentifikasi teks untuk menyesuaikan kontennya dengan konteks Timur Dekat Kuno melalui identifikasi sejarah, budaya, sosial, dan masalah-masalah keagamaan yang disediakan oleh data-data arkeologi, sebagai alat membangun konstruksi eksegesis alkitabiah-arkeologis dengan menggabungkan kedua sumber data tersebut melalui pemikiran kritis untuk menyesuaikan data arkeologi dengan data alkitabiah, sebagai alat kontrol untuk konteks sejarah dan alat menghasilkan informasi historis yang lebih akurat bagi pendengar agar penerapan lebih akurat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
31

Mene, Bau. „PENGARUH BUDAYA AUSTRONESIA PADA SITUS-SITUS DI KAWASAN KOKAS KABUPATEN FAKFAK PROVINSI PAPUA BARAT“. Jurnal Penelitian Arkeologi Papua dan Papua Barat 12, Nr. 1 (30.06.2020): 61–73. http://dx.doi.org/10.24832/papua.v12i1.227.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Kabupaten Fakfak adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat yang menyimpan data arkeologis yang cukup beragam. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran tinggalan arkeologi yang ada di kawasan Kokas yang mencirikan budaya Austronesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data yang meliputi studi pustaka, survei pada situs-situs dikawasan Kokas dan wawancara. Hasil penelitian pada beberapa kampung yang berada dalam kawasan distrik Kokas diperoleh data lukisan –lukisan cadas berupa cap tangan,matahari, jangkar,titik- titik lukisan berwarna merah dan kuning, lukisan-lukisan tersebut terdapat pada tebing-tebing karang di Pulau Ugar dan Pulau Arguni. Ceruk-ceruk yang didalamnya terdapat tengkorak dan tulang-tulang manusia, fragmen gerabah, fragmen keramik asing, cangkang moluska, fragmen tulang, fragmen stoneware. Abstrak Kabupaten Fakfak adalah salah satu kabupaten di Provinsi Papua Barat yang menyimpan data arkeologis yang cukup beragam. Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran tinggalan arkeologi yang ada di kawasan Kokas yang mencirikan budaya Austronesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode pengumpulan data yang meliputi studi pustaka, survei pada situs-situs dikawasan Kokas dan wawancara. Hasil penelitian pada beberapa kampung yang berada dalam kawasan distrik Kokas diperoleh data lukisan –lukisan cadas berupa cap tangan,matahari, jangkar,titik- titik lukisan berwarna merah dan kuning, lukisan-lukisan tersebut terdapat pada tebing-tebing karang di Pulau Ugar dan Pulau Arguni. Ceruk-ceruk yang didalamnya terdapat tengkorak dan tulang-tulang manusia, fragmen gerabah, fragmen keramik asing, cangkang moluska, fragmen tulang, fragmen stoneware. Kata kunci : Pengaruh, Budaya Austronesia, Kawasan kokas, FaKfak
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
32

Mulyadi, Yadi. „Kajian Keterawatan Lukisan Gua Prasejarah di Kawasan Karst Maros Pangkep Sulawesi Selatan“. Jurnal Konservasi Cagar Budaya 10, Nr. 1 (02.06.2016): 15–27. http://dx.doi.org/10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v10i1.144.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Lukisan gua prasejarah di kawasan karst Maros Pangkep merupakan cagar budaya yang rentan dengan kerusakan, baik karena faktor alam maupun budaya. Oleh karena itu, kajian mengenai keterawatan lukisan gua prasejarah di kawasan ini penting untuk dilakukan guna memperoleh data yang akurat terkait tingkat kerusakan lukisan pada masing-masing gua. Metode penelitian arkeologi yang dipadukan dengan pendekatan lingkungan dan konservasi, menjadi panduan dalam kajian ini. Metode penelitian arkeologi dioperasionalkan dalam bentuk pengumpulan data, pengolahan data dan interpretasi data. Adapun pendekatan lingkungan dan konservasi diterapkan dalam observasi flora fauna dan bentang alam kawasan. Jumlah gua yang menjadi objek kajian yaitu 44 gua dengan rincian 24 gua di Maros dan 20 gua di Pangkep. Berdasarkan kajian yang dilakukan, tingkat keterawatan lukisan gua di kawasan karst Maros Pangkep ini bervariasi mulai dari sedang sampai parah, dan hanya lima gua yang kondisi keterawatan lukisan guanya bagus. Hal ini mengacu pada tingkat kerusakan dan pelapukan fisik (retak, pecah, aus), pelapukan biologis (pertumbuhan algae, moss, lichen), pelapukan kimiawi (penggaraman, sementasi), yang juga dipengaruhi oleh faktor alam dan faktor manusia.Oleh karena itu untuk mempertahankan tingkat keterawatan lukisan gua prasejarah diperlukan sebuah sistem konservasi gua prasejarah yang memadukan antara konservasi lingkungan, konservasi arkeologis dan juga pengelolaan sumberdaya arkeologi yang berbasis pelestarian.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
33

Purnawibowo, Stanov. „Konservasi Berbasis Kearifan Lokal di Situs Benteng Puteri Hijau, Deli Serdang, Sumatera Utara“. Jurnal Konservasi Cagar Budaya 8, Nr. 2 (02.12.2014): 32–41. http://dx.doi.org/10.33374/jurnalkonservasicagarbudaya.v8i2.130.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Penanaman pohon pisang barangan (Musa paradisiaca sapientum L) pada benteng tanah yang dinyatakan sebagai tinggalan arkeologis di situs Benteng Puteri Hijau merupakan suatu wujud kearifan lokal dalam aktivitas konservasi material. Penelitian ini mencoba mencari formulasi bentuk kearifan lokal pada konservasi benteng tanah di situs Benteng Puteri Hijau. Penelitian tersebut dilakukan dengan pengamatan lapangan keberadaan tanaman pisang di gundukan tanah serta mewawancarai pemiliknya, kemudian mengelaborasinya dengan kepustakaan yang berkaitan dengan konservasi tanah. Penelitian ini dimaksudkan untuk mencari bentuk konservasi berbasis kearifan lokal yang bertujuan untuk menambah ragam jenis bentuk konservasi material terhadap tinggalan arkeologi di Indonesia secara umum.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
34

Kusumohartono, Bugie. „Situs Wonoboyo : Pemukiman Kuna Pada Jenjang Mana?“ Berkala Arkeologi 13, Nr. 3 (10.10.1993): 47–58. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v13i3.616.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Kurang leblh 3/4 kilometer di sebelah ttmur Sungai Wedi terdapat Situs Wonoboyo, atau tepatnya termasuk dalam administrasi Dusun Plosokuning, Desa Wonoboyo, Kecamatan Jogonatan, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Berdasarkan konsentrasinya, di situs ini dijumpai dua kelompok temuan arkeologi. Pertama, adalah tinggalan arkeologik berupa sisa pemukiman kuna yang secara umum berada di bawah Dusun Plosokuning sekarang. Kedua, adalah artefak emas seberat 32 kg di tepi sungai yang berjarak sekitar 90 meter di sebelah ttmur stsa pemuklman kuna yang disebutkan pertama. Adalah benar apabila Kusen (1991: 1) mengidentifikaslkan tinggalan artefak emas tersebut memiliki fungsi sebagal regalia atau emblems of royalty pada jamannya.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
35

Marzuki, Irfanuddin Wahid. „SEBARAN SUMBERDAYA ARKEOLOGI DI KABUPATEN MOROWALI: GAMBARAN TOLERANSI MASYARAKAT MASA LALU“. Forum Arkeologi 29, Nr. 2 (13.03.2017): 81. http://dx.doi.org/10.24832/fa.v29i2.187.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Kabupaten Morowali has abundance archeological resources that have not been explored optimally. The resources are spread from coastal areas to Karst hills along the areas of Kabupaten Morowali. This research was aimed at compiling the data of the resources together with its spreading location and know the descrition of Morowali people tolerance in the past. The research was descriptive, using inductive approach and historical archaeology approach. It was found natural caves once functioning as a graveyard in Kecamatan Lembo and the area surround, old mosque, fort, tomb, palace, and kolonial building. Based on historical data and interpretation of archaeological data, that people have known tolerance Morowali harmony in the past. Morowali communities live in harmony despite different ethnicities and religions for their strong kinship. Keywords: archeological resources, tolerance, Morowali. Kabupaten Morowali mempunyai potensi tinggalan sumberdaya arkeologi yang sampai saat ini belum tergali secara optimal. Peninggalan sumberdaya arkeologi tersebar di wilayah pesisir sampai di wilayah perbukitan karst yang membentang sepanjang wilayah Kabupaten Morowali. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendata sumberdaya arkeologi di wilayah Kabupaten Morowali, sebarannya dan mengetahui gambaran toleransi masyarakat Morowali masa lalu berdasarkan tinggalan tersebut. Penelitian ini bersifat dekriptif dengan menggunakan penalaran induktif dan pendekatan arkeologi kesejarahan. Hasil penelitian berupa gua-gua alam yang berfungsi sebagai penguburan di wilayah Kecamatan Lembo dan sekitarnya, masjid tua, benteng, makam,bekas istana dan bangunan kolonial. Berdasarkan data sejarah dan interpretasi data arkeologis yang ada, masyarakat Morowali telah mengenal toleransi kerukunan pada masa lalu. Masyarakat Morowali hidup rukun walau berbeda etnis dan agama karena adanya ikatan kekerabatan yang kuat.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
36

Riyanto, Sugeng. „Candi Prambanan: Pengelolaan Dan Potensi Persoalannya“. Berkala Arkeologi 27, Nr. 2 (11.11.2007): 66–80. http://dx.doi.org/10.30883/jba.v27i2.953.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Dalam teori arkeologi modern bermunculan berbagai pandangan bagaimana arkeolog tidak cukup hanya mengetahui masa lalu saja, tetapi sudah saatnya menghadirkan masa lalu di masa kini beserta berbagai muatan makna hingga berguna pula bagi masa kini. Untuk itulah berbagai kerangka dan teori baik berkenaan denganArkeologi Publik, kerangka CRM, pandangan "Post Processual", perundang-undangan, bahkan analisis khusus, seperti pengelolaan konflik pun dapat digunakan sebagai alat dan cara untuk menjawab "bagaimana" tadi.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
37

Simatupang, Defri Elias. „Revitalisasi Kebinekaan melalui Kampanye Slogan Arkeologis Hasil Penelitian Situs Kota Cina“. Kapata Arkeologi 13, Nr. 2 (30.11.2017): 209. http://dx.doi.org/10.24832/kapata.v13i2.429.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
This paper discusses the diversity of Indonesian people that needs to be improved following more susceptible of conflict in the communities with different ethnic, religion , race , and class. The archaeological research institution should be able to contribute for this process by using the research result of the Kota Cina in Medan North Sumatera. One of the approach which can be adopted is the use of arcaheological slogan. These slogans can be produce by using the parameter analysis of measureable mass communication with the content analysis method. The observation shows that the archaeological slogan of the Kota Cina can be produce and contribute to deliver the message in order to revitalize the diversity.Tulisan ini membahas kebinekaan masyarakat Indonesia yang semakin rentan menghadapi ujian dan tantangan seiring semakin berkembangnya teknologi informasi. Institusi penelitian arkeologi sudah sepantasnya mampu memberikan kontribusi melalui hasil penelitian dalam hal ini Situs Kota Cina di Kota Medan Sumatera Utara. Dalam upaya merevitalisasi kebinekaan, hasil penelitian Situs Kota Cina diangkat sebagai bahan kampanye slogan arkeologis. Slogan-slogan arkeologis hasil penelitian Situs Kota Cina dibuat berdasarkan kajian paramater pengamatan komunikasi massa yang terukur dengan metode analisis isi. Dari hasil pengamatan, slogan arkeologis hasil penelitian Situs Kota Cina dapat dibuat dan diyakini mampu berkontribusi menyampaikan pesan dalam usaha merevitalisasi kebinekaan, dengan catatan yang harus diperhatikan menyangkut penguasaan materi seputar hasil penelitian Situs Kota Cina.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
38

Wulandari, Feby. „ASPEK RUANG PEMUKIMAN DI SISI SELATAN TEPI ALIRAN SUNGAI CENRANA, KABUPATEN BONE“. JURNAL WALENNAE 15, Nr. 2 (12.12.2017): 101. http://dx.doi.org/10.24832/wln.v15i2.274.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Sumber-sumber sejarah menyebut, Situs Cenrana merupakan lokasi pemukiman Kerajaan Bone pada masa pemerintahan La Patau Matanna Tikka. Penelitian arkeologi yang dilakukan sebelumnya, menyebut bahwa temuan arkeologi dan daya dukung lingkungan situs ini memberi indikasi aspek pemanfaatan sebagai pusat pemerintahan Kerajaan Bone. Meski menyebut kondisi lingkungan sebagai salah satu indikasi aspek pemanfaatan situs, namun penelitian tersebut tidak menganalisis dan menjelaskan secara kontekstual kondisi lingkungan dimaksud. Dalam kerangka mengisi ruang tersebut, penelitian ini menitikberatkan pada analisis kondisi lingkungan tinggalan arkeologis yang berada di sisi selatan tepi aliran Sungai Cenrana. Analisis yang digunakan meliputi analisis pemukiman komunitas dalam skala semi-mikro. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan ruang pemukiman di Situs Cenrana memanjang dari arah barat ke timur. Sementara, pola sebaran temuannya tidak beraturan dan terdapat empat pembagian ruang, yaitu: lokasi pemerintahan, lokasi produksi, lokasi pemukiman, dan lokasi sakral. dimana faktor lingkungan dan ekonomi yang melatarbelakangi setiap pengaturan ruang ruang tersebut. Faktor utama yang mempengaruhi pembagian ruang tersebut yaitu ekonomi dan keadaan lingkungan yang mendukung, seperti; keadaan geografis, karakteristik lahan, sumberdaya alam dan aksesibilitas.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
39

Wibowo, Hari, J. S. E. Yuwono und Indah Asikin Nurani. „PENGARUH MORFOLOGI DAN LITOLOGI KAWASAN KARST KABUPATEN REMBANG TERHADAP POTENSI HUNIAN GUA PRASEJARAH [THE INFLUENCE OF MORPHOLOGY AND LITHOLOGY OF REMBANG KARST ON THE POTENTIAL OF PREHISTORIC CAVE DWELLINGS]“. Naditira Widya 14, Nr. 1 (04.08.2020): 1–18. http://dx.doi.org/10.24832/nw.v14i1.404.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Kawasan karst di Kabupaten Rembang adalah bagian dari Karst Perbukitan Rembang yang membentang dari Jawa Tengah hingga ke Pulau Madura. Di bagian Jawa lainnya terdapat pula barisan karst Gunung Sewu sebagai salah satu kawasan karst Pegunungan Selatan Jawa. Tidak seperti situs-situs arkeologi di Gunung Sewu yang telah diteliti secara intensif, kawasan karst Rembang di gugusan utara belum banyak diteliti. Hal inilah yang menggaris bawahi pentingnya penelitian arkeologi di kawasan karst di perbukitan Rembang, yaitu untuk menjajaki potensi gua-guanya sebagai hunian prasejarah. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan penalaran induktif, dengan memakai variabel potensi gua, dan dilakukan dengan teknik survei gemorfologis dan arkeologis. Hasil survei kemudian dibagi menjadi tiga variabel pengharkatan, yaitu kandungan arkeologis gua, aksesibilitas, dan morfologi gua. Dalam penelitian lapangan terdapat 41 titik gua yang menjadi objek pengamatan, dan beberapa di antara gua-gua tersebut memenuhi tingkat probabilitas untuk dihuni. Namun demikian, tentu saja untuk membuktikan gua-gua ini benar-benar dihuni atau tidak pada masa prasejarah diperlukan penelitian lebih lanjut. Lebih lanjut, jika dibandingkan dengan segmen-segmen di sebelah barat dan timurnya, potensi arkeologi kawasan karst Rembang, dalam pengertian situs-situs guanya, termasuk rendah. The karst region in Kabupaten Rembang is part of the Rembang Karst Zone that stretches from Central Java to Madura Island. Another mountain range of karst, the Gunung Sewu, lies on the southern region of Java. Unlike the archeological sites of Gunung Sewu that have been intensively investigated, the Rembang karst region in the northern ranges has not been much studied. This underlines the importance of archeological research in the karst region of Rembang, which is to explore the potentiality of its caves as prehistoric dwellings. This research employs descriptive method with inductive reasoning, using potential variables of a cave, and carried out with geomorphological and archaeological survey techniques. Survey results are further divided into three criteria, i.e. archaeological findings in caves, accessibility, and cave morphology. The field observation was focussed on 41 caves, and several of them indicated the probability of inhabitation. Nevertheless, further researches are required to prove whether these caves were inhabited or not during the prehistoric period. Furthermore, in terms of cave sites when compared to the west and east segments, the archaeological potency of Rembang karst regions is low.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
40

Somba, Nani, Chalid AS, Hasrianti, Andi Muhammad Yusuf, Ersa Dwi Saputra und Syahruddin Mansyur. „BUKTI AWAL PERSEBARAN BUDAYA AUSTRONESIA DI SESE, SULAWESI BARAT: TINJAUAN BERDASARKAN DATA ARKEOLOGI“. Naditira Widya 17, Nr. 2 (19.12.2023): 101–18. http://dx.doi.org/10.24832/nw.v17i2.532.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Penelitian terhadap sebaran situs-situs dengan indikasi tinggalan arkeologis dari bangsa penutur bahasa Austronesia di Mamuju selama ini fokusnya di sepanjang daerah aliran sungai Karama. Sejumlah situs di daerah aliran Sungai Simboro juga mengandung data arkeologi semacam, tetapi belum ada penelitian arkeologi yang dilakukan di sini. Penelitian ini bertujuan untuk memahami persebaran budaya Austronesia di daerah aliran Sungai Simboro, terutama di kawasan Sese. Pengumpulan data primer dilakukan dengan survei arkeologi di lima situs terbuka yaitu, Gattungan, Demmanapa, Koronganak, Talopi, dan Kayu Colo, serta perekaman koordinat situs-situs memakai global positioning system. Selanjutnya, titik-titik koordinat diolah untuk membuat peta sebaran situs menggunakan software pemetaan geographic information system. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi pustaka dan arsip, serta wawancara terbuka terhadap tokoh-tokoh masyarakat lokal. Analisis data survei dilakukan secara makroskopis, serta perbandingan analogis dengan data etnografi dan kajian sumber sejarah. Hasil survei di kelima situs terbuka tersebut adalah data arkeologis berupa fragmen gerabah, fragmen keramik, beliung, batu ike (bark-cloth beater), lumpang batu, manik-manik, artefak logam, dan cangkang kerang. Fragmen gerabah ditemukan di kelima situs di Sese. Fragmen keramik ditemukan di empat situs, kecuali situs Koronganak. Alat batu ditemukan di situs-situs Gattungan, Demmanapa, dan Kayu Colo. Perhiasan berupa manik-manik ditemukan di situs-situs Gattungan dan Kayu Colo. Peralatan logam dan cangkang kerang ditemukan di situs-situs Gattungan dan Kayu Colo. Variabilitas data arkeologi dan etnografi menunjukkan karakter budaya neolitik dari masa prasejarah berlanjut hingga ke masa sejarah di kawasan Sese, dan merupakan bukti signifikan kehadiran bangsa penutur bahasa Austronesia di daerah aliran sungai Simboro.Many sites in the Simboro River basin provide potential archaeological remains of the Austronesian-speaking peoples, but no research has been carried out there. This research aims to understand the spread of Austronesian culture in the Simboro River basin, specifically in the Sese region. Primary data collection was carried out by archaeological surveys at five open sites i.e., Gattungan, Demmanapa, Koronganak, Talopi, and Kayu Colo. Secondary data was collected through library and archive studies, and open interviews with local community figures. Archaeological data was analysed macroscopically, supported by analogical comparisons with ethnographic data and historical source studies. The survey yielded potsherds, stone tools including hand adzes, bark-cloth beaters, stone mortars, beads, metal artifacts, and shells. The variability of archaeological and ethnographic data shows that the neolithic cultural characteristics from the prehistoric period continued into the historical period in the Sese area and is significant evidence of the presence of Austronesian-language speakers in the Simboro River basin.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
41

Mujabuddawat, Muhammad Al. „Tracing the Earliest Settlements on Seram Island, as a Theoretical Framework for the Chronology of Human Occupation in the Maluku Archipelago“. Kapata Arkeologi 17, Nr. 2 (30.12.2021): 55–70. http://dx.doi.org/10.24832/kapata.v17i2.55-70.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Pulau Seram merupakan pulau terbesar dalam kawasan Kepulauan Maluku bagian Selatan. Studi geologi juga secara umum menyimpulkan bahwa Seram merupakan salah satu pulau yang paling tua ditinjau dari usia geologi di Kepulauan Maluku. Tradisi lisan masyarakat asli Maluku mengenal Pulau Seram dengan sebutan ‘Nusa Ina’ atau ‘Pulau Ibu,’ serta diyakini sebagai lokasi legenda ‘Nunusaku’ atau asal-usul orang Maluku saat ini. Sejumlah riwayat penelitian yang pernah dilakukan oleh para ahli merekam berbagai data arkeologi yang tersebar di Pulau Seram sebagai bukti bekas hunian dan permukiman. Data arkeologi yang ditemukan di Pulau Seram cukup beragam yang berasal dari masa paleolitik, neolitik, hingga masa sejarah, menjadikan Pulau Seram sebagai lokasi yang memiliki data riwayat periodisasi hunian paling lengkap dan panjang. Informasi tradisi lisan juga laporan masyarakat relatif menjadi rujukan dalam penelusuran data arkeologi di lokasi yang terindikasi sebagai hunian dan permukiman kuno. Penelitian ini mendeskripsikan jejak-jejak hunian dan permukiman paling awal di Pulau Seram serta Kepulauan Maluku bagian Selatan secara umum. Penelusuran data arkeologis dilakukan melalui observasi lapangan. Analisis penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif terhadap seluruh data arkeologis dan informasi tradisi lisan yang dikumpulkan dengan merujuk pada kajian referensi yang relevan. Penelitian ini membahas sejumlah riwayat penelusuran hunian dan permukiman pada masa prakolonial yang pernah diinisiasi selama ini, serta upaya penelusuran data arkeologis terbaru berdasarkan informasi tradisi lisan dan laporan masyarakat. Penelitian ini juga bertujuan untuk merangkum dan menelaah kembali sejumlah referensi termutakhir mengenai teori penghunian paling awal Kepulauan Maluku yang sejauh ini masih menjadi diskusi yang menarik, mengingat minimnya referensi data arkeologi serta uji kronologi absolut di wilayah ini. Penelitian ini menghasilkan rekonstruksi teori penghunian dan permukiman paling awal di Pulau Seram pada khususnya dan Kepulauan Maluku secara umum. Seram Island is the largest island in the Southern part of the Maluku Archipelago. Geological studies also generally conclude that Seram is one of the oldest islands in Maluku. The oral tradition of the indigenous people of Maluku knows Seram Island as 'Nusa Ina' or 'Mother Island.' Seram Island is the location of the legend of 'Nunusaku' or the origins of the Maluku People. Several historical studies by experts record various archaeological data scattered on Seram Island as evidence of early human dwellings and settlements. Archaeological data on Seram Island is quite varied from the Paleolithic Neolithic to historical periods. The data shows Seram Island as the most comprehensive location of periodization of human occupation. Information on oral traditions and community reports are relatively being a reference in tracing archaeological data in some areas indicated as ancient dwellings and settlements. This study describes the traces of the earliest dwellings and settlements on Seram Island and the Southern Maluku Islands in general. The archaeological data was collected through field observations. The analysis of this study used a qualitative descriptive method on all archaeological data and information on oral traditions collected by referring to relevant reference studies. This research discusses several references of early dwellings and settlements in the pre-colonial period that have been initiated so far and the latest archaeological data based on information on oral traditions and community reports. This study also aims to summarize and review a number of the most recent references to the theory of the earliest settlement of the Maluku Archipelago, which so far is still an interesting discussion, considering the lack of archaeological data references and absolute chronology tests in this region. This research delivers a reconstruction of the theory of the earliest dwellings and settlements on Seram Island and the Maluku Archipelago in general.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
42

Wattimena, Lucas. „Pengelompokan Masyarakat Negeri Tuhaha Pulau Saparua, Maluku Tengah Tinjauan Etnoarkeologis“. Kapata Arkeologi 9, Nr. 2 (23.04.2016): 81. http://dx.doi.org/10.24832/kapata.v9i2.206.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
The Meaning of Tuhaha community’s grouping based on archaeological remains can not be separated from one another, due to the partial temporal nature. This study used a literature study, in order to examine the issue of research, how society grouping Tuhaha State, based on archaeological remains. Archaeological remains is meant here is a dolmen, menhirs and the old village/ancient settlements. The objective of this study is to know and understand the patterns of grouping Tuhaha State community based archaeological remains. The results showed that grouping State community/village Tuhaha archaeological remains contextually based culture has symbolic interaction, integration and socio-cultural systems on the basis of grouping patterns in the structure of the dolmen, menhirs(micro scale) and Old village Huhule (macro scale). Huhule as anintegral unity of the social system, in which there are parts of the system dolmen, menhirs, as well as the concepts of cultural mapping (monodualisme). Integration between the dolmen of five, symbolizing Patalima community groups, and soa of nine (patasiwa).Pemaknaan pengelompokan masyarakat Tuhaha berdasarkan tinggalan arkeologis tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain, disebabkan oleh sifat temporal parsial. Penelitian ini menggunakan kajian kepustakaan, guna menelaah permasalahan penelitian, yaitu bagaimana pengelompokan masyarakat Negeri Tuhaha, berdasarkan tinggalan arkeologi. tinggalan arkeologis yang dimaksudkan di sini adalah dolmen, menhir serta kampung lama/permukiman kuno. Tujuan daripada penelitian ini adalah untuk mengetahui dan memahami pola pengelompokan masyarakat Negeri Tuhaha berdasarkan tinggalan arkeologis. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pengelompokan masyarakat Negeri/Desa Tuhaha berdasarkan tinggalan arkeologis secara kontekstual budaya memiliki hubungan interaksi simbolik, integrasi dan sistem sosial budaya atas dasar pola pengelompokan pada struktur dolmen, menhir (skala Mikro) dan kampung Lama Huhule (skala Makro). Huhule sebagai kesatuan sistem sosial integral, yang di dalamnya terdapat bagian sistem dolmen, menhir, serta konsep-konsep pemetaan budaya (monodualisme). Integrasi antara dolmen berjumlah lima, melambangkan kelompok masyarakat patalima, dan soa berjumlah sembilan (patasiwa).
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
43

Sunliensyar, Hafiful Hadi. „TEMUAN ARKEOLOGI TERBARU DI BARAT LAUT-UTARA LEMBAH KERINCI, DATARAN TINGGI JAMBI: SEBUAH LAPORAN AWAL“. AMERTA 38, Nr. 2 (08.12.2020): 161–74. http://dx.doi.org/10.24832/amt.v38i2.161-174.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Abstract. The Latest of Archaeological Finds in the Northwest-North of Kerinci Valley, Jambi Highland: A Preliminary Report. Last decade archeological research in Kerinci area, only focused on the south of Kerinci Lake. This region admittedly has archaeological finds richly and has been reported since the colonial era. The report was followed by research working comprehensively in that region eighty years after. The research revealed that archeological finds in the south of Kerinci Lake came from the neolithic to proto-historic era. However, the finds of earthenware fragments accidentally, have discovered the new information about archaeological finds in the north of Kerinci Lake or the northwest-north of Kerinci valley. The purpose of this research is to map the distribution and describing the character of archaeological finds in the northwest-north of Kerinci valley. This research utilizes a descriptive method worked in three stages, videlicet collecting, analyze, and interpreting data. In collecting the data stage collected the primary data and secondary data. In the analyzing stage, utilized qualitative analysis by noticing form, style, and technology attributes. This research revealed that the northwest-north of Kerinci valley area has artifact finds in the form of cord-marked earthenware, red slipped earthenware, and Chinese ceramics. Furthermore, found the carving-stones (petroglyph) too. Abstrak. Penelitian arkeologi dekade terakhir di kawasan Kerinci hanya terfokus pada kawasan di selatan Danau Kerinci. Kawasan ini memang memiliki tinggalan arkeologis yang cukup padat dan telah dilaporkan sejak era kolonial. Laporan tersebut ditindaklanjuti dengan melakukan penelitian yang lebih komprehensif di kawasan tersebut puluhan tahun sesudahnya. Penelitian tersebut mengungkapkan bahwa tinggalan arkeologis di sebelah selatan Danau Kerinci berasal dari masa Neolitik hingga Protosejarah. Namun, temuan artefak tembikar secara tidak sengaja di situs Siulak Tenang pada 2010, telah membuka pengetahuan baru tentang adanya tinggalan arkeologis di bagian utara Danau Kerinci atau bagian barat laut-utara lembah Kerinci. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran dan mendeskripsikan tinggalan arkeologi di barat laut-utara Lembah Kerinci. Penelitian ini bersifat deskriptif yang dilaksanakan dalam tiga tahap, yaitu pengumpulan data, analisis data dan interpretasi. Pada tahap pengumpulan data, dilakukan pengumpulan data primer dan data sekuder. Pada tahap analisis data digunakan analisis kualitiatif dengan memperhatikan atribut bentuk, gaya, dan teknologi. Penelitian ini mengungkapkan bahwa kawasan baratlaut-utara Lembah Kerinci memiliki tinggalan artefak berupa tembikar tatap tali, tembikar slip merah, dan keramik Cina. Selain itu, juga ditemukan -batu bergores (petroglif).
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
44

Orestad Sørgaard, Kristine, Ing-Marie Back Danielsson, Fredrik Fahlander und Tim Flohr Sørensen. „Den ontologiske vendingen i arkeologien“. In Situ Archaeologica 11 (31.12.2015): 99–121. http://dx.doi.org/10.58323/insi.v11.13255.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
I de siste årene har arkeologien og antropologien vært gjenstand for en «ontologisk vending». Vendingen har vært ledsaget av et skifte i perspektiv : Fokuset er flyttet vekk fra fortolkning og over til en diskusjon om hva virkeligheten er. I følge eksponentene for den ontologiske retningen er det meningsløst å snakke om virkeligheten som en kulturell representasjon, siden vi kun har tilgangtil virkeligheten gjennom vår egen fortolkning. Virkeligheten eksisterer ikke i ufortolket form. Det finnes ingen «objektiv» natur som kan brukes som referanse når vi oversetter fra forhistoriske til nåtidige kontekster. Resultatet er at vi ofte tolker forhistorien på den vestlige vitenskapens premisser, i lys av vår egen verdensforståelse. Enkelte arkeologer mener derfor at arkeologien bør gi opp målsettingen om å være en fortolkende og komparativ vitenskap. Det beste vi kan gjøre er å beskrive de ontologiske forskjellene mellom forhistoriske og nåtidige samfunn. Denne artikkelen advarer mot slike forsøk på å begrense arkeologien til et rent deskriptivt foretakende. Den argumenterer for at vi bør utvikle en ny type komparativ analyse som er inspirert av Eduardo Viveiro deCastros teorier om «perspektivisme».
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
45

Marzuki, Irfanuddin Wahid. „Rise and Fall of Kema Port in Sulawesi Sea Trade Routes During Colonial Period: Based on Infrastructure Data“. Kapata Arkeologi 14, Nr. 1 (31.07.2018): 89. http://dx.doi.org/10.24832/kapata.v14i1.475.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Kema merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Minahasa Utara yang berada di pesisir selatan Sulawesi. Saat ini Kema dikenal sebagai perkampungan nelayan padat penduduk yang terbagi menjadi Kema I, Kema II, dan Kema III. Riwayat sejarah Kema sudah dikenal semenjak abad XVI oleh pelaut-pelaut Eropa yang singgah untuk mengisi air minum, kemudian berkembang hingga menjadi sebuah kota pelabuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pasang surut keberadaan pelabuhan kema dalam perdagangan global Laut Sulawesi masa kolonial berdasarkan data arkeologi dan sejarah. Penelitian ini menggunakan pendekatan arkeologi kesejarahan yang memadukan data arkeologi dengan data sejarah. Tahapan penelitian meliputi tahap pengumpulan data, analisis data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan adanya bukti-bukti arkeologis yang mengindikasikan Kema dahulu merupakan sebuah permukiman yang sudah maju, meliputi pola permukiman dan jaringan jalan, pelabuhan dan saran pendukungnya, rumah ibadah, bangunan perumahan, pasar, dan jaringan komunikasi. Bukti arkeologis dan data sejarah mengungkap bahwa Kema dikenal sebagai pelabuhan laut yang memegang peranan penting dalam perdagangan global pada masa Kolonial. Pelabuhan Kema bahkan ditetapkan sebagai salah satu pelabuhan bebas di perairan Laut Sulawesi. Peran pelabuhan Kema saat ini mengalami kemunduran, hanya sebagai pelabuhan perikanan tidak lagi sebagai pelabuhan samudera.Kema is one of the districts in Minahasa Utara Regency located on the southern coast of Sulawesi Utara. Currently, Kema is known as a densely populated fishing village which is divided into Kema Satu, Kema Dua, and Kema Tiga. Based on historical data, Kema has been known since the 16 century by European sailors who stopped to fill drinking water, then expanded into a port city. This study aims to determine the rise and fall of the existence of Kema in the global trade of the Sulawesi Sea in the colonial period based on archaeological and historical data. This study uses a historical archeology approach that combines archaeological data with historical data. Research stages include data collection phase, data analysis, and conclusion. The results indicate archaeological evidence shows that Kema was an advanced settlement, covering the settlement patterns and road networks, ports and supporting facilities, houses of worship, residential buildings, markets, and communications networks. Archaeological evidence and historical data reveal that Kema is known as a seaport that plays an important role in global trading during the Colonial period. Kema is even designated as one of the free ports in Sulawesi Sea. The role of Kema is currently declining, only as a fishing port no longer as an ocean port.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
46

DUYMAZ, A. Şevki. „Osmanlı Coğrafyasında Avusturyalı Arkeolog ve Araştırmacılar“. 8gen-ART 1, Nr. 1 (31.12.2021): 1–13. http://dx.doi.org/10.53463/8genart.20210090.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Osmanlı Dönemi Arkeoloji alanında ilk çalışmalar, eserlerin korunmasına yönelik olarak toplama ve depolama anlayışıyla başlar. Arkeolojik eserlerin Ahmet Fethi Paşa tarafından Aya İrini Kilisesinde toplanıp “Mecma-i Esliha-i Atika (Eski Silahlar Koleksiyonu)” ve “Mecma-ı Âsâr-ı Atika (Eski Eserler Koleksiyonu)” oluşturulması bu alandaki ilk örnek çalışma olarak kabul edilebilir. 1869 yılında "Müze-i Hümayun (Saray Müzesi)" ve 1874 Asar-ı Atika Nizamnamesi ile bu anlamda ortaya konulan önemli atılımlardır. 1881 yılında Osman Hamdi Bey’in müze müdürlüğüne getirilmesiyle Osmanlı arkeolojisi bilimsel anlamdaki çalışmaların temelleri atılmış olur. Çalışmamızda; Osmanlı arkeolojisinde, tarihsel süreç içerisinde yer alan Avusturyalı araştırmacı ve arkeologların, Osmanlı coğrafyasındaki arkeolojik kazı ve araştırmaları üzerinde durulacaktır. 19. Yüzyıl ortasından Osmanlı son dönemlerine kadar bu alanda çalışan Avusturyalı araştırmacıların, çalıştığı bölgeler, antik yerler, buluntular ve Osmanlı arkeolojisinin gelişmesindeki etkileri ortaya koyulmaya çalışılacaktır
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
47

Taşcı, Burcu, und Eti Akyüz Levi̇. „Kent İçi Arkeolojik Alanlarda Katmanlaşmanın Analizi ve Koruma Sorunları: Foça Örneği“. Belleten 82, Nr. 293 (01.04.2018): 31–50. http://dx.doi.org/10.37879/belleten.2018.31.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Yer altı ve yer üstünde arkeolojik mirasa sahip olmakla birlikte, kent merkezinde çağdaş yaşamın sürdüğü pek çok yerleşim vardır. Söz konusu arkeolojik mirası farklı tarihsel katmanlar oluşturmaktadır ve bu katmanlaşma kent merkezinin tarihsel süreç boyunca kesintisiz yerleşim görmesinden kaynaklanmaktadır. Modern kentin aynı konumda yapılaşmaya devam etmesi ile kent içinde çok katmanlı arkeolojik alanlar ortaya çıkmıştır. Katmanlaşmaya yönelik mevcut ve tarihsel birikimin doğru bir şekilde ortaya konulabilmesi için kentsel arkeoloji bilimsel bir çalışma alanı olarak kabul görmektedir. Türkiye'de katmanlaşmanın özellikle kent merkezlerinde yasal, yönetsel, sosyal ve ekonomik nedenlerle kısmen yok olmasına karşın günümüzde farklı katmanlara ait izler taşıyan yerleşimler hala mevcuttur. Bu yerleşimlerden Foça Prehistorik dönemden başlayarak Arkaik, Klasik, Helenistik, Roma, Bizans, Ceneviz kolonisi ve Osmanlı dönemlerinde sürekli iskân görmüş, çok katmanlı bir kenttir. Kent içindeki katmanlaşmanın analiz edilebilmesi için belirli bir envanterleme sistemi ile güncellenmesi gereklidir. Bu kapsamda kentte belirlenen dokuz tarihsel katmana ait arkeolojik veri ve mimari birikim dijital ortama aktarılarak, dönem paftaları hazırlanmıştır. Bu paftaların çakıştırılmasıyla kentteki çok katmanlı kimlik alanları belirlenmiş ve her alan için analiz paftaları hazırlanmıştır. Bu paftalarda alanın ada-parsel numaralarına göre konumu, kazı çalışmaları ve koruma durumları hakkında bilgi, alanın kazı çalışmaları sırasındaki ve günümüzdeki fotoğrafları, bulguların dönemlere göre renklendirilmiş çizimleri bulunmaktadır. Bu çalışmanın süreç içerisinde daha detaylı olarak hazırlanacak envanterleme sistemine altlık olması hedeflenmiştir.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
48

Çevik, Ahmet Dinçer. „Anglosakson Arkeoloji Geleneği Bağlamında Bilimsel Açıklamaların Doğası ve Statüsü“. Kilikya Felsefe Dergisi / Cilicia Journal of Philosophy 10, Nr. 1 (2023): 17–37. http://dx.doi.org/10.5840/kilikya20231012.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
Geçmişte, insan düşüncesinin ürünü olarak üretilen maddi kalıntılar ve materyal kültürü ve bunların o topluluklar için ne anlama geldiğini; kültürel değişimleri ve kültürlerin birbiri ile olan etkileşimlerini neden sonuç ilişkileri ile açıklamaya odaklanmış bir bilim olarak arkeoloji, çalışmalarında disiplinlerarası yaklaşım ve yöntemleri kullanır. Arkeolojinin farklı disiplinlerle sürekli etkileşim halinde olduğu genel olarak üzerinde uzlaşı bulunan noktalardan biriyken bu alanda sunulan bilimsel açıklamaların doğası üzerine yürütülen tartışmalar nispeten sınırlı kalmıştır. Arkeolojideki açıklamaların doğasının incelenme girişimlerinde spekülasyonları eleyip kanıtlara ve kesinliğe ulaşma amacıyla birçok epistemik strateji arkeolojiye adapte edilmeye çalışılmıştır. Bu stratejiler geleneksel arkeolojinin endüktivist yaklaşımından yeni arkeolojinin dedüktivist yaklaşımına ve daha yeni dönemlerde en iyi açıklamaya çıkarım metoduna kadar çeşitlendirilebilir. Bu makalede, söz konusu epistemik stratejilerin arkeolojideki açıklamalarda nasıl kullanıldığı ile ilgili bilim felsefesi açısından ve Anglosakson arkeoloji geleneği bağlamında bir incelemesini yaparak arkeolojideki açıklamalar ile ilgili tartışmaların eğer yeni arkeoloji yaklaşımının ve bilim felsefesinin izleri takip edilecekse model temelli açıklamalara, post-süreçsel arkeolojinin izleri takip edilecekse de arkeolojik fenomenin açıklanmasından çok anlamlandırılması ve anlayışının kazanılmasını ön plana çıkartılan post-süreçsel arkeolojiye odaklanması gerektiğini iddia ediyorum.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
49

Kaynakçı Elinç, Zuhal, Latif Gürkan Kaya und Büşra Göküz. „Su Altı Arkeolojik Buluntuların Sergilenmesi: Antalya Kekova Adası Su Altı Arkeoloji Müzesi Örneği“. Cedrus, Nr. 9 (30.06.2021): 485–94. http://dx.doi.org/10.13113/cedrus.202125.

Der volle Inhalt der Quelle
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
50

Tjahjono, Baskoro Daru. „Kontribusi Arkeologi Bagi Pengembangan Pulau-Pulau Kecil dan Terdepan di Sumatera Bagian Utara“. Berkala Arkeologi Sangkhakala 17, Nr. 2 (05.01.2018): 103. http://dx.doi.org/10.24832/bas.v17i2.79.

Der volle Inhalt der Quelle
Annotation:
AbstractAn archipelago country consisting of tens of thousands of small and big islands, Indonesia is mostly of a vast waters territory. Despite the amazing maritime potentials they are posed, the small, frontmost islands still experience difficulties in maximazing their natural riches, beauty, and mining potentials for their prosperity. Maritime policy repositioning is significant to implement to optimize those frontmost, small islands’ potentials. Such policy repositinoning shall include economy and politics sectors to optimize people’s welfare through the prioritization of our previously-abandoned maritime sector and integrate it with the land. The archaeological researches in small and frontmost islands may help describe the inhabiting of the islands by ancient people of such periods of pre-historic, classic, Islamic, or colonial. Such archaeological findings suggest the potentials of the small, frontmost islands to be used for the current Indonesian people’s prosperity when handled with care.AbstrakIndonesia sebagai negara kepulauan, terdiri atas puluhan ribu pulau, baik kecil maupun besar, dengan sebagian besar wilayahnya adalah lautan luas. Pulau-pulau kecil dan terdepan mempunyai potensi kelautan yang luar biasa, namun kekayaan hayati, keindahan alam, dan pertambangan belum dapat dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk kesejahteraan penghuninya. Untuk dapat mengembangkan pulau-pulau kecil dan terdepan secara optimal, perlu adanya reposisi kebijakan kelautan. Reposisi kebijakan kelautan adalah suatu kebijakan politik dan ekonomi dalam rangka pembangunan ekonomi, yang meninggalkan paradigma lama yakni menempatkan sektor kelautan sebagai marjinal, berubah menjadi arus utama dalam pembangunan ekonomi dengan tetap mengintegrasikannya dengan sektor daratan. Penelitian arkeologi di pulau-pulau kecil dan terdepan dapat memberi gambaran bahwa sebagian dari pulau-pulau itu pernah dihuni atau dimanfaatkan manusia pada masa lalu, sejak masa Prasejarah, masa Klasik, masa Islam, maupun masa Kolonial. Ini menunjukkan bahwa pulau-pulau kecil dan terdepan itu sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia masa kini, jika dikelola dengan serius. Untuk menjawab permasalahan itu digunakan metode penelitian deskriptif dengan penalaran induktif melalui penggabungan penelitian sejarah, filologi, dan arkeologi. Pengembangan berbagai potensi tinggalan arkeologis di pulau-pulau kecil dan terdepan yang merupakan hasil penelitian arkeologi merupakan kontribusi arkeologi bagi pengembangan pulau-pulau kecil dan terdepan.
APA, Harvard, Vancouver, ISO und andere Zitierweisen
Wir bieten Rabatte auf alle Premium-Pläne für Autoren, deren Werke in thematische Literatursammlungen aufgenommen wurden. Kontaktieren Sie uns, um einen einzigartigen Promo-Code zu erhalten!

Zur Bibliographie